Anda di halaman 1dari 14

1.

Judul Jurnal
The prevalence and treatment pattern of clinically diagnosed pelvic organ prolapse: a
Korean National Health Insurance Database-based cross-sectional study 2009–2015
(Prevalensi dan Pola Terapi pada Prolaps Organ Pelvis Terdiagnosis Klinis: Studi Cross-
Sectional berbasis Database Asuransi Kesehatan Nasional Korea)
2. Gambaran Umum
a. Latar Belakang
Prolaps Organ Pelvis adalah penyakit yang mana salah satu organ
pelvis wanita seperti vesicae urinaria, uterus, vaginal cuff, rektum dan
intestin, turun melalui vagina.
POP berhubungan dengan gejala yang beragam, namun gejala subjektif
pasien penting, karena penentuan terapi POP bergantung pada rasa tidak
nayman pasien dibandingkan dengan keparahan dinilai dari pemeriksaan
fisik
Prevalensi POP pada studi sebelumnya adalah 2,9-41,1%. Namun sulit
untuk mendapatkan prevalensi yang konsisten karena mendefinisikan
diagnosis POP (gejala, pemeriksaan fisik, dan tindakan pembedahan)
berbeda-beda pada setiap studi. JIka gejala ringan, latihan pelvic floow
muscle (PFME) cukup tanpa terapi dari dokter. Bahkan jika POP
terdiagnosis melalui pemeriksaan fisik, terapi tidak dibutuhkan jika tidak
ada gejala yang muncul. Sehingga, lebih penting untuk dilakukan
konfirmasi secara klinis apakah pasien mengunjungi klinik karena adanya
rasa tidak nyaman. Secara klinis juga penting untuk mengidentifikasi terapi
(surgery dan pessary) yang memerlukan bantuan dokter. Studi ini
menggunakan data klaim termasuk catatan klinis kunjungan, kode
diagnosis, dan kode terapi. Namun, studi tentang sifat ini terbatas. Tujuan
utama dari studi ini adalah untuk mengevaluasi prevalensi dan faktor risiko
POP menggunakan data klaim dari Korea Selatan. Tujuan lainya adalah
untuk mengevaluasi pola terapi, seperti pessary dan surgery, pada pasien
POP.

b. Materal dan Metode


Setting Studi dan Partisipan
Republik Korea menyediakan layanan asuransi medis (The National
Health Insurance Corporation (NHIC)) untuk hampir semua orang KOra
yang tinggal di Republik Korea. Karena NHIC menawarkan layanan
asuransi medis untuk hampir seluruh penyakit kecuali kasus khusus, seperti
bedah kosmetik, informasi medis yang ada sangat banyak, seperti jenis
kelamin, usia, kelompok rumah tangga pendapatan rendah, nama diagnosis,
nama pembedahan, dan riwayat pengobatan. The Health Insurance Review
& Assessment Service (HIRA) adalah organisasi yang mengevaluasi
pembiayaan medis yang ditentukan oleh institusi medis dengan sikap netral.
HIRA menentukan apakah pembiayaan sesuai dan menyarankan NHIC
untuk membayar pembiayaan ini. Sehingga, HIRA memiliki porsi data
yang signifikan dengan data NHIC.
HIRA-NIS adalah data sampel tahunan menggunakan metode
stratified randomized sampling yang disediakan HIRA untuk kepentingan
penelitian medis. HIRA-NIS melakukan sampling setiap tahun. Sehingga,
anggota sampel setiap tahun tidaklah sama. Setiap metode pengambilan,
HIRA-NIS mengambil data dari 13% pasien yang dibawa ke rumah sakit
selama periode 1 tahun dan 1% pasien yang tidak dibawa ke rumah sakit
selama periode 1 tahun. Studi ini menggunakan HIRA-NIS 2009-2015
(Serial keys; 2009–0066/2010-0084/2011-0063/2012-0058/2014-
0068/2015-0057)
Kode pembedahan dan terapi yang digunakan adalah keuntungan
perawatan medis dari asuransi kesehatan edisi 2016, dan kode diagnostik
yang digunakan adalah Korean Standard Classification of Diseases, Edisi
ke-7 (KCD-7), yang dimodifikasi dari International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems, edisi ke-10 (ICD-
10)

Analisis Statistik
Sebagai langkah pertama untuk menghitung prevalensi, data dari
wanita diambil dari HIRA-NIS 2009-2015. Wanita dengan POP
didefinisikan memiliki 2 atau lebih kode diagnosis yang sama untuk tiap
POP (Female urethrocele N81.0, Cystocele N81.1, Incomplete uterovaginal
prolapse N81.2, Complete uterovaginal prolapse N81.3, Unspecified
uterovaginal prolapse N81.4, Vaginal enterocele N81.5, Rectocele N81.6,
Other female genital prolapse N81.8, or Unspecified female genital
prolapse N81.9). Wanita yang diterapi dengan POP didefinisikan dengan
kode diagnosis POP dan terapi (Repair of cystocele R3620, Anterior
colporrhaphy R0408/R0409, Correction for rectocele Q3020, Posterior
colporrhaphy R0410/R0411, Anterior & posterior colporrhaphy
R0412/R0413, Abdominal hysterectomy R4145/R4146, Vaginal
hysterectomy R4202, Manchester surgery R4204, Uterine suspension
R4215, Abdominal colpopexy R4111, Vaginal colpopexy R4112, Vaginal
hysterectomy with anterior & posterior colporrhaphy R4203, or Insertion
of pessary R4113) pada waktu yang sama. Untuk menentukan risiko
penyakit, wanita dengan penyakit pernapasan obstruktif kronis (J44.x) dan
konstipasi (K59.0) dinyatakan memiliki penyakit ketika mereka memiliki
lebih dari kode diagnosis yang berlaku. Kami telah mendefinisikan
perempuan yang menerima program mata pencaharian sebagai kelompok
SES rendah.
Analisis statistik. Semua analisis statistik dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan program statistik versi V 3.3.2 (eR
Foundation for Statistical Computing, Wina, Austria). Semua perhitungan
statistik dilakukan dengan menggunakan two-tailed test dan diasumsikan
signifikan secara statistik jika nilai p kurang dari 0,05. T-test digunakan
untuk perbandingan rata-rata variabel kontinu dan uji chi-square digunakan
untuk perbandingan variabel kategori. Metode regresi logistik digunakan
untuk menghitung risiko variabel multipel.
Etika. Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan data yang
dianonimkan oleh pihak ketiga, sehingga tidak tunduk pada Institutional
Review Board (IRB) di bawah South Korea’s Bioethic and Safety Act.

c. Hasil
Perkiraan 8,3 juta sampel dari HIRA-NIS 2009-2015, data dari
4.476.495 wanita diambil. Dari data ini, kami memilih 10.305 wanita
dengan POP, dan usia rerata pada kelompok POP adalah 63,9 ± 0,2 tahun.
Usia pasien di atas 50 tahun ada 8.708 orang, dengan usia rerata 67,5 ± 0,2
tahun (Tabel 1). Prevalensi POP adalah 71 ± 1 per 100.000 populasi di
semua usia dan 180 ± 4 per 100.000 populasi di antara wanita lebih dari 50
tahun. Prevalensi prolaps uterus, sistokel, dan rektokel adalah 35 ± 1 per
100.000 populasi, 18 ± 1 per 100.000 populasi, dan 16 ± 1 per 100.000
populasi di antara semua umur, dan 95 ± 3 per 100.000 populasi, 47 ± 2 per
100.000 populasi, dan 33 ± 1 per 100.000 populasi di antara wanita lebih
besar masing-masing berusia di atas 50 tahun. POP, prolaps uterus, dan
sistokel paling sering diamati pada wanita di awal tahun 70-an, dan rektokel
paling umum pada wanita di akhir tahun 60-an (Gambar 1). Di antara total
kasus POPs, prolaps uterus (49,9%) adalah yang paling umum diikuti oleh
sistokel (26,1%), rektokel (23,0%), enterokel (0,5%) dan uretrokel (0,4%).
Prevalensi penyakit POP tidak berbeda secara signifikan menurut tahun
(Gambar 2, Tabel 2). Dalam analisis regresi logistik setelah penyesuaian
untuk data usia dan tahun (HIRA-NIS 2009-2015), sembelit meningkatkan
prevalensi semua gangguan POP. Secara khusus, konstipasi meningkatkan
prevalensi rektokel sebesar 16,7 kali lipat (wanita) dari segala usia; Odds
Ratio (OR), 16,66; 95% interval kepercayaan (CI), 13,76-20,17; P <0,01}
(wanita lebih besar dari usia 50 tahun; OR, 16.67; CI, 13,04-21,33; P <0,01)
(Tabel 2).
Status sosial ekonomi rendah (SES) mengurangi prevalensi sistokel
(wanita dari segala usia; OR, 0,48; CI, 0,40-0,58; P <0,01) (wanita yang
lebih dari 50 tahun; OR, 0,52; CI, 0,43-0,63; P <0,01) tetapi tidak
mempengaruhi prevalensi prolaps uterus dan rektokel (Tabel 2). Jumlah
wanita yang hanya membutuhkan alat pencegah kehamilan, operasi saja,
dan setiap perlakuan tidak termasuk PFME adalah 9 ± 1 per 100.000
populasi, 36 ± 0 per 100.000 populasi, dan 45 ± 1 per 100.000 populasi pada
semua usia, masing-masing, dan 26 ± 2 per 100.000 populasi, 89 ± 1 per
100.000 populasi, dan 114 ± 2 per 100.000 populasi di antara wanita yang
masing-masing berusia lebih dari 50 tahun.
Gambar 2. Kecenderungan prevalensi menurut kenaikan tahun di HIRA-NIS 2009-2015.
HIRA-NIS: The Health Insurance Review & Assessment Service-National Inpatient Sample,
POP: Pelvic Organ Prolapse.

Tabel 2. Analisis regresi logistik pada prolaps organ panggul pada HIRA-NIS 2009-2015. COPD:
Chronic Obstructive Pulmonary Disease, HIRA-NIS: The Health Insurance Review & Assessment
Service-National Inpatient Sample, OR: Rasio Ganjil, POP: Pelvic Organ Prolapse., SES: Social
Economic Status. Tahun data mewakili dari HIRA-NIS 2009 hingga HIRA-NIS 2015.

Operasi POP dilakukan sebagian besar pada wanita di akhir tahun 60-
an dan awal tahun 70-an, tetapi penggunaan alat pencegah kehamilan itu
dilakukan sebagian besar pada wanita di tahun 70-an (Gambar 3). Sebelum
berusia 75 tahun, penggunaan alat pencegah kehamilan lebih tinggi dari
operasi. Dari total pasien POP, 46% tidak menerima perawatan khusus, 44%
menjalani operasi, 9% menggunakan alat pencegah kehamilan, dan 1%
dirawat dengan operasi dan alat pencegah kehamilan.

d. Diskusi
Pada studi ini, prevalensi POP adalah adalah 71 ± 1 per 100.000
populasi untuk semua umur dan 180 ± 4 per 100.000 populasi untuk wanita
usia lebih dari 50 tahun.Angka ini jauh lebih rendah dibanding prevalensi
yang dilaporkan pada studi sebelumnya (2,9-41,1%). Penemuan ini
dikaitkan dengan perbedaan definisi POP. Hendrix et al mendiagnosis POP
melalui pemeriksaan fisik langsung, sedangkan studi lain mendiagnosis
POP menggunakan survei tentang gejala. Namun, pada studi kami, POP
untuk kalkulasi prevalensi didefiniskan sebagai kasus yang didiagnosis
dokter di klinik. Pasien POP yang terdiagnosis dengan pemeriksaan fisik
dapat termasuk pasien tanpa keluhan. Pasien POP yang terdiagnosis
berdasarkan gejala mungkin bukan mengalami POP berdasarkan
pemeriksaan POP. Faktanya, prevalensi pada studi ini (0,07%) jauh lebih
rendah dibanding prevalensi studi yang berdasarkan gejala (2,9-8,3%).
Penemuan ini juga mengindikasikan derajat rasa tidak nyaman yang diobati
relatif rendah. Prevalensi dari studi ini secara klinis lebih penting
dibandingkan prevalensi yang dilaporkan dari studi lain karena mengobati
POP ditentukan oleh derajat rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh pasien.
Studi kami melaporkan prevalensi dari prolaps uterin lebih tinggi
dibanding sistokel. Namun, interpretasi dari hasil ini memerlukan perhatian.
Hasil kami menunjukkan dengan tepat prevalensi kode diagnosis prolaps
uterin (Incomplete uterovaginal prolapse N81.2, Complete uterovaginal
prolapse N81.3) lebih tinggi dibandingkan kode diagnosis sistokel
(Cystocele N81.1). Namun, sistokel atau prolaps uteri termasuk dalam kode
diagnostik lain (Unspecified uterovaginal prolapse N81.4, Unspecified
female genital prolapse N81.9). Rasio sistokel atau prolaps uteri pada kode-
kode ini tidak diketahui. Sehingga, diperlukan perhatian dalam
menginterpretasi hasil ini.
Jumlah pembedahan pada studi ini adalah 36 ± 0 per 100.000 populasi
semua usia (89 ± 1 per 100.000 populasi untuk wanita di atas 50 tahun),
yang jauh lebih rendah dibandingkan jumlah pembedahan pada studi
sebelumnya (150 per 100.000). Sebagai tambahan, jumlah pembedahan
pada studi sebelumnya (150 per 100.000) lebih besar dibanding dengan
prevalensi POP pada studi ini (71 ± 1 per 100.000 pepulasi semua usia).
Penemuan ini mengindikasikan prevalensi POP pada studi sebelumnya
bertambah dibandingkan dengan prevalensi studi ini. Alasan yang pasti
tidak diketahui, namun kami menganggap informasi berikut dapat
menjelaskan perbedaan ini. Pertama, perbedaan ini dihasilkan dari
perbedaan ras. Banyak dari studi sebelumnya memasukan ras Kukasia (81-
97%) dari U.S.A, dimana mayoritas populasi dari penelitian kami adalah
orang Korea. Sehingga, wanita kulit putih mungkin memiliki risiko POP
yang tinggi dibanding wanita Korea. Namun, tidak ada perbedaan signifikan
pada prevalensi ras Kaukasia dan Asia pada studi sebelumnya. Studi
lanjutan untuk penyesuaian lingkungan, ras, dan negara diperlukan. Kedua,
perbedaan ekonomi antara 2 negara mungkin dapat menjelaskan temua ini.
Gross domestic product (GDP) untuk setiap orang ($ 27,632) di Korea
Selatan hanya 48% dari US GDP pada tahun 2015. Berhubungan dengan
kekuatan ekonomi Korea Selatan yang relatif lebih rendah, pasien dengan
POP ringan cenderung menerima terapi yang lebih sedikit. Namun, karena
Korea Selatan menyediakan asuransi kesehatan nasional, biaya pembedahan
yang dibayar setiap individu relatif tidak mahal. Sehingga, perbedaan
ekonomi mungkin tidak terlalu berpengaruh pada 2 negara dan
mempengaruhi dari perbedaan pervalensi POP. Ketiga, ada kemungkinan
perbedaan komposisi demografi antara studi-studi ini. Risiko, seperti
paritas, berat badan, dan konstipasi mungkin berbeda dari studi sebelumnya.
Pessary memiliki beberapa kontraindikasi dan lebih suka dipilih
sebagai terapi non-bedah. Sehingga, 72% spesialis klinis US memiliki
pessary sebagai terapi utama POP. Pessary sukses pada 53-76% pasien.
Namun, keparahan POP, durasi penggunaan dan tipe pessary bervariasi.
Meskipun preferensi dan angka kesuksesan lebih tinggi, ada beberapa studi
yang menilai seberapa sering pessary digunakan. Pada studi ini, pessary
digunakan pada 10% dari seluruh pasien POP dan 18,5% dari seluruh terapi
pembedahan atau pessary. Sebaliknya, pembedahan POP dilakukan pada
45% seluruh pasien POP dan meningkat pada pasien sekitar 70 tahun.
Penggunaan pessary meningkat seiring bertambahnya usia. Khusunya,
penggunaan pessary pada wanita 75 tahun atau lebih tua tercatat lebihs ering
dibanding terapi pembedaan. Alasan dari penemuan ini munkin
berhubungan risiko pembedahan yang bertambah seiring bertambahnya
usia. Mempertimbangkan pembedahan pelvis sebelumnya adalah risiko
kegagalan pessary dan angka re-operation pembedahan POP adalah 29,2%,
pessary sebaiknya digunakan lebih sering pada pasien usia 40 tahun akhir
sampai awal 60 tahun dengan POP.
Pada studi kami, konstipasi adalah risiko penting terjadinya POP. Hasil
dari studi sebelumnya tidak konsisten dengan temuan ini. Hendrix et al
menyatakan bahwa konstipasi bukan suatu resiko untuk terjadinya POP,
sedangkan studi terbaru lain menyatakan bahwa konstipasi merupakan
risiko penting terjadinya POP. Konstipasi dapat merusak dasar panggul
(saraf dan jaringan ikat) dengan meningkatkan tekanan intraabdomen.
Untuk mendukung pendapat ini, satu penelitian melaporkan bahwa
konstipasi pada dewasa muda menyebabkan POP. Namun, dalam penelitian
kami, odds ratio pada konstipasi dalam rectocele {OR 16,66 (13,76-20,17)}
secara signifikan meningkat dibandingkan dengan odds ratio pada
konstipasi dalam sistokel atau prolaps uterus (1,85-2,12). Meskipun
konstipasi memperburuk POP, rektokel berpotensi menyebabkan konstipasi
tidak seperti sistokel atau prolaps uterus. Bozkurt et al. melaporkan bahwa
rektokel adalah salah satu risiko konstipasi. Kedua penyakit itu (konstipasi
dan rektokel) cenderung menunjukkan sinergi negatif satu sama lain.
Diperlukan studi lebih lanjut tentang hubungan kausal antara rektokel dan
konstipasi.
Penelitian kami memiliki beberapa batasan. Pertama, penelitian kami
tidak dapat membedakan prolaps vaginal vault dari prolaps uterus.
Didapatkan bahwa HIRA- National Inpatient Sample (HIRA-NIS) yang
digunakan dalam penelitian kami berisi data sampel satu tahun, kami tidak
dapat mengkonfirmasi adanya histerektomi 1 tahun sebelumnya. Kedua,
data kami tidak mengkonfirmasi stage pada sistokel dan rectokel. Oleh
karena itu, prevalensi berdasarkan stadium/stage tidak dikonfirmasi. Ketiga,
penelitian kami tidak memasukkan data paritas atau pekerjaan. Karena itu,
penelitian kami tidak dapat menyesuaikan faktor-faktor ini. Namun,
mengingat tujuan utama dari penelitian kami adalah untuk menentukan
prevalensi POP, kami tidak mengalami masalah dalam memperoleh
prevalensi POP.

e. Kesimpulan
Kesimpulannya, prevalensi POP adalah 180 ± 4 per 100.000 populasi
di antara wanita di atas 50 tahun, yang mana cukup rendah dari hasil
penelitian sebelumnya. Operasi memuncak pada usia sekitar 70 tahun.
Penggunaan pesarium telah meningkat secara dramatis pada wanita yang
lebih tua dari 65 tahun, dan prosedur ini adalah tatalaksana paling umum
yang digunakan untuk wanita di atas 75 tahun.

3. PICO
a. Population
Populasi pada penelitian ini adalah adalah data wanita yang diambil
dari HIRA-NIS pada tahun 2009-2015. HIRA adalah organisasi yang
mengevaluasi pembiayaan medis yang diberikan oleh institusi medis, dan
menentukan apakah biaya yang ditentukan sesuai, lalu NHIC akan membayar
pembiayaan ini. HIRA menyediakan HIRA-NIS untuk melakukan metode
stratifed randomized sampling untuk mengambil data sampel yang berguna
untuk penelitian medis. HIRA-NIS akan mengambil data dari 13% pasien
yang dibawa ke rumah sakit dan 1% pasien yang tidak dibawa ke rumah sakit
selama periode 1 tahun.

b. Intervention
Tidak ada intervensi yang dilakukan pada sampel penelitian ini
c. Comparison
Penelitian ini secara umum membandingkan POP pada wanita usia
sebelum 50 tahun dan di atas 50 tahun. Pada penelitian ini juga
membandingkan faktor risiko setiap kelompok umur.

d. Outcome
Perkiraan 8,3 juta sampel dari HIRA-NIS 2009-2015, data dari
4.476.495 wanita diambil. Dari data ini, kami memilih 10.305 wanita
dengan POP, dan usia rerata pada kelompok POP adalah 63,9 ± 0,2 tahun.
Usia pasien di atas 50 tahun ada 8.708 orang, dengan usia rerata 67,5 ± 0,2
tahun (Tabel 1). Prevalensi POP adalah 71 ± 1 per 100.000 populasi di
semua usia dan 180 ± 4 per 100.000 populasi di antara wanita lebih dari 50
tahun. Prevalensi prolaps uterus, sistokel, dan rektokel adalah 35 ± 1 per
100.000 populasi, 18 ± 1 per 100.000 populasi, dan 16 ± 1 per 100.000
populasi di antara semua umur, dan 95 ± 3 per 100.000 populasi, 47 ± 2 per
100.000 populasi, dan 33 ± 1 per 100.000 populasi di antara wanita lebih
besar masing-masing berusia di atas 50 tahun. POP, prolaps uterus, dan
sistokel paling sering diamati pada wanita di awal tahun 70-an, dan rektokel
paling umum pada wanita di akhir tahun 60-an (Gambar 1). Di antara total
kasus POPs, prolaps uterus (49,9%) adalah yang paling umum diikuti oleh
sistokel (26,1%), rektokel (23,0%), enterokel (0,5%) dan uretrokel (0,4%).
Prevalensi penyakit POP tidak berbeda secara signifikan menurut tahun
(Gambar 2, Tabel 2). Dalam analisis regresi logistik setelah penyesuaian
untuk data usia dan tahun (HIRA-NIS 2009-2015), sembelit meningkatkan
prevalensi semua gangguan POP. Secara khusus, konstipasi meningkatkan
prevalensi rektokel sebesar 16,7 kali lipat (wanita) dari segala usia; Odds
Ratio (OR), 16,66; 95% interval kepercayaan (CI), 13,76-20,17; P <0,01}
(wanita lebih besar dari usia 50 tahun; OR, 16.67; CI, 13,04-21,33; P <0,01)
(Tabel 2).
Status sosial ekonomi rendah (SES) mengurangi prevalensi sistokel
(wanita dari segala usia; OR, 0,48; CI, 0,40-0,58; P <0,01) (wanita yang
lebih dari 50 tahun; OR, 0,52; CI, 0,43-0,63; P <0,01) tetapi tidak
mempengaruhi prevalensi prolaps uterus dan rektokel (Tabel 2). Jumlah
wanita yang hanya membutuhkan alat pencegah kehamilan, operasi saja,
dan setiap perlakuan tidak termasuk PFME adalah 9 ± 1 per 100.000
populasi, 36 ± 0 per 100.000 populasi, dan 45 ± 1 per 100.000 populasi pada
semua usia, masing-masing, dan 26 ± 2 per 100.000 populasi, 89 ± 1 per
100.000 populasi, dan 114 ± 2 per 100.000 populasi di antara wanita yang
masing-masing berusia lebih dari 50 tahun.

Gambar 2. Kecenderungan prevalensi menurut kenaikan tahun di HIRA-NIS 2009-2015.


HIRA-NIS: The Health Insurance Review & Assessment Service-National Inpatient Sample,
POP: Pelvic Organ Prolapse.
Tabel 2. Analisis regresi logistik pada prolaps organ panggul pada HIRA-NIS 2009-2015. COPD:
Chronic Obstructive Pulmonary Disease, HIRA-NIS: The Health Insurance Review & Assessment
Service-National Inpatient Sample, OR: Rasio Ganjil, POP: Pelvic Organ Prolapse., SES: Social
Economic Status. Tahun data mewakili dari HIRA-NIS 2009 hingga HIRA-NIS 2015.

Operasi POP dilakukan sebagian besar pada wanita di akhir tahun 60-
an dan awal tahun 70-an, tetapi penggunaan alat pencegah kehamilan itu
dilakukan sebagian besar pada wanita di tahun 70-an (Gambar 3). Sebelum
berusia 75 tahun, penggunaan alat pencegah kehamilan lebih tinggi dari
operasi. Dari total pasien POP, 46% tidak menerima perawatan khusus, 44%
menjalani operasi, 9% menggunakan alat pencegah kehamilan, dan 1%
dirawat dengan operasi dan alat pencegah kehamilan.

4. VIA
a. Study Validity
Research question
Is the research question well-defined that can be answered using this study
design?
Ya, tujuan penelitian jelas dan dapat dilakukan dengan menggunakan
menggunakan metode cross-sectional untuk pengambilan data lalu dilanjutkan
dengan analisis statistik lanjutan.

Does the author use appropriate methods to answer their question?


Ya, dengan menggunakan metode cross-sectional untuk pengambilan data dan
analisis statistik lanjutan, dapat mengevaluasi prevalensi dan faktor risiko POP
menggunakan data klaim dari Korea Selatan. Tujuan lainnya adalah untuk
mengevaluasi pola terapi seperti pessary dan pembedahan pada pasien POP.

Is the data collected in accordance with the purpose of the research?


Ya, data yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah data wanita dari
HIRA-NIS pada tahun 2009-2015. HIRA adalah organisasi yang mengevaluasi
pembiayaan medis yang diberikan oleh institusi medis, dan menentukan apakah
biaya yang ditentukan sesuai, lalu NHIC akan membayar pembiayaan ini. HIRA
menyediakan HIRA-NIS untuk melakukan metode stratifed randomized
sampling untuk mengambil data sampel yang berguna untuk penelitian medis.
HIRA-NIS akan mengambil data dari 13% pasien yang dibawa ke rumah sakit
dan 1% pasien yang tidak dibawa ke rumah sakit selama periode 1 tahun.

b. Randomization
Pada penelitian ini dilakukan randomisasi dalam pengambilan data. Metode
pengambilan data diambil dari 13% pasien yang dibawa ke rumah sakit selama
periode 1 tahun, dan 1% pasien yang tidak dibawa rumah sakit selama periode
1 tahun.

c. Intervention and co-interventions


Were the performed interventions described in sufficient detail to be followed
by others? Other than intervention, were the two groups cared for in similar
way of treatment?
Pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi, dan pada setiap kelompok
mendapatkan perlakuan yang sama.
d. Importance
Is this study important?
Ya, penelitian ini penting untuk mengevaluasi prevalensi dan faktor risiko POP
menggunakan data klaim, dan mengevaluasi pola terapi seperti penggunaan
pessary dan pembedahan pada pasien POP di Korea Selatan

e. Applicability
Are your patient so different from these studied that the results may not apply
to them?
Tidak, hasil penelitian ini dapat diterapkan untuk semua negara berkembang
yang mempunyai sosial demografi yang sama seperti Korea.

Is your environment so different from the one in the study that the methods could
not be use there?
Tidak, hasil penelitian ini dapat diterapkan, metode yang digunakan dalam
penelitian ini juga dapat diterapkan di Indonesia untuk kepentingan penelitian
selanjutnya.

Kesimpulan: Jurnal ini valid dan penting, dan dapat diterapkan sehingga jurnal ini
dapat digunakan sebagai referensi.

Anda mungkin juga menyukai