BAHARUDDIN
Abstract. Licensing building services in Makassar often received attention from various
parties. Based on this view, this study aims to describe and analyze the accountability
of the legality, profesional, authority, control, and service quality dimensions of licening
services. This research applies qualitative approach and includes case study to obtain
valid information. The determined informants is done through purposive sampling with
the hope that informants could comprehend the substance of the problems studied. This
study will reveal the public service performance as one of indicators of good governance
(good governance). The results showed the legality of the licensing service is uneffective,
and another point is that standard operating procedures (SOP) has not run optimally,
making it less effective and efficient in completing the work.
Key Words: accountability, service performance, IMB
tepat untuk mengukur administrasi publik atau bersifat apolitik maka hasil pelayanan
yang demokratis.Pemerintah harus mampu publik belum tentu sesuai dengan keinginan
memperluas alternatif penyedia pelayanan masyarakat. Akan tetapi jika, pelayanan
publik serta menunjang informasi atau publik merupakan hasil proses politik yang
menetapkan standar yang dapat menjamin demokratis (perspektif good governance)
adanya akuntabilitas yang baik di dalam maka hasil pelayanan publik sesuai dengan
pelayanan publik. Kemudian juga terdapat keinginan masyarakat. Salah satu masalah
konsep self accountability yang pada dasarnya pelayanan publik yang menjadi fokus dalam
merupakan proses akuntabilitas internal yang penelitian ini adalah menyangkut masalah
sangat bergantung kepada penghayatan akuntabilitas birokrasi dalam pelayanan
mengenai nilai-nilai moral atau etika para perizinan mendirikan bangunan di Kota
pejabat birokrat yang melaksanakan tugas Makassar. Pelayanan ini merupakan salah
pelayanan publik. satu penopang dan pendukung dalam
penyelenggaraan Otonomi Daerah, dalam
Sikap dan perilaku birokrasi yang tidak
hal ini ada pemasukan keuangan daerah dari
responsif, struktur, dan prosedur yang tidak
sektor perizinan mendirikan bangunan. Artikel
adaftif dan masih prosedural, memperburuk
ini menganalisis bagaimana akuntabilitas
kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi
pelayanan perizinan mendirikan bangunan di
dan menimbulkan resistensi masyarakat
kota Makassar.
terhadap kebijakan publik. Oleh karena itu,
maka dibutuhkan suatu tanggung jawab Akuntabilitas dalam pelayanan publik
(accountability) terhadap pelayanan publik memunyai hubungan dengan kualitas
yang mampu merespons kebutuhan dan p e l aya n a n p u b l i k . D a l a m a r t i ke l i n i ,
aspirasi masyarakat. akuntabilitas akan dihubungkan dengan
kualitas pelayanan publik ditinjau dari dimensi
Dalam UU 32 Tahun 2004 tentang
keterbukaan, kemudahan dalam pemberian
Pemerintahan Daerah akan semakin banyak
pelayanan, ketersediaan sarana, empati/ daya
aktivitas pelayanan yang harus ditangani
tanggap, rasa aman Dan nyaman.
Daerah. Hal ini ditambah dengan semakin
k u a t nya t u n t u t a n d e m o k ra t i s a s i d a n Lokasi penelitian ini dilakukan di Badan
pengakuan akan hak-hak asasi manusia Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota
akan melahirkan kuatnya tuntutan terhadap Makassar dengan fokus pada Unit Pelayanan
manajemen peningkatan pelayanan publik Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
yang berkualitas. Faktor yang menyebabkan dengan dasar pertimbangan bahwa kontribusi
kurang berhasilnya upaya pengembangan retribusi ini merupakan sumber tertinggi
sumberdaya manusia berbasis kompetensi ini pendapatan asli daerah Kota Makassar.
adalah karena rendahnya budaya belajar dan Desain penelitian menggunakan pendekatan
praktik pengembangan yang tidak mengaitkan kualitatif untuk mendeskripsikan aspek-
antara aktivitas perencanaan hasil, pelatihan, aspek akuntabilitas dan kualitas pelayanan
penilaian, dan pengembangan kompetensi perizianan mendirikan bangunan secara
berorientasi pekerjaan. cermat. Penetapan informan dalam penelitian
dilakukan dengan purposive sampling. Teknik
Pa d a k e n ya t a a n b a h w a g e l a g a t
pengumpulan data yang dipergunakan
birokrasi pemerintahan saat ini masih belum
adalah observasi (pengamatan), wawancara
merespons dengan menunjukkan kinerja yang
(indepth interview, dan focus group
sepadan dengan adanya tuntutan tersebut.
discussion), dokumentasi yang mendukung
Kinerja pelayanan yang diberikan oleh
dan mempertajam analisis data. Sedangkan
birokrasi pemerintahan saat ini menunjukkan
teknik analisis data yang dipergunakan
adanya, antara lain; aparat birokrasi lebih
dimulai dengan reduksi data, penyajian
menampilkan diri sebagi majikan; aparat
data, analsis data, dan penarikan kesimpulan
pelayanan lebih berorientasi pada status quo
(Moleong, Lexy J. 2000).
dari pada peningkatan pelayanan; aparat
pelayanan lebih mementingkan prosedur
Akuntabilitas dalam Birokrasi
dari pada substansi; aparat pelayanan
lebih mementingkan diri sendiri dari pada
Pemerintahan
masyarakat yang harus dilayani.Kajian Akuntabilitas birokrasi juga diartikan
menganalisis bagaimana aspek akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban pemerintah
pelayanan publik berasumsi bahwa jika ya n g l e b i h d i t e k a n k a n p a d a r e s p o n s
pelayanan publik hanya persoalan managerial pemerintah atas protes/keluhan masyarakat
semata (perspektif new public management) mengenai penyimpangan yang direncanakan
dan peraturan lain yang disyaratkan dalam mengecek kualitas kebijakan para pejabat
pelaksanaan pelayanan perizinan mendirikan serta merevisinya bila dipandang perlu.
bangunan dengan menggunakan sarana
S e l a n j u t nya , b e b e ra p a ko n s e p s i
seperti konstitusi, peraturan-peraturan teknis,
tentang media yang dapat ditempuh
dan delegasi kewenangan formal; (2) aspek
dalam mewujudkan akuntabilitas dalam
profesionalitas, bentuk akuntabilitas birokrasi
p e l aya n a n p u b l i k , ya i t u t ra n s p a ra n s i
pemerintah daerah, atas kemampuan
( ke t e r b u k a a n ) , l i a b i l i t y ( ke wa j i b a n ) ,
sumber daya manusia yang dimiliki untuk
controllability (keterkendalian), responsibility
melaksanakan layanan perizinan mendirikan
(tanggungjawab), dan responsiveness
bangunan kepada masyarakat; (3) aspek
(ketanggapan). Pemahaman atas lima
kewenangan, adanya hubungan yang
prinsip akuntabilitas merupakan tahap
hierarki yang tegas di antara pusat-pusat
penting sebelum melakukan evaluasi atas
pertanggungjawaban dengan unit-unit di
akuntabilitas organisasi atau individu. Untuk
bawahnya. Hubungan hierarki biasanya
menilai apakah suatu organisasi akuntabel
telah ditetapkan dengan jelas, baik dalam
sangat bergantung pada prinsip akuntabilitas
bentuk aturan-aturan organisasi yang telah
memiliki makna dan fokus pengukuran yang
ditetapkan secara formal ataupun dalam
berbeda.
bentuk jaringan hubungan informal; dan
(4) aspek pengawasan, upaya-upaya dalam
Dimensi Kualitas Pelayanan Publik
melakukan control baik pada pelayanan yang
bersifat administratif maupun pelayanan Denhardt and Denhardt (2003:22-24)
yang bersifat teknis dalam memberikan menjelaskan pendekatan New Public Services
pelayananperizinan mendirikan bangunan; menuju pada perubahan orientasi warga
(5) moralitas berkaitan dengan integritas negara (citizen) pada bagaimana institusi
pegawai dalam pelayanan perizinan (jujur, publik dibangun berdasarkan integritas dan
ramah, sopan, penolong, dan sikap positif responsivitas. Bagaimana peran pemerintah
lainnya). dalam melayani dan memberdayakan
serta nilai-nilai demokrasi.Pelayanan yang
Dimensi Akuntabilitas dalam Pe- demokratis menuntut terwujudnya pelayanan
layanan Publik berkualitas sebagai salah satu bentuk
tata kelola pemerintahan yang baik (good
Po l a a k u n t a b i l i t a s m e m i l i k i d u a
governance).
dimensi sebagaimana yang dikemukakan
oleh Moncieffe dalam Suryono. (2001:98), Hal seperti inilah yang menyebabkan
yakni (1) ex-post facto accountability, dan upaya penegakan local good governance,
(2) ex-ante accountability. Ex-post facto yang dicirikan dengan penyelenggaraan
yang pada intinya mengharuskan pejabat pemerintahan yang akuntabel, transparan,
dan lembaga publik untuk bertanggung dan partisipatif. Pelayanan publik mengandung
jawab atas kewenangan yang ada pada makna aktivitas yang memberikan
mereka (answering for the use of authority) kemudahan kepada masyarakat dalam
melalui norma hukum, monitoring sistem, rangka memenuhi kepentingan sesuai
mekanisme penilaian (appraisal mechanism) dengan kebutuhan penerima pelayanan,
melalui lembaga publik lain yang independen baik barang atau jasa berdasarkan peraturan
(seperti institusi auditor dan kejaksaan) yang yang telah ditetapkan dengan harapan
diberikan hak untuk memeriksakan setiap dapat memuaskan(satisfaction) penerima
lembaga publik terhadap rasionalisme kinerja pelayanan. Carlson dan Schwarz (1995:29),
yang dilakukan oleh birokrasi. Sedangkan dalam Denhardt (2003: 61) menjelaskan,
prinsip ex-ante (positive) accountability pada bahwa untuk mengukur kualitas layanan
intinya mengharuskan pejabat publik untuk sektor publik dapat dilihat dari kemuda-
han/kenyaman, keamanan, keandalan/re-
selalu merepresentasikan keinginan rakyat liabilitas, perhatian kepada orang/personal,
dalam setiap pelaksanaan kebijakan yang pendekatan pemecahan masalah, keadilan/
mereka lakukan. kejujuran, tanggung jawab fiskal, pengaruh
warga Negaraterhadap kualitas pelayanan
Pejabat publik harus selalu yang mereka terima dari pemerintah daerah.
mengonsultasikan secara terus-menerus
setiap tindakan pada publik, memberikan Sinambela (2006: 6) secara teoretis
alternatif pilihan atau solusi, memberikan tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah
informasi atau penjelasan yang lengkap, memuaskan masyarakat. Untuk mencapai
dan juga menyediakan mekanisme bagi kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan
publik untuk memberikan masukan atau prima yang tercermin dari transparansi,
peraturan tersebut dan kurang terampilnya terkait aturan, prosedur, komunikasi, dan
aparat pelayanan dalam menggunakan empati terhadap pengguna layanan.
ko m p u t e r, s e h i n g g a m e n g a n g g a n g g u
Konsistensi kewenangan pelayanan
proses penyelesaian pekerjaan. Selain itu,
perizinan mendirikan bangunan di kota
Standar operasional prosedur (SOP) belum
Makassar didasarkan pada Peraturan Walikota
berjalan secara maksimal sehingga kurang
Makassar Nomor 8 Tahun 2014 tentang
efektif dan efisien dalam menyelesaikan
pelimpahan wewenang perizinan dan non
pekerjaan. Di samping itu, penggunaan
perizinan kepada Badan Perizinanan Terpadu
objek Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sangat
dan Penanaman Modal Kota Makassar. Namun
dinamis sehingga cenderung menyalahi izin
secara operasional pelayanan IMB tetap
pembangunannya, misalnya toko menjadi
melakukan koordinasi dengan Dinas Tata
hotel, toko menjadi tempat hiburan, dan
Ruang dan Bangunan. Karena setiap IMB
lain-lain. Selain itu, kesadaran masyarakat
yang akan diterbitkan terlebih dahulu harus
masih rendah mengurus izin mendirikan
mendapatkan rekomendasi dari Dinas Tata
bangunan. Hal ini, banyak bangunan liar
Ruang dan Bangunan. Kewenangan yang
tanpa IMB, sehingga menganggu tata ruang
diberikan kepada BPTPM adalah mengeluarkan
kota Makassar.
Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Peraturan dibuat untuk mendorong
Beberapa informan menyebutkan
keterbukaan dalam pelayanan IMB, namun
bahwa meskipun kewenangan penerbitan
pelayanan transaksional di luar loket
IMB dilakukan BPTPM kota Makassar, tetapi
pelayanan masih sering terjadi antara
secara teknis terlebih dahulu dilakukan kajian
masyarakat pengguna dengan aparat
di lapangan untuk menilai obyek IMB yang
pelayan.Kondisi ini memunculkan kecurigaan
dilakukan oleh Bidang Kajian Teknis Dinas
terjadinya penyuapan, gratifikasi, dan
Tata Ruang dan Bangunan, selanjutnya
ketidakadilan di antara masyarakat pengguna.
dikeluarkan rekomendasi terkait obyek
Namun, dengan sistem pelayanan satu pintu
tersebut untuk disampaikan kepada pejabat
mendorong peningkatan akuntabilitas dan
BPTPM yang berwenang. Jika dilihat dari
kualitas pelayanan izin mendirikan bangunan
asas efisiensi dan efektivitas pengurusan
di kota Makassar dibandingkan sistem
IMB dapat dikategorikan belum maksimal.
palayanan administrasi pelayanan secara
Idealnya bagi pelayanan satu pintu, pejabat
parsial (dilakukan sendiri oleh Satuan Kerja
teknis dari Dinas Tata Ruang dan Bangunan
Perangkat Daerah [SKPD]).
terkait pengurusan IMB berada dalam satu
Profesionalisme pelayanan perizinan kantor (ruangan) agar masyarakat pengguna
mendirikan bangunan di kota Makassar memperoleh kemudahan pelayanan.
merupakan dimensi yang menentukan
Pengawasan pelayanan perizinan
akuntabilitas institusi terhadap masyarakat.
mendirikan bangunan di kota Makassar
Semakin tinggi tingkat profesionalisme
bertujuan untuk memastikan bahwa aktivitas
aparatur semakin berkualitas pelayanan
atau pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan
public.Dari 45 pegawai yang ada di BPTPM
terlaksana dengan rencana semula. Dasar
pada umumnya berpendidikan S1 dan S2
hukum sistem pengawasan di BPTPM kota
(86,67%) dengan tingkat golongan III dan IV
Makassar, yaitu: PP No. 53 Tahun 2010
sebesarnya 77%. Hal ini berarti peningkatan
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan
profesionalime aparatur akan mudah dilakukan
Kep-Menpan Nomor KEP/46/M.PAN/4/2004
jika ada regulasi dan biaya pengembangan
tentang Petunjuk Pengawasan Melekat dalam
kapasitas aparatur. Berdasarkan hasil
Penyelenggaraan Pemerintahan.
interview beberapa informan menyebutkan,
dari sisi pendidikan dan golongan cukup Berdasarkan hasil wawancara dengan
baik mendukung pelaksanaan pekerjaan, beberapa informan, sistem pengawasan yang
namun pegawai secara teknis kurang terampil yang diterapkan di BPTPM dalam memberikan
menggunakan komputer, kurang memahami pelayanan IMB, yaitu pengawasan langsung
seluk-beluk terkait perizinan mendirikan dari kepada Bidang Pelayanan Perizinan.Selain
bangunan, sehingga sulit memberikan itu pengawasan langsung juga dilakukan oleh
informasi yang akurat kepada pengguna pejabat teknis dari Dinas Tata Ruang dan
layanan, kurang terampil dalam perhitungan Bangunan, kecamatan, dan kelurahan untuk
IMB. Untuk itu, mengembangan kapasitas menilai objek IMB yang disulkan.Sistem
dan profesionalisme aparatur harus dilakukan pengawasan seperti ini dianggap lebih efektif
secara terintegrasi antara pengembangan karena terjadi komunikasi secara langsung
pengetahuan dengan keterampilan teknis antara pemerintah dengan masyarakat,