HUKUM KEPAILITAN
OLEH KELOMPOK 3
RONALD SABASTIAN SOKO 196602111
AFIFAH 196602162
MUSPIANDI 196602153
IRAWATI PATODINGAN 196602125
WAWAN SATRYAWAN 196602025
AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI 66 KENDARI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Hukum Kepailitan” Dan juga kami berterima kasih pada Bapak L.M.IMAN
ABDI A.UKE,SH,MH mata Kuliah Lingkungan bisnis dan Hukum komersial yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan dan pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, adanya
kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami oleh siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah di susun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran membangun demi perbaikan di masa depan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Sejarah hukum kepailitan........................................................................ 3
2.2 Pengertian KEPAILITAN........................................................................ 6
2.3 Dasar hokum KEPAILITAN…………………………………………………. 6
2.4 Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan KEPAIITAN.............................. 7
2.5 Pihak-pihak yang dapat dijatuhkan hokum KEPAILITAN......................... 8
2.6 Prose/langkah terjadinya kepailitan....................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
Fase Kemerdekaan;
Berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa “Segala badan
negara dan peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini.
Berdasarkan Aturan Peralihan tersebut, seluruh perangkat hukum yang berasal dari
zaman Hindia Belanda diteruskan berlakunya setelah proklamasi kemerdekaan,
kecuali jika setelah diuji ternyata bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalam Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang
Dasar 1945.[6] Sehubungan dengan ketentuan aturan Peralihan tersebut, maka
setelah proklamasi kemerdekaan, untuk kepailitan berlaku Faillissementverordening S.
1905-217 jo S. 1906-348 yang dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai “Peraturan
Kepailitan”.[7]
a. Fase Reformasi (Tahun 1998-2004);
Untuk mengatasi gejolak moneter beserta akibatnya yang berat terhadap
perekonomian, salah satu persoalan yang sangat mendesak dan memerlukan
pemecahan adalah penyelesaian utang-piutang perusahaan, dan dengan demikian
adanya peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran yang dapat
digunakan oleh para Debitor dan Kreditor secara adil, cepat, terbuka dan efektif
menjadi sangat perlu untuk segera diwujudkan.[8] Selain untuk memenuhi kebutuhan
dalam rangka penyelesaian utang-piutang tersebut di atas, terwujudnya mekanisme
penyelesaian sengketa secara adil, cepat, terbuka dan efektif melalui suatu pengadilan
khusus di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk dan bertugas menangani,
memeriksa dan memutuskan berbagai sengketa terntu di bidang kepailitan dan PKPU,
juga sangat diperlukan dalam penyelenggaraan kegiatan usaha dan kehidupan
perekonomian pada umumnya.[9]
Sehubungan dengan permasalahan tersebut diatas maka ditetapkanlah Perpu Nomor
1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan pada tanggal 22
April 1998 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998
tentang Undang-Undang Kepailitan (UUK) pada tanggal 9 September 1998.
b. Fase setelah tahun 2004.
Ternyata UU Nomor 4 Tahun 1998 (UUK) juga terdapat kelemahan, maka
diundangkanlah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) pada tanggal 18 Oktober
2004.
Didasarkan pada Pasal 307 UUKPKPU tersebut maka UUK dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku:
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang tentang Kepailitan
(Faillissementsverordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) dan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3778), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”[10]
Footnote:
[1] Syamsudin M. Sinaga, Op. cit, hlm. 21
[2] Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) Teori dan Praktik Dilengkapi dengan Putusan-Putusan Pengadilan Niaga,
Alumni, Bandung, 2010, hlm. 62
[3] Pasal 163 IS yang mengatur penggolongan penduduk Hindia Belanda:
Apabila ketentuan-ketentuan undang-undang ini, peraturan-peraturan umum lainnya,
reglement-reglement, peraturan-peraturan kepolisian dan ketentuan-ketentuan
administratif membedakan antara orang-orang Eropa, orang-orang pribumi dan Timur
Asing, maka berlaku pelaksanaannya aturan-aturan sebagai berikut :
Tunduk kepada ketentuan-ketentuan bagi orang-orang Eropa adalah :
1. Semua orang Belanda
2. Semua orang yang berasal dari Eropa
3. Semua orang Jepang
4. Semua orang berasal dari tempat lain yang dinegaranya tunduk kepada hukum
keluarga yang pada pokoknya berdasarkan asas yang sama seperti hukum Belanda
5. Anak sah atau diakui menurut undang-undang dan anak yang dimaksud huruf b dan
c yang lahir di India.
Tunduk kepada ketentuan-ketentuan bagi orang-orang pribumi kecuali kedudukan bagi
orang-orang Kristen pribumi yang harus diatur dengan ordonantie, ialah semua orang
yang termasuk penduduk Hindia Belanada dan tidak pindah kedalam kelompok
penduduk lain dari pada kelompok pribumi, demikian pula mereka, demikian pula yang
pernah termasuk kelompok penduduk lain dari pada kelompok pribumi, namun telah
membaurkan dengan penduduk asli.
Tunduk kepada ketentuan-ketentuan bagi orang-orang Timur asing, kecuali kedudukan
hukum yang harus diatur dengan ordonantie bagi orang-orang diantara mereka yang
yang menganut keyakinan Kristen, ialah semua orang yang tidak terkena syarat-syarat
yang disebuut dalam ayat 2 dan 3 pasal ini.
B. PENGERTIAN HUKUM KEPAILITAN SECARA UMUM
Kepailitan (dari bahasa Belanda: 'failliet') merupakan suatu proses di
mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar
utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan
niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta
debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Definisi
Definisi pailit atau bangkrut menurut Black’s Law Dictionary adalah
seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang
cenderung mengelabuhi pihak kreditornya. Sementara itu, dalam Pasal 1 butir
1, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan
hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang – undang ini. Pasal 1 butir
4, debitor pailit adalah debitor yang dinyatakan pailit dengan keputusan
pengadilan.
Pihak kreditor
Pihak kreditor secara sendiri atau bersama-sama dengan kreditor yang lain dapat
mengajukan permohonan pailit pihak debitor ke pengadilan. Tentunya setelah
syarat-syarat pengajuan pailit terpenuhi sebagaimana ketentuan undang-undang.
Kejaksaaan
Kejaksaan juga dapat mengajukan pailit. Menurut undang-undang hal ini dilakukan
jika badan usaha yang ingin dimohonkan pailit ke pengadilan—berdasarkan
analisis Kejaksaan—adalah demi kepentingan umum. Artinya menyangkut
kepentingan orang banyak.
Hal itu karena bank turut andil dalam kegiatan ekonomi nasional, sehingga jika
bukan bank Indonesia yang mengajukan pailit maka akan terjadi guncangan
ekonomi. Terlebih jika yang dimohonkan pailit adalah bank bank yang berdampak
sistemik.
Namun karena sekarang Bapepam sudah digantikan oleh Otoritas Jasa Keungan
maka memohonkan pailit terhadap lembaga-lembaga tersebut di atas maka
kewenangan sepenuhnya dilimpahkan kepada OJK. Hal tersebut dapat dilihat pada
Pasal 55 ayat (1) undang-undang OJK.
Menteri Keuangan
Perlu dipahami juga bahwa dengan lahirnya OJK maka tugas yang menjadi
kewenangan menteri keuangan dalam hal kepailitan dilimpahkan juga ke OJK
sebagaimana tugas Bapepam-LK.
4. Hakim Pengawas;
Perkara Kepailitan dan PKPU diadili oleh Majelis Hakim baik pada yudex
facti (Pengadilan Niaga) maupun pada yudex yuris (Mahkamah Agung) untuk perkara
Kasasi dan Peninjauan Kembali. Majelis Hakim tersebut terdiri atas hakim-hakim pada
Pengadilan Niaga, yakni hakim-hakim Pengadilan. Tugas Hakim Pengawas
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 65 UU K-PKPU adalah mengawasi pengurusan
dan pemberesan harta pailit.
Keberadaan Hakim Pengawas ini mutlak dalam penyelesaian kepailitan , karena
seperti diatur dalam Pasal 56 UU K-PKPU yang sama dengan ketentuan Pasal 64
Faillisementverordening (yang tidak dicabut atau diubah UU Nomor 4 tahunj 1998
Tentang Kepailitan dan PKPU), Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim
Pengawas, sebelum mengambil suatu keputusan mengenai pengurusan atau
pemberesan harta pailit. Dengan disebutkan “wajib” berarti menunjukkan pentingnya
eksistensi Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Pengadilan untuk mengemban tugas
tersebut.[16]
6. Panitera
Pengertian panitera adalah seorang pejabat yang memimpin kepaniteraan yang dalam
melaksanakan tugasnya panitera dibantu oleh seorang wakil panitera, beberapa
panitera muda, beberapa panitera pengganti, dan beberapa juru sita. Panitera, wakil
panitera, beberapa panitera muda, beberapa panitera pengganti pengadilan diangkat
dan diberhentikan dari jabatannya oleh Mahkamah Agung.[17]
Sedangkan menurut kamus hukum, “panitera” mempunyai arti pejabat pengadilan ayng
bertugas membantu hakim dalam persidangan dan membuat berita acara sidang.[18]
Menurut etimologi (bahasa) Belanda, “panitera” adalah Griffer sedangkan etimologi
bahasa Inggris clerk of the court.[19]
Panitera bertugas menyelenggarakan administrasi perkara; membantu Hakim
Pengawas dengan mengikuti dan mencatat jalannya persidangan; membuat daftar
perkara perkara kepailitan yang diterima di kepaniteraan; dan membuat salinan
putusan menurut ketentuan undang-undang yang berlaku.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
Kedudukan hukum kurator sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Kepailitan No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang
perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan dan membantu pengadilan untuk
mengurus dan membereskan harta Debitur Pailit di bawah pengawasan Hakim.
Perlindungan hukum terhadap Kurator dalam UU kepailitan dijelaskan bahwa
sesungguhnya tidak ada perlindungan hukum khusus kepada Kurator, karena
Jika seorang Kurator melakukan kesalahan atau kelalaian dialam pelaksanaan
tugasnya dalam rangka pengurusan dan pemberesan harta debitur Pailit, maka
dapat saja terhadap dirinya dituntut baik secara perdata maupun pidana dan
harus bertanggung jawab apabila memang terbukti bersalah di pengadilan.
Perlindungan bagi kreditor pemegang jaminan fidusia terhadap harta
kekayaandebitur yang telah dinyatakan pailit berdasarkan undang-undang
no.37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran
hutang
2. Saran
Makalah ini dibuat tidak terlepas dari kekurangan, namun dengan adanya
makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang Hukum
Pailit, dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, sehingga dapat terhindaratau
mencegah terjadinya kepailitan.
Daftar pustaka
http://kumpulanmakalahkuliahkuliah.blogspot.com/2017/11/hukum-
kepailitan-makalah-aspek-hukum.html?m=1
https://www.google.com/search?q=pendahuluan+tentang+kepailitan&oq
=pendahuluan+tentang+kepailitan&aqs=chrome..69i57.18432j0j7&client
=ms-android-vivo&sourceid=chrome-mobile&ie=UTF-
8#sbfbu=1&pi=pendahuluan%20tentang%20kepailitan
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.u
ms.ac.id/27089/2/3.BAB_I.pdf&ved=2ahUKEwjYteSxiuXlAhUBOisKHbr9
CFIQFjADegQIBhAC&usg=AOvVaw1dt-8AVzYhSlxUWf9fwhNe
http://www.gresnews.com/mobile/berita/tips/81855-dasar-hukum-
kepailitan-di-indonesia/
http://kumpulanmakalahkuliahkuliah.blogspot.com/2017/11/hukum-
kepailitan-makalah-aspek-hukum.html?m=1
https://www.google.com/amp/s/ninyasminelisasih.com/2018/02/18/1218/
amp/
https://hukumbisnisonline.blogspot.com/2016/09/pihak-pihak-yang-
dapat-mengajukan.html?m=1
https://konsultanhukum.web.id/syarat-dinyatakan-pailit/
https://lawofficeindonesia.com/2018/05/18/dasar-dasar-hukum-
kepailitan/
https://www.academia.edu/15216605/MAKALAH_HUKUM_KEPAILITAN