Makalah1-Semnas UNS2007
Makalah1-Semnas UNS2007
Abstrak
Kebutuhan akan energi listrik sebagai penggerak utama pembangunan terus meningkat
seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional yang dipicu oleh pertumbuhan
sektor industri jasa dan konstruksi. Pada tahun 1990 diprediksi tingkat pertumbuhan
kebutuhan energi listrik di Indonesi sekitar 8,2 % setiap tahunnya, kenyataannya ramalan
tersebut jauh berbeda dengan kenyataan bahwa di tahun 1992 kebutuhan energi listrik
Indonesia justru meningkat secara mengejutkan yakni 18% rata-rata setiap tahun. Samapi
tahun 2010 pertumbuhan rata-rata kebutuhan elenrgi leistri berkisar pada 7% setiap tahun.
Dalam rangka terlepas dari ketergantungan terhadap baham bakar fosil terutama minyak
bumi dalam penyediaan energi listrik, maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional yakni tahun 2025
penggunaan energi nuklir sudah mencapai 2% tepatnya 1,993% dari kebutuhan energi
nasional.
Maksud baik dari pemerintah tersebut yang akan ditindaklanjuti dengan upaya
pemanfaatan energi nuklir untuk kelistrikan melalui pembangunan Pembagkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Namun demikian, diera keterbukaan dan demokrasi
seperi saat ini berbagai wacana telah berkembang dalam masyarakat baik yang
mendukung atau menolak upaya pemerintah tersebut.
Kajian ini berupaya untuk merekam persepsi dan penerimaan masyarakat melalui
berbagai pernyataan dan pendapat yang dimuat di media masa dan forum–forum ilmiah
berkaitan dengan penggunaan energi nuklir dalam rangka mendukung kelistrikan
nasional. Pengetahuan akan persepsi tersebut terutama pihak yang secara pribadi maupun
kelembagaan yang bersikap kritis terhadap upaya pembangunan PLTN akan menentukan
seberapa besar penerimaan mereka terhadap pengunaan energi nuklir untuk kelistrikan.
I. PENDAHULUAN
Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia hampir dipastikan
akan dimulai pembangunannya pada tahun 2012 untuk kemudian dioperasikan
pada tahun 2017. Informasi tersebut disampaikan oleh menteri riset dan teknologi
(menristek) Kusmayanto Kadiman.
Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan beberapa hal yakni pertama urain sepintas
mengenai prinsip dasar yang bersifat teknis mengenai teknologi nuklir, secara
khusus teknologi PLTN yang akan di kembangkan di Indonesia. Setelah itu akan
ditelusuri beberapa argumentasi rasional atau pendekatan yang lazim
dikemukakan oleh pihak-pihak yang stuju atau menolak kehadiran PLTN.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada dasarnya sama dengan pembangit
listrik tenaga uap lainnya. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan
uap bertekanan tinggi yang dihasilkan dari pemanasan air dalam boiler . Uap air
bertekanan tinggi tersebut dihasilkan dengan membakar batubara, gas, minyak,
kayu dan bahan-bahan lain yang dapat terbakar seperti limbah tebu, kelapa sawit,
sekam, dll. Uap air hasil pembakaran tersebut akan memutar turbin generator
yang kemudian menghasilkan energi litrik. Keseluruhan proses tersebut terjadi
dalam satu siklus tertutup.
Perbedaan mendasar PLTU lainnya PLTN adalah pemanasan air pada PLTN
dilakukan oleh pembelahan inti reaksi bahan fosil seperti uranium didalam reaktor
seperti pada gambar -1
Reaksi pembelahan inti uranium terjadi dalam reaktor. Didalam reaktor reaksi
tersebut terjadi secara berantai pada saat inti dari uranium dalam hal ini U-235
atau U-233 terbelah bereaksi dengan neutron yang akan menghasilkan berbagai
unsur lainnya dalm waktu yang sangat cepat, proses ini akan menimbulkan panas
dan netron-netron baru. Panas yang berasal dari inti reaktor dialirkan ke sistem
pendingin primer, untuk kemudian dilewatkan pada alat penukar panas dan
selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui sisten pendingin sekunder.
Argumentasi pemerintah untuk mendukung PLTN didasari oleh fakta yang cukup
obyektif mengenai peningkatan kebutuhan energi listrik yang tidak sebanding
dengan ketersediaan energi listrik oleh PLN. Kebutuhan energi listrik di Indonesia
terus meningkat seiring dengan kemajuan pembangunan di sektor
industri,konstruksi, jasa dan domestik.
Description 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Energy Sales
99,012 104,985 111,858 119,222 127,194 135,691 144,763 154,448 164,794
(GWh)
Growth
- 6.03 6.55 6.58 6.69 6.68 6.69 6.69 6.70
Rate (%)
Production
115,116 122,692 130,714 139,332 148,649 158,579 169,182 180,500 192,590
(GWH)
Peak Demand
21,902 23,343 24,869 26,509 28,282 30,171 32,188 34,342 36,642
(MW)
Installed
27,503 28,356 29,356 30,529 31,578 31,601 31,608 31,566 31,380
Capacity
Selain itu, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil memberikan dampak pada
polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Pemakaian energi nuklir sebagai sumber bahan bakar juga mampu mengurangi
polutan CO2 sampai 8 persen yang berarti PLTN dipresepsi sebagai sumber energi
yang ramah lingkungan.
Kecelakaan PLTN Cernobyl di Rusia salah satu bukti. Hal ini telah menjadi
momok bagi manusia seantero jagat yang memandang PLTN sebagai teknogi
laksana pisau bermata dua yang dapat mengancam keselamatan manusia
sewaktu-waktu. Belajar dari berbagai kelemahan penanganan PLTN, maka
sangatlah beralasan jika timbul keraguan akan kemampuan sumber daya insani
Indonesia dalam menangani teknologi yang memerlukan kecermatan dan
kedisiplinan yang tinggi.
IV. PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Prisip kerja PLTN serupa dengan pembangkit tenaga uap lainnya, yang berbeda
adalah energi fosil yang dibakar untuk menghasilan uap tekanan tinggi adalah
reaksi fisi dari uranium. Kelebihan dari PLTN dibandingkan PLTU berbahan
bakar fosil adalan PLTN lebih ramah lingkungan walaupun sangat berpotensi
resiko.
2. Pertimbangan pemerintah atau anggota masyarakat yang meyakini prospek PLTN
di Indonesia berkisar pada argumentasi untuk mengatasi krisis energi di
Indonesia secara umum dan khususnya melepaskan ketergantungan penyediaan
energi listrik dari energi fosil, rendahnya resiko PLTN, biaya pembangunan yang
relatif murah dan ramah terhadap lingkungan.
3. Presepsi yang terbangun dikalangan anggota masyarakat yang kritis terhadap
keberadaan PLTN meliputi resiko yang ditimbulkan oleh PLTN dengan faktor-
faktor antara lain kecelakaan reaktor, radiasi yang ditimbukan, limbah radioaktif,
dampak sosial dan proliferasi
4. Penolakan masyarakat terhadap PLTN dominan didasari oleh persepsi mengenai
ketidaksiapan sumber daya insani Indonesia dalam menangani teknologi yang
beresiko tinggi yang memerlukan kecermatan dan kedisiplinan yang tinggi.
4.2 SARAN
Mencermati tingginya resistensi masyarakat terhadap rencana pembangunan
PLTN dengan argumentasi yang substansitif dan rasional, maka pemerintah perlu
membuka dialog publik secara trasparan dan kalau perlu beri kesempatan pada
masyarakat untuk menentukan sikapnya lewat sebuah refrendum.
Referensi :