Anda di halaman 1dari 5

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Dampak Tenaga Kerja Asing terhadap Perekonomian Indonesia

Banyak kajian yang dilakukan mengenai masuknya TKA terhadap


pertumbuhan ekonomi, namun sampai sekarang masih terjadi perdebatan di antara
berbagai ahli. Di satu pihak ada yang berpendapat bahwa masuknya TKA
membawa pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti kajian
yang dilakukan oleh Simon (1988). Di pihak lain ada pula yang berpendapat bahwa
masuknya TKA membawa pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan tingkat upah untuk TKL (Baker,
1987)

Kajian yang dilakukan oleh Simon (1988) di negara bagian California dan
Los Angeles Amerika Serikat menemukan bahwa masuknya TKA telah
memberikan manfaat yang cukup besar terhadap pertumbuhan output berbagai
industri di kedua negara bagian tersebut. Sementara pengaruh negatifnya terhadap
TKL sangat kecil. Tingginya pengaruh kemasukan TKA terhadap pertumbuhan
ekonomi menurut Simon terutama disebabkan oleh tingginya pertumbuhan tenaga
kerja di kedua wilayah tersebut. Selama periode 1970--1980, tenaga kerja telah
bertumbuh sebesar 46,1% di California dan 52,7% di Los Angeles. Kenaikan
pertumbuhan tenaga kerja ini adalah merupakan pengaruh dari penurunan upah
sebesar 5,2% yang disebabkan oleh masuknya TKA ke dalam pasar tenaga kerja di
kedua negara bagian tersebut.

Sedangkan menurut kajian yang dilakukan oleh Baker (1987) di Australia,


umpamanya menemukan bahwa setiap kenaikan 1% jumlah pekerja yang
disebabkan oleh masuknya TKA hanya menaikkan investasi dalam jumlah yang
sama. Sementara kenaikan 1% TKL menaikkan pembentukan modal dalam jumlah
yang lebih besar dari pembentukan modal yang disebabkan oleh adanya TKA
tersebut, yaitu sebesar 8%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh TKA terhadap
pembentukan modal adalah sangat kecil dan dapat menghambat pembentukan
modal secara keseluruhan. Oleh sebab itu, Baker berkeyakinan bahwa TKA bisa
menghambat pertumbuhan ekonomi, peluang pekerjaan, dan kenaikan tingkat upah
yang diterima TKL.

Menurut Rosan Perkasa Roeslani selaku Ketua umum Kamar Dagang dan
Industri Indonesia mengungkapkkan bahwa hadirnya tenaga kerja asing jangan
dianggap sebagai ancaman bagi tenaga kerja Indonesia. Pasalnya, kehadiran
mereka malah dapat menjadi pemicu bagi tenaga kerja Indonesia. Kehadiran
mereka bisa memicu dan selalu menambah kemampuan dirinya agar dapat bersaing
baik antara sesama tenaga kerja Indonesia dan tenaga kerja asing. Tidak hanya itu,
kehadiran tenaga kerja asing dapat digunakan sebagai penambah devisa bagi
negara. Pasalnya, akan ada pembayaran kompensasi atas setiap tenaga kerja asing
yang dipekerjakan.

Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas


Lembong, mengungkapkan masyarakat tidak perlu takut kehadiran tenaga kerja
asing. Lembong mengatakan, tenaga kerja asing di Indonesia hanya berjumlah
0,1% dari jumlah angkatan kerja saat ini. Tenaga kerja asing di Indonesia justru
bisa membantu pertumbuhan industri di berbagai sektor.
Dan tenaga kerja asing ini bukan sesuatu yang perlu ditakuti. Kita dapat manfaatkan
tenaga kerja asing di segala aspek dari pariwisata sampai menyesuaikan produk dan
jasa sesuai negara tujuan ekspor. (Thomas Lembong, 2017,
https://finance.detik.com/, 04 Maret 2018)

3.2 Solusi Menghadapi Tenaga Kerja Asing di Indonesia

“Negara perlu bijak dengan lebih sigap memfasilitasi warga negaranya


meraup peluang yang sebesar-besarnya dengan pendapatan yang sebaik- baiknya.
Daripada mengeluh tentang TKA, Indonesia perlu menyokong penetrasi para warga
kita dalam sektor-sektor pekerjaan yang strategis di luar negeri. Program-program
beasiswa yang didanai APBN harus memikirkan betul sector-sektor strategis yang
butuh disokong sumber daya yang terampil, tetapi belum dikenal oleh rata-rata
generasi muda Indonesia seperti bidang bioteknologi, teknik geologi dan
kemaritiman, intelijen, atau kesehatan dan aktuaria. Indonesia juga patut menyusun
strategi diplomasi persuasi agar negara-negara lain dengan senang hati menyambut
tenaga kerja asal Indonesia sambil menguatkan standardisasi hukum perlindungan
bagi tenaga kerja di tingkat regional (ASEAN) atau multilateral (G-20, APEC, dst)
agar tidak ada negara yang mengambil keuntungan dari lemahnya hukum di negara-
negara asal TKA.” (Dinna Wisnu, 2015, https://nasional.sindonews.com/, 04 Maret
2018)
Solusi lainnya dalah dengan mengikuti BLK (Balai Latihan Kerja).
“Problem di tenaga kerja lokal itu adalah problem di kapasitas dan kompetensi. Di
Karawang, ada perda, industri di sana 60 persen harus mempekerjakan orang ber
KTP Karawang. Itu kan menghambat investasi juga akhirnya. Ini salah satu
persoalan di daerah. Kita ingin warga lokal terserap, di satu sisi less educated dan
less trained. Kompetensi nggak ada. Yang jadi hambatan di masyarakat lokal
seperti itu. Nah makanya kita dorong sekarang bagaimana investasi atau industri itu
berkontribusi melatih warga lokal dulu. Bukan Pemda yang mewajibkan untuk
merekrut begitu. Lha kalau masyarakatnya kompeten oke, kalau cuma lulusan SD-
SMP? Pabrik mending pindah kalau kaya gitu. Di Karawang sudah banyak pabrik
yang pindah. Kalau perusahaannya kita desak, bantu Balai Latihan Kerja (BLK)
pemerintah agar orang-orang bisa dapat pelatihan. BLK butuh per tahun bisa Rp 10
triliun, minim. Khusus untuk ini, pelatihan BLK, bukan anggaran Kemenaker.
Kalau anggaran BLK Rp 10 triliun, Kemenaker bisa Rp 15 triliun-an. Butuh cukup
besar untuk pelatihan digabung dengan sertifikasi. Anggaran training buat 100
orang, sertifikasinya hanya untuk 50 orang. Di BLK semua orang bisa masuk situ.
Dulu masuk BLK harus SMA. Lha ini lulusan SD-SMP mau masuk ke mana?
Masuk ke BLK nggak bisa, Poltek nggak bisa. Saya hapuskan syarat umur dan
pendidikan formal. Ada umur 50 tahun masuk BLK nggak boleh ketuaan. Katakan
dia kerja di sektor migas yang lagi kegencet dan harus alih profesi, nggak mungkin
kuliah lagi. Paling bisa cari pelatihan, cuma berapa bulan, lalu cari pekerjaan yang
baru kan. Umur 50 tahun masa nggak boleh? Kalau batas usianya 90 tahun, kan
masih 40 tahun lagi, masih lama itu. Kualitas yang ada 279 BLK diberdayakan
kurikulum, instruktur, peralatan dan kesesuaian dengan industri, kalau itu digenjot
sudah lumayan.“ (Hanif Dhakiri, 2016, https://news.detik.com/, 04 Maret 2018)
Dengan mengikuti BLK, peserta dibekali pelatihan dengan kompetensi
untuk mengantisipasi perubahan tekhnologi dankualifikasi pekerjaan yang berubah
cepat. Mereka juga dibekali pegetahuan manajemen pemasaran dan pengetahuan
seputar perilaku organisasi serta hubungan industrial. Lulusan BLK akan menjadi
tenaga kerja yang tidak hanya kompeten dan berdaya saing tinggi tapi juga
tersertifikasi sehingga cepat diserap industri. (Fauziah, 2017,
https://ekonomi.kompas.com/, 26 Maret 2018)

3.3 Kebijakan Pemerintah dalam Menangani banyaknya Tenaga Kerja Asing


di Indonesia

Menurut Hanif Dhakiri selaku Menteri Ketenagakerjaan, pemerintah


memiliki syarat yang ketat untuk TKA yang ingin bekerja di Indonesia. TKA harus
memiliki keterampilan dan memiliki jabatan professional, sehingga tidak bisa
mengisi pekerjaan pada level rendah. Serta harus memenuhi perizinan dan syarat
adminstratif, perusahaan TKA diwajibkan membayar kompensasi penggunaan
TKA. Pemerintah juga melakukan pengawasan ketat mengenai dugaan TKA ilegal.
(Hanif Dhakiri, 2016, http://bisnis.liputan6.com/, 04 Maret 2018)

Selain itu terdapat beberapa poin penting bagi pemerintah dalam


menangani banyaknya Tenaga Kerja Asing di Indonesia yakni:
 Memasifkan edukasi kepada masyarakat mengenai langkah antisipasi WNA ilegal
dan TKA ilegal, disamping kegiatan sidak yang perlu dilakukan secara berkala
melalui aparat gabungan (Dinas Tenaga Kerja, Kantor Wilayah Imigrasi, TNI, dan
POLRI)
 Ketegasan pemerintah untuk mencabut Izin Mempekerjakan Tenaga Asing
(IMTA) perusahaan asing dan perusahaan lokal yang mempekerjakan TKA ilegal
yang tidak sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan dan jabatan yang
diperbolehkan dalam aturan ketenagakerjaan, juga tidak ragu untuk menempuh
jalur pidana pada perusahaan asing yang melanggar UU Ketenagakerjaan.
 Membuat larangan bagi perusahaan asing untuk melakukan tindak diskriminasi,
khususnya bagi tenaga kerja kasar lokal, dengan alasan belum atau tidak memiliki
sertifikasi. Sertifikasi kompetensi hanya dapat dipersyaratkan bagi pekerjaan yang
benar-benar membutuhkan keahlian khusus dan tingkat pendidikan yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai