Anda di halaman 1dari 8

MIMBAR, Vol. 31, No.

2 (Desember, 2015): 263-270

Akuntabilitas Pelayanan Publik: Studi Kasus Pelayanan


Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota Makassar

BAHARUDDIN

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin


email: baharuddin_fisipuh@yahoo.co.id

Abstract. Licensing building services in Makassar often received attention from various
parties. Based on this view, this study aims to describe and analyze the accountability
of the legality, profesional, authority, control, and service quality dimensions of licening
services. This research applies qualitative approach and includes case study to obtain
valid information. The determined informants is done through purposive sampling with
the hope that informants could comprehend the substance of the problems studied. This
study will reveal the public service performance as one of indicators of good governance
(good governance). The results showed the legality of the licensing service is uneffective,
and another point is that standard operating procedures (SOP) has not run optimally,
making it less effective and efficient in completing the work.
Key Words: accountability, service performance, IMB

Abstrak. Pelayanan perizinan mendirikan bangunan di Kota Makassar sering


mendapat sorotan dari berbagai pihak. Berdasarkan pandangan tersebut kajian ini
bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis akuntabilitas dari aspek legalitas,
profesional, kewenangan, pengawasan, dan dimensi kualitas pelayanan perizinan.
Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan termasuk jenis penelitian studi
kasus Untuk mendapatkan informasi yang valid maka penentuan informan dilakukan
secara purposive sampling dengan harapan informan tersebut memahami substansi
permasalahan yang diteliti. Penelitian ini akan mengungkap kinerja pelayanan publik
sebagai salah satu indikator tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Hasil penelitian menunjukkan legalitas pelayanan perizinan belum maksimal. Selain itu,
Standar Operasional Prosedur (SOP) belum berjalan secara maksimal, sehingga kurang
efektif dan efisien dalam menyelesaikan pekerjaan.
Kata Kunci: akuntabilitas, kinerja pelayanan IMB

Latar Belakang pemerintah sudah sesuai dengan norma


dan nilai-nilai yang dianut oleh rakyat dan
Penyelenggaraan tata kelola pemerin­
apakah pelayanan publik tersebut mampu
tahan yang baik (good governance) terletak
mengakomodasi kebutuhan rakyat yang
pada seberapa jauh kolaborasi dan sinergitas
sesungguhnya.
antara tiga pilar bernegara, yaitu rakyat,
pemerintah, dan pengusaha secara kohesif, Sistem akuntabilitas bagi lembaga
selaras, dan seimbang (Thoha, 1998;22). pemerintah atau birokrasi publik yang
Untuk itu, akuntabilitas birokrasi publik akan memadai merupakan prasyarat penting
menjadi titik krusial bagi arah perkembangan bagi peningkatan kualitas pelayanan publik.
demokrasi di Indonesia dalam waktu sekarang Tanggung jawab (accountability), kepekaan
ini (Kumorotomo, 1999;56). Akuntabilitas pejabat dalam memahami dan menanggapi
(accountability) merupakan ukuran yang kebutuhan publik dan mudah mendapatkan
menunjukkan apakah aktivitas birokrasi informasi antara yang memerintah dan yang
publik atau pelayanan yang dilakukan oleh diperintah merupakan kriteria yang paling

Received: 23 Februari 2015, Revision: 15 Juni 2015, Accepted: 28 Desember 2015


Print ISSN: 0215-8175; Online ISSN: 2303-2499. Copyright@2015. Published by Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba
Terakreditasi SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 s.d 18-02-2019

‘Terakreditasi’ SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 s.d 18-02-2019 263


BAHARUDDIN. Akuntabilitas Pelayanan Publik: Studi Kasus Pelayanan Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota Makasar

tepat untuk mengukur administrasi publik atau bersifat apolitik maka hasil pelayanan
yang demokratis.Pemerintah harus mampu publik belum tentu sesuai dengan keinginan
memperluas alternatif penyedia pelayanan masyarakat. Akan tetapi jika, pelayanan
publik serta menunjang informasi atau publik merupakan hasil proses politik yang
menetapkan standar yang dapat menjamin demokratis (perspektif good governance)
adanya akuntabilitas yang baik di dalam maka hasil pelayanan publik sesuai dengan
pelayanan publik. Kemudian juga terdapat keinginan masyarakat. Salah satu masalah
konsep self accountability yang pada dasarnya pelayanan publik yang menjadi fokus dalam
merupakan proses akuntabilitas internal yang penelitian ini adalah menyangkut masalah
sangat bergantung kepada penghayatan akuntabilitas birokrasi dalam pelayanan
mengenai nilai-nilai moral atau etika para perizinan mendirikan bangunan di Kota
pejabat birokrat yang melaksanakan tugas Makassar. Pelayanan ini merupakan salah
pelayanan publik. satu penopang dan pendukung dalam
penyelenggaraan Otonomi Daerah, dalam
Sikap dan perilaku birokrasi yang tidak
hal ini ada pemasukan keuangan daerah dari
responsif, struktur, dan prosedur yang tidak
sektor perizinan mendirikan bangunan. Artikel
adaftif dan masih prosedural, memperburuk
ini menganalisis bagaimana akuntabilitas
kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi
pelayanan perizinan mendirikan bangunan di
dan menimbulkan resistensi masyarakat
kota Makassar.
terhadap kebijakan publik. Oleh karena itu,
maka dibutuhkan suatu tanggung jawab Akuntabilitas dalam pelayanan publik
(accountability) terhadap pelayanan publik memunyai hubungan dengan kualitas
yang mampu merespons kebutuhan dan p e l aya n a n p u b l i k . D a l a m a r t i ke l i n i ,
aspirasi masyarakat. akuntabilitas akan dihubungkan dengan
kualitas pelayanan publik ditinjau dari dimensi
Dalam UU 32 Tahun 2004 tentang
keterbukaan, kemudahan dalam pemberian
Pemerintahan Daerah akan semakin banyak
pelayanan, ketersediaan sarana, empati/ daya
aktivitas pelayanan yang harus ditangani
tanggap, rasa aman Dan nyaman.
Daerah. Hal ini ditambah dengan semakin
k u a t nya t u n t u t a n d e m o k ra t i s a s i d a n Lokasi penelitian ini dilakukan di Badan
pengakuan akan hak-hak asasi manusia Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota
akan melahirkan kuatnya tuntutan terhadap Makassar dengan fokus pada Unit Pelayanan
manajemen peningkatan pelayanan publik Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
yang berkualitas. Faktor yang menyebabkan dengan dasar pertimbangan bahwa kontribusi
kurang berhasilnya upaya pengembangan retribusi ini merupakan sumber tertinggi
sumberdaya manusia berbasis kompetensi ini pendapatan asli daerah Kota Makassar.
adalah karena rendahnya budaya belajar dan Desain penelitian menggunakan pendekatan
praktik pengembangan yang tidak mengaitkan kualitatif untuk mendeskripsikan aspek-
antara aktivitas perencanaan hasil, pelatihan, aspek akuntabilitas dan kualitas pelayanan
penilaian, dan pengembangan kompetensi perizianan mendirikan bangunan secara
berorientasi pekerjaan. cermat. Penetapan informan dalam penelitian
dilakukan dengan purposive sampling. Teknik
Pa d a k e n ya t a a n b a h w a g e l a g a t
pengumpulan data yang dipergunakan
birokrasi pemerintahan saat ini masih belum
adalah observasi (pengamatan), wawancara
merespons dengan menunjukkan kinerja yang
(indepth interview, dan focus group
sepadan dengan adanya tuntutan tersebut.
discussion), dokumentasi yang mendukung
Kinerja pelayanan yang diberikan oleh
dan mempertajam analisis data. Sedangkan
birokrasi pemerintahan saat ini menunjukkan
teknik analisis data yang dipergunakan
adanya, antara lain; aparat birokrasi lebih
dimulai dengan reduksi data, penyajian
menampilkan diri sebagi majikan; aparat
data, analsis data, dan penarikan kesimpulan
pelayanan lebih berorientasi pada status quo
(Moleong, Lexy J. 2000).
dari pada peningkatan pelayanan; aparat
pelayanan lebih mementingkan prosedur
Akuntabilitas dalam Birokrasi
dari pada substansi; aparat pelayanan
lebih mementingkan diri sendiri dari pada
Pemerintahan
masyarakat yang harus dilayani.Kajian Akuntabilitas birokrasi juga diartikan
menganalisis bagaimana aspek akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban pemerintah
pelayanan publik berasumsi bahwa jika ya n g l e b i h d i t e k a n k a n p a d a r e s p o n s
pelayanan publik hanya persoalan managerial pemerintah atas protes/keluhan masyarakat
semata (perspektif new public management) mengenai penyimpangan yang direncanakan

264 ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499


MIMBAR, Vol. 31, No. 2 (Desember, 2015): 263-270

atau dilaksanakan. Wijaya. A.F (2007: beberapa model akuntabilitas, yaitu:


9) mendefenisikan akuntabilitas sebagai a k u n t a b i l i t a s ke a t a s (a c c o u n t a b i l i t y
sebuah norma dalam hubungan antara up-wards), akuntabilitas kepada staff
pengambil keputusan dan stakeholders dan (accountability to staff), akuntabilitas ke bawah
para pengambil keputusan bertanggung (accountability downwards), akuntabilitas
jawab terhadap konsekuensi yang timbul yang berbasis pasar (market-based forms of
dari keputusan mereka dalam semua accountability), dan akuntabilitas kepada diri
sektor dan tingkatan. Didalam akuntabilitas sendiri (self accountability).Bentuk dimensi
terdapat komponen penting: (1) pihak pertanggungjawaban publik oleh pemerintah
yang bertanggung jawab melaksanakan yang dikemukakan oleh Ellwood (dalam
akuntabilitas; (2) pihak-pihak yang mempunyai Halim 2007:43), yaitu: akuntabilitas hukum
kewenangan dan hak menanggung gugatan dan peraturan (accountability for probity
pihak-pihak yang bertanggung jawab; (3) and legality), akuntabilitas proses (process
ukuran-ukuran yang dijadikan patokan accountability), akuntabilitas program
penilaian akuntabilitas, dan (4) norma atau (program accountability), dan akuntabilitas
nilai yang menjadi moral spirit dari sistem kebijakan (policy accountability).
akuntabilitas. Sejalan dengan pandangan
Mc. Kinney et al (1998;45) membagi
Dwiyanto (2006: 22) akuntabilitas dalam
beberapa jenis akuntabilitas, yaitu, (1)
penyelenggaraan pelayanan publik adalah
akuntabilitas fiskal (fiscal accountability);
suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
(2) akuntabilitas legal (legal accountability);
besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan
( 3 ) a k u n t a b i l i t a s p r o g ra m ( p r o g r a m
pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau
accountability); (4) akuntabilitas proses
norma eksternal yang ada di masyarakat atau
(process accountability); (5) akuntabilitas
yang dimiliki oleh para stakeholders. Menurut
hasil (outcome accountability); dan (6)
Jabbra dan Dwivedi (1989: 77), akuntabilitas
akuntabilitas berkelanjutan (sustainability
harus dapat diimplementasikan sebagai suatu
accountability).
kebijakan yang strategis.Oleh karena itu,
untuk menjamin adanya kepatuhan aparat Selanjutnya, Romzek dan Dubnick
pemerintah dalam menjalankan tugasnya (1987: 101) sebagaimana Gormley dan Balla
perlu memahami dan menerapkan lima (2004: 11), dan Romzek dan Dubnick (2000:
akuntabilitas; yaitu moral, administratif, 39) menggunakan konsep akuntabilitas
profesional, legal dan politik. herarki, serta Prasojo, dkk (2009: 55) melihat
akuntabilitas dalam sektor publik pada
Selanjutnya, Darwin, M. (1996:
empat aspek berdasarkan sumber kontrol,
98), menekankan bahwa birokrasi publik
yaitu akuntabilitas birokratik/ administratif,
dapat disebut memiliki akuntabilitas publik
akuntabilitas legal, akuntabilitas professional,
apabila mereka dinilai secara objektif oleh
dan akuntabilitas politik.
masyarakat. Dengan demikian, akuntabilitas
publik merupakan kewajiban birokrasi publik Identifikasi tipe akuntabilitas yang
untuk menyampaikan pertanggungjawaban dilakukan dalam tulisan ini bermaksud untuk
dengan menjelaskan dan menjawab atas menggambarkan jumlah tipe akuntabilitas
tindakan yang mereka lakukan (atau mereka yang telah dikembangkan atau digunakan
tidak lakukan) kepada publik atau masyarakat untuk mengkaji akuntabilitas, tetapi tidak
sebagai pemberi amanah. bermaksud menggukan semuanya untuk
penelitian ini. Akuntabilitas birokrasi,
Media akuntabilitas yang baik dapat
konsep ini digunakan oleh Erkkila (2007:
berbentuk laporan yang dapat mengekpresikan
88), sedangkan Jabbra dan Dwivedi (1989:
pencapaian tujuan melalui pengelolaan
77) menggunakan konsep akuntabilitas
sumber daya suatu organisasi, karena
administratif/organisasional.
pencapaian tujuan merupakan salah satu
ukuran kinerja individu maupun organisasi. Oleh karena itu, dalam mengkaji
Tujuan tersebut dapat dilihat dalam rencana akuntabilitas penulis mengemukakan
strategik organisasi, rencana kinerja, dan penjelasan singkat berkenaan dengan
program kerja tahunan, dengan tetap aspek legalitas, aspek profesionalitas,
berpegang pada Rencana Jangka Panjang dan aspek kewenangan dan aspek pengawasan
Menengah dan Rencana Kerja Pemerintah. (kontrol) serta aspek moralitas, adalah: (1)
aspek legalitas, akuntabilitas birokrasi dari
Jenis-Jenis Akuntabilitas Publik aspek legalitas merupakan akuntabilitas
hukum dan peraturan yang menekankan
Ferlie et al (1996: 202) membedakan
jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum

‘Terakreditasi’ SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 s.d 18-02-2019 265


BAHARUDDIN. Akuntabilitas Pelayanan Publik: Studi Kasus Pelayanan Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota Makasar

dan peraturan lain yang disyaratkan dalam mengecek kualitas kebijakan para pejabat
pelaksanaan pelayanan perizinan mendirikan serta merevisinya bila dipandang perlu.
bangunan dengan menggunakan sarana
S e l a n j u t nya , b e b e ra p a ko n s e p s i
seperti konstitusi, peraturan-peraturan teknis,
tentang media yang dapat ditempuh
dan delegasi kewenangan formal; (2) aspek
dalam mewujudkan akuntabilitas dalam
profesionalitas, bentuk akuntabilitas birokrasi
p e l aya n a n p u b l i k , ya i t u t ra n s p a ra n s i
pemerintah daerah, atas kemampuan
( ke t e r b u k a a n ) , l i a b i l i t y ( ke wa j i b a n ) ,
sumber daya manusia yang dimiliki untuk
controllability (keterkendalian), responsibility
melaksanakan layanan perizinan mendirikan
(tanggungjawab), dan responsiveness
bangunan kepada masyarakat; (3) aspek
(ketanggapan). Pemahaman atas lima
kewenangan, adanya hubungan yang
prinsip akuntabilitas merupakan tahap
hierarki yang tegas di antara pusat-pusat
penting sebelum melakukan evaluasi atas
pertanggungjawaban dengan unit-unit di
akuntabilitas organisasi atau individu. Untuk
bawahnya. Hubungan hierarki biasanya
menilai apakah suatu organisasi akuntabel
telah ditetapkan dengan jelas, baik dalam
sangat bergantung pada prinsip akuntabilitas
bentuk aturan-aturan organisasi yang telah
memiliki makna dan fokus pengukuran yang
ditetapkan secara formal ataupun dalam
berbeda.
bentuk jaringan hubungan informal; dan
(4) aspek pengawasan, upaya-upaya dalam
Dimensi Kualitas Pelayanan Publik
melakukan control baik pada pelayanan yang
bersifat administratif maupun pelayanan Denhardt and Denhardt (2003:22-24)
yang bersifat teknis dalam memberikan menjelaskan pendekatan New Public Services
pelayananperizinan mendirikan bangunan; menuju pada perubahan orientasi warga
(5) moralitas berkaitan dengan integritas negara (citizen) pada bagaimana institusi
pegawai dalam pelayanan perizinan (jujur, publik dibangun berdasarkan integritas dan
ramah, sopan, penolong, dan sikap positif responsivitas. Bagaimana peran pemerintah
lainnya). dalam melayani dan memberdayakan
serta nilai-nilai demokrasi.Pelayanan yang
Dimensi Akuntabilitas dalam Pe- demokratis menuntut terwujudnya pelayanan
layanan Publik berkualitas sebagai salah satu bentuk
tata kelola pemerintahan yang baik (good
Po l a a k u n t a b i l i t a s m e m i l i k i d u a
governance).
dimensi sebagaimana yang dikemukakan
oleh Moncieffe dalam Suryono. (2001:98), Hal seperti inilah yang menyebabkan
yakni (1) ex-post facto accountability, dan upaya penegakan local good governance,
(2) ex-ante accountability. Ex-post facto yang dicirikan dengan penyelenggaraan
yang pada intinya mengharuskan pejabat pemerintahan yang akuntabel, transparan,
dan lembaga publik untuk bertanggung dan partisipatif. Pelayanan publik mengandung
jawab atas kewenangan yang ada pada makna aktivitas yang memberikan
mereka (answering for the use of authority) kemudahan kepada masyarakat dalam
melalui norma hukum, monitoring sistem, rangka memenuhi kepentingan sesuai
mekanisme penilaian (appraisal mechanism) dengan kebutuhan penerima pelayanan,
melalui lembaga publik lain yang independen baik barang atau jasa berdasarkan peraturan
(seperti institusi auditor dan kejaksaan) yang yang telah ditetapkan dengan harapan
diberikan hak untuk memeriksakan setiap dapat memuaskan(satisfaction) penerima
lembaga publik terhadap rasionalisme kinerja pelayanan. Carlson dan Schwarz (1995:29),
yang dilakukan oleh birokrasi. Sedangkan dalam Denhardt (2003: 61) menjelaskan,
prinsip ex-ante (positive) accountability pada bahwa untuk mengukur kualitas layanan
intinya mengharuskan pejabat publik untuk sektor publik dapat dilihat dari kemuda-
han/kenyaman, keamanan, keandalan/re-
selalu merepresentasikan keinginan rakyat liabilitas, perhatian kepada orang/personal,
dalam setiap pelaksanaan kebijakan yang pendekatan pemecahan masalah, keadilan/
mereka lakukan. kejujuran, tanggung jawab fiskal, pengaruh
warga Negaraterhadap kualitas pelayanan
Pejabat publik harus selalu yang mereka terima dari pemerintah daerah.
mengonsultasikan secara terus-menerus
setiap tindakan pada publik, memberikan Sinambela (2006: 6) secara teoretis
alternatif pilihan atau solusi, memberikan tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah
informasi atau penjelasan yang lengkap, memuaskan masyarakat. Untuk mencapai
dan juga menyediakan mekanisme bagi kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan
publik untuk memberikan masukan atau prima yang tercermin dari transparansi,

266 ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499


MIMBAR, Vol. 31, No. 2 (Desember, 2015): 263-270

akuntabilitas, kondisional, yakni pelayanan Pelayanan Perizinan Mendirikan


yang sesuai kondisi dan kemampuan Bangunan
pemberi dan penerima pelayanan dengan
Konsistensi legalitas pelayanan perizinan
tetap berpegang pada prinsif efisien dan
mendirikan bangunan di Kota Makassar dilihat
efektivitas, partisipatif, kesamaan hak, dan
dari Peraturan Walikota Makassar Nomor 14
keseimbangan hak dan kewajiban.
Tahun 2005 mengatur Mekanisme Pelayanan
Menurut Zeithaml, et al (1990;65) Perizinan, Peraturan Walikota Makassar Nomor
mengemukakan bahwa ada 10 dimensi yang 8 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Wewenang
harus diperhatikan dalam melihat tolok ukur Perizinan kepada Badan Perizinan Terpadu
kualitas pelayanan publik, sebagai berikut: dan Penanaman Modal ( BPTPM) bertujuan
tangibles, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
personil dan komunikasi; reliable, kemampuan Kemudian, Pemerintah Kota Makassar
unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan sebagai daerah otonom diamanatkan untuk
yang dijanjikan dengan tepat; responsiveness, meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
kemampuan untuk membantu konsumen yang bersumber dari pajak, restribusi, dan
bertanggung jawab terhadap kualitas nonretribusi sesuai Undang-Undang No. 28
pelayanan yang diberikan; competence, Tahun 2009.
tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan
Kemudian ditindaklanjuti dengan
keterampilan yang baik oleh aparatur dalam
terbitnya Peraturan Daerah Kota Makassar
memberikan pelayanan; courtesy, sikap
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Retribusi
atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap
Perizinan Tertentu. Secara operasional
terhadap keinginan konsumen serta mau
ditindaklanjuti lagi dengan Peraturan
melakukan kontak atau hubungan pribadi;
Walikota Makassar Nomor 20 Tahun 2014
credibility, sikap jujur dalam setiap upaya
tentang Tata Cara Pemberian Izin pada
untuk menarik kepercayaan masyarakat;
Pemerintah Kota Makassar. Jika substansi
security, jasa pelayanan yang diberikan
tata cara perizinanan dilaksanakan dengan
harus bebas dari berbagai bahaya dan risiko;
konsisten akan memberikan kepuasan kepada
acces, kemudahan untuk mengadakan
masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas
kontak dan pendekatan; communication,
pelayanan publik. Kepuasan masyarakat
kemauan pemberi pelayanan untuk
harus didahulukan dalam pelayanan sesuai
mendengarkan suara, keingintahuan atau
dengan Kep-Menpan Nomor KEP/25/M.
aspirasi pelanggan, sekaligus ketersediaan
PAN/2/2004.
untuk selalu menyampaikan informasi baru
kepada masyarakat; dan understanding the Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
custumer, melakukan segala usaha untuk bahwa legalitas pelayanan perizinan belum
mengetahui kebutuhan pelanggan. maksimal, terkendala dengan kurang sosialisasi

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

‘Terakreditasi’ SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 s.d 18-02-2019 267


BAHARUDDIN. Akuntabilitas Pelayanan Publik: Studi Kasus Pelayanan Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota Makasar

peraturan tersebut dan kurang terampilnya terkait aturan, prosedur, komunikasi, dan
aparat pelayanan dalam menggunakan empati terhadap pengguna layanan.
ko m p u t e r, s e h i n g g a m e n g a n g g a n g g u
Konsistensi kewenangan pelayanan
proses penyelesaian pekerjaan. Selain itu,
perizinan mendirikan bangunan di kota
Standar operasional prosedur (SOP) belum
Makassar didasarkan pada Peraturan Walikota
berjalan secara maksimal sehingga kurang
Makassar Nomor 8 Tahun 2014 tentang
efektif dan efisien dalam menyelesaikan
pelimpahan wewenang perizinan dan non
pekerjaan. Di samping itu, penggunaan
perizinan kepada Badan Perizinanan Terpadu
objek Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sangat
dan Penanaman Modal Kota Makassar. Namun
dinamis sehingga cenderung menyalahi izin
secara operasional pelayanan IMB tetap
pembangunannya, misalnya toko menjadi
melakukan koordinasi dengan Dinas Tata
hotel, toko menjadi tempat hiburan, dan
Ruang dan Bangunan. Karena setiap IMB
lain-lain. Selain itu, kesadaran masyarakat
yang akan diterbitkan terlebih dahulu harus
masih rendah mengurus izin mendirikan
mendapatkan rekomendasi dari Dinas Tata
bangunan. Hal ini, banyak bangunan liar
Ruang dan Bangunan. Kewenangan yang
tanpa IMB, sehingga menganggu tata ruang
diberikan kepada BPTPM adalah mengeluarkan
kota Makassar.
Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Peraturan dibuat untuk mendorong
Beberapa informan menyebutkan
keterbukaan dalam pelayanan IMB, namun
bahwa meskipun kewenangan penerbitan
pelayanan transaksional di luar loket
IMB dilakukan BPTPM kota Makassar, tetapi
pelayanan masih sering terjadi antara
secara teknis terlebih dahulu dilakukan kajian
masyarakat pengguna dengan aparat
di lapangan untuk menilai obyek IMB yang
pelayan.Kondisi ini memunculkan kecurigaan
dilakukan oleh Bidang Kajian Teknis Dinas
terjadinya penyuapan, gratifikasi, dan
Tata Ruang dan Bangunan, selanjutnya
ketidakadilan di antara masyarakat pengguna.
dikeluarkan rekomendasi terkait obyek
Namun, dengan sistem pelayanan satu pintu
tersebut untuk disampaikan kepada pejabat
mendorong peningkatan akuntabilitas dan
BPTPM yang berwenang. Jika dilihat dari
kualitas pelayanan izin mendirikan bangunan
asas efisiensi dan efektivitas pengurusan
di kota Makassar dibandingkan sistem
IMB dapat dikategorikan belum maksimal.
palayanan administrasi pelayanan secara
Idealnya bagi pelayanan satu pintu, pejabat
parsial (dilakukan sendiri oleh Satuan Kerja
teknis dari Dinas Tata Ruang dan Bangunan
Perangkat Daerah [SKPD]).
terkait pengurusan IMB berada dalam satu
Profesionalisme pelayanan perizinan kantor (ruangan) agar masyarakat pengguna
mendirikan bangunan di kota Makassar memperoleh kemudahan pelayanan.
merupakan dimensi yang menentukan
Pengawasan pelayanan perizinan
akuntabilitas institusi terhadap masyarakat.
mendirikan bangunan di kota Makassar
Semakin tinggi tingkat profesionalisme
bertujuan untuk memastikan bahwa aktivitas
aparatur semakin berkualitas pelayanan
atau pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan
public.Dari 45 pegawai yang ada di BPTPM
terlaksana dengan rencana semula. Dasar
pada umumnya berpendidikan S1 dan S2
hukum sistem pengawasan di BPTPM kota
(86,67%) dengan tingkat golongan III dan IV
Makassar, yaitu: PP No. 53 Tahun 2010
sebesarnya 77%. Hal ini berarti peningkatan
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan
profesionalime aparatur akan mudah dilakukan
Kep-Menpan Nomor KEP/46/M.PAN/4/2004
jika ada regulasi dan biaya pengembangan
tentang Petunjuk Pengawasan Melekat dalam
kapasitas aparatur. Berdasarkan hasil
Penyelenggaraan Pemerintahan.
interview beberapa informan menyebutkan,
dari sisi pendidikan dan golongan cukup Berdasarkan hasil wawancara dengan
baik mendukung pelaksanaan pekerjaan, beberapa informan, sistem pengawasan yang
namun pegawai secara teknis kurang terampil yang diterapkan di BPTPM dalam memberikan
menggunakan komputer, kurang memahami pelayanan IMB, yaitu pengawasan langsung
seluk-beluk terkait perizinan mendirikan dari kepada Bidang Pelayanan Perizinan.Selain
bangunan, sehingga sulit memberikan itu pengawasan langsung juga dilakukan oleh
informasi yang akurat kepada pengguna pejabat teknis dari Dinas Tata Ruang dan
layanan, kurang terampil dalam perhitungan Bangunan, kecamatan, dan kelurahan untuk
IMB. Untuk itu, mengembangan kapasitas menilai objek IMB yang disulkan.Sistem
dan profesionalisme aparatur harus dilakukan pengawasan seperti ini dianggap lebih efektif
secara terintegrasi antara pengembangan karena terjadi komunikasi secara langsung
pengetahuan dengan keterampilan teknis antara pemerintah dengan masyarakat,

268 ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499


MIMBAR, Vol. 31, No. 2 (Desember, 2015): 263-270

sehingga mendorong semua jenis bangunan kepuasan pelanggan.Menurut beberapa


memiliki izin mendirikan bangunan. Selain itu, informan, empati dan daya tanggap pegawai
pengawasan yang efektif dalam pengurusan terhadap pengguna layanan cukup baik.Pada
dan kepemilikan IMB dapat meningkatkan umumnya pegawai memberikan penjelasan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sektor atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
retribusi perizinanan. Tantangan yang m a s ya ra k a t p e n g g u n a . N a m u n m a s i h
dihadapi oleh pejabat pada tingkat kelurahan, ditemukan pegawai kurang tanggap karena
kecamatan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan pegawai tersebut merasa terganggu bekerja
adalah mengajak masyarakat memiliki IMB jika ada masyatakat pengguna meminta
bagi bangunan liar yang cukup banyak di penjelasan terkait pengurusan IMB.
kota Makassar.
Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
Dimensi keterbukaan dalam pelayanan pekerjaan sangat tergantung pada kehandalan
merupakan salah satu indikator dalam aparatur baik dari segi kemampuan maupun
mewujudkan kinerja pemerintahan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas
tata kelola pemerintahan yang baik (good pokok dan fungsinya. Menurut beberapa
governance).Keterbukaan yang diharapkan informan, petugas pelayanan cukup mampu
oleh masyarakat pengguna dalam pelayanan dan terampil menggunakan teknologi
IMB antara lain: kepastian biaya, waktu, komputer, hanya saja mereka lambat
dan persyaratan administratif. Namun, mengetik sehingga proses penyelesaian
menurut informan, prinsip keterbukaan belum suatu pekerjaan cukup lama. Sedangkan
maksimal, terutama kepastian biaya dan kemampuan sosialnya (bijak, sopan, ramah)
waktu penyelesaian IMB.Sedangkan Prosedur kepada pengguna layanan cukup baik.
dan kemudahan pelayanan merupakan
Setiap pengguna layanan membutuhkan
dambaan masyarakat pengguna layanan
perasaan aman dan nyaman dalam pengu­
agar efektivitas dan efisiensi pelayanan
rusan IMB di Kantor BPTPM kota Makassar.
dapat terwujud. Menurut beberapa informan,
Jika kebutuhan ini terpenuhi masyarakat
meskipun pelayanan sudah menggunakan
pengguna akan semakin respek kepada
sistem satu pintu, namun mereka merasakan
pegawai dan organisasi sehingga mereka
pelayanan yang cukup berbelit-belit sehingga
taat aturan.
pengurusan IMB cukup lama, antara 2 sampai
5 bulan.Kondisi ini bertentangan dengan misi Menurut beberapa informan, selama
pernyataan Kepala BPTPM bahwa dengan mengurus IMB mereka merasa cukup aman
pelayanan satu pintu maka pengurusan IMB dan nyaman, namun masih ada beberapa
paling lama 12 hari kerja. sumber keresahan yang kadang-kadang
muncul, misalnya dijanji IMB sudah selesai
Pelayanan satu pintu membutuhkan
besok harinya, pada saat kami datang
fasilitas ruang tunggu yang memadai dan
ternyata belum ditandatangani oleh pejabat
kondusif agar terciptanya kenyamanan dan
berwenang karena sibuk (rapat), acara di
keamanan mengikuti prosedur pengurusan
luar kantor. Rasa aman dan nyaman bagi
IMB.Namun, menurut beberapa informan,
masyarakat pengguna cukup baik karena
ketersediaan fasilitas kursi tidak cukup
sudah disiapkan loket dan ruang tunggu yang
memenuhi kebutuhan pengguna layanan.
cukup kondusif, namun dirasa sumpek karena
Ruangan tunggu semestinya diperluas dengan
ruangan terlalu sempit.
alat pendingin (AC) dan TV, bahan bacaan
untuk pengguna layanan.Sedangkan yang
Simpulan dan Saran
berkaitan dengan rentang waktu penyelesaian
pengurusan IMB, masyarakat pengguna Akuntabilitas pelayanan perizinan
sangat mendambakan penyelesaian IMB tepat mendirikan bangunan di kota Makassar akan
dan cepat. Namun menurut beberapa informan mendorong peningkatan kinerja pelayanan,
bahwa mereka bolak-balik mengurus dan sehingga penerimaan PAD dari retribusi IMB
menanyakan tingkat penyelesaian IMB karena dapat meningkat dari tahun ke tahun. Hasil
tidak ada kepastian waktu. Kondisi seperti ini penelitian menunjukkan bahwa rendahnya
cenderung terjadi kekesalan (menggerutu, kesadaran masyarakat mengurus IMB
emosi) karena tidak ada kepastian waktu. disebabkan oleh kurang sosialisasi peraturan-
peraturan yang terkait IMB.Kurang efektif
Kualitas pelayanan IMB dapat berjalan
dan efisiensi pengurusan IMB disebabkan
harmonis jika ada rasa empati dan daya
oleh kurang terampilnya petugas pelayanan
tanggap pegawai yang melayani masyarakat
menggunakan komputer pengolah data.
pengguna sepenuh hati, mengedepankan
Kondisi ini berdampak pada pengurusan IMB

‘Terakreditasi’ SK Kemendikbud, No.040/P/2014, berlaku 18-02-2014 s.d 18-02-2019 269


tidak dapat selesai tepat waktunya. Pengendalian Pengelolaan Keuangan
Daerah. Yogjakarta. UPP STIM YKPN.
M e s k i p u n p e l aya n a n I M B s u d a h Jabbra, J.G.and Dwivedi O.P (1989). Public
dilakukan dengan sistem pelayanan satu Service Accountability; A Comparative
pintu dengan harapan pelayanan prima Perspective. Kumarian Press, Inc.
dapat terwujud, namun pada kenyataannya Ku m o r o t o m o , Wa h y u d i . ( 1 9 9 9 ) . E t i k a
kendala oleh penerapan standar operasional Administrasi Negara. Raja Grafindo
prosedur yang belum maksimal, kewenangan Persada. Jakarta.
belum fokus pada BPTPM karena sebelum IMB Mc. Kinney, Joreme B. Dan Lawrence C. Howard,
(1998). Public Administration: Balancing
diterbitkan terdahulu harus ada rekomendasi
Power and Accountability, Second Edition,
dari hasil kajian teknis Dinas Tata Ruang Praregar Westport Conectitut: London
dan Bangunan. Kualitas pelayanan sudah Moleong, Lexy J. (2000). Metodologi Penelitian
lebih baik dibandingkan sebelum diterapkan Kualitatif. Cetakan Ketiga, PT Remaja
pelayanan satu pintu, namun masih perlu Rosdakarya. Bandung.
ditingkatkan dari aspek profesionalisme Prasojo, Eko. (2009). Reformasi Kedua:
aparatur, sarana dan prasarana, serta Melanjutkan Estafet Reformasi. Salemba
penggunan eletronik pemerintahan secara Humanika, Jakarta.
online dalam pelayanan perizinan mendirikan Romzek, B. (2000). Dynamics of Public
Sector Accountability in Era of Reform.
bangunan.
International Review of Administrative
Namun disaranka, sudah saatnya Sciences, 66.
dilakukan transformasi perizinan dalam Romzek, B.S. dan Melvin J. Dubnick. (1987).
bentuk electronik administration (e-Adm) Accountability in the Public Sector Lesson
from the Challenger Tragedy. Public
untuk memudahkan mendaptkan informasi,
Administration Review 47 (3).
mudah interaksi secara terbuka antara petugas
Suryono, Agus. (2001). “Budaya Birokrasi
pelayanan dengan masyarakat pengguna, Pe l a y a n a n P u b l i k .” J u r n a l I l m i a h
secara online juga akan menghindari pungutan Administrasi Negara, Vol. 1 No. 2, Maret
liar, suap dan gratifikasi. 2001: 49-58. FIA Universitas Brawijaya.
Malang.
Thoha, M. (1998). Debirokratisasi Peningkatan
Daftar Pustaka Mutu Pelayanan Masyarakat dalam
Pembangunan Administrasi di Indonesia.
Carlson, Margaret S.and Roger Schwarz, (1995). Jakarta. LP3ES.
“What Do Citizens Really Want?”Popular Wijaya, A.F. (2007). “Akuntabilitas Aparatur
Goverment (Spring): 26-33. Pemda dalam Era Good Governance
Darwin, M. (1996). Demokrasi Indonesia dan Otonomi Daerah.” Jurnal Ilmiah
Kontemporer. Jakarta. Raja Grafindo Administrasi Publik, Vol VIII No.2. Maret-
Persada. Agustus 2007: 537-552. FIA Universitas
Denhardt, J.V., and Denhardt, R.B. (2003). The Brawijaya. Malang.
New Public Service: Serving, Not Steering. Zeithaml, V.A., A. Parasuraman and L.L. Berry.
New York:M.E. Sharpe. (1990). Delivering Quality Services:
Dwiyanto, Agus. (2006). Reformasi Birokrasi Balancing Customer Perceptions and
Publik di Indonesia.Pusat Studi Expectation. New York: The Free Press.
Kependudukan dan Kebijakan. Univeritas
Gadjah Mada. Yogjakarta. Peraturan dan Perundang-Undangan:
Effendi, Nur.(2015). Pengembangan Sumberdaya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang
Manusia Berbasis Kompetensi di Kantor Pemerintahan Daerah.
Pemerintah Kota Bandar Lampung. Undang-Undang N0. 28 Tahun 2009 Tentang
Mimbar Jurnal Sosial dan Pembangunan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Volume 31 No. 1 Tahun 2015. Unisba. Inpres No. 7 Tahun 1999 Tentang AKIP
Bandung. (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah)
Erkkila, Tero. (2007). Governance and Keputusan Kepala LAN No.239/IX/6/Y/2003
Accountability: A Shift in Conceptualisation, Tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan
PAQ Spring. AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi
Ferlie, E. et al. (1996). The New Public Pemerintah)
Managementin Action. Washington, Peraturan Walikota Makassar Nomor 14 Tahun
Oxford University Press. 2005 tentang Mekanisme Pelayanan
Gormley Jr., William T dan Balla, Steven J. Perizinan.
(2004). “Bureaucracy and Democracy: Peraturan Walikota Makassar Nomor 8 Tahun
Accountability and Performance,” CQ 2014 tentang pelimpahan wewenang
Press, Washington, D.C.20037. perizinan kepada Badan Perizinan Terpadu
Halim, Abdul. (2007). Akuntansi dan dan Penanaman Modal (BPTPM).

270 ISSN 0215-8175 | EISSN 2303-2499

Anda mungkin juga menyukai