Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

TEKNIK PENGENDALIAN MUTU

Penerapan prinsip mutu dan pengendalian mutu bahan hasil pertanian dan perikanan,
membahas tentang :
1. Konsep pengawasan dan pengendalian mutu
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
3. Strategi dan teknik pengawasan dan pengendalian

A. Mutu dan Kualitas


Berdasarkan ISO/DIS 8402-1992, mutu adalah karakteristik menyeluruh dari suatu
wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
Berdasarkan Kramer dan Twigg (1983) telah mengklasifikasikan karakteristik
mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) karakteristik fisik atau tampak,
meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk, dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur,
kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi baud an cicip, dan (2)
karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Mutu berbeda dengan kualitas. Pisang batu mempunyai kulaitas lebih baik sebagai
bahan baku rujak gula, namun pisang yang bermutu baik adalah Cavendish karena memiliki
sejumlah atribut yang baik. Hanya satu karakteristik baik dari pisang batu yaitu daging
buahnya berbiji sehingga cocok untuk rujak. Pisang Cavendish memiliki sejumlah
karakteristik baik, yaitu rasanya manis, kulitnya mulus, bentuknya menarik, dan tekstur
daging buahnya lembut. Dengan demikian, Cavendish merupakan buah pisang yang bermutu
baik sedangkan pisang batu merupakan pisang yang berkualitas baik untuk dibuat rujak.

B. Faktor yang Mempengaruhi Mutu


Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu
sendiri, yaitu :
1. Jenis kelamin
2. Ukuran
3. Spesies
4. Perkawinan
5. Cacat

Faktor eksternal berasal dari lingkungannya, contohnya :


a. Jarak yang harus ditempuh hingga ke tempat konsumen
b. Makanan yang dikonsumsi
c. Lokasi budidaya
d. Keberadaan organisme parasit (bakteri, jamur, protozoa, serangga, atau cacing)
e. Kandungan senyawa beracun
Keracunan dapat disebabkan oelh tiga cara, yaitu kimiawi, biologis, dan
mikrobiologis. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), penyakit yang timbul karena
mengkonsumsi makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infeksi makanan
dan intoksikasi (keracunan makanan).
Infeksi adalah peristiwa dimana seseorang mengkonsumsi bahan pangan atau
minuman yang mengandung bakteri patogen yang tumbuh dalam saluran usus dan
menimbulkan penyakit. Contoh bakteri patogen adalah Clostridium perfringens, Vibrio,
dan Parahaemolyticus, Salmonella.
Intoksikasi adalah peristiwa yang terjadi karena seseorang mengkonsumsi
bahan pangan mengandung senyawa beracun yang diproduksi oleh bakteri atau jamur.
Contoh : Mengkonsumsi sayur bayam yang sudah disimpan semalam tidak disarankan,
sebab sudah mengandung racun kalium oksalat dalam jumlah tinggi. Tanaman lamtoro
juga mengandung racun mimosin, racun ini menyebabkan pusing bila mengkonsumsi
dalam jumlah banyak.
f. Kandungan polutan
Kandungan polutan adalah tercemarnya bahan pangan oleh bahan kimia baik
sebagai pengawet maupun racun pembasmi hama, penggunaan bahan non pangan
sebagai pewarna dan pengawet makanan serta penggunaan wadah yang mengandung
logam tertentu yang dapat menimbulkan keracunan.
g. Cacat

C. Penurunan Mutu Bahan Pangan


Proses perombakan yang terjadi pada ikan dan ternak dapat dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu : pertama Pre rigor adalah tahap di mana mutu dan kesegaran bahan pangan sama
seperti ketika masih hidup. Kedua Rigor mortis adalah tahap di mana bahan pangan memiliki
kesegaran dan mutu seperti ketika masih hidup, namun kondisi tubuhnya secara bertahap
menjadi kaku. Ketiga Post Rigor Mortis adalah proses pembusukan. mIsalnya pada daging
ikan, sapi, maupun daging yang lain.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu kerusakan
fisik, kimia, dan biologis.
1. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh perlakuan fisik,
seperti terbanting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya memar, luka, dan adanya benda asing. Rusaknya jaringan di bagian yang
memar akan menyebabkan peningkatan aktivitas enzim proteolitik. Pada bagian
daging ikan yang mengalami memar, aktivitas enzimnya meningkat sehingga akan
mempercepat proses pembusukan. Enzim akan merombak karbohidrat, protein, dan
lemak menjadi alkohol, ammonia, dan keton.
2. Kerusakan Kimiawi
Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi selama proses
pencucian dan pemanasan. Selama berlangsung proses pencucian bahan pangan,
banyak komponen senyawa kimia yang akan larut, seperti beberapa protein, vitamin B
dan C, dan mineral.
a. Autolisis
Adalah proses perombakan sendiri, yaitu proses perombakan jaringan oleh enzim
yang berasal dari bahan pangan tersebut. Proses autolisis terjadi pada saat bahan
pangan memasuki fase port rigor mortis.
b. Oksidasi
Proses oksidasi biasanya terjadi pada lemak, susu, dan santan. Contohnya lemak
tidak jenuh pada ikan teroksidasi sehingga membentuk senyawa peroksida.
c. Browning
Adalah perubahan warna menjadi kecoklatan pada bahan pangan yang terjadi
akibat reaksi Maillard, karamelisasi, oksidasi vitamin C (Asam Askorbat), dan
pencoklatan fenolase.
d. Senyawa Kimia Pencemar
Senyawa kimia yang terkandung dalam bahan pangan, baik secara alami maupun
sengaja ditambahkan tentunya senyawa tersebut dapat mempengaruhi rasa dan
kenampakan bahan pangan. Contohnya adalah : Mercury (Hg); Arsenik (Ar);
Lead (Pb); Flouride (F); 2,3,7,8 TCDD (dioxin); DDT; PCB; Piperonyl butoksida;
serta bahan kimia pertanian lainnya dan turunannya.

3. Kerusakan Biologis
Kerusakan biologis pada bahan pangan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba
pathogen dan pembusuk, baik bekteri, virus, jamur, kamir, ataupun protozoa.
Kerusakan secara biologis terjadi secara alamiah yang biasa disebut pembusukan.
a. Burst belly
adalah peristiwa pecahnya dinding perut ikan yang disebabkan aktivitas enzim
b. Aktivitas mikroba merugikan
Tabel 7. Jenis bakteri pembusuk dan Bakteri Patogen
No. Bakteri Pembusuk Bakteri Patogen
1. Shewanella putrifaciens Bacillus cereus
2. Photobacterium phosphoreum Escherichia coli
3. Pseudomonas spp. Shigella sp.
4. Vibrionacaea Streptococcus pyogenes
5. Aerobacter Vibrio cholerae
6. Lactobacillus V. parahaemolyticus
7. Moraxella Salmonella spp.
8. Acinetobacter Clostridium botulinum
9. Alcaligenes C. Perfringensabelnya mana
10. Micrococcus Staphylococcus aureus
11. Bacillus Listeria monocytogenes
12. Staphylococcus
13. Flavobacterium
4. Senyawa Racun
Senyawa racun dibagi mejadi dua, yaitu bahan pangan sudah beracun dan
bahan pangan menjadi beracun. Bahan pangan sudah beracun maksudnya adalah
bahan pangan sudah mengandung racun secara alami, contohnya : Keracunan
Ciguatera jika mengkonsumsi ikan karang, Tetrodotoxin racun yang ada pada ikan
dari keluarga Tetraodontidae, dan Keracunan Karang. Bahan pangan menjadi
beracun adalah bahan pangan yang semula tidak beracun dapat berubah menjadi
beracun karena cara penanganan, pemanasan, proses pendinginan yang kurang
sempurna, infeksi pekerja, dan kontaminasi silang antara bahan pangan dengan bahan
mentah yang merupakan sumber mikroba.
D. Mencegah Penurunan Mutu
1. Selama Penanganan
a) Precooling, Proses penurunan temperature bahan pangan dengan tujuan untuk
memperkecil perbedaan antara temperature bahan pangan dan ruang penyimpanan
b) Penanganan steril, yaitu mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi silang
atau kontaminasi ulang (recontamination)
c) Pencucian bahan pangan
d) Penyiangan, yaitu proses membersihkan
e) Blansing, yaitu penggunaan suhu tinggi dalam waktu singkat untuk tujuan
tertentu.
f) Pemiletan (Filleting) yaitu pemotongan daging sedemikian rupa sehingga tidak
menyertakan bagian yang keras
g) Pemisahan Daging dari tulang atau kulit
h) Sortasi, yaitu pemisahan komoditi selama dalam aliran komoditas
i) Grading, yaitu proses pemisahan bahan pangan berdasarkan mutu
2. Selama Pengawetan
a) Penggunaan Suhu rendah, dalam bentuk pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan adalah penggunaan temperature di bawah temperature kamar tetapi
belum mencapai temperature beku, biasanya sekitar 0o–15oC. Pembekuan adalah
penggunaan temperature di bawah temperature beku, biasanya berkisar 0o hingga –
60oC
b) Iradiasi, misalnya sinar gamma untuk menghambat atau membunuh mikroba
c) Penggunaan bakteri antagonis
3. Selama Pengolahan
a) Suhu tinggi, yaitu penggunaan suhu tinggi umtuk menghambat mikroba pembusuk
atau mendenaturasi enzim. Penggunaan suhu tinggi dalam pengolahan bahan
pangan antara lain :
1) Hight Temperature Short Time (HTST) telah digunakan untuk proses sterilisasi
pada produk yang tidak tahan panas (susu misalnya) untuk mebunuh mikroba
pembusuk sehingga dapat memperpanjang masa simpan
2) Perebusan adalah proses pemanasan hingga suhu ± 100oC pada tekanan 1 atm.
3) Penguapan adalah penurunan kadar air dalam bahan pangan dengan tujuan
untuk mengurangi ketersediaan air di dalam bahan pangan sehingga tidak
dapat dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk untuk tumbuh dan beraktivitas.
4) Penggorengan adalah bentuk lain dari penggunaan suhu tinggi untuk
mengolah bahan pangan
b) Penurunan Kadar Air, misalnya dapat dilakukan dengan pengeringan, tekanan
c) Penambahan Senyawa Kimia, yaitu untuk menghambat aktivitas mikroba
pembusuk atau mendenaturasi enzim. Penambahan senyawa kimia dapat
dilakukan dengan cara penambahan :
1) Asam; Penambahan asam dimaksdukan untuk menurunkan PH sehingga
aktivitas mikroba pembusuk menurun. Asam yang digunakan dapat berupa
asam benzoate, sorbet, propionate, sulfite, asetat, laktat, nitrat, asam citrate
2) Garam; Penambahan garam dimaksudkan untuk menciptakan perbedaan
tekanan osmosis antara di dalam bahan pangan dengan lingkungannya.
Peningkatan tekanan osmosis di luar bahan pangan akan menyebabkan
keluarnya cairan dari bahan pangan sehingga cairan di dalam bahan pangan
yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk menurun. Selain itu, terjadi
proses masuknya komponen garam ke dalam bahan pangan, sehingga ion Na+
dan Cl- yang bersifat racun akan membunuh mikroba pembusuk dan
menyebabkan proses denaturasi protein.
3) Gula; Penambahan gula dimaksudkan untuk menciptakan perbedaan tekanan
osmotis antara bahan pangan dan lingkungannya. Perbedaan tekanan osmotis
akan menyebabkan pergerakan cairan di dalam bahan pangan. Bila tekanan
osmotis di luar lebih tinggi (hipertonis) maka cairan dari dalam bahan pangan
akan keluar (plasmolisis), bila lebih rendah cairan akan masuk ke dalam sel
mikroba sehingga seakan pecah (plas-moptisis)
4) Antibakteri; senyawa anti bakteri dapat menghambat atau membunuh bakteri.
Proses pengasapan akan meningkatkan senyawa fenol yang bersifat anti
bakteri. Fumigasi merupakan penggunaan gas untuk membunuh mikroba
merugikan yang mungkin ada di dalam bahan pangan. Penggunaan gas etilen
dalam mempercepat munculnya warna kuning pada buah pisang.
d) Fermentasi adalah proses perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa yang
lebih sederhana yang dilakukan oleh enzim dalam lingkungan terkendali.
E. Pengendalian Produk yang Tidak Sesuai
1. Produk Cacat
Produk yang tidak sesuai dengan kualifikasi perusahaan
2. Nol Cacat
Seluruh Produk memenuhi kualifikasi perusahaan

Anda mungkin juga menyukai