Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tata Letak

Tata letak merupakan suatu proses perancangan dan pengaturan tata letak fasilitas fisik
seperti mesin atau peralatan, lahan, bangunan, dan ruanguntuk mengoptimalkan keterkaiatan
antara pekerja, aliran bahan, aliran informasi dan metode yang dibutuhkan dalam rangka mencapai
tujuanperusahaan secara efisien, ekonomis, dan aman. Menata tata letak pabrik adalah kegiatan
yang berhubungan dengan perancangan susunan unsur fisik suatu kegiatan dan selalu berhubungan
eratdengan industri manufaktur, dan penggambaran hasil rancangan dikenal sebagai tata letak
pabrik. Untuk pabrik atau perusahaan harus dilakukanevaluasi tata letak.

Tata letak (layout) atau pengaturan dari fasilitas produksi dan area kerja yang ada merupakan
landasan utama dalam dunia industri. Pada umumnya tata letak pabrik yang terencana dengan baik
akan ikut menentukan efisiensi dan dalam beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan hidup
ataupun kesuksesan kerja suatu industri. Tata letak fasilitas produksi mempunyai dampak tehadap
proses oprasi perusahaan, terutama dalam hal ditinjau dari segi kegiatan atau proses produksi salah
satunya perpindahan material dari satu unit ke unit lainya, sampai material tersebut menjadi barang
jadi. Hal ini terlihat aktivitas pemindahan (movement) sekurang-kurangnya satu dari tiga elemen
dasar sistem produksi, meliputi bahan baku, orang (pekerja) dan peralatan produksi. Bahan baku
akan lebih sering dipindahkan mulalui beberapa tahap untuk di proses, sampai akhirnya
dipindahkan ke unit pengudangan barang jadi. Oleh karena itu perlu adanya suatu pertimbangan
bagaimana membuat atau mendesain tata letak fasilitas yang lebih efektif dan efesien.

2.1.1 Masalah dalam Perancangan Tata Letak


Industri manufaktur selalu berada dalam persaingan yang ketat. Menghadapi kondisi ini,
dimana variasi produk tinggi, daur hidup produk yang pendek, permintaan yang berubah-ubah,
dan adanya tuntutan dalam hal pengiriman yang tepat waktu, menyebabkan perusahaan
memerlukan strategi untuk meningkatkan efisiensi dalam menggunakan fasilitas. Suatu sistem
manufaktur harus dapat menghasilkan produk-produk dengan ongkos yang rendah dan kualitas
tinggi, serta dapat mengirimkannya tepat waktu kepada pelanggan. Suatu sistem juga harus dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik dari perancangan proses
maupun permintaan produk.
Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
merancang tata letak pabrik atau melakukan konfigurasi ulang tata letak pabrik. Perancangan tata
letak tidak hanya diperlukan saat membangun perusahaan baru, tetapi juga saat mengembangkan
perusahaan, melakukan konsolidasi atau mengubah struktur perusahaan. Perusahaan yang telah
mapan membutuhkan perubahan tata letak fasilitasnya setiap dua atau tiga tahun sekali. Tata letak
pabrik yang baik dan didukung pula dengan koordinasi kerja yang bagus antar setiap departemen
dalam perusahaan diharapkan membuat perusahaan tetap bertahan dan sukses dalam persaingan
industri di bidangnya (Chandra, 2011).
2.1.2 Tujuan Peracangan Tata Letak
Tujuan Perencanaan Tata Letak Untuk mendapatkan gabungan interaksi yang baik dan
efektif antara pekerja, peralatan dan bahan-bahan maka perlu ditetapkan sasaran tata letak pabrik
seperti diuraikan berikut ini (Chandra, 2011):
1. Memperlancar proses pengolahan. Untuk mendapatkan ini harus diperhatikan faktor-
faktor berikut:
a. Susunan mesin-mesin dan peralatan.
b. Mengurangi atau meniadakan delay pada proses produksi.
c. Merencanakan kegiatan maintenance atau pemeliharaan.
2. Menyederhanakan atau meminimumkan pemindahan bahan (material handling).
Susunan tata letak pabrik harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi material handling sampai batas minimum di dalam pemindahan bahan ini
harus diusahakan agar gerakan bahan selalu menuju daerah pengirim.
3. Menjaga fleksibilitas susunan peralatan yang digunakan. Tata letak pabrik yang baik
akan dapat dengan mudah diubah-ubah sesuai dengan keperluan biaya sekecil mungkin.
4. Menghindari investasi pada peralatan. Investasi peralatan yang digunakan sering kali
dapat ditekan atau dapat dikurangi melalui cara pengaturan yang tepat antara mesin-
mesin dan peralatan bagian-bagian yang memerlukannya.
5. Memelihara perputaran barang setengah jadi yang tinggi.
6. Mengusahakan pemakaian luas lantai yang minimal atau ekonomis.
7. Memelihara pemakaian tenaga kerja seefektif mungkin. Tata letak pabrik yang tidak baik
akan memboroskan sejumlah tenaga kerja yang ada dan sebaliknya tata letak yang baik
akan meningkatkan efektifitas kerja yang ada. Beberapa usaha yang dilakukan sebagai
berikut:
a. Mengurangi handling bahan-bahan yang dilakukan secara manual sampai seminimal
mungkin.
b. Mengurangi faktor-faktor yang mengakibatkan buruh banyak berjalanjalan di dalam
pabrik.
c. Membuat keselarasan antara mesin-mesin sehingga baik mesin maupun operator
tidak menganggur.
d. Memberikan pengawasan seefektif mungkin.
8. Menciptakan suasana kerja yang memberikan kenyamanan, kemudahan, dan
keselamatan karyawan selama bekerja. Untuk mencapai hal ini perlu diperhatikan
seperti penerangan, suhu, fentilasi, alat pembuangan uap air dan keselamatan kerja

2.1.3 Tata Letak Proses ( Process Layout)

Tata Letak Proses (Process Layout) Tata letak berdasarkan proses, sering dikenal dengan process
atau functional layout, adalah metode pengaturan dan penempatan stasiun kerja berdasarkan
kesamaan tipe atau fungsinya. Mesin-mesin yang digunakan tata letak proses berfungsi umum
(general purpose). Tata letak proses umumnya digunakan untuk industri manufaktur yang bekerja
dengan volume produksi yang relatif kecil dan jenis produk yang tidak standar . Keuntungan dari
penggunaan tata letak proses yaitu (Chandra, 2011):

1. Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin dan peralatan produksi lainnya.

2. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup mengerjakan berbagai macam
jenis dan model produk.

3. Kemungkinan adanya aktivitas pengawasan yang lebih baik dan efisien melalui spesialisasi
pekerjaan.

4. Pengendalian dan pengawasan lebih mudah dan baik terutama untuk pekerjaan yang sukar dan
butuh ketelitian tinggi.
5. Mudah untuk mengatasi breakdown dari mesin, yaitu dengan cara memindahkan prosesnya ke
mesin lain tanpa banyak menimbulkan hambatan yang signifikan. Keterbatasan dari tata letak
proses antara lain :

a. Ketidakefisienan dalam proses disebabkan oleh adanya backtracking.


b. Adanya kesulitan dalam menyeimbangkan kerja dari setiap fasilitas produksi yang akan
memerlukan penambahan ruang untuk work-in-process storage.
c. Adanya kesulitan dalm perencanaan dan pengendalian produksi.
d. Operator harus memiliki keahlian yang tinggi untuk menangani berbagai macam aktivitas
produksi.
e. Produkstivitas yang rendah disebabkan setiap pekerjaan yang berbeda, masing-masing
memerlukan setup dan pelatihan operator yang berbeda.

Gambar 1. Tata Letak Proses

(Sumber: Chandra, 2011)

2.1.4 Tata Letak Posisi Tetap (Fix Potition Layout)

Tata letak posisi tetap, sering dikenal dengan fixed material location atau fixed position
layout, adalah metode pengaturan dan penempatan satsiun kerja dimana material atau komponen
utama akan tetap pada posisi/lokasinya, sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia,
serta komponen lainnya bergerak menuju lokasi komponen utama tersebut . Keuntungan dari tata
letak posisi tetap yaitu (Chandra, 2011):

1. Karena banyak bergerak adalah fasilitas produksi maka perpindahan material bisa
dikurangi.
2. Bila pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi, maka kontinyuitas
operasi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai dengan sebaik- baiknya. Kesempatan untuk
melakukan pengkayaan kerja (job enrichment) dengan mudah bisa diberikan, selain itu
juga dapat meningkatkan kebanggaan dan kualitas kerja karena dimungkinkan untuk
menyelesaikan pekerjaan secara penuh (“do the whole job”). 4. Fleksibilitas kerja tinggi.

Keterbatasan tata letak posisi tetap yait :

1. Besarnya frekuensi perpindahan fasilitas produksi, operator, dan komponen pendukung


pada saat operasi kerja berlangsung.
2. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas supervisi yang lebih
umum dan intensif.
3. Adanya duplikasi peralatan kerja yang menyebabkan dibutuhkannya lokasi untuk work-in
process.
4. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam penjadwalan
produksi (Chandra, 2011).

Gambar 2. Tata Letak Posisi Tetap

(Sumber: Chandra, 2011)

2.1.5 Tata Letak Teknologi Kelompok (Group Technology Layout)

Tata letak jenis ini didasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang akan
dibuat. Produk-produk yang tidak identik dikelompok- kelompok berdasarkan langkah-langkah
pemrosesan, bentuk, mesin, atau peralatan yang dipakai dan sebagainya. Disini pengelompokan
tidak didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir seperti halnya pada tipe product layout
(Chandra, 2011).
Beberapa keuntungan dari tata letak teknologi kelompok dibandingkan dengan tata letak
yang lain adalah sebagai berikut:

1. Pengurangan waktu setup. Suatu sel manufaktur dirancang untuk mengerjakan part-part
yang memiliki kesamaan bentuk ataupun proses. Pada sel tersebut, part-part dapat
dikerjakan dengan menggunakan alat bantu (fixture) yang sama, sehingga waktu untuk
mengganti alat bantu maupun peralatan lainnya dapat dikurangi.
2. Pengurangan ukuran lot. Jika waktu setup dapat dikurangi, maka ukuran lot yang kecil
menjadi mungkin dan ekonomis. Ukuran lot yang kecil juga dapat membuat aliran
produksi lebih lancar.
3. Pengurangan work-in-process (WIP) dan persediaan barang jadi. Jika waktu setup dan
ukuran lot menjadi kecil maka jumlah WIP dapat dikurangi. Part- part dapat diproduksi
menggunakan konsep just-in-time (JIT) dengan ukuran lot yang kecil sehingga waktu
penyelesaiannya lebih cepat.
4. Pengurangan waktu dan ongkos material handling (OMH). Pada tata letak seluler, tiap
part diproses seluruhnya dalam satu sel (jika dimungkinkan). Oleh karena itu, waktu dan
jarak perpindahan part antar sel lain menjadi minimal.
5. Perbaikan kulitas produk. Oleh karena part-part berpindah dari stasiun kerja satu ke
stasiun kerja yang lainnya dalam unit yang tunggal dan diproses dalam area yang relatif
kecil, maka penjadwalan dan pengendalian job akan lebih mudah. Masukan terhadap
perbaikan akan lebih cepat dan proses dapat dihentikan jika terjadi kesalahan (Chandra,
2011).
Gambar 3. Tata Letak Teknologi

(Sumber: Chandra, 2011)

2.2 Luas Lantai Produksi


Perencanaan ini bertujuan untuk mengetahui luas lantai yang dibutuhkan pada setiap fasilitas-
fasilitas yang didirikan. Syarat utama perencanaan luas lantai adalah pembakuan sistem kerja.
Dalam perancangan stasiun kerja kita harus memastikan bahwa sistem kerja telah baku. Apabila
sistem kerja belum baku, maka luas lantai yang dibutuhkan menjadi tidak absah. Komponen-
komponen yang harus diperhatikan dalam perencanaan kebutuhan luas lantai adalah luasan mesin,
luasan ruang gerak operator, luasan penumpukan bahan yang akan diproses dan setelah diproses,
serta luasan untuk kegiatan pemindahan bahan. Luasan pokok kemudian ditambahkan allowance
yang bertujuan mendukung kelancaran kegiatan produksi (Chandra, 2011).

2.3 Material Handling


Material handling didefinisikan sebagai pergerakan (movement), penyimpanan (storage),
perlindungan (protection), pengendalian (control) material diseluruh proses manufaktur dan
distribusi termasuk penggunaan dan pembuangannya. Menurut material handling handbook
didefinisikan sebagai penyediaan material dalam jumlah yang tepat, kondisi yang tepat, pada posisi
yang tepat, diwaktu yang tepat, pada tempat yang tepat untuk mendapatkan ongkos yang efisien.
Material adalah seluruh bahan yang dibutuhkan dalam suatu proses produksi meliputi material
curah, material unit, aliran informasi dan kertas kerja. Salah satu masalah penting dalam produksi
ditinjau dari segi kegiatan atau proses produksi adalah bergeraknya material dari satu tingkat ke
tingkat proses produksi berikutnya. Memungkinkan proses produksi dapat berjalan dibutuhkan
adanya kegiatan pemindahan material yang disebut dengan material handling. Material handling
mempunyai arti penanganan material dalam jumlah yang tepat dari material yang sesuai dalam
waktu yang baik pada tempat yang cocok, pada waktu yang tepat dalam posisi yang benar, dalam
urutan yang sesuai dan biaya yang murah dengan menggunakan metode yang benar (Taufiq
Rochman, 2010).

Tujuan utama dari perencanaan material handling adalah untuk mengurangi biaya produksi.
Selain itu, material handling sangat berpengaruh terhadap operasi dan perancangan fasilitas yang
diimplementasikan. Tulang punggung sistem material handling adalah peralatan material
handling. Sebagian besar peralatan yang ada mempunyai karakteristik dan harga yang berbeda.
Semua peralatan material handling diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe diantaranya trucks,
conveyors, cranes dan hoists (Taufiq Rochman, 2010).

Material handling dinyatakan sebagai seni dan ilmu yang meliputi penanganan (handling),
pemindahan (moving), pengepakan (packaging), penyimpanan (storing), dan pengawasan
(controlling), dari material dengan segala bentuknya . Kenyamanan dari pekerja sudah terbukti
sangat menunjang tingkat produktivitas pekerja, dengan demikian para penanggung jawab
keselamatan dan kesehatan kerja harus memikirkan faktor-faktor bahaya biomekanika, sebaiknya
aktivitas manual material handling tidak membahayakan pekerja dan tidak menimbulkan rasa sakit
pada pekerja ( Eli Mas’idah, 2009).

Pemindahan Material Secara Tekins Beberapa pemindahan material secara teknis dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut ( Eli Mas’idah, 2009):

a. Memindahkan beban yang berat dari mesin ke mesin yang telah dirancang dengan
menggunakan roller (ban berjalan).
b. Menggunakan meja yang dapat digerakkan naik-turun untuk menjaga agar bagian
permukaan dari meja kerja dapat langsung dipakai untuk memasukkan lembaran logam
ataupun benda kerja lainnya kedalam mesin.
c. Menempatkan benda kerja yang besar pada permukaan yang lebih tinggi dan menurunkan
dengan bantuan gaya grafitasi.
d. Menggunakan peralatan yang mengangkat, misalnya, pada ujung belakang truk untuk
memudahkan pengangkatan material, dengan demikian tidak diperlukan lagi alat angkat
(crane).
e. Merancang Overhead Monorail dan Hoist diutamakan yang menggunakan power (tenaga)
baik untuk gerakan vertikal maupun horisontal.
f. Mendesain kotak (tempat benda kerja) dengan disertai handle yang ergonomis sehingga
mudah pada waktu mengangkat.
g. Mengatur peletakan fasilitas sehingga semakin memudahkan metodologi angkat benda pada
ketinggian permukaan pinggang.

Kegitan pemindahan bahan merupakan kegitan yang membutuhkan biaya dan ikut mempengaruhi
struktur biaya produksi, sehingga perlu dilakukan perencanaan, pengawasan, pengendalian serta
perbaikan agar tujuan kegiatan pemindahan bahan itu sendiri dapat tercapai yaitu: (Taufiq
Rochman, 2010)

1. Meningkatkan kapasitas produksi; Peningkatan kapasitas produksi ini dapat dicapai melalui:

a. Peningkatan produksi kerja per man-hour.


b. Peningkatan efisiensi mesin atau peralatan dengan mengurangi down-time.
c. Menjaga kelancaran aliran kerja dalam pabrik.
d. Perbaikan pengawasan terhadap kegiatan produksi.

2. Mengurangi limbah buangan (waste); Untuk mencapai tujuan ini, maka dalam kegiatan
pemindahan bahan harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

a. Pengawasan yang sebaik-baiknya terhadap keluar masuknya persediaan material yang


dipindahkan.
b. Eliminasi kerusakan pada bahan selama pemindahan berlangsung.
c. Fleksibilitas untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dan kondisi-kondisi khusus dalam
memindahkan bahan ditinjau dari sifatnya.

3. Memperbaiki kondisi area kerja; Pemindahan bahan yang baik akan dapat memenuhi tujuan
ini, dengan cara:

a. Memberikan kondisi kerja yang lebih nyaman dan aman.


b. Mengurangi faktor kelelahan bagi pekerja/ operator.
c. Menigkatkan perasaan nyaman bagi operator.
d. Memacu pekerja untuk mau bekerja lebih produktif lagi.

4. Memperbaiki distribusi material; Dalam hal ini, kegiatan material handling memiliki sasaran:

a. Mengurangi terjadinya kerusakan terhadap produk selama proses pemindahan bahan dan
pengiriman.
b. Memperbaiki jalur pemindahan bahan.
c. Memperbaiki lokasi dan pengaturan dalam fasilitas penyimpanan.
d. Meningkatkan efisiensi dalam hal pengiriman barang dan penerimaan.
e. Mengurangi biaya

Pengurangan biaya ini dapat dicapai melalui:


a. Penurunan biaya inventory.

b. Pemanfaatan luas area untuk kepentingan yang lebih baik.

c. Peningkatan produktivitas.

2.4 Ongkos Material Handling

Ongkos material handling cukup besar dan terjadi secara terus menerus disamping juga
termasuk dalam klasifikasi ongkos variabel. Material handling pada dasarnya merupakan kegiatan
yang tidak produktif yaitu dalam arti tidak memberikan nilai tambah apaapa dari material yang
dipindahkan. Ongkos material handling dapat dengan mudah dihitung. Biasanya ongkos material
handling akan proporsinal dengan jarak pemindahan material. Ongkos material handling seringkali
akan sangat dipengaruhi oleh relayout-nya sendiri (Joko Susetyo, 2007).

Secara umum biaya yang termasuk dalam perancangan dan operasi sistem penanganan
material pada proses produksi genting adalah biaya investasi (termasuk harga pembelian peralatan,
harga komponen alat bantu, dan biaya instalasi), biaya operasi (perawatan mesin, bahan bakar dan
tenaga kerja) dan biaya transportasi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penentuan ongkos
material handling adalah alat angkut yang digunakan (tenaga manusia-manual, tenaga manusia-
semi otomatis, dan mesin otomatis) serta jarak pengangkutan dengan frekuensi perpindahannya.

Ongkos material handling (OMH) dihitung dengan mengkalikan total jarak perpindahan dan
frekuensi perpindahan dengan biaya angkut material handling per meter (BAM). Persamaan untuk
menghitung BAM dan OMH terdapat pada persamaan (1) dan (2). Biaya angkut material handling
per meter dapat dihitung dengan persamaan berikut (Dede Muslim, 2018) :

∑ BOM
𝐵𝐴𝑀 = ∑ r ×hk (1)

Keterangan:
BAM = biaya angkut material handling per meter
r = jarak perpindahan (m)
hk = hari kerja dalam satu bulan
Total ongkos material handling (OMH) dapat dihitung dengan persamaan berikut:
∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝑀𝐻 = 𝐵𝐴𝑀 × ∑ 𝑟 × ∑ 𝑓 (2)
Keterangan:
OMH = ongkos material handling
BAM = biaya angkut material handling per meter
Σr = total jarak perpindahan (m)
Σf = total frekuensi pemindahan
2.5 From to Chart
From To Chart disebut pula sebagai Trip Frequency Chart atau Travel Chart, yaitu suatu
teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan
bahan dalam suatu proses produksi. Teknik ini sangat berguna untuk kondisi di mana banyak item
yang mengalir melalui suatu area seperti job shop, bengkel permesinan, kantor, dan lain-lain.
Angka-angka yang terdapat dalam suatu From To Chart akan menunjukkan beberapa ukuran yang
perlu diketahui untuk analisa aliran bahan, seperti jumlah beban yang dipindahkan, jarak tempuh,
volume, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. From To Chart digunakan sebagai dasar bagi
penyusunan data dalam perbaikan tata letak pabrik. Contoh From to Chart disajikan pada Gambar
4 (Elly Setia Budi, 2014).

Gambar 4. Contoh From To Chart


(Sumber: Elly Setia Budi, 2014)
2.6 Outflow/Inflow
Outflow-Inflow Chart adalah diagram yang digunakan untuk menunjukkan koefisien ongkos
dari setiap mesin terhadap mesin lainnya. Data from to chart (FTC) kemudian dikonversi menjadi
nilai koefisien ongkos yang dituangkan dalam bentuk nilai outflow-inflow (OI). Nilai outflow-
inflow (OI) tersebut dijadikan acuan untuk penentuan skala prioritas (SP) dimana nilai kedekatan
diurutkan berdasarkan nilai outflow terbesar, kemudian skala prioritas dituangkan kembali pada
activity relationship diagram (ARD) untuk menentukan posisi mesin. Kedekatan fasilitas
penunjang pabrik dituangkan kedalam activity relationship chart (ARC). Data ARD dan ARC
tersebut kemudian dituangkan lagi kedalam tata letak usulan (masih secara kasar) dalam Area
Allocation Diagram (AAD) (Yuliant, 2014).
2.7 Tabel Skala Prioritas
Tabel Skala Prioritas Tabel skala prioritas (TSP) adalah suatu tabel yang menggambarkan
urutan prioritas antara departemen/mesin dalam suatu lintas/layout produksi. Referensi TSP
didapat dari perhitungan Outflow-Inflow, di mana prioritas diurutkan berdasarkan harga koefisien
ongkosnya (Nunung Nurhasanah, 2010)
2.8 Area Allocation Diagram
Area Allocation Diagram (AAD) merupakan kelanjutan dari ARC dimana dalam ARC
diketahui kesimpulan dari tingkat kepentingan antara aktivitas. Maka dengan demikian berarti
bahwa ada sebagian aktivitas harus dekat dengan aktivitas yang lainnya dan jugasebaliknya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antar aktivitas mempengaruhi tingkat kedekatan antar
tata letak aktivitas tersebut. ARC dan AAD merupakan jenis peta yang menggambarkan
hubunganantar ruangan-ruangan akibat dari alasan-alasan tertentu yang harus dipenuhi (Moh.
Ririn Rosyidi, 2018).
2.9 Activity Relationship Diagram
Activity Relationship Diagram (ARD) adalah diagram hubungan antaraktivitas
(departemen/mesin) berdasarkan tingkat prioritas kedekatan, sehingga diharapkan ongkos
handling minimum. Dasar untuk ARD yaitu TSP. Jadi yang menempati prioritas pertama pada
TSP harus didekatkan letaknya lalu diikuti prioritas berikutnya. Pada saat menyusun ARD ini
kemungkinan terjadinya error sangat besar karena kita berangkat dari asumsi bahwa semua
departemen berdekatan satu sama lain. Adapun yang dimaksud error disini adalah suatu keadaan
dimana mesinmesin (departemen-departemen) yang mendapat prioritas satu tidak dapat
menempati posisinya untuk saling berdekatan satu sama lain tanpa ada pembatas daridepartemen
lain (Moh. Ririn Rosyidi, 2018)..
Activity Relationship Chart sangat berguna untuk perencanaan dan analisis hubungan
aktivitas antar masing-masing departemen. Sebagai hasilnya maka data yang didapat selanjutnya
akan dimanfaatkan untuk penentuan letak masing- masing departemen tersebut, yaitu lewat apa
yang disebut dengan Activity Relationship Diagram. Pada dasarnya diagram ini menjelaskan
mengenai hubungan pola aliran bahan dan lokasi dan masing-masing departemen penunjang
terhadap departemen produksinya. Untuk membuat Activity Relationship Diagram ini maka
terlebih dahulu data yang diperoleh dari Activity Relationship Chart dimasukkan ke dalam suatu
lembaran kerja (Work Sheet)
Dengan data yang telah disusun secara lebih sistematik dalam Work Sheet, suatu Activity
Relationship Diagram akan dapat dengan mudah dibuat. Di sini ada dua cara yang bisa
dipergunakan untuk membuat diagram (yang selanjutnya akan dipakai sebagai landasan untuk
perencanaan tata letak departemen-departemen yang ada), yaitu sebagai berikut (Wignjosoebroto,
2009) :
1. Dengan membuat suatu Activity Template Block Diagram (ATBD).
2. Dengan menggunakan kombinasi-kombinasi garis dan pemakaian kode warna yang telah
distandarkan untuk setiap hubungan aktivitas yang ada. Pada Activity Template Block
Diagram, data yang telah dikelompokan dalam Work Sheet kemudian dimasukkan ke dalam
suatu activity template. Tiap-tiap template akan menjelaskan mengenai departemen yang
bersangkutan dan hubungannya dengan aktivitas dan departemen-departemen yang lain.
Template di sini hanya bersifat memberi penjelasan mengenai hubungan aktivitas antara
departemen satu dengan departemen yang lain, untuk itu skala luasan dan masing- masing
departemen tidak perlu diperhatikan benar (Chandra, 2011).
2.10 Activity Relationship Chart
Activity Relationship Chart atau Peta Hubungan Kerja kegiatan adalah aktifitas atau kegiatan
antara masingmasing bagian yang menggambarkan penting tidaknya kedekatan ruangan. Dengan
kata lain, Activity Relationship Chart (ARC) merupakan peta yang disusun untuk mengetahui
tingkat hubungan antar aktivitas yang terjadi di setiap area satu dengan area lainnya secara
berpasangan.Peta Keterkaitan Aktivitas (Activity Relationship Chart/ARC) Peta keterkaitan
aktivitas (Activity Relationship Chart/ARC) digunakan untuk menganalisis tingkat hubungan atau
keterkaitan aktivitas dari suatu ruangan dengan ruangan lainnya (activity relationship chart) (Moh.
Ririn Rosyidi, 2018)..
Activity Relationship Chart atau biasa juga disebut Peta Hubungan Aktivitas adalah suatu
cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas atau departemen
berdasarkan derajat hubungan aktivitas yang sering dinyatakan dalam penilaian “kualitatif” dan
cenderung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat subjekif dari masing-masing
fasilitas/ departemen. Peta hubungan aktivitas serupa dengan Peta dari-ke, tetapi hanya satu
perangkat lokasi saja yang ditunjukkan. Kenyataannya peta ini serupa dengan tabel jarak sebuah
peta jalan; jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif, dan angka menunjukkan alasan bagi
huruf sandi tadi (Chandra, 2011). Gambar 5. adalah satu jenis peta hubungan aktivitas. Sandi
keterkaitan menunjukkan hubungan satu kegiatan dengan yang lainnya dan seberapa penting setiap
kedekatan hubungan yang ada. Huruf-huruf (A, E, I, 0, U, dan X) diletakkan pada bagian atas
kotak.
Gambar 5. Contoh Peta Hubungan Aktivitas/ Activity Relationship Chart
(Sumber: Chandra, 2011)

Prosedur penyusunan ARC :


1. Identifikasi semua fasilitas kerja atau departemen-departemen yang akan diatur tata letaknya
dan tuliskan daftar urutannya dalam peta.
2. Lakukan interview/ wawancara atau survey terhadap karyawan dari setiap departemen yang
tertera dalam daftar peta dan juga dengan manajemen yang berwenang.
3. Definisikan kriteria hubungan antar departemen yang akan diatur letaknya berdasarkan derajat
keterdekatan hubungan serta alasan masing-msing dalam peta. Selanjutnya tetapkan nilai
hubungan tersebut untuk setiap hubungan aktivitas antar departemen yang ada dalam peta.
4. Diskusikan penilaian hubungan aktivitas yang telah dipetakan tersebut dengan kenyataan dasar
manajemen. Secara bebas beri kesempatan untuk evaluasi atau perubahan yang lebih sesuai.
Checking, recheckeing dan tindakan koreksi perlu dilakukan agar ada konsistensi atau
kesamaan persepsi dari mereka yang terlibat dalam hubungan kerja. Sebagai contoh bila
departemen A dinyatakan memiliki nilai hubungan aktivitas “penting (important)” dengan
departemen B, maka hal ini pun harus memiliki nilai hubungan aktivitas “penting (important)”
dengan departemen A. Di sini individu karyawan atau manajer departemen A harus
memberikan penilaian hubungan aktivitas yang sama dengan individu karyawan/ manajemen
departemen B (Moh. Ririn Rosyidi, 2018).
.

Anda mungkin juga menyukai