Anda di halaman 1dari 2

Perempuan Zaman Now dalam Perspektif Kesetaraan Gender di Indonesia

Berbicara soal perempuan pasti tak bisa dipisahkan dari sosok Kartini R.A. Kartini yang
memperjuangkan nasib perempuan agar tidak hanya berakhir di dapur dan mengurus
rumah saja. Perempuan bisa menjadi sosok yang sama baiknya dengan laki-laki bahkan lebih
jika diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Satu hal yang membedakan antara
pria dan perempuan adalah kodrat. Perempuan memang kodratnya hamil, melahirkan, dan
punya anak selain itu mempunyai kewajiban terhadap anak dan suaminya. Hal ini saja yang
membedakan antara perempuan dan pria. Dalam pembahasan opini kali ini, tidak akan
selesai jika membahas kesetaran gender di Indonesia dengan beberapa tulisan saja.
Perempuan dalam kesetaraan gender di Indonesia memiliki kesan positif dan negatif.
Seperti halnya sekarang perempuan bisa berkarya seperti seorang pria bahkan menjadi
seorang pemimpin, tapi disisi lain tidak sedikit perempuan yang sudah menikah melupakan
kewajiban terhadap anak dan suaminya. Mereka membayar orang untuk mengurus anak
dan rumahnya. Memang tidak salah, tapi apakah semua akan baik-baik saja? Tentu tidak.
Kasih sayang kita bisa saja dianggap sepele oleh anak kita bahkan rasa sayang mereka pun
bisa saja tergantikan oleh hal lain. Suatu saat nanti jangan salahkan anak dan cucu jika diusia
senja kita dititipkan di panti jompo atau yang lainnya. Semua itu kembali kepada apa yang
kita beri dimasa lalu. Dari beberapa argument pria tentang kesetaraan gender dalam
kegiatan PKD UNSIQ Wonosobo ( Sabtu, 30 Maret 2019) tentang kebangkitan perempuan,
saya menyimpulkan 2 hal, pertama seorang pria suka istrinya mengurus rumah dan anak-
anaknya daripada mengejar kariernya. Perempuan berpendidikan diharapkan mampu
mendidik anaknya agar berhasil seperti ibunya bukan hanya mengejar karier tapi anak
dikesampingkan. Memang tidak sedidkit juga perempuan yang berhasil membagi waktu
antara karier dan mengurus rumah. Semua itu sesuai kemampuan dan manage waktu yang
benar, tapi bisakah kita seperti itu?. Kedua, seorang pria suka istrinya berkarier dari pada
dirumah, pernyataan ini memang membuat saya sedikit kaget, berbeda dan mengapa?
Jawabannya saat seorang pria berkeluarga kebutuhannya semakin banyak belum lagi
tanggungan anak dan istrinya jika seorang istri berkarier otomats ekonomi keluarga akan
terbantu, tanpa harus bertengkar asal ekonomi terpenuhi semua akan baik-baik saja, ada
juga laki-laki yang memanfaatkan kesetaraan gender hingga menuntut istri untuk bekerja.
Inilah kesalahannya, kesetaraan gender pada zaman dahulu dicari agar perempuan bisa
berkarya seperti halnya seorang pria. Pada zaman sekarang banyak yang menggembar-
gemborkan istilah kesetaraan gender tapi tidak melihat latar belakang permasalahannya.
Saya setuju adanya kesetaraan gender di Indonesia tapi saya lebih tidak setuju jika
kesetaraan gender di Indonesia dijadikan sebagai alat oleh para kaum pria sebagai mesin
pencari uang. Seorang perempuan menjadi teman hidup bukan sebagai pemuas kebutuhan
finansial dan hasratnya tapi vitalitas / keseluruhan. Bagi kaum perempuan, kesetaraan
gender memang sangat kita butuhkan bagi perempuan yang ingin menempuh pendidikan
tinggi dan berkarya tapi jangan sampai melupakan kodrat dan kewajiban kita sebagai
seorang perempuan. Bagi kaum laki-laki, hargailah perempuan seperti halnya kau
menghargai ibumu karena kau bukan apa-apa tanpa adanya sosok perempuan. Terakhir kita
sebagai perempuan pada era millennial ini jangan sampai pengorbanan ibu R.A Kartini sia-
sia, boleh berkarier asal jangan melupakan batasaan-batasannya. Terima Kasih

Oleh Khusniyatu Zulaikha

Anda mungkin juga menyukai