Anda di halaman 1dari 28

Penyebab rasa percaya diri rendah sangatlah beraneka

ragam. Bisa jadi berasal dari masa kanak-kanak yang

kurang menyenangkan, dari pengalaman pahit yang

diperoleh dalam pergaulan, dapat juga berasal dari sikap

orangtua yang kurang bijaksana dalam mendidik, atau

mungkin juga karena keadaan tubuh atau fisiknya,

misalnya terlalu pendek, terlalu gemuk dan sebagainya.

Berikut ciri anak yang memiliki rasa percaya diri rendah :

1. Anak takut berinteraksi dengan lingkungan sosial

2. Anak enggan untuk berangkat ke sekolah dan

tempat-tempat keramaian

3. Anak tidak mau berkenalan dengan teman sebaya

atau orang lain, cenderung menghindari kontak


mata dengan orang lain, menarik diri, cemas ketika

berhadapan dengan orang lain

4. Anak selalu menempel pada orangtua atau

pengasuhnya, tidak mau ditinggal di sekolah

5. Rendahnya kepercayaan diri anak, memiliki konsep

negatif takut tidak diterima di lingkungan.

Ada 2 isu penting yang menjadi penyebab mengapa anak

mengalami gangguan percaya diri, penyebab itu adalah :

1. Pola asuh yang salah

Pola asuh yang salah dapat menyebabkan perkembangan

kemandirian sosial anak terhambat, misalnya orangtua

dengan pengasuhan otoriter, cara mendidik yang salah dan


berdasar pada ancaman, kekerasan dan pemukulan setiap

kali anak berbuat kesalahan atau bermain sesuatu, sering

disalahkan, dipukul, diancam, dicela dan direndahkan atau

pengasuhan yang over protektif.

Kepercayaan diri anak sangat berhubungan dengan

perlakuan orangtua kepada si anak justru pada masa-masa

sebelum dia bersekolah. Dengan kata lain apa yang kita

berikan kepada anak-anak pada usia dibawah misalnya 5

atau 6 tahun akan sangat mempengaruhi kepercayaan

dirinya sewaktu dia nanti memasuki sekolah. Perlakuan

orangtua yang penuh kehangatan itu adalah suatu modal

yang akan memberikan si anak kekuatan melangkah keluar

dari lingkup rumahnya memasuki tempat yang asing


baginya.

Semakin seorang anak kuat berakar karena dia tahu

dicintai dan diterima apa adanya di rumahnya sendiri, dia

seolah-olah akan mendapatkan lebih banyak energi untuk

melangkah keluar menghadapi tantangan dan tuntutan

dari luar. Kebalikannya, anak yang mengalami banyak

ketegangan dan perlakuan orangtua lebih bersifat kritis,

memarahinya atau hidup dimana orangtua mempunyai

hubungan pernikahan yang tidak baik, anak justru tidak

mempunyai kekuatan, dia justru merasa lemah dan

akhirnya waktu dia harus melangkah keluar, dia bukannya

berani tetapi justru merasa takut.

2. Trauma
Hal yang menjadi penyebab trauma bisa berasal dari

pengalaman atau hal-hal yang tidak menyenangkan di

masa lalu, misalnya saat dia mengerjakan soal dan

kemudian jawabannya salah, respon orangtuanya adalah

marah dan membentaknya. Atau saat salah mengerjakan

soal di sekolah dia disuruh berdiri dipojok kelas sehingga

malu, hal ini menyebabkan anak takut untuk menjawab

pertanyaan karena trauma. Dan hal ini bisa saja terjadi

bukan hanya dalam kegiatan belajar saja tetapi dalam

lingkungan sosialnya (diejek dan ditertawakan teman,

perlakuan kasar dari teman dan lain-lain).

Saya pernah mengamati seorang anak yang membantu


mamanya saat sedang sibuk mempersiapkan sebuah acara

di rumahnya. Karena melihat beberapa orang dewasa dan

mamanya sibuk memindahkan piring dari satu ruangan ke

ruangan yang lain, sang anak pun tanpa disuruh segera

membantu mamanya dengan melakukan hal yang sama.

Apa yang terjadi? Saat melihat anaknya membawa piring,

meski tidak terlalu banyak, sang mama langsung marah

dan mengatakan, ”Nanti kalau pecah bagaimana? Nanti

kalau jatuh dan terkena kaki bagaimana?” Sang anak pun

menangis karena dimarahi. Entah apa yang ada di dalam

hati sang anak saat itu. Saat saya melihat kejadian itu

langsung menebak kalau sebenarnya sang anak hanya

ingin membantu mamanya yang kelihatan lelah karena


memindahkan piring, dan sang anak ingin membantu. Bila

itu yang ada di dalam hati sang anak, tentu sang anak

merasa sangat sedih dan bingung karena dia baru tahu

kalau membantu orang itu adalah sebuah kesalahan. Di

lain waktu, bisa jadi sang anak menjadi takut membantu

sang mama dan melakukan hal-hal yang lain yang dia rasa

“berbahaya”.

Jadi apabila anda menghadapi situasi yang sama, akan

lebih baik bila anda meminta sang anak untuk membantu

malakukan hal yang lain, misalnya memindahkan sendok

atau hal-hal lain yang mudah untuk dilakukan seoranganak, dan usahakan tidak memakai “marah” agar
trauma

tidak tercipta.

Atau bahkan sering menakut-nakuti anak saat menasehati


mereka, misalnya dengan mengatakan, ”Nak jangan masuk

ke dalam ruangan itu, disana banyak kecoak, nanti digigit

lho” Mungkin sang anak akan langsung menuruti apa yang

kita katakan. Namun mungkin kita tidak pernah

memikirkan efek negatifnya.

Hal-hal yang berbau “menakut-nakuti” tersebut, ternyata

bisa menjadi salah satu penyebab anak tidak percaya diri.

Bila kita mengalami kasus di atas, alangkah baiknya

apabila kita tidak menggunakan kata-kata yang bersifat

menakut-nakuti, misalnya ”Nak main disini saja ya, disini

kan tempatnya lebih luas dan terang.” Intinya adalah

hindari kata-kata yang membuat anak takut dan


ketakutan, karena secara tidak sadar hal ini akan

menghambat anak di masa depannya.Proses penumbuhan kepercayaan diri tidak melulu pada diri

anak. Untuk membuat anak-anak percaya diri, orangtua

harus percaya diri terlebih dahulu. Orangtua harus menjadi

role model yang sehat bagi anak-anaknya.

Meningkatkan rasa percaya diri pada anak tidaklah

semudah membalik telapak tangan. Bisa jadi karena

metode yang digunakan oleh orangtua kurang sesuai, maka

rasa percaya diri anak justru semakin lama semakin pudar.

Peran orangtua dalam usaha meningkatkan rasa percaya

diri pada anak sangat diharapkan. Rasa percaya diri pada

anak akan berguna sepanjang hidupnya. Itulah hal yang

dapat menguatkan motivasi seorang anak untuk tetap


survive dalam kondisi yang berat. Ketika problematika

sosial semakin kompleks maka rasa percaya diri juga akan

semakin memegang perannya yang penting.

Berikut ini adalah 7 cara meningkatkan rasa percaya diri

pada anak :

1. Mengevaluasi pola asuh

Idealnya setiap orangtua bersikap demokratis, memegang

kendali namun tetap memberikan kebebasan anak untuk

berpendapat. Pola asuh demokratis adalah pola asuhyang memprioritaskan kepentingan anak, akan
tetapi

tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orangtua

dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari

tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran.


Orangtua seperti ini juga bersikap realistis terhadap

kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan atau

melampaui kemampuan anak. Orangtua tipe ini juga

memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan

melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada

anak bersifat hangat.

Hasil dari pola asuh demokratis akan menghasilkan

karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri,

mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu

menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal

baru dan koperatif terhadap orang lain.

Kita tahu, bahwa persoalan anak adalah persoalan

orangtua dan juga persoalan keluarga. Anak yang


bermasalah akan mempengaruhi keseluruhan sistemkeluarga, sebaliknya keseluruhan sistem keluarga
atau pola

asuh juga dapat berkontribusi terhadap persoalan pada

anak.

Nah, pahami hal berikut dengan seksama. Sikap orangtua,

akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada

saat itu. Orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian,

penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kedekatan

emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan

rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan merasa

bahwa dirinya berharga dan bernilai di hadapan

orangtuanya. Dan meskipun ia melakukan kesalahan, dari

sikap orangtua anak dapat melihat bahwa dirinya tetaplah


dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan

tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun

karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan

tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif

dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri

sendiri, seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik

terhadap dirinya.Anak perlu diajarkan untuk memiliki rasa percaya diri,

yaitu mempunyai perasaan teguh pada pendiriannya,

tabah apabila menghadapi masalah, kreatif dalam

mencari jalan keluar dan ambisi dalam mencapai

sesuatu.

Ia juga perlu diajarkan untuk mempunyai self respect

(hormat pada diri sendiri) yaitu mempunyai perasaan yang


konstruktif, hormat pada orang lain dan bersyukur pada

apa yang dimilikinya.

Hal ini dapat diupayakan untuk menumbuhkan rasa

percaya diri serta rasa hormat diri pada anak oleh orangtua.

Diantaranya adalah dengan mendorongnya untuk selalu

berupaya, menerima kelebihan dan kekurangannya, dan

memberikan pujian dan hadiah pada perilakunya yang

mengarah pada rasa percaya diri dan rasa hormat dirinya

tersebut.

2. Pujian yang tepat

Pujian memang baik untuk anak, namun jangan berlebihan.

Jangan mengulang pujian pada anak yang sifatnya

membangga-banggakan talenta dirinya. Seperti "Kamu


adalah anak terpintar di sekolah" atau "Kamu adalah

pebasket terhandal". Jangan memberikan pujian yang

membuatnya terbebani untuk selalu menjadi yang

terhebat. “Berikan pujian pada usahanya dalam meraih

sukses, bukan pada talenta yang dimilikinya," jelas Shari

Young Kuchenbecker, PhD, asisten profesor psikologi di

Chapman University, Orange, California.

Menurut penelitian di Columbia University, anak-anak

merasa lebih senang dan mampu menghadapi tantangan

ketika mereka mendapatkan pujian atas usahanya. Seperti

dengan mengatakan, "Kamu bekerja keras" atau "Hebat,

kamu bisa menyelesaikan tugas dengan baik". Kata-kata


motivasi lebih berbekas bagi anak-anak ketimbang pujian

seperti "Ayah bangga denganmu nak".3. Agenda sosialisasi

Masukkan jadwal sosialisasi dalam jadwal kegiatan anak.

Anak sebaiknya tidak terlalu disibukkan dengan les privat

sehingga membuat ia lupa bermain dengan teman-

temannya. Pastikan anak mempunyai waktu untuk

menambah koleksi teman dan berinteraksi dengan teman

lama. Perhatikan lingkungan sosialisasi yang tepat buat

anak, karena lingkungan sosialisasi yang salah dapat

memberikan pengaruh buruk.

Pengaruh buruk yang seperti apa? Antara lain sikap

lingkungan yang membuat kita takut untuk mencoba,

takut untuk berbuat salah, semua harus seperti yang sudah


ditentukan. Karena ada rasa takut dimarahi inilah kita

menjadi malas untuk melakukan hal-hal yang berbeda dari

orang kebanyakan. Mau tunjuk tangan waktu guru

memberikan pertanyaan di dalam kelas, takut! Nah

perhatikan hal-hal tersebut, jangan-jangan anak kita sudah

“keracunan” oleh hal tersebut.Disamping itu, sering mengajak anak bermain dan bertemu

dengan kerabat, sepupu, tetangga, bermain di taman

bermain dan tempat keramaian lain juga sangat membantu

anak. Siapkan anak untuk menghadiri acara sosial yang

akan segera diselenggarakan dengan menjelaskan latar

belakang, ekspektasi, serta para hadirin yang kira-kira

datang ke acara itu. Kemudian, bantu anak berlatih


bagaimana cara bertemu orang lain, tata krama di meja

makan, keterampilan dasar berbicara, dan bagaimana cara

mengucapkan salam perpisahan dengan anggun. Ini akan

sangat membantu anak untuk menjadi lebih percaya diri.

Belajar atau melatihnya untuk peduli dan berbagi terhadap

sesama merupakan cara yang baik untuk melatih

kepercayaan diri anak. Dengan demikian mereka akan

mempunyai kepekaan dan empati yang baik terhadap

lingkungan sosialnya, sehingga merasa akan merasakan

betapa hidup ini begitu berarti apabila bisa berbuat sesuatu

yang positif.

4. Kenalkan beragam karakter melalui cerita

Hal ini dapat dilakukan dengan membacakan cerita fiksi,


mengenalkan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita

tersebut, atau bisa juga menceritakan pengalaman

berteman guru atau orangtua, kemudian membiarkan anak

memperlajari tokoh-tokoh yang diceritakan dan minta

anak untuk menceritakan kembali apa yang ia dengar dan

pahami dari karakter tokoh-tokoh tersebut.

Selain itu, melalui penerapan kegiatan bercerita ini dapat

membiasakan anak untuk menjadi lebih terbuka dalam

mengekspresikan rasa senang dan rasa tidak senangnya

terhadap berbagai hal yang dialaminya, serta berani tampil

di depan kelas. Hal ini sesuai dengan hakikat belajar itu

sendiri, yakni memperoleh perubahan perilaku yang bersifat

permanen yang dapat bermanfaat untuk menjalani


kehidupan selanjutnya. Dan tidak mungkin tercapai tanpa

disertai upaya, motivasi serta kemauan guru dan orangtua

untuk lebih memahami dan melaksanakan peranan, tugas

dan fungsinya sebagai pengelola proses pembelajaranMelalui kegiatan bercerita, kepercayaan diri anak
dapat

ditingkatkan. Setelah diberi contoh dan dibiasakan, anak

akan lebih percaya diri ketika bercerita di depan kelas dan

mampu mengungkapkan pendapatnya dengan baik. Anak

tidak malu lagi saat bergabung dengan anak lain, dan mau

berkomunikasi dengan anak lain, serta mengerjakan setiap

kegiatan yang diberikan tanpa mengeluh. Hal ini akan

membuat anak menjadi orang yang memiliki kepercayaan

diri tinggi dan tidak mudah menyerah serta putus asa


sebelum mencoba suatu tantangan.

Agar penerapan kegiatan bercerita dapat dioptimalkan

dengan baik maka materi harus disesuaikan dengan

karakteristik anak, misalnya dalam pemilihan buku cerita

yang akan digunakan, media yang digunakan harus lebih

menarik perhatian anak sehingga anak tidak merasa bosan

dengan kegiatan tersebut. Selain dua hal di atas,

penerapan kegiatan bercerita pun harus di dukung dengan

suasana hati anak (mood) dan tempat sekitar untuk

bercerita (hindari ruang berisik) yang mendukung proseskegiatan tersebut. Variasi kegiatan bercerita
yang

dilakukan mampu menarik perhatian anak untuk mengikuti

kegiatan bercerita sampai akhir. Dengan adanya penyajian

dan pemberian kegiatan bercerita yang dilakukan dengan


menggunakan berbagai media yang bervariasi (boneka

peraga, sambil menggambar dan lain-lain) dapat melatih

kepercayaan diri anak untuk melakukan setiap kegiatan

baru tanpa adanya ketakutan dalam diri untuk mencoba.

5. Bermain peran

Hal ini untuk melatih anak berkomunikasi interpersonal.

Misalnya, bermain telepon-teleponan, guru atau orangtua

sebagai penelpon, anak sebagai penerima. Atau bermain

dengan bertamu ke rumah tetangga, guru atau orangtua

sebagai tuan rumah, anak sebagai tetangga yang

berkunjung.

Buat daftar berisi kalimat pembuka percakapan yang


mudah digunakan anak untuk bercakap-cakap denganberbagai kelompok orang, misalnya orang yang
telah

dikenalnya, orang dewasa yang belum pernah ditemuinya,

teman lama yang jarang dijumpainya, anak baru di sekolah,

atau anak yang sering bermain dengannya di taman

bermain. Setelah itu, ajaklah anak untuk berlatih

menggunakan kalimat-kalimat tersebut sampai merasa

terbiasa dan nyaman mengucapkannya.

Salah satu trik yang dapat digunakan adalah

mempraktikkan perbincangan via telepon dengan

pendengar suportif di ujung lain. Dengan demikian, anak

tidak akan merasa tertekan seperti jika melakukan

pembicaraan tatap muka.

Philip Zimbardo, orang yang terkenal sebagai pakar dalam


mengatasi rasa malu, merekomendasikan untuk

memasangkan anak pemalu dengan anak yang lebih muda

darinya untuk berlatih dalam periode singkat. Ciptakan

kesempatan bagi anak untuk bermain dengan anak lainyang lebih muda darinya, misalnya adik, sepupu,
anak

tetangga atau salah satu anak kenalan anda.

Jika anak yang pemalu berusia remaja, coba menyuruhnya

mengasuh anak kecil untuk mempraktikkan keahlian

bersosialisasi yang enggan dipraktikkannya dengan anak-

anak seusianya.

6. Biarkan kesalahan terjadi dengan resiko teringan

Apa maksudnya? Tentu sebagai orangtua kita seringkali

mendapati anak kita frustasi karena belum berhasil


memasangkan gambar puzzle, sehingga seringkali

ditengah-tengah bermain tiba-tiba mereka menjerit dan

bahkan menangis sendiri. Apa yang perlu anda lakukan

adalah dukunglah anak anda untuk mencoba sesuatu yang

baru, selama hal tersebut tidak membahayakan dirinya,

mengurangi campur tangan anda untuk menjadi problem

solving dalam tantangan baru yang sedang dihadapinya.

Biarkan anak anda melakukan uji coba selama hal tersebuttidak membahayakannya. Jangan terburu
mengatakan

"Sini, biar mama saja yang buatin" karena hal ini akan

membuat anak anda tidak belajar untuk mendiri dan

percaya diri.

Anak yang tidak percaya diri sangatlah sensitif dengan hal

ini, kesalahan dan kegagalan adalah hal yang paling


menghantui mereka dan bisa menjadi trauma bagi mereka,

bahkan memikirkan resiko saja sudah seperti mendengar

cerita horor. Kita sebagai orang dewasa sangat paham jika

kegagalan adalah proses yang menjadi satu paket dengan

sukses. Dan pahamilah, setiap manusia punya jatah gagal.

Habiskan jatah gagal tersebut ketika masih muda.

Persiapkan anak anda untuk menemuinya dan belajar serta

berespon positif dari setiap kegagalannya.

Salah satu hal terberat bagi orangtua adalah melihat anak

mereka merasa kalah dan akhirnya menyerah, betul? Saya

ingin mengakhiri bagian ini dengan mengutip kata-kata

bijak dari Robert T. Kiyosaki :"Di sekolah kita belajar bahwa kesalahan itu buruk dan kita
dihukum karena membuat kesalahan. Tetapi, jika kita

melihat bagaimana manusia dijadikan untuk belajar, kita

belajar dari membuat kesalahan. Kita belajar berjalan saat

terjatuh. Jika kita tidak pernah terjatuh, kita tidak akan

pernah berjalan."

Kunci lepas dari hambatan ini adalah cara nomor 1, pola

asuh orangtua. Pahami dan terima anak apa adanya saat

menemui kegagalan dan dukung terus sampai terbentuk

”Mental Kebal” terhadap kegagalan. Kegagalan yang tidak

diolah dengan baik oleh anak-anak sering kali berdampak

menjadi trauma

.7. Pahami kepribadian mereka


Inilah jebakan yang sering terlewatkan. Maksudnya? Setiap

manusia yang lahir didunia selalu dilengkapi dengan

kepribadian (personality) dan kepribadian setiap manusia

tidak bisa dipilih, karena sudah ada dari “sono” nya.

Anda mungkin juga menyukai