Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
neutrophil elastase inhibitor.1 Sebagian besar A1AT disintesis di sel hepatosit dan monosit yang
kemudian akan didistribusikan secara difusi melalui sirkulasi menuju paru, sementara sebagian kecil
diproduksi oleh sel alveolar makrofag dan sel epitelial.2 Alpha 1-antitrypsin juga secara luas dikenal
sebagai Alpha-1 proteinase inhibitor (A1Pi) karena dapat menghambat berbagai jenis protease.3
Umumnya, kadar A1AT yang berada di dalam darah adalah 1,5–2 gram/liter. Jika terjadi defisiensi
A1AT, maka neutrofil elastase akan langsung memecah elastin, protein yang menyokong jaringan
paru dan akan menyebabkan komplikasi pada saluran pernapasan seperti penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK0
Manusia memproduksi A1AT hingga 34 mg/kg/hari yang akan meningkatkan kadarnya di plasma
sekitar 1,2 gram/L. Nantinya, A1AT akan berikatan dengan substrat spesifik yang bernama serine
proteinase elastase.11,12
Alpha-1 antitrypsin memiliki lebih dari 90% aktivitas antiproteinase dalam serum manusia yang
akan menjadi pertahanan jika terjadi serangan elastolitik pada bagian distal alveolar akibat neutrophil
elastase, sedangkan sisanya dimiliki oleh 2 makroglobulin.13 Bahkan A1AT sudah terbukti sebagai
anti proteinase spektrum luas karena memiliki efek anti inflamasi dan pelindung jaringan. Alpha-1
antitrypsin akan menghambat aktivitas elastase yang berasal dari neutrofil, pankreas ataupun bakteri
dengan cara menetralisir proteinase-3, myeloperoxidase, cathepsin G, dan -defensins yang berasal dari
neutrofil; chymase dan tryptase yang berasal dari sel mast; granzyme-B yang berasal dari limfosit T;
circulating kallikreins 7 dan 14; dan kaskade koagulasi serine proteinase yang berasal dari plasmin,
trombin, urokinase, dan faktor Xa.2,11
Lokus gen A1AT atau lebih dikenal dengan SERPINA1 gene terletak di kromosom 14 bagian
14q32. SERPINA1 gene memiliki dua alel yang diturunkan secara autosomal (10) Alel normal adalah
alel M yang bermakna medium, sementara genotip normalnya adalah MM (Pi*MM) yang ada pada
85-90% manusia. Pada individu yang mengalami mutasi pada SERPINA1 gene akan mendapatkan
alel S yang bermakna slow dan Z yang bermakna very slow sehingga dapat ditemukan beberapa
variasi genotip seperti MS (Pi*MS), MZ (Pi*MZ), SS (Pi*SS), SZ (Pi*SZ), dan ZZ (Pi*ZZ),
sementara pada individu dengan kadar A1AT yang berlebih dapat ditemukan alel F yang bermakna
fast dimana perbedaannya dapat dilihat pada Tabel 1.14,15
Mutasi SERPINA1 gene akan berefek pada penurunan kadar A1AT serum yang terlihat lebih
signifikan pada alel S dan Z. Pada individu normal, alpha 1-antitrypsin berfungsi sebagai
pertahanan dari destruksi dinding alveolar atau parenkim paru. Individu dengan defisiensi A1AT
menyebabkan kadarnya dalam serum dan dalam alveolar menurun yang secara langsung dan
mengakibatkan ketidakseimbangan antara aktivitas protease dan A1AT. Ketidakseimbangan tersebut
akan memicu terjadinya aktivitas neutrophil elastase yang tidak terbatas dengan cara memecah
elastin dan kolagen yang menyokong parenkim paru
Saat terpapar pajanan ataupun infeksi yang mengenai saluran pernapasan, secara langsung respon
inflamasi akan aktif dan memicu pelepasan neutrophil elastase. Ketidakseimbangan antara aktivitas
neutrophil elastase dan A1AT menyebabkan pemecahan elastin tidak dapat dihindari dan
memperlambat proses perbaikan parenkim paru di daerah tersebut. Aktivasi neutrofil dan makrofag
yang berkelanjutan akan memicu akumulasi dari radikal bebas; superoxide anions; dan hidrogen
peroksidase dan mengakibatkan bronkokonstriksi; edema mukosa; dan hipersekresi mukus. Selain
efek tersebut, juga akan terjadi pelepasan profibrotic neuropeptides (contohnya bombesin) dan
mengakibatkan penurunan kadar vascular endothelial growth factor (VEGF) yang mana berkontribusi
dalam apoptosis pada proses destruksi parenkim paru.17
Beberapa komponen yang terganggu sekresinya akibat terjadinya defisiensi A1AT yang berhubungan
dengan insidensi PPOK:
1. Superoxide Dismutase (SOD)
Defisiensi A1AT berdampak pada penurunan sekresi SOD. Superoxide dismutase berfungsi sebagai
penyokong tambahan bagi A1AT, yaitu menjadi sistem proteksi bagi paru selama inflamasi
berlangsung dengan cara memanfaatkan reactive oxygen species (ROS) yang ada di dalam tubuh.
2. Vitamin D Binding Protein
Vitamin D binding protein adalah prekusor dari macrophage activating factor (MAF) dan dapat
meningkatkan aktivitas neutrophil chemoattraction yang mana kadarnya meningkat segera setelah
terjadinya penurunan kadar A1AT serum.
3. Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α)
Peningkatan akan terjadi dan dapat memicu destruksi parenkim paru. Nantinya, TNF-α akan memulai
kaskade sitokin dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga merekrut makrofag dan
neutrofil. Selain itu, TNF-α juga berfungsi sebagai mediator pelepasan IL-8 ke dalam saluran
pernapasan.15,18
Masalah pada defisiensi A1AT tak hanya sekedar sedikitnya jumlah yang dihasilkan, namun juga
akumulasinya di tempat yang salah. Pada genotip ZZ sering terjadi akumulasi A1AT di retikulum
endoplasma (RE). Akumulasi berkelanjutan akan mengakibatkan stres RE lalu terjadilah apoptosis
parenkim paru; peningkatan produksi IL-8; dan pengaktifan neutrophil chemoattraction.19
Pada akhirnya, aktivitas respon inflamasi yang meningkat akibat defisiensi A1AT akan menyebabkan
nekrosis dari parenkim paru. Hal tersebut akan mengganggu dan menurunkan kerja paru yang dapat
memunculkan berbagai manifestasi pada individu tersebut. Manifestasi klinik sebagian besar
bergantung pada respon ventilasi terhadap gangguan fungsi paru.20 Manifestasi yang paling sering
dan banyak muncul adalah sesak napas atau dispnea akibat berkurangnya luas permukaan alveolus
sebagai
1. Kandungan Asap Rokok
Komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan
bagian partikel (15%). Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia,
dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan
setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok
adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (Crofton, 2002). Zat-zat beracun yang
terdapat dalam rokok antara lain adalah sebagai berikut :
a. Nikotin
Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin merupakan
alkaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya
ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf
pusat, menyempitkan pembuluh perifer, dan juga memiliki karakteristik efek
adiktif dan psikoaktif (Sitepoe, 2000).
b. Karbon Monoksida (CO)
Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur
ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau
karbon. Gas karbon monoksida bersifat toksik. Gas CO yang dihasilkan sebatang
rokok dapat mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling
rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar
karboksihemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Sitepoe, 2000).
c. Tar
Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik.
Tar dapat merusak sel paru karena dapat lengket dan menempel pada jalan nafas
dan paru-paru sehingga mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok
dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok, setelah
dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada
permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi
antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45
mg. Pada rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg.
Efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru walaupun rokok diberi filter,
yaitu hirupan pada saat merokok dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok
yang dihisap banyak (Sitepoe, 2000).
d. Timah Hitam (Pb)
Pb yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Satu bungkus rokok
berisi 20 batang yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug,
sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah
20 ug per hari (Sitepoe, 2000).
e. Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan
hidrogen. Zat ini baunya tajam dan sangat merangsang. Racun yang terdapat pada
ammonia sangat keras sehingga jika masuk sedikit saja ke dalam peredaran darah
maka akan mengakibatkan seseorang dapat pingsan atau koma (Sitepoe, 2000).
f. Hidrogen Sianida (HCN)
Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar
dan sangat efisien untuk mengganggu pernapasan dan merusak saluran
pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat
berbahaya. Sianida dalam jumlah kecil yang dimasukkan langsung ke dalam tubuh
dapat mengakibatkan kematian (Sitepoe, 2000).
g. Nitrous Oxide
Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna. Nitrous oxide yang
terhisap dapat menyebabkan hilangnya keseimbangan dan menyebabkan rasa sakit
(Sitepoe, 2000).
h. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat
organic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan
membahayakan karena terikat ke protein dan menghalangi aktivitas enzim
(Sitepoe, 2000).
Glutasion Sulfur Hidroksil (GSH) adalah antioksidan utama yang digunakan untuk
mengubah peroksida menjadi asam lemak hidroksil tidak beracun dan untuk
mempertahankan vitamin C dan E yang berkurang bentuk fungsionalnya. Asap rokok
berisi ROS yang mengoksidasi GSH menjadi bentuk disulfide, sehingga menurunkan
jumlah GSH dalam plasma dan terjadi ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan
pada perokok yang mengakibatkan stres oksidatif sistemik (Moriarty et al, 2003).
Aktivasi sel dan peningkatan mediator inflamasi pada sirkulasi seperti protein fase
akut dan sitokin proinflamasi merupakan karakteristik dari inflamasi sistemik. Respon
inflamasi sistemik ditandai oleh stimulasi dari sistem hematopoiesis, khususnya
sumsum tulang dalam menghasilkan dan mengeluarkan leukosit dan platelet pada
sirkulasi. Banyak studi telah menunjukkan bahwa merokok dalam jangka panjang
meningkatkan jumlah total leukosit, terutama jumlah polymorphonuclear neutrophil
(PMN) pada sirkulasi darah (Suwa et al, 2000).