Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Mahmud Syaltut adalah seorang Putra Mesir terbaik, ia lahir di Mesir pada tanggal 23
April 1983, tepat nya di desa Minyat Bani Mansur. Distrik Itay al-Barut Wilayah
Provinsi Buhaira.1 Ia berasal dari keluarga petani yang taat dalam beragama. Ayahnya
yang merupakan seorang petani memiliki karisma tersendiri di desa nya 2 meskipun
hanya berasal dari keluarga petani, namun hal itu tidak menyurutkan semangat nya
untuk terus belajar dan menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi.
Memang sejak kecil Syaltut sudah memperlihatkan minat nya yang besar dalam hal
mempelajari pendidiann kusunya terkait ilmu ke islaman.
Sesuai dengan tradisi masyarakat islam di Mesir pada saat itu, pendidikan
Syaltut di awali dengan belajar membaca al Qur’an, dan ia berhasil menghapal nya
pada tahun 1906 M. Saat itu ia berusia 13 tahun.3 Menyadari kemampuan yang
dimilik oleh sang anak, di usia itu juga Syaltut di masukkan oleh ayah nya ke dalam
lembaga pendidian yang tidak hanya mempelajari agama saja, tetapi juga ilmu umum.
Lembaga itu bernama Ma’had Al Dini yang berada di Iskandariyah.4 Dalam masa
pendidikan nya di Ma’had, ia tergolong siswa yang paling cerdas dan menonjol, hal
ini terbuktu atas beberapa prestasi yang di capai nya setiap kenaikan kelas yang selalu
berhasil meraih peringkat pertama.
Setelah menyelesaikan pendidikan nya di Iskandariyah, Syaltut melanjutkan
belajar nya ke jenjang perguruan tinggi di Al Azhar hingga berhasil menyelesiakna
nya pada tahun 1918 M dan juga berhasil menyaber penghargaan tertinggi setingkat
S1 yaitu Syahadah ‘alamiyya an nizamiyyah5
Dilihat dari keadaan sosial ekonomi orag tua Mahmud Syaltut yang di
bilang cukup mampu juga mempunyai perang penting dalam membekali ia dalam
study nya, hingga studynya di Universitas al-Azar selesai pada tahun 1918 dengan
predikat Syahadah al-Alimiyah al- Nizamiyah (suatu penghargaan tertinggi di
Universitas al-Azhar6 Setelah lulus dari al-Azhar kemudian ia meniti karir di al-
Azhar tersebut sebagai pengajar dan da‟i, selama 25 tahun terahir dalam
kehidupannya beliau terlibat dalam memelopori Jama‟ah al-Taqrib baina al-
Mazahib yaitu suatu organisasi untuk mendekatkan madhab-madhab yang
1
Abd. Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam. Antara Fakta dan Realita. Kajian Pemikiran Hukum
Syaikh Mahmud Syaltut. Yogyakarta: Lesfi, 2013) hal.201
2
Muhammad Abd al-Mun’im Khafaji, al Azar fi Alfi ‘Amin, Bairut: Alam al-Kutub,1988, jilid I.hal. 145
3
http://Komaris-wordpress.com/2008/11/17/Mahmud-Syaltut-Pelopor-Penerapan-Tafsir-Tematis. Di akses
pada Jum’at 4 Oktober 2019, pukul 16:28
4
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an.(Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,2007)hal.117
5
Konon Mahmud Syaltut di kabarkan bahwa pendidikan nya di Al Azhar ini di selesaikan dalam jangka waktu
12 Thaun. Sebuah ukuran wakyu yang tidak singkat bagi seorang ulama besar, sekaligus mengingat pada
penjelasan sebelumnya bahwa Syaltut merupakan anak yag cerdas secara intelektual dan spiritual nya. Namun
belum di temukan informasi yang lebih jelas tentang alasan terlambat nya dalam menyelesaikan pendidikan
tersebut. Seperti hal yang di alami oleh Yusuf Qardhawi yang tidak bisa menyelesaikan pendidikan doktor nya
tepat waktu karena situasi politik yang tidak menentu di Mesir saat itu dan sempat masuk tahanan akbibat
keterlibatan nya dalam gerakan Ikhwanul Muslimin yang di anggap sering menegcam kebijakan pemerintah
dan di nilai tidak adil. Lihat Abdul Aziz Dhalan, Esiklopedia Hukum Islam.(Jakarta: Ikhtiar Baru,1997) hal.1452
6
Kate Zabiri, Mahmud Syaltut..., hlm. 19
anggotanya terdiri dari para ulama sunni dan syi‟ah, untuk menghilangkan
fantisme mdhab dalam bidang hukum Islam.7
Pada tanggal 25 November 1963 sakitnya bertambah parah,kemudian oleh
keluarganya di bawa ke rumah sakit al- Aguoza Cairo, setelah di operasi 3 jam
kesadaranya pulih kembali,namun tidak berapa lama ia meninggal pada tanggal 13
Desember 1963 pada usia 70 tahun setelah di rawat selama 2 minggu di rumah sakit.8
B. Karya-Karya
Karya-karya tulis ilmiah Mamdu Syaltut yang di ungkapkan dalam Hayat al-Imam
al-Sayyit al-Sahib al-Fadil al Ustad al-Akbar al-Syaikh Mahmud Syaltut adalah 13.
Sedangkan yang disebutkan dalam Tarikh al-Azhar Fi Alfi Am ada 15,ada 2 karya yang
belum disebutkan dalam Hayat al- Imam. Adanya perbedaan jumlah karya Mahmud
Syaltut dalam Hayat al-Imam dengan Tarikh al-Azhar disusun tahun 1968. Dengan
demikian antara tahun 1960-1963 ada waktu bagi Mahmud Syaltut untuk menorehkan
karya.
Ada 2 karya Mahmud Syaltut yang tidak di tulis dalam Hayat al-Imam dan Tarikh al-
Azhar,judul-judul karya tulis ilmiah Mahmud Syaltut adalah sebagai berikut9
7
Ensiklopedia Hukum Islam, jilid v, hlm. 1689. Lihat juga Muhammad Rajb al-Bayumi, al-Nahdah al- Islamiyah,
hlm. 458.
8
Abdul Salam Arief, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta Dan Realita,Yogyakarta : Lesfi, 2003,
hlm. 203.
9
Ibid., hal 207
10
Abd al-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah Fi Tafsir al-Maudu‟i, Huquq al-Tab‟i Mahfuzah 1976, hlm. 18-20.
2. Al Fatwa
Karya ini mengungkapkan berbagai masalah yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
Adapun masalah yang paling prinsip menurut Mahmud Syaltut, yang diungkapkan
dalam karyanya ini adalah masalah manusia dan agama dalam kehidupannya secara
individual maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia selaku mahluk Tuhan
yang dianugerahi kecerdasan otak dan ketajaman nurani, namun tetap membutuhkan
petunjuk agama dalam kehidupannya. Mahmud Syaltut menuangkan pembahasan itu
dalam bab khusus bertema “Manusia dan Agama”. Diterangkan kebutuhan manusia
terhadap agama dalam kehiudupan bermasyarakat atau individu agar manusia mencapai
kehidupan seimbang politik dan tatanegara, dan diuaraikan juga prinsip-prinsip
masyarakat Islam. Dikemukakan pula masalah-masalah yang berkaitan dengan
eksistensi wanita, kemudian diuraikan pula pandangan al-Qur‟an tentang posisi wanita.
Dalam karya ini dijelaskan pula persoalan zakat serta fungsi sosial zakat dalam
mensejahterakan masyarakat. Karya ini ditulis oleh Mahmud Syaltut, dimaksudkan agar
pembaca memiliki wawasan luas tentang islam.
Karya ini disusun bersama dengan Syaikh Muhammad Ali al-Sayis dan
menjadi bahan kuliah di Fakultas Syari‟ah al- Azhar, ditulis sesuai dengan
kurikulum baru yang sedang diberlakukan saat itu,11 untuk memberikan wawasan
ilmiah kepada para mahasiswa lebih luas lagi. Dalam karya ini dijelaskan berbagai
pendapat yang ada dalam aliran fiqh, dan dikemukakan argumen dari tiap-tiap
pendapat tersebut serta dijelaskan sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat itu
Dalam pengantar karya ini Mahmud SyaItut menyatakan bahwa faedah mempelajari
fiqh perbandingan antara lain ialah menghindarkan agar tidak ta‟assub madhab
secara berlebihan. Serta menumbuhkan sifat toleransi terhadap pendapat lain dan
menghargai aliran fiqh yang berbeda.
Dalam karyanya ini pembahasan Syaltut menggunakan metode tafsir maudu‟i beliau
menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Qur‟an yang membicarakan suatu topik yang sama,
11
Mahmud Syaltut dan Muhamad Ali al-Sayis, Muqaranah al- Mazahib Fi al-Fiqh, Cairo: Dar al-Maarif, 1987,
hlm. 6.
kemudian beliau menjelaskannya. Dalam karyanya ini antara lain dikemukakan tentang
prinsip-prinsip Islam berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, fungsi harta benda dalam
perspektif Islam, konsep ibadah dalam Islam dan persoalan-persoalan kemasyarakatan
lainnya.
9. Tanzim al-Nasl
Karya ini, merupakan cerminan dari perhatian Syaltut terhadap masalah Keluarga
Berencana yang saat itu di Mesir merupakan masalah yang diperdebatkan di
kalangan ulama. Di sini beliau memberikan pemikirannya yang jernih tentang
masalah Keluarga Berencana. Dalam masalah ini, beliau lebih memilih
menggunakan istilah Tanzim al-Nasl (pengaturan keturunan atau kelahiran) dan pada
menggunakan istilah Tahdid al-nasl (pembatasan kelahiran). Karya ini kemudian
menjadi salah satu sub judul dalam karyanya al-lslam Aqidah wa Syari‟ah, dan juga
menjadi bab pembahasan tersendiri dalam al- fatawa.
Karya ini ditulis Syaltut pada tahun 1951, beliau membahas mengenai
peperangan dalam al-Qur‟an, dengan menghimpun berbagai ayat berkaitan dengan
peperangan, kemudian beliau menafsirkannya. Dalam karya ini, beliau menjelaskan
korelasi antara ayatayat yang berkaitan dengan pengampunan dan ayat-ayat mengenai
peperangan. Metode yang digunakan dalam karyanya ini juga menggunakan penafsiran
maudu‟i.
Mengenai karya Min Hadyi al-Qur‟an ini, ternyata setelah dikaji merupakan
himpunan empat karya Syaltut, yang tiga karya telah diinformasikan terdahulu, yaitu
Ila al-Qur„an al Karim, Manhaj al - Qur‟an Fi Bina‟ al Mujtama‟ al-Qur„an Wa al-
Mar‟ah dan di tambah karyanya yang lain yaitu, al-Islam Wa al-„Alaqat aI-
Dauliyyah Fi al SaIm Wa al haiq, dalam kandungan karyanya yang disebut
belakangan ini, Syaltut menguraikan watak dakwah Islam yang bersifat damai dan
tanpa pemaksaan. Oleh karena itu menurutnya, peperangan dalam Islam itu bersifat
defensif bukan ofensif.
Karya ini merupakan risalah yang diterbitkan menjadi buku saku dengan tebal 67
halaman. Dalam karyanya ini tercermin keprihatinan Mahmud Syaltut mengenai bid‟ah
yang berkembang di masyarakat. Menurutnya berkembangnya dan suburnya bid‟ah itu
karena tiga sebab utama, yaitu; Pertama, kebodohan manusia. Kedua, kecenderungan
manusia dalam menuruti hawa nafsu yang tidak terkendali. Ketiga, menggunakan
pemikiran-pemikiran spekulatif dalam menerapkan kebebasan akal dalam agama.
Karya-karya itu jelas menunjukkan gambaran keluasan dan kedalaman ilmunya, dan
juga mengungkapkan perhatiannya terhadap kebenaran ajaran Islam, serta
mencerminkan kepeduliannya yang sangat mendalam terhadap persoalan-persoalan
kontemporer umat. Perlu diingat bahwa masyarakat Mesir waktu itu sedang mengalami
masa peralihan yang amat serius. Gelombang budaya barat yang melanda Mesir dan
intervensi asing telah mengharuskan Mahmud Syaltut untuk tampil sebagai penyeru
kebenaran ajaran Islam dan mempertahankannya. Syaltut sangat gigih menolak bid‟ah
yang terdapat dalam aqidah dan ibadah.
C. Sejarah intelektual
Kegitan-kegiatan beliau setelah lulus yaitu kegiatan ilmiah yang beliau curahkan
di al-Ma‟had al-Dini, disamping itu beliau juga mengajar di al-Azhar. Beliau juga aktif
dalam pertemuan ilmiah di luar kampus dan menulis di sejumlah masmedia dan jurnal,
memberikan ceramah dan membuka konsultasi hukum. Ketika beliau aktif mengajar di
al-Ma‟had al- Dini artikel-artikel beliau sering dimuat di penerbit al- Iskandariyah, suatu
penerbit yang dikelola oleh perguruan al- Ma‟had al-Dini.12 Pada tahun 1919 Mahmud
Syaltut aktif dalam pergerakan kemerdekaan Mesir melawan Inggris yang di pimpin
oleh Sa‟ad Zahlul13
Pembaharuan dan perbaikan yang di canangkan oleh Mahmud Syaltut di
Universitas al-Azhar mendapat respon ketika Mustofa al-Maragi menjabat sebagai
Syaikh al-Azhar yang pertama14
Pada masa Mahmud Syaltut banyak literatur-literatur ilmu pengetahuan dari
Eropa khususnya yang menggunakan bahasa Perancis yang di terjemahkan kedalam
bahasa Arab, yang membuat pemahaman ilmu pengetahuan masyarakat Mesir lebih
luas15 Sehingga banyak intelektual muda yang kemudian melanjutkan belajar di
Eropa terutama di negara Perancis. Konsep perbaharuan dan perbaikan di Universitas
al-Azhar yang di canangkan oleh Mahmud Syaltut mendapatkan respon baik ketika
12
Kate Zabiri, Mahmud Syaltut..., hlm. 11
13
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah dan Pergerakan, jakarta : Bulan Bintang, 1975, hlm. 80-
83
14
Nabil Abd al-Fatah, al-Halah al-Diniyah Fi Mirsa, Mesir : Matba‟ah al -Marham, 1995, hlm. 36
15
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, hlm. 34.
Mustofa al-Maragi menjabat Syaikh al-Azhar yang pertama kalinya16 Pada saat itu
Mahmud Syaltut sudah menjadi dosen di Universitas al-Azhar sebagai dosen
pengampu mata kuliah Fiqh,Beliau di angkat menjadi dosen pada tahun 1972 untuk
mengajar di al-Qism al-Ali.17 71Menurut Mahmud Syaltut sudah semestinya al-Azhar
tidak menutup diri dari kemajuan zaman, tetapi harus melakukan reformasi
menghadapi ilmu pengetahuan yang berkembang sangat pesat. Namun ulama- ulama
al-Azhar yang perpandangan tradisional menentang gagasan al-Maragi dan Mahmud
Syaltut tersebut. Tekanan yang sangat kuat dari ulama konservatif ahirnya
menyebabkan al- Maragi dicopot dari jabatan Syaikh al-Azhar dan diganti oleh
Muhamad al-Ahmad al-Zawahiri.18
Kendati demikian arus pembaharuan yang sempat di canangkan oleh Mahmud Syaltut
semakin menjadi berkembang dan mewarnai perdebatan di Unversitas al-Azhar. Arus
pembaharuan al-Azhar itu di dukung penuh oleh ulama-ulama muda yang berwawasan
reformasi. Situasi demikian memuncak antara mereka yang pro yang kontra
pembaharuan, sehingga mengakibatkan di kelurkanya Mahmud Syaltut dari Universitas
al-Azhar.19 Pada tahun 1937 M, beliau ditunjuk mewakili al- Azhar untuk mengikuti
konferensi Internasional, dalam kesempatan itu bilau menyampaikan makalahnya yang
bertema ”al- Masuliyyah al-Madaniyah wa al-Jinaiyyah Fi al-Syari‟ah al- Islamiyah”.
Tahun 1941 M, beliau menjadi Jama‟ah Kibar al- Ulama‟ suatu lembaga yang
berwenang dan menyeleksi anggotanya untuk menjadi Syeikh al-Azhar. Pada tahun
1948 M, beliau aktif dalam organisasi Jama‟ah Taqrib Baina al-Mazahib, suatu lembaga
konsultasi madhab hukum.
Pada tahun 1950 ini pula, beliau terpilih menjadi anggota Majlis al-Iza‟ah.20
Dikarenakan pengalamannya yang luas yang di dapakan selama menjabat di dewan riset
dan kebudayaan Islam itu, maka kemudian pada tahun 1957, beliau di tunjuk menjadi
konsultan Konferensi Islam, dan pada tanggal 9 November tahun 1957, beliau di pilih
untuk menduduki jabatan wakil Syaikh al-Azhar.21 Kemudian pada tanggal 21 Oktober
16
Nabil Abd al-Fatah, al-Halah al-Dhiniyah Fil Misra, Matbaah al - Ahram, 1995, hlm. 11.
17
Kate Zabiri, Mahmud Syaltut..., hlm. 11 & 18.
18
Nabil Abd al-Fatah, al-Halah al-Dhiniyah, hlm. 36.
19
Kate Zabiri, Mahmud Syaltut..., hlm. 11.
20
Muhamad Abd al-Mun‟im Khafaji, al-Azhar, hlm. 347
21
Kate Zabiri, Mahmud Syaltu..t, hlm. 12.
1958, Mahmud Syaltut di angkat menjadi Syaikh di Universitas al-Azhar.
22
Ali al jufri, Rasionalitas Penafsiran Mahmud Shaltut dalam Masalah Awidah dan Syariah. (Deserrtasi)hal 48-
49
menjadikan al Qur’an sebagai dasar dalam kajian dan pokok-pokok dalam
legitimasi. Metode yang dipakai adalah menggabungkan pada ayat yang akan
di kaji beberapa ayat-ayat yang masih berhubungan dengan tema-tema yang
berkaitan dengan tema ayat. Lalu mengulas tema ayat secara menyeluruh
dengan menampilkan pandangan al Qur’an dari tema tersebut.23
b. Metode
Secara garis besar, penafsiran al Qur’an dilakukan melalui empat metode, yaitu
metode tahlili (analisis), metode ijmaly (global), metode muqqaran(komprasi),
dan metode maudhu’i(tematik). Keempat metode ini mempunyai ciri dan
spesifikasi masing-masing.
Jika dilihat dari sistematika dan cara menafsirkan Mahmud Shaltut dalam tafsir
nya, maka kami pemakalah menyimpulkan bahwa metode yang dipakai shaltut
dalam tafsir nya yaitu metode maudhu’i. Bahkan menurut Quraish shihab, beliau
merupakan penggagas metode ini/
F. Keistimewaan Tafir
Diantara keistmewaan tafsir ini ialah sebagaimana yang di kemukakan oleh Mani’
Abdul Halim di dalam karangnnya. 24
1. Ide pemikiran nya jelas dan gamblang, gaya bahasa nya mudah dipahami dan
susunan nya indah. Misalnyam ilmu balaghah, yang mengkaji karakteristik dan
keindahan bahasa Arab dimaksudkan untuk menjelaskan sisi-sisi Ijaz dalam al
Qur’an dan menguak rahasia linguistiknya, di samping meneliti kosa kata,
mencari kata-kata asing, syahidnya, dan menetapkan lafaz dan maknanya.
Dimaksudnya untuk menjaga kemurnia lafaz-lazaf dan makna al Qur’an dari
penyimpangan dan perubahan. Semua ini dipelajari dalam rangka mempelajari al
Qur’an atau mengaplikasikan wahyu Allah yang berkaitan dengan bidang nya.
23
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode paea ahli tafsir) Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2006) hal.346
24
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode paea ahli tafsir) Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2006) hal.347-350
2. Beliau bukan hanya sekedar mengetengahkan usaha keras orang-orang dalam
memelihara al Qur’an dan mengungkapkan fenomena. Tapi beliau juga
mengingatkan hal-hal yang harus di dihindari dari al Qur’an. Beliau berkata:
“ketika orang islam menerima kitabullah dengan memperhatikan etika nya dan
mengamalkan sesuai dengan bidang kajian masing-masing, maka ada dua aspek
yang semestinya al Qur’an (demi menjaga kesucian nya) dijauhkan dari
keduanya”25 keduanya yaitu:
- Mengeksploitasi ayat-ayat al Qur’an untuk menguatkan perbedaan mazhab
- Mengeluarkan ilmu-ilmu kosmos dan pengetahuan modern dari al Qur’an.(
ditujukan kepada sekelompok ilmuan yang selalu bersandar pada pengetahuan
modern, lalu menyamakan ayat-ayat al Qur’an sesuai dengan tuntutan
ilmunya). Karena Allah tidak menurunkan al Qur’an sebagai buku panduan
yang menjelaskan tentang teori-teori pengetahuan dan berbagai macam ilmu
pengetahuan.
G. Sistematika penulisan
Bagi Mahmud Shaltut, tanpa suatu kajian yang sistematis, pandangan al Qur’an akan
susah untuk dimunculkan, karena itu, diperoleh suatu modete interpretasi al Qur’an
secara sistematis, ada dua cara yang paling ideal dalam menafsirkan al Qur’an seperti
yang di ungkapkan Mahmud shaltut:
1. Menyebutkan arti surah dan sebab atau latar belakaang dinamai surah tersebut.2627
2. Menafsirkan al Qur’an bersadarkan uruta surah al Qur’an, menafsirkan koa kata,
menjalin kaitan ayat dan menjelaskan makna yang ditunjukan nya.
3. Mengoleksi ayat-ayat yang dapat diletalan dibawah satu topil, lalu menganalisa
dan memahami makna nya, menjelaskan hubungan ayat satu sama lain, hingga
dapat ditemukan suau hikmah tertentu dan menerangkan tujuan ayat yang ada
dalam topik.
Menurutnya, yang terakgir inilah metode tafsir yang ideal, terutama bagi muffasir
yang ingin menginformasikan tentang kandungan al Qur’an yang memiliki nuansa
hidayah terhadap peristiwa yang di alami manusia, baik sebagai individu atau
anggota masyarakat.
25
Ali al jufri, Rasionalitas Penafsiran Mahmud Shaltut dalam Masalah Awidah dan Syariah. (Deserrtasi)hal 27
26
Mahmud Shaltut, Tafsir al Qur’an al Karim, (Bandung: CV Diponegoro,1989) lihat tiap awal penjelasan surah
sebelum ditafsirkan
27
Mahmu shaltut, Min Hadyi al Qur’an: al Thariqah al Muthla fi Tafsir al Qur’an,(dikutip oleh Ali aljufri dalam
disertasinya yang berjudul Rasionalitas Penafsiran Mahmud Shaltut dalam masalam Aqidah dan Syariah)
hal.74-75
H. Karakteristik Tafsir
Adapun karakteristik tafsir nya:
1. Tiap surah dijadikan satu kesatuan, dijelaskan maksud dan tujuan serta kandungan
nya yang mengungkapkan didikan dan prinsip hidup yang bersikap kemanusian
pada umum nya.
2. Dalam menafsirkan ayat, tidak memasukkan pendapat dari luar ataupun
mengambil istilah lain, disebabkan kalimat-kalimat al Qur’an saling menjelaskan
dan tiap ayat mengandung kemungkinan untuk ditafsirkan yang sesuai dengan
esensi nya dan yang di persyaratkan kepada pemikiran nya
3. Tidak membiarkan al Qur’an berbunyi, akan tetatpi tidak juga ditafsirkan
sembarangan. Karena itu salah satu cara nya adalah menafsirkan al Qur’an
berdasarkan pendapat ahli tafsir terdahulu.
Yeyy selesaiiiiii
Silahkan di edit qorii, aku mau makan ketoprak dulu