Anda di halaman 1dari 28

Pengaruh Pertambhan Penduduk Terhadap Pemenuhan Sumber Daya

Alam
BAB I
PENDAHULUAAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk selalu bertambah sehingga kepadatan populasi terus meningkat. Hal
ini akan berpengaruh pada daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan yang terbatas
menyebabkan terjadinya kelangkaan sumber daya alam, terjadinya pencemaran, dan timbul
persaingan untuk mendapatkan sumber daya alam. Selain itu pertumbuhan penduduk yang
tinggi tanpa diikuti pertumbuhan ekonomi yang seimbang sering kali hanya menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas rendah. Masalah kependudukan dan kerusakan
lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang kini sedang dihadapi bangsa Indonesia,
khususnya maupun negara-negara lainnya di dunia umumnya. Brown (1992:265-280),
menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup dan kependudukan yaitu masalah pencemaran
lingkungan fisik, desertifikasi, deforestasi, overs eksploitasi terhadap sumber-sumber alam, serta
berbagai fenomena degradasi ekologis semakin hari semakin menujukkan peningkatan yang
signifikan. Keprihatinan ini tidak saja memberikan agenda penanganan masalah lingkungan yang
bijak. Namun juga merupakan “warning” bagi kehidupan, bahwa kondisi lingkungan hidup
sedang berada pada tahap memprihatinkan. Seandainya tidak dilakukan upaya penanggulangan
secara serius, maka dalam jangka waktu tertentu kehidupan ini akan musnah. Hal ini terjadi
menurut Soemarwoto (1991:1), karena lingkungan (alam) tidak mampu lagi memberikan apa-
apa kepada kita. Padahal seperti kita ketahui bahwa manusia merupakan bagian integral dari
lingkungan hidupnya, ia tidak dapat dipisahkan dari padanya.
Padatnya penduduk suatu daerah akan menyebabkan ruang gerak suatu daerah
semakin terciut, dan hal ini disebabkan manusia merupakan bagian integral dari ekosistem,
dimana manusia hidup dengan mengekploitasi lingkungannya. Pertumbuhan penduduk yang
cepat meningkatkan permintaan terhadap sumber daya alam. Pada saat yang sama
meningkatnya konsumsi yang disebabkan oleh membengkaknya jumlah penduduk yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada semakin berkurangnya produktifitas sumber daya alam.
Menurut Wijono (1998:5) kondisi sebagaimana digambarkan tersebut dapat diibaratkan seperti
lilin, pertumbuhan penduduk yang cepat akan membakar lilin dari kedua ujungnya. Sehingga
batang lilin itu akan cepat meleleh dan habis.
Konsekwensinya adalah berubahnya salah satu atau beberapa komponen dalam
ekosistem, mengakibatkan perubahan pada interaksi komponen-komponen itu, sehingga
struktur organisasi dan sifat-sifat fungsional ekosistem akan berubah pula.
1.2 Rumusan Masalah
Berdarasakan latar belakang diatas maka ada masalah-masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah bagaimana pengaruh pertambahan penduduk terhadap pemenuhan
sumber daya alam?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh pertambahan penduduk terhadap pemenuhan sumber daya alam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Dinamika Penduduk


Jumlah penduduk di suatu daerah dari waktu ke waktu senantiasa berubah. Perubahan
jumlah penduduk di suatu daerah dari waktu ke waktu disebut dengan dinamika penduduk.
Dinamika penduduk sering menunjukkan kecenderungan bertambah yang disebut pertumbuhan
penduduk. Dinamika penduduk dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain kelahiran, kematian,
dan perpindahan penduduk.
2.1.1. Kelahiran
Jumlah penduduk akan bertambah jika terdapat kelahiran. Angka kelahiran atau natalitas menunjukkan
jumlah kelahiran bayi hidup setiap 1.000 penduduk di suatu daerah per tahun.
2.1.2. Kematian
Jumlah penduduk dapat berkurang jika ada kematian. Angka kematian
atau mortalitas menunjukkan jumlah kematian per 1.000 penduduk di suatu daerah setiap
tahun
2.1.3. Perpindahan (Migrasi)
Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain. Migrasi terbagi
menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.
a) Emigrasi adalah keluarnya penduduk dari dalam negeri keluar negeri untuk menetap.
b) Imigrasi adalah perpindahan penduduk negara lain ke Negara tertentu untuk menetap.
c) Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam suatu
negara.
d) Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota.
2.1.4. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah dinamika penduduk yang menunjukkan peningkatan jumlah
penduduk. Secara sederhana pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh kelahiran, kematian,
dan migrasi. Kelahiran dan imigrasi akan menambah pertumbuhan penduduk, sedangkan
kematian dan emigrasi akan mengurangi pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk di suatu
negara dapat ditentukan dengan mengadakan sensuspenduduk. Dalam sensus penduduk,
jumlah penduduk, jumlah kelahiran, dan kematian dicatat.
Populasi penduduk dunia terus bertambah dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu tahun 1950
hingga tahun 2000, populasi penduduk dunia mengalami pertumbuhan yang sangat cepat.
Diperkirakan seperlima dari seluruh manusia yang pernah hidup pada enam ribu tahun terakhir,
hidup pada saat ini. Pada tanggal 19 Oktober 2012 pukul 03.36 WIB, jumlah penduduk dunia
diperkirakan akan mencapai 7 milyar jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk dunia tidak merata. Laju pertumbuhan yang tinggi umumnya terjadi di
Negara berkembang. Di negara maju, laju pertumbuhan rendah, bahkan tidak mengalami pertumbuhan.
Bagaimanakah pertumbuhan penduduk di Indonesia? Pertumbuhan penduduk Indonesia juga
tinggi. Bahkan Indonesia termasuk dalam sepuluh negara berpenduduk terbanyak. Agar kamu
memperoleh gambaran besarnya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia, perhatikan data
jumlah penduduk Indonesia pada Tabel Berikut:
Tabel 1. Jumlah penduduk Indonesia dari tahuun 1971 – 2010
Tahun Jumlah penduduk (Jiwa)
1971 119. 208. 229
1980 147. 490. 289
1990 179. 378. 946
1995 194. 754. 808
2000 205. 132. 458
2005 218. 868. 791
2010 237. 600. 000

Dari tabel di atas, dapat dilihat bawah jumlah penduduk Indonesia terus meningkat dari tahun
ke tahun. Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan
berbagai sumber daya seperti tanah, air, mineral, dan energi. Tidak semua sumber daya alam
tersedia dengan melimpah dan dapat diperbarui. Jika sumber daya alam terus digali,
persediaannya akan terus berkurang. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengendalian
pertumbuhan jumlah penduduk dan pemanfaatan sumber daya alam yang bijaksana.
2.1.5. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah yang
ditempati. Kepadatan penduduk akan meningkat jika angka kelahiran tinggi dan angka kematian
rendah, apalagi bila diikuti tingkat imigrasi yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan ledakan
penduduk, yaitu keadaan di mana pertumbuhan penduduk sangat pesat melebihi daya dukung
alam.

2.2. Pengaruh Pertambahan Penduduk Terhadap Pemenuhan Sumber Daya Alam


Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi kualitas penduduknya. Pada daerah yang
kepadatannya tinggi, usaha peningkatan kualitas penduduk lebih sulit dilaksanakan. Hal ini
menimbulkan permasalahan sosial ekonomi, keamanan, kesejahteraan, ketersediaan lahan dan
air bersih, kebutuhan pangan, dan dapat berdampak pada kerusakan lingkungan. Misalnya
tingkat pencemaran yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor antara daerah pedesaan
dengan daerah perkotaan. Tentu tingkat pencemaran udara di kota lebih tinggi. Tumbuhnya
kawasan industri dan semakin padatnya pemukiman penduduk di daerah perkotaan
menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan yang nyata. Kepadatan penduduk
mempengaruhi beberapa aspek yang berkaitan dengan kehidupan penduduk berikut ini.
2.2.1. Ketersediaan Udara Bersih
Udara bersih merupakan kebutuhan mutlak bagi kelangsungan hidup manusia. Udara bersih
banyak mengandung oksigen. Semakin banyak jumlah penduduk berarti semakin banyak
oksigen yang diperlukan. Namun kebersihan udara tidak semata-mata ditentukan oleh kadar
oksigen saja. Gas-gas lain yang ada di udara seperti karbon dioksida, oksigen nitrogen dan
oksigen belerang juga mempengaruhi kualitas udara. Apabila kandungan gas-gas ini meningkat,
maka dapat dikatakan bahwa udara telah tercemar. Bertambahnya pemukiman, alat
transportasi, dan kawasan industri yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak bumi, bensin,
solar, dan batu bara) mengakibatkan kadar CO2 dan CO di udara semakin tinggi. Berbagai
kegiatan industri juga menghasilkan gas-gas pencemar seperti oksida nitrogen (NOx) dan oksida
belerang (SOx) di udara. Zat-zat sisa itu dihasilkan akibat dari pembakaran yang tidak sempurna.
Jadi kamu dapat memahami bahwa akan semakin sulit mencari udara bersih di daerah
perkotaan dan kawasan industri. Padahal penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesehatan
seseorang akan menurun dengan banyaknya zat pencemar di udara. Idealnya semakin tinggi
kepadatan penduduk, maka kebutuhan oksigen semakin banyak. Oleh karena itu pemerintah
kota di setiap wilayah gencar mengkampanyekan penanaman pepohonan. Selain sebagai
penyejuk dan keindahan, pepohonan berfungsi sebagai hutan kota untuk menurunkan tingkat
pencemaran udara.
2.2.2. Ketersediaan Pangan
Untuk bertahan hidup, manusia membutuhkan makanan. Dengan bertambahnya jumlah
populasi penduduk, maka jumlah makanan yang diperlukan juga semakin banyak.
Ketidakseimbangan antara bertambahnya jumlah penduduk dengan bertambahnya produksi
pangan sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Akibatnya penduduk dapat kekurangan
gizi atau bahkan kurang pangan. Di kota-kota besar, lahan pertanian boleh dikatakan hamper
tidak ada lagi. Sebagian besar lahan pertanian di kota digunakan untuk lahan pembangunan
pabrik, perumahan, kantor, dan pusat perbelanjaan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat kota sangat tergantung dengan tersedianya pangan dari desa. Jadi kenaikan jumlah
penduduk akan meningkat pula kebutuhan pangan dan lahan.
Thomas Robert Maltus seorang sosiolog Inggris, mengemukakan teori yang berjudul Essay on
The Principle of Population. Maltus menyimpulkan bahwa pertambahan penduduk
mengikuti deret ukur, sedangkan pertambahan produksi pangan mengikuti deret hitung. Jadi
semakin meningkat pertumbuhan penduduk, semakin tinggi pula kebutuhan pangan. Padahal
pertumbuhan penduduk lebih cepat daripada pertumbuhan produksi pangan. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya kekurangan pangan. Oleh karena itu peningkatan produksi pangan
perlu digalakkan. Penduduk yang kekurangan makanan akan menyebabkan gangguan pada
fungsi kerja tubuh dan dapat terjangkit penyakit seperti busung lapar, anemia, dan beri-beri.
Bagaimana dengan kondisi pangan di negara kita? Kamu tentu memperhatikan, akhir-akhir
sering diberitakan tentang kekurangan pangan di berbagai daerah, busung lapar melanda
penduduk miskin, serta kehidupan petani dan nelayan yang semakin sulit. Pemerintah berusaha
mengatasi masalah ini dengan mengimpor bahan makanan pokok dari negara lain. Tetapi
kebijaksanaan ini juga menimbulkan kontroversi karena akan menurunkan nilai jual bahan
makanan yang dihasilkan petani dalam negeri.
2.2.3. Ketersediaan Lahan
Kepadatan penduduk mendorong peningkatan kebutuhan lahan, baik lahan untuk tempat
tinggal, sarana penunjang kehidupan, industri, tempat pertanian, dan sebagainya. Untuk
mengatasi kekurangan lahan, sering dilakukan dengan memanfaatkan lahan pertanian produktif
untuk perumahan dan pembangunan sarana dan prasarana kehidupan. Selain itu pembukaan
hutan juga sering dilakukan untuk membangun areal industri, perkebunan, dan pertanian.
Meskipun hal ini dapat dianggap sebagai solusi, sesungguhnya kegiatan itu merusak lingkungan
hidup yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Jadi peluang terjadinya kerusakan
lingkungan akan meningkat seiring dengan bertambahnya kepadatan penduduk.
2.2.4. Ketersediaan Air Bersih
Air bersih yang digunakan sehari-hari sebagian besar berasal dari air tanah, air permukaan, dan
air atmosfer. Jumlah air di bumi ini tetap, sedangkan jumlah penduduk makin bertambah dari
tahun ke tahun. Meskipun 2/3 dari luasan bumi berupa air, namun tidak semua jenis air dapat
digunakan secara langsung. Oleh karena itu persediaan air bersih yang terbatas dapat
menimbulkan masalah yang cukup serius. Air bersih dibutuhkan oleh berbagai macam industri,
untuk memenuhi kebutuhan penduduk, irigasi, ternak, dan sebagainya. Jumlah penduduk yang
meningkat juga berarti semakin banyak sampah atau limbah yang dihasilkan.
2.2.5. Pencemaran lingkungan
Kepadatan populasi manusia berpengaruh pada kondisi ekosistem. Aktivitas manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sering menimbulkan dampak buruk pada lingkungan.
Misalnya untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan dan kertas, maka kayu di hutan ditebang.
Untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian, maka hutan dibuka dan rawa/lahan gambut
dikeringkan. Untuk memenuhi kebutuhan sandang, didirikan pabrik tekstil. Untuk mempercepat
transportasi, diciptakan berbagai jenis kendaraan bermotor. Apabila tidak dilakukan dengan
benar, aktivitas seperti contoh tersebut lambat laun dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan dan kerusakan ekosistem. Misalnya penebangan hutan yang tidak terkendali dapat
mengakibatkan berbagai bencana seperti banjir dan tanah longsor, serta dapat melenyapkan
kekayaan keanekaragaman hayati di hutan tersebut. Apabila daya dukung lingkungan terbatas,
maka pemenuhan kebutuhan penduduk selanjutnya menjadi tidak terjamin.
Di daerah yang berpenduduk padat, sampah rumah tangga yang dihasilkan juga banyak. Karena
terbatasnya tempat penampungan sampah, seringkali sampah dibuang di tempat yang tidak
semestinya, misalnya di sungai. Akibatnya timbul pencemaran air dan tanah. Selain itu di daerah
yang padat, kebutuhan transportasi juga bertambah sehingga jumlah kendaraan bermotor
meningkat. Hal ini akan menimbulkan pencemaran udara dan suara. Jadi kepadatan penduduk
yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya berbagai pencemaran lingkungan dan kerusakan
ekosistem.

BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dinamika penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu daerah dari waktu ke
waktu. Perubahan jumlah penduduk dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, dan perpindahan
penduduk (imigrasi dan emigrasi).
Dinamika penduduk yang menunjukkan peningkatan jumlah penduduk disebut
pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk dapat ditentukan dengan mengadakan sensus.
Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah yang
ditempati. Kepadatan penduduk tiap daerah berbeda-beda. Tingginya kepadatan penduduk
dapat menyebabkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, keamanan, kesejahteraan,
pangan, ketersediaan lahan dan air bersih, yang dapat berdampak pada kerusakan lingkungan.
Pertumbuhan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi telah banyak menimbulkan
kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia disebabkan karena banyaknya
zat pencemar/polutan yang masuk ke lingkungan. Pencemaran air, tanah, dan udara dapat
mengganggu kesehatan dan kehidupan manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
meningkat jumlah populasi manusia, semakin banyak pula sumber daya alam yang harus diambil
untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber daya alam yang merupakan kebutuhan dasar hidup
manusia adalah air bersih, udara bersih, bahan pangan, dan ketersediaan lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Oekan. S. 2002. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Ilmiah Dalam Menata Lingkungan Masa
Depan, Upaya Meniti Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran.
Alfi, Nurhadi. 1990. Islam dan Tradisi Jawa Tentang Lingkungan Hidup, Kependudukan, dan Kualitas Manusia,
Dalam: Jurnal LPPM-UNS, Septembar.
Arkanudin. 2001. Perubahan Sosial Peladang Berpindah Dayak Ribun Parindu Sanggau Kalimantan Barat,
Bandung: Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran
Brown, Lester R. 1992. Tantangan Masalah Lingkungan Hidup (Bagaimana Membangunan Masyarakat
Manusia Berdasarkan Kesinambungan Lingkungan Hidup yang Sehat), Diterjemahkan oleh S.
Maimoen, Jakarta: Yayasan Obor.
Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian (Proses Perubahan Ekologi di Indonesia), Jakarta: Bhrata Karya
Aksara.
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2159839-kepadatan-penduduk-dan-dampaknya-
terhadap/#ixzz1cSPCDklU
Jones, Gavin W. 1993. Population, Environment and Sustainable Development in Indonesia, Dalam: Warta
Demografi, Tahun XX Nomor 40, Desember.
Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Cetakan ke 5, Bandung: Penerbitan
Djambatan
Soetaryono, Retno. 1998. Dalam Prakteknya Kebijakan Lingkungan Membebani Rakyat, Dalam: Warta
Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1.
Sudjana, Eggi. 1998. HAM, Demokrasi dan Lingkungan Hidup (Perspektif Islam), Bogor: Yayasan As-Syahidah.
Wijono, Nur Hadi. 1998. Interaksi Penduduk dan Lingkungan, Dalam Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor
1.
Posted by Hanhan Nur at 11:47 PM
Categories: Share
Show 0 Comments Show widget prev
KALANGKABUT
HUBUNGAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DENGAN KETERSEDIAAN
BAHAN PANGAN

Rabu, 22 Januari 2014


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat
pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat
secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang
pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan,
pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan
penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak
memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan
terjangkau oleh daya beli mereka.

Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan
pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan
mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan
budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi
produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan
mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Di PP tersebut juga disebutkan dalam
rangka pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui
upaya pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan
keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan.
Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan
dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan
teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan juga
menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan pengembangan sumber daya
manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping itu,
kerjasama internasional juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan distribusi
pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan
teknologi pangan.
Meningkatnya jumlah penduduk harus disertai dengan jumlah bahan pangan dunia yang
tersedia. Banyaknya penduduk akan mengurangi lahan yang akan digunakan untuk pertanian,
perternakan, dan lahan-lahan untuk produksi pangan. Dengan berkurangnya lahan hijau di dunia
karena banyaknya jumlah penduduk, maka kualitas alam dalam penyediaan kebutuhan manusia
khususnya pangan semakin menurun sebagai akibat pertumbuhan penduduk. Sikap pemerintah
dan masyarakat yang peduli terhadap keseimbangan antara pertumbuhan jumlah penduduk dan
ketersediaan bahan pangan sangatlah penting. Sehubungan dengan itu, Indonesia sebagai
Negara berkembang di wilayah Asia pun tidak terlepas dari permasalahan ketersedian bahan
pangan.

B. Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui hubungan pertumbuhan jumlah penduduk dan penyediaan bahan pangan dunia ?
2. bMengetahui dampak dari masalah penyediaan bahan pangan ini terhadap Indonesia ?
3. Mengetahui tindakan atau upaya pemerintah Indonesia dalam menghadapi permasalahan
pangan ini ?

II. HUBUNGAN PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP KETERSEDIAAN BAHAN PANGAN


Persaingan antara pertumbuhan penduduk dan produksi pangan telah menjadi perhatian
cendekiawan sejak dua abad lalu. Hal ini merupakan agenda yang sangat serius karena
menentukan keberlangsungan hidup umat manusia. Dunia akan menghadapi ancaman karena
ketidakmampuan penyediaan pangan memadai bagi penduduknya. Teori Malthus ringkasnya
menyatakan peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung dan pertumbuhan penduduk
mengikuti deret ukur sehingga manusia pada masa depan akan mengalami ancaman kekurangan
pangan (Malthus, 1798).
Setelah sekian lama berlalu dengan berbagai dinamika inovasi teknologi pangan dan
pengendalian penduduk, ekonom terkemuka Jeffrey D. Sach (2008) masih mengajukan
pertanyaan besar apakah benar kita telah mengalahkan perangkap Malthus? Waktu dua abad
pun belum bisa meyakinkan kita akan jawaban tersebut.

A. Penduduk dan Kebutuhan Pangan

Jumlah penduduk dunia senantiasa tumbuh. US Census Bureau, memperkirakan tahun


2010 penduduk di Asia Pasifik saja mencapai 4 miliar dimana India dan China menyumbang lebih
dari 2 miliar. Indonesia juga berkontribusi besar, yaitu seperempat miliar jiwa.
Penduduk Indonesia tumbuh pesat, tahun 1900 jumlahnya masih sekitar 40 juta.
Peningkatan penduduk berdasar pada periode, yaitu 120 juta (1970), 147 juta (1980), 179 juta
(1990), dan mencapai 206 juta (2000). Angka terbaru penduduk telah mencapai 225 juta (2007).
Dalam 40 tahun tekahir, penduduk telah bertambah lebih dari 100 juta jiwa, sebuah
peningkatan yang fantastis (BPS, 2009).
Indonesia dipandang cukup sukses dalam implementasi program keluarga berencana (KB)
yang diintroduksi sejak 1968. Secara nasional, tingkat pertumbuhan penduduk dapat ditekan
dari 2,31 persen tahun 1970-an menjadi 1,49 persen tahun 2000-an.
Angka pertumbuhan penduduk yang telah dicapai tersebut dipandang masih belum cukup
jika dikaitkan dengan total penduduk nasional. Selain itu, pascareformasi dan implementasi
otonomi dearah, kebijakan program KB berada dalam otoritas daerah di mana pada banyak
kasus cenderung stagnan, bahkan turun karena rendahnya concern daerah terhadap
kependudukan. Jika hal ini terabaikan, bukan tidak mungkin gejala ledakan penduduk akan
terjadi dan berdampak sosial ekonomi yang lebih rumit dan membahayakan.
Menggunakan pendekatan pertumbuhan penduduk sepuluh tahun terakhir (1990–2000)
sebesar 1,49 persen (BPS, 2009), dan data terakhir kependudukan tahun 2007 sebesar 225 juta
jiwa, secara sederhana dapat dikalkulasi bahwa setiap tahun ada penambahan penduduk 3,35
juta jiwa.
Besarnya jumlah penduduk terkait langsung dengan penyediaan pangan. Konsumsi
pangan utama sumber karbohidrat adalah beras. Sebagaimana dilaporkan Pasandaran, sejak
tahun 1970–1990 konsumsi beras per kapita per tahun meningkat nyata, yaitu 109 kg (1970),
122 kg (1980) menjadi 149 kg (1990). Meskipun setelah tahun 1990, konsumsi beras sedikit
turun, tapi dipandang masih cukup besar, yaitu 114 kg/orang/tahun pada 2000 (BPS). Rerata
konsumsi per kapita ini merupakan yang terbesar di dunia.
Ketidakmampuan menyediakan pangan pokok yang ditandai dengan besarnya impor
beras beberapa saat lalu menjadi pertanda yang serius bagi kita agar memiliki perhatian pada
persoalan kependudukan dan penyediaan pangan.

1. Pangan dan Persoalannya


US Census Bureau mencatat kebutuhan pangan biji-bijian (beras dan jagung) di Asia akan
meningkat pesat dari 344 juta ton tahun 1997 menjadi 557 juta ton tahun 2020 di mana
kontribusi China dan India 26 dan 12 persen.
Persoalan krisis pangan dunia yang ditandai kelangkaan pangan dan melonjaknya harga
pangan di pasar internasional tahun 2008, salah satunya disebabkan membubungnya
permintaan pangan oleh kekuatan ekonomi baru China dan India dengan penduduk masing-
masing 1 miliar jiwa.
Dalam konteks Indonesia, produksi pangan nasional yang cukup merupakan persoalan
yang serius. Meskipun selama dua tahun terakhir dilaporkan swasembada beras tercapai, tapi
untuk jangka panjang masih menjadi pertanyaan besar.
Salah satu solusi dalam peningkatan produksi pangan adalah peningkatan areal dan
produktivitas. Meskipun hal tersebut telah dilakukan dengan berbagai strategi tapi data
menunjukkan masih jauh dari cukup. Selama lima tahun terakhir (2004–2008), areal panen padi
hanya meningkat 0,47 juta ha. Dari segi produktivitas meningkat 0,32 ton/ha.
Dengan prediksi jumlah penduduk 300 juta tahun 2015, kebutuhan beras akan
membacapi 80-90 ton/tahun. Menggunakan asumsi luas panen yang tidak akan banyak berubah
dari angka 12 juta ha/tahu, solusinya pada tuntutan produktivitas hingga 10 ton/ha.
Hal tersebut hampir dipastikan sebuah mission impossible. Sejarah produksi beras dunia
mencatat negara yang memiliki sejarah dan tradisi produksi beras paling panjang dan teknologi
paling hebat seperti Jepang, Taiwan, Korea, dan China hanya mampu memproduksi beras di
lahan petani secara stabil dalam skala lapangan paling tinggi 7 ton/ha.

2. Agenda Masa Depan


Meskipun berbagai inovasi telah diciptakan, perangkap Malthus masih tetap menghantui.
Kemampuan kita secara kontinu menyediakan pangan yang melampaui pertumbuhan penduduk
akan terus diuji sepanjang waktu.
Program pengendalian penduduk diikuti program pendukung seperti layanan sosial,
pendidikan dan kesehatan menjadi prasyarat dan prioritas. Pemerintah pusat dan daerah harus
saling bersinergi dan bermintra dengan kalangan swasta dan korporasi terkait dengan hal ini.
Penciptaan lahan baru perlu didorong terutama untuk daerah yang layak dan potensial.
Program ini tidak bisa sepenuhnya diharapkan karena kendala sosial, teknis, dan biaya. Solusi
lain adalah mengoptimalkan pemanfaatan lahan kering. World Bank (2003) mendata lahan
kering di Indonesia sebesar sekitar 24 juta ha. Lahan tersebut sangat potensial untuk program
diversifikasi pangan dan diversifikasi produksi pertanian dengan tanaman kehutanan,
peternakan, dan perkebunan.
Diversifikasi pangan menjadi salah satu kata kunci. Bahan pangan nonpadi yang bisa
diproduksi dari lahan kering nonsawah sangat potensial untuk dikembangkan dan
dikampanyekan terus menerus kepada publik.
Penelitian, pengkajian, dan penyebarluasan melalui penyuluhan akan teknologi produksi
baru seperti benih yang memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap kekurangan air dan
guncangan cuaca ekstrem mutlak diupayakan.
Program pengendalian alih fungsi lahan pertanian utamanya sawah sangat mendesak
dilakukan. Beberapa laporan mengindikasikan selama 20 tahun terakhir, kita telah kehilangan 1
juta ha sawah subur di Jawa karena alih fungsi lahan.
Di Indonesia sendiri yang memiliki jumlah penduduk terbanyak ke empat dunia juga
mengalami permasalahan ketersediaan bahan pangan. Sekarang ini, ketersediaan bahan pangan
di Indonesia masih mencukupi. Namun, kegagalan program KB (Keluarga Berencana) yang
disebut-sebut oleh Ketua DPR Agung Laksono dan Dosen Pascasarjana Ilmu Kedokteran Dasar
Universitas Padjadjaran, Wildan Yatim yang secara otomatis akan meningkatkan pertumbuhan
jumlah penduduk yang di masa akan datang mengakibatkan kekurangan bahan pangan jika tidak
ditangani secara dini.
Kepala BKKBN Pusat Sugiri Syarief sendiri memperkirakan jumlah penduduk Indonesia
bisa membengkak menjadi 270 juta orang tahun 2015 jika program KB gagal atau 30 juta orang
di atas kondisi normal jika KB berjalan baik.
3. Tantangan
Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi
penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan kondisi yang cukup baik. Akan
tetapi masih banyak penduduk Indonesia yang belum mendapatkan kebutuhan pangan yang
mencukupi. Sekitar tiga puluh persen rumah tangga mengatakan bahwa konsumsi mereka masih
berada dibawah kebutuhan konsumsi yang semestinya. Lebih dari seperempat anak usia
dibawah 5 tahun memiliki berat badan dibawah standar, dimana 8 % berada dalam kondisi
sangat buruk. Bahkan sebelum krisis, sekitar 42% anak dibawah umur 5 tahun mengalami gejala
terhambatnya pertumbuhan (kerdil); suatu indicator jangka panjang yang cukup baik untuk
mengukur kekurangan gizi.
Gambar: kepadatan penduduk didunia
Gizi yang buruk dapat menghambat pertumbuhan anak secara normal, membahayakan
kesehatan ibu dan mengurangi produktivitas angkatan kerja. Ini juga mengurangi daya tahan
tubuh terhadap penyakit pada penduduk yang berada pada kondisi kesehatan yang buruk dan
dalam kemiskinan.

4. Kebijakan untuk Menjamin Ketahanan Pangan


Terdapat tiga komponen kebijakan ketahanan pangan :
1. Ketersediaan Pangan: Indonesia secara umum tidak memiliki masalah terhadap ketersediaan
pangan. Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton beras setiap tahunnya dan mengkonsumsi
sedikit diatas tingkat produksi tersebut; dimana impor umumnya kurang dari 7% konsumsi.
Lebih jauh jaringan distribusi swasta yang berjalan secara effisien turut memperkuat ketahanan
pangan di seluruh Indonesia. Beberapa kebijakan kunci yang memiliki pengaruh terhadap
ketersediaan pangan meliputi:
 Larangan impor beras
 Upaya Kementerian Pertanian untuk mendorong produksi pangan
 Pengaturan BULOG mengenai ketersediaan stok beras
2. Keterjangkauan Pangan. Elemen terpenting dari kebijakan ketahanan pangan ialah adanya
jaminan bagi kaum miskin untuk menjangkau sumber makanan yang mencukupi. Cara terbaik
yang harus diambil untuk mencapai tujuan ini ialah dengan memperluas strategi pertumbuhan
ekonomi, khususnya pertumbuhan yang memberikan manfaat bagi kaum miskin. Kebijakan ini
dapat didukung melalui program bantuan langsung kepada masyarakat miskin, yang diberikan
secara seksama dengan target yang sesuai. Sejumlah kebijakan penting yang mempengaruhi
keterjangkauan pangan meliputi:
 Program Raskin yang selama ini telah memberikan subsidi beras bagi hampir 9 juta rumah
tangga
 Upaya BULOG untuk mempertahankan harga pagu beras
 Hambatan perdagangan yang mengakibatkan harga pangan domestic lebih tinggi dibandingkan
harga dunia.
3. Kualitas Makanan dan Nutrisi: Hal yang juga penting untuk diperhatikan, sebagai bagian dari
kebijakan untuk menjamin ketersediaan pangan yang mencukupi bagi penduduk, ialah kualitas
pangan itu sendiri. Artinya penduduk dapat mengkonsumsi nutrisi-nutrisi mikro (gizi dan
vitamin) yang mencukupi untuk dapat hidup sehat. Konsumsi pangan pada setiap kelompok
pengeluaran rumah tangga telah meningkat pada jenis-jenis pangan yang berkualitas lebih baik.
Namun, seperti catatan diatas, keadaan nutrisi makanan belum menunjukkan tanda-tanda
perbaikan sejak akhir krisis. Sejumlah kebijakan penting yang berpengaruh terhadap kualitas
pangan dan nutrisi meliputi:
 Upaya untuk melindungi sejumlah komoditas pangan penting
 Memperkenalkan program pangan tambahan setelah krisis
 Penyebarluasan dan pemasaran informasi mengenai nutrisi

B. Sepuluh Langkah untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan

1. Mengupayakan Peran Bulog


BULOG masih merupakan salah satu institusi terpenting dalam menjamin ketahanan pangan
di Indonesia. Perubahan status hukum BULOG pada tahun 2003 dari Badan menjadi Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) telah memperluas lingkup BULOG untuk melakukan aktivitas
komersil sebagai bagian dari peran pentingnya dalam pelayanan jasa publik. Tugas BULOG
termasuk menjaga stok ketahanan pangan nasional, pendukung publik dalam menjaga harga-
harga komoditas pertanian, menyediakan pangan dalam keadaan darurat, dan melaksanakan
program subsidi beras RASKIN bagi masyarakat miskin. Pengawasan pemerintah pusat terhadap
sejumlah pelayanan BULOG, yang selama ini dilakukan oleh BULOG sendiri, telah dialihkan ke
dalam tugas Kementrian Keuangan dan Kementrian BUMN, dimana keduanya memiliki
keterbatasan kapasitas dan pengalaman dalam hal manajemen dan kebijakan ketahanan
pangan. Namun demikian BULOG masih tetap melakukan fungsi tersebut selama lebih dari
setahun terakhir, meski tanpa adanya persetujuan mengenai rencana usaha maupun dalam
penyusunan anggaran, walaupun sebenarnya kedua hal tersebut dibutuhkan sebagai payung
hukum.
Pemerintahan yang baru harus memperkuat pengawasan terhadap peran BULOG melalui
Kementrian Keuangan dan Kementrian BUMN dengan cara:
1) Membangun prosedur pengesahan laporan keuangan, rencana usaha dan anggaran tahunan
BULOG.
2) Mulai membangun mekanisme penyediaan dan kontrak alternative dengan pihak penyelenggara
lain, untuk mendapatkan perbandingan atas pelayanan publik yang selama ini dilakukan BULOG,
termasuk biaya yang timbul dalam pelayanan tersebut.
3) Membentuk komisi independen yang bertugas memantau stok aman kebutuhan beras nasional.
4) Menghitung secara akurat biaya penyediaan program RASKIN dan mengkaji ulang kontrak antara
pemerintah dengan BULOG.

2. Mengkaji Kemungkinan Dipisahkannya Badan Ketahanan Pangan Nasional Dari Kementrian


Pertanian
Kebijakan ketahanan pangan nasional membutuhkan keseimbangan yang tepat antara
keinginan konsumen dan produsen. Dewan Ketahanan Pangan Nasional, yang diketuai oleh
Presiden, didukung penuh oleh Badan Ketahanan Pangan Nasional dibawah Menteri Pertanian.
Meski sejauh ini dewan tersebut menunjukkan kinerja yang cukup baik, susunan struktur seperti
ini dapat menghadapi sejumlah kesulitan dimana Kementrian Pertanian pada dasarnya akan
cenderung lebih menanggapi kemauan petani ketimbang keinginan konsumen pangan. MPR
telah mempertimbangkan kemungkinan tersebut dan, melalui Keputusan MPR No 8/2003,
menginstruksikan presiden untuk mengkaji kemungkinan BKP dijadikan sebagai lembaga yang
terpisah dari Kementrian Pertanian. Permintaan MPR tersebut membutuhkan tanggapan yang
yang cukup serius. Jika pemindahan itu memang harus dilakukan, hal tersebut harus
direncanakan secara matang, mengingat telah terjadi sejumlah perubahan susunan institusi
ketahanan pangan dan koordinasi antar lembaga di tahun-tahun belakangan ini. Yang terpenting
dalam hal ini ialah perubahan tersebut tidak menghilangkan kapasitas institusi yang telah ada
sebagai akibat perencanaan yang tidak matang.

3. Meningkatkan Efektivitas Dewan Ketahanan Pangan Di Tingkat Kabupaten/Kota


Peraturan Pemerintah tahun 2000 mengenai ketahanan pangan memberikan suatu
kerangka dimana pemerintah daerah dapat berkontribusi dalam mencapai tujuan ketahanan
pangan nasional. PP ini mengatur bahwa pemerintah sub-nasional turut bertanggung jawab
terhadap ketahanan pangan dalam wilayah mereka masing-masing. Beberapa kabupaten/kota
telah membentuk Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. PP tersebut juga mendefinisikan
kebutuhan pangan pokok secara luas, hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan bagi
perbedaan pola makanan yang tercermin dalam ukuran-ukuran ketahanan pangan pada tingkat
daerah. Dengan demikian beras tidak harus diberi penekanan khusus di daerah dimana terdapat
makanan pokok lainnya. Ini merupakan gambaran yang baik dari sistem yang sedang terbentuk,
namun demikian kurangnya kapasitas kemampuan Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota
membuat mereka hanya cenderung sekedar mengikuti agenda-agenda tertentu dan terlibat
dalam pengadaan serta penyimpanan kebutuhan pokok yang tidak efektif. Ini menjadi catatan
penting bagi pemerintah pusat untuk memberikan petunjuk dan pengembangan kapasitas
kemampuan agar Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota berfungsi secara efektif.

4. Menghilangkan Larangan Impor Beras


Pada Januari 2004 Kementrian Industri dan Perdagangan mengumumkan larangan atas
impor beras mulai dari dua bulan sebelum hingga satu bulan sesudah periode panen. Larangan
ini secara berulang diperluas dan masih terus digunakan. Tujuan utama dari larangan tersebut
dimaksudkan untuk mendukung para petani dan meningkatkan ketahanan pangan. Namun
demikian kenyataan yang terjadi justru sebaliknya-harga eceran terus naik namun harga di
tingkat petani tidak berubah, yang menunjukkan bahwa petani tidak memperoleh manfaat
sesuai dengan harapan. Artinya, ketahanan pangan bagi kebanyakan orang menjadi lebih buruk.
Sekitar 80 % penduduk mengkonsumsi beras lebih banyak dari yang diproduksinya, dan
terbebani harga beras yang tinggi. Sementara di lain pihak, 20 % penduduk lainnya yang
memperoleh keuntungan dari kebijakan ini, ternyata bukanlah masyarakat miskin. Studi terakhir
menunjukkan bahwa larangan impor secara permanen dapat meningkatkan jumlah penduduk
dibawah garis kemiskinan sebanyak 1,5 juta orang. Pemerintahan yang baru sebaiknya
menghapus larangan impor dan membiarkan impor beras oleh para importir seperti
sebelumnya. Memproteksi beras justru memperburuk ketahanan pangan. Namun jika proteksi
dianggap penting secara politis hal itu dapat ditempuh melalui bentuk yang lebih transparan dan
efisien seperti dengan menerapkan bea masuk yang rendah ketimbang memberlakukan
larangan impor.

5. Mengubah Fokus Departemen Pertanian Dari Mendorong Peningkatan Produksi Ke Perluasan


Teknologi Dan Penciptaan Diversifikasi
Kebijakan harga beras yang tinggi juga memiliki keterbatasan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat pedesaan: Bagi produsen beras yang produksinya lebih tinggi dari
konsumsi, dukungan melalui sejumlah kebijakan proteksi akan memberikan peningkatan
pendapatan dalam waktu seketika; namun tidak mendorong pertumbuhan pendapatan yang
berkelanjutan, ketika produktivitas pertanian beras domestik telah mencapai titik yang cukup
tinggi. Akan lebih baik bagi Departemen Pertanian untuk memusatkan perhatian pada
peningkatan produktivitas di sejumlah produk-produk pertanian secara lebih luas. Sebagaimana
kita ketahui, konsumsi pangan disetiap kelompok pengeluaran rumah tangga telah bergerak
menuju pangan dengan kualitas yang lebih baik. Dengan pertumbuhan seperti sekarang ini,
konsumsi rumah tangga pada buah-buahan dan sayur-sayuran kecenderungannya akan melebihi
nilai konsumsi beras dalam dekade ini. Kebijakan pertanian saat ini terlalu berkonsentrasi pada
pemenuhan beras, dimana nilainya cenderung rendah dan termasuk komoditas yang murah di
pasaran internasional. Hal ini telah memaksa petani untuk menanam komoditas yang bernilai
rendah serta menghambat upaya mereka untuk berpindah pada produksi buah-buahan,
hortikultura dan perternakan yang bernilai tinggi. Di saat bersamaan pertumbuhan permintaan
domestic terhadap produk-produk ini semakin meningkat. Kebijakan pertanian harus bergerak
secara agresif menuju suatu penelitian dan agenda pengembangan yang menaruh perhatian
pada komoditas bernilai tinggi dan produk-produk yang permintaannya tumbuh tinggi.
Kebijakan tersebut juga dapat diusahakan untuk membantu produsen kecil dalam memenuhi
standar kualitas pada pasar-pasar yang sedang terbentuk, serta untuk memperoleh akses pada
rantai pasokan pangan yang saat ini banyak dilayani oleh jaringan supermarket.

6. Menurunkan Biaya Raskin (Downscale Raskin)


Program RASKIN dimaksudkan sebagai salah satu program penting pemerintah untuk
mendukung ketahanan pangan dengan memasok sekitar 20 kg beras per bulan kepada 9 juta
keluarga miskin. Fakta yang ada menunjukkan bahwa program tersebut teramat mahal,
menghabiskan sekitar Rp. 4,8 trilliun pada tahun 2004, dan relatif buruknya sasaran yang harus
dicapai, menyebabkan manfaat yang diperoleh masyarakat miskin sangat kecil. Secara rata-rata,
rumah tangga menerima sekitar 6 sampai 10 kg beras dan bukan 20 kg, disebabkan karena beras
tersebut didistribusikan secara merata baik pada rumah tangga yang tidak miskin maupun
rumah tangga miskin. Akibatnya, rata-rata nilai subsidi yang diberikan kepada masyarakat miskin
melalui program ini hanya sekitar 2,1 % dari pengeluaran perkapita; jauh lebih kecil pada
masyarakat yang tidak miskin. Kemudian juga kebanyakan subsidi tersebut tidak pernah sampai
pada rumah tangga yang tepat, karena kebanyakan dana itu menjadi biaya operasional BULOG.
Pada tahun 2004 pemerintah mengeluarkan sekitar Rp 3.343 untuk setiap kilogram beras
yang diberikan melalui BULOG, meski pada kenyataannya penyediaan beras oleh pihak swasta
dapat diperoleh pada tingkat harga Rp. 2.800. Dari keseluruhan dana anggaran BULOG untuk
pogram RASKIN hanya sekitar 18% yang tepatyang menaruh perhatian pada komoditas bernilai
tinggi dan produk-produk yang permintaannya tumbuh tinggi.
Meski terdapat sejumlah permasalahan pada program Raskin- program ini merupakan
salah satu dari sedikit program dengan lingkup nasional dan memiliki infrastruktur organisatoris
yang berperan penting pada waktu terjadinya gangguan pangan. Penghapusan program RASKIN,
bukanlah suatu cara yang tepat. Meski demikian juga penting untuk memikirkan reformasi yang
radikal berkaitan dengan program ini, antara lain:
1. Mensosialisasikan dan melaksanakan target dari program RASKIN kepada masyarakat, dengan
demikian masyarakat perdesaan dapat memahami bahwa distribusi program ini hanya
diperuntukan bagi penduduk yang benar-benar miskin. Sekali lagi hal ini akan lebih mudah bila
program ini memang tepat sasaran.
2. Menciptakan dasar biaya penyelenggaraan program RASKIN dan merevisi anggaran untuk
program ini.
3. Memperluas penggunaan metode sasaran mandiri (self-targeting) oleh masyarakat miskin itu
sendiri, misalnya melalui paket RASKIN yang lebih kecil jumlahnya dan frekwensi pemberian
yang lebih sering. Sasaran program RASKIN semestinya berjumlah lebih kecil dan biayanya jauh
lebih murah. Melalui perbaikan sasaran, program tersebut masih tetap memiliki dampak yang
lebih baik bagi masyarakat miskin.
7. Memikirkan Kembali Kebijakan Stabilisasi Harga Beras
Langkah tradisional pemerintah dalam meningkatkan keterjangkauan pangan umumnya
ditempuh dengan cara menstabilisasikan harga beras. Hal ini dilakukan melalui kebijakan harga
pagu dan membeli beras di pasar dengan maksud mempertahankan tingkat harga tersebut.
Meski demikian ketidakmampuan BULOG dalam mempertahankan harga pagu tersebut telah
menjadi hal yang umum dan keterlibatan pemerintah didalam pasar, telah menghambat
pengembangan mekanisme penyesuaian harga oleh pihak swasta (seperti melalui mekanisme
penyimpanan). Upaya pemerintah menstabilisasikan harga mungkin cukup tepat di masa yang
lampau, akan tetapi sekarang ini rantai pemasaran swasta telah cukup berkembang dan
sejumlah keterlibatam pemerintah pada dasarnya tidak diperlukan. INPRES No 9 tahun 2001
mengubah kebijakan sebelumnya dari menerapkan harga pagu menjadi penerapan harga
pembelian oleh pemerintah. Pemerintahan yang baru harus memusatkan perhatian pada
implementasi dari isi INPRES ini dengan mengkaji ulang apakah mungkin dan jika memang
demikian, bagaimanakah caranya untuk menstabilisasikan harga beras tanpa menghambat
aktivitas sektor swasta.

8. Mendukung Dan Menerapkan Peningkatan Gizi Pada Bahan Makanan Pokok


Peningkatan gizi makanan, seperti melalui aturan penambahan yodium pada produksi
garam atau dengan mengharuskan produsen untuk menambah sejumlah nutrisi mikro ke dalam
produk makanan mereka, merupakan cara yang cukup efektif dalam meningkatkan standar gizi.
Pemerintah telah melakukan hal ini dengan mendukung penggunaan garam beryodium dan
peningkatan gizi tepung terigu. Akan tetapi kondisi gizi yang buruk masih merupakan persoalan
utama. Sebagai contoh sekitar 63 % wanita hamil dan sekitar 65-68 % anak dibawah 2 tahun
menderita anemia disebakan karena kekurangan zat besi.
Pemerintahan baru dapat meningkatkan kondisi gizi masyarakat dengan mendorong dan
menerapkan standar pemenuhan produksi pangan yang bergizi. Sebagai contoh, di beberapa
daerah produksi garam oleh sejumlah produsen kecil lokal didukung oleh pemerintah setempat,
sekalipun hasil produksinya masih belum memenuhi standar yodium nasional. Pemerintah pusat
harus bekerjasama dengan pemerintah daerah produsen serta konsumen, untuk mendapatkan
cara yang efektif dalam menjamin pemenuhan gizi (meningkatkan kadar yodium) tanpa harus
merusak pendapatan produsen lokal. Hasil yang dicapai oleh Proyek Penanggulangan Defisiensi
Yodium (Intensified Iodine Deficiency Contro Project) menunjukkan bahwa cara ini dapat
ditempuh dan telah berhasil mengurangi lebih dari 50% angka penderita gondongan pada
periode 1996 dan 2003 diantara anak-anak sekolah yang berada di provinsi-provinsi dengan
endemi gondongan yang parah maupun moderat.
Menerapkan regulasi yang transparan juga menjamin bahwa investasi untuk memenuhi
standar gizi pada produk makanan tidak akan dikurang karena adanya produsen yang tidak
memenuhi standar gizi pada produk makanan mereka. Kerjasama antar lembaga amat
dibutuhkan melalui intervensi yang mencakup industri pengolahan makanan (dibawah
Menperindag), impor (Kepabeanan/Bea Cukai), pengawasan penjualan makanan (BPOM),
pemasaran secara sosial (Menkes) dan pemerintahan daerah (Mendagri). Kerjasama harus
bertujuan untuk membangun mekanisme perlindungan terhadap produk makanan tertentu,
pilihan uji gizi produk makanan serta mekanisme penyediaannya dan membentuk kemitraan
dengan produsen sektor swasta dan para pemasok produk makanan yang dilindungi. Kerjasama
ini juga dapat ditujukan untuk menciptakan standarisasi produk dan aturan-aturan produksi,
serta memberikan pengawasan dan evaluasi terhadap penyediaan produk makanan, disamping
mengawasi dampaknya terhadap produk makanan yang dilindungi bagi sejumlah penduduk.

9. Fokuskan Kembali Perhatian Pada Program Makanan Tambahan


Program makanan tambahan yang tepat sasaran amat berperan penting dalam
peningkatan gizi. Program makanan tambahan diperkenalkan setelah krisis sebagai bagian dari
jaringan pengamanan sosial ( JPS). Nilai anggaran untuk program ini pada tahun 2004 meningkat
hingga Rp 120 milliar untuk memasok dan mendistribusikan MP-ASI yang diproduksi secara
lokal, yaitu sejenis makanan tambahan utama dalam program tersebut. Meski demikian bukti
yang diperoleh menunjukkan bahwa cakupan program tersebut amat rendah dan tidak tepat
sasaran. Sebuah studi menunjukkan bahwa sekitar 14% penduduk seperlima terkaya dan 17%
penduduk seperlima termiskin yang sama-sama menerima program makanan tambahan.
Pemerintah harus merevisi dan memfokuskan sasaran program untuk ditujukan pada
masyarakat yang mengalami kemiskinan yang kronis dan berada pada situasi yang amat buruk.
10. Meningkatkan Informasi Mengenai Gizi
Survei menunjukkan bahwa ibu dengan pengetahuan gizi yang lebih baik menyiapkan
lebih banyak gizi dan vitamin pada setiap makanan dalam rumah tangga. Pengetahuan ibu akan
gizi tidaklah terkait erat dengan tingkat pendidikan formal mereka maupun tingkat pendapatan.
Ini menunjukkan bahwa kampanye mengenai informasi tentang gizi dapat meningkatkan
kualitas menu makanan. Apalagi ketersediaan bahan makanan yang bergizi pada pasar lokal,
telah cukup meningkat. Di masa lalu jaringan posyandu merupakan salah satu jaringan yang
paling efektif untuk memberikan informasi tentang gizi kepada kaum ibu, namun cakupan
geografis dan kualitas penyampaian informasi gizi melalui posyandu kini mengalami penurunan.
Sementara program revitalisasi posyandu perlu mendapat perhatian, terpantau adanya
sejumlah kendala pada anggaran dan sumber daya manusia, terutama berkaitan dengan
masalah desentralisasi. Selain itu, penyelenggara jasa informasi alternatif juga mampu
memberikan pelayanan yang lebih baik. Sehingga tujuan untuk membangun kembali jaringan
secara nasional yang pernah ada, seperti posyandu, mungkin bukan suatu hal yang tepat. Akan
lebih baik jika penyampaian informasi sosial mengenai gizi menempuh jalur altenatif yang
tersedia, khususnya melalui saluran televisi dan radio.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan

Istilah ketahanan pangan dalam kebijaksanaan dunia, pertama kali digunakan pada tahun
1971 oleh PBB, tetapi Inodonesia secara formal baru mengadopsi ketahanan pangan dalam
kebijakan dan program pada tahun 1992, yang kemudian definisi ketahanan pangan pada
undang-undang pangan no:7 ada pada tahun 1996.

Dari makalah ini, dapat menyimpulkan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk sangat erat
kaitannya dengan ketersediaan bahan pangan di dunia. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk semakin besar kemungkinan tidak mencukupinya ketersediaan bahan pangan untuk
penduduk itu sendiri, begitupula sebaliknya. Dan jika permasalahan ini tidak diatasi sedini
mungkin, maka tidak menutup kemungkinan waktu ke depan kita akan mengalami krisis bahan
pangan.
B. Saran
Bila ada kata yang salah atau kekurangan dalam Makalah ini silahkan berikan saran dan
kritikian agar dalam pembuatan Makalah saya selanjutnya, dapat menjadi lebih baik. Diharapkan
setelah membaca Makalah ini, pembaca dapat mengetahui apa yang telah dibahas.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Suryana, 2001. Kebijakan Nasional Pemantapan Ketahanan Pangan. Makalah pada Seminar
Nasional Teknologi Pangan, Semarang , 9-10 Oktober 2001

Anonim, 1996. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Kantor
Menteri Negara Pangan RI.

Anonim , 2000. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional.

Siswono Yudo Husodo. 2001.Kemandirian di Bidang Pangan, Kebutuhan Negara Kita. Makalah Kunci pada
Seminar Nasional Teknologi Pangan, Semarang , 9-10 Oktober 2001

Dewan Ketahanan Pangan. 2006. kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009. Departemen Pertanian,
Jakarta.

Nainggolan, K. 2006. Kebijakan Ketahanan Pangan. Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian,
Jakarta.

NN. 2011. Penyediaan Pangan Perlu Inovasi (http://www.antaranews.com/ , diakses tahun 2013).

Metro TV. 2011. Pertumbuhan Populasi Tak Diimbangi Penyediaan Pangan Nasional
(http://metrotvnews.com/ , diakses 2013)

NN. 2009. Ledakan Penduduk Dan Penyediaan Pangan (http://jakarta45.wordpress.com/ , diakses 2013)

NN. 2008. Ketahanan Pangan (http://www.setneg.go.id/ , diakses 2013)


PENGARUH PERTUMBUHAN
PENDUDUK TERHADAP
PERKEMBANGAN SOSIAL
DAN KEBUDAYAAN
1. Pertumbuhan Penduduk di Indonesia

Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi
nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun.
Jika laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun maka setiap tahunnya akan terjadi
pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih per tahun. Dengan demikian, jika di tahun 2010
jumlah penduduk 237,6 juta jiwa maka di tahun 2011 bertambah 3,5 juta maka sekarang ada 241
juta jiwa lebih. Bila laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk di Tanah Air pada
2045 bisa menjadi sekitar 450 juta jiwa, hal ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang
Indonesia.

Apabila pertumbuhan penduduk terus bertambah, sementara laju pertumbuhan ekonomi berjalan
lamban, maka negara tersebut akan semakin bertambah miskin dan akan mempengaruhi
kehidupan sosial masyarakat. Untuk itu diperlukan upaya dan langkah konkret guna menghindari
terjadinya ledakan penduduk di masa yang akan datang.

2. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perkembangan Sosial

Pertumbuhan penduduk yang signifikan akan berdampak pada perubahan sosial kehidupan
masyarakat Indonesia. Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan dalam suatu
masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap
dan pola-pola perilaku dalam masyarakat. Berikut adalah penjelasan mengenai pengaruh
pertumbuhan penduduk terhadap perkembangan sosial di masyarakat.

a. Meningkatnya permintaan terhadap kebutuhan sandang, pangan,dan papan

Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan pokok yang harus terpenuhi, yakni sandang, pangan,
dan papan. Ketiga kebutuhan ini tak terelakkan lagi harus terpenuhi untuk kelanjutan hidup
manusia. Kebutuhan akan sandang dapat dipenuhi oleh industry tekstil,kebutuhan akan pangan
dapat dipenuhi oleh industri pertanian(salah satunya), dan kebutuhan papan dapat dipenuhi oleh
industry bahan bangunan (salah satunya). Jika terjadi ledakan jumlah penduduk, maka semakin
banyak pula manusia yang membutuhkan asupan sandang, pangan, dan papan.Tapi apa yang
terjadi jika ternyata stok sandang, pangan, dan papan yang ada ternyata tidak mampu memenuhi
kebutuhan penduduk yang jumlahnya semakin bertambah ?

Dalam buku berjudul The Population Bomb (Ledakan Penduduk) pada tahun 1968 oleh Paul R.
Ehrlich meramalkan adanya bencana kemanusiaan akibat terlalu banyaknya penduduk dan
ledakan penduduk. Karya tersebut menggunakan argumen yang sama seperti yang dikemukakan
Thomas Malthus dalam An Essay on the Principle of Population (1798), bahwa laju
pertumbuhan penduduk mengikuti pertumbuhan eksponensial dan akan melampaui suplai
makanan yang akan mengakibatkan kelaparan . Sebagai contoh untuk kebutuhan pangan,
pemerintah memiliki BULOG (Badan Urusan Logistik) untuk pemerintah pusatdan DOLOG
(Depot Logistik) untuk pemerintah daerah yang berfungsi salah satunya untuk menjamin
ketersediaan kebutuhan pangan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, dan lain-lain. Semakin
bertambahnya penduduk, maka akan semakin banyak pula kebutuhan pangan pokok yang harus
disediakan oleh DOLOG.Bagaimana jika kebutuhan sembako yang disediakan oleh
DOLOGternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduk di daerah itu? Tentu sembako
akan menjadi barang rebutan dan akan menjadi barang yang langka yang mengakibatkan
harganya akan semakin melonjak dan masyarakat yang berada di kelas ekonomi menengah ke
bawah tidak mampu membeli kebutuhan pangan tersebut, dan tentu akan berdampak pada
kemiskinan yang kian parah.

b. Berkurangnya lahan tempat tinggal

Untuk memenuhi kebutuhan papan yakni rumah tentu kita memerlukan lahan untuk membangun.
Semakin bertambah banyak penduduk, tentu kebutuhan akan rumah semakin banyak dan
otomatis lahan yang dibutuhkan semakin banyak. Sementara lahan yang tersedia luasnya tetap.
Yang akan terjadi adalah padatnya pemukiman dan sedikit sekali lahan-lahan kosong yang
tersisa karena semakin sedikitnya lahan yang kosong, akan membuat harga tanah semakin
melonjak, dan tentu saja masyarakat ekonomi menengah ke bawah tidak mampu membeli tanah
untuk membangun rumah, sehingga mereka mencari “lahan” lain untuk tinggal, seperti kolong
jembatan, taman kota, stasiun, emperan toko, dan lain-lain.

Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan papan, untuk memenuhi kebutuhan pangan pun kita
memerlukan lahan. Misalnya beras, untuk menghasilkan beras tentu diperlukan sawah
untukmenanam padi.Semakin bertambahnya penduduk semakin bertambah pula kebutuhan akan
beras . Dan semakin bertambahnya kebutuhan beras akan semakin bertambah pula kebutuhan
akan lahan untuk menanam padi. Apa yang terjadi jika lahan ‘lumbung padi’ nasional semakin
lama semakin berkurang ? Jika kita dilihat dua fenomena di atas, ledakan penduduk akan
mengakibatkan terjadinya perebutan lahan untuk perumahan dan pertanian. Dan sebagian besar
fenomena yang terjadi dewasa ini adalah pengikisan lahan yang lebih diutamakan untuk
perumahan. Kemudian ledakan penduduk juga akan berakibat semakin berkurangnya rasio antara
luas lahan dan jumlah penduduk atau yang biasa kita sebut dengan kepadatan penduduk.

c. Meningkatnya investor yang datang


Dengan banyaknya jumlah penduduk akan berakibat menjamurnya pusat perbelanjaan. Seorang
pengusaha tentu akan membangun usahanya ditempat yang strategis, tempat yang ramai, dan
tempat yang menurutnya banyak terdapat konsumen. Kawasan padat penduduklah yang akan
menjadi incaran para investor atau pengusaha. Untuk daerah perkotaan, para pengusaha akan
cenderung untuk membangun pusat perbelanjaan modern atau yang biasa kita sebut Mall.
Mungkin menurut sebagian besar orang, suatu daerah yang memiliki banyak Mall mencirikan
bahwa daerah tersebut adalah daerah metropolitan yang masyarakatnya cenderung berada di
kelas ekonomi menengah ke atas dan akan mendongkrak gengsi masyarakat. Padahal fakta yang
ada di balik fenomena menjamurnya pusat perbelanjaan modern adalah meningkatnya sifat
konsumtif. Jika jumlah pusat perbelanjaan di suatu daerah semakin banyak, lama kelamaan akan
menimbulkan sifat konsumtif masyarakat di daerah tersebut.

Sifat konsumtif dapat berujung ke sifat malas, tidak kreatif,dan akhirnya akan menuju ke arah
kemiskinan. Mengapa sifat konsumtif dapat berujung ke sifat malas ? Hal ini disebabkan karena
masyarakat merasa semuanya sudah tersedia di pusat perbelanjaan tersebut. Sehingga mereka
malas untuk memproduksi sesuatu. Dan akibatnya masyarakat akan terus bergantung pada
keberadaan pusat perbelanjaan tersebut dan menjadi masyarakat yang tidak produktif.

d. Meningkatnya angka pengangguran

Semakin bertambahnya jumlah penduduk tentu akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang
tersedia. Namun bagaimana jika lapangan pekerjaan yang tersedia tidak cukup menampung
jumlah tenaga kerja yang ada? Tentu hal ini akan berdampak pada meningkatnya angka
pengangguran.

Ledakan penduduk adalah masalah yang harus segera ditangani dengan serius oleh pihak-pihak
yang terkait karena apabila permasalahan ini terus berlanjut akan mengakibatkan dampak-
dampak yang telah dijelaskan. Adapun solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan ledakan
penduduk yaitu:

a. Melakukan program transmigrasi

b. Menggalakkan program keluarga berencana

c. Mengoptimalkan lahan dengan menggunakan teknologi.

d. Pemerataan pembangunan

3. Hubungan Antara Masalah Penduduk dengan Perkembangan Kebudayaan

“ Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat “ (Selo Sumarjan dan
Soelaeman Soemardi)

Tidak ada kebudayaan yang statis, semua kebudayaan mempunyai dinamika dan gerak. Gerak
kebudayaan sebenarnya adalah gerak manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi
wadah kebudayaan. Gerak manusia terjadi oleh karena mengadakan hubungan-hubungan dengan
manusia lain.

Terjadinya gerak / perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal :

1. Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya
perubahan jumlah dan komposisi penduduk.
2. Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat
yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan
kebudayaan lain, cenderung untuk berubah lebih cepat.

Gerak tersebut tidak hanya disebabkan oleh jumlah penduduk dan komposisinya, juga karena
adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.

Perubahan kebudayaan terjadi apabila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga
unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Beberapa masalah yang menyangkut proses itu adalah :

 Unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima


 Unsur kebudayaan asing manakah yang sulit diterima
 Individu manakah yang cepat menerima unsur-unsur baru
 Ketegangan apakah yang timbul sebagai akibat akulturasi tersebut

Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku
kebudayaan, dan kebudayaan merupakan objek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah
sesederhana itu hubungan keduanya? Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai
dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tapi keduanya merupakan satu
kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, dan setelah kebudayaan itu tercipta, maka
kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya. Tampak bahwa keduanya akhirnya
merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara
manusia dengan peraturan-peraturan kemasyarakatan. Pada awalnya peraturan itu jadi maka
manusia yang membuatnya harus patuh terhadap peraturan tersebut. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu
merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam suatu kebudayaan
tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.

Hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara
manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama
lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul,
manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya harus menyertakan
pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.

Sumber :
http://www.babelprov.go.id/content/pertumbuhan-penduduk-di-indonesia-rata-rata-149-tahun

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/07/05/lnua4p-prediksi-bkkbn-2011-
penduduk-indonesia-241-juta-jiwa

http://id.wikipedia.org/wiki/Penduduk

http://id.shvoong.com/social-sciences/anthropology/2099763-dampak-negatif-yang-terjadi-
akibat/

“http://www.scribd.com/doc/66015084/Ancaman-Dan-Dampak-Ledakan-Penduduk-Terhadap-
Kemakmuran-Sosial-Dan-Peningkatan-Peradaban-Manusia-Jawa-Barat”

Widyo Nugroho, Achmad Muchji ; Ilmu Budaya Sosial Dasar; Universitas Gunadarma, Jakarta,
1996.

Anda mungkin juga menyukai