Penelitian
Program Studi Ilmu Lingkungan
Minat Studi Magister Teknologi Untuk Pengembangan Berkelanjutan
Diajukan oleh :
Ahmad Kuslan Luthfianto 17/429996/PMU/09207
Primayoga Harsana Setyaaji 17/422582/PMU/09459
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli
barang atau jasa. Pasar berkaitan dengan kegiatan antara pedagang dan pembeli bukan
tempatnya. Ciri khas pasar adalah adanya kegiatan transaksi antara pedagang dan pembeli
dalam hal jual beli barang. Sehingga dalam pengertian yang lebih luas jika dilihat dari factor-
faktor penunjang terbentuknya pasar adalah : keinginan, daya beli, dan tingkah laku dalam
pembelian sehingga timbullah permintaan dan penawaran dalam sebuah transaksi. Seiring
dengan perkembangan zaman, pasar mengalami perubahan bentuk tempat dan cara
pengelolaannya, dari yang bersifat tradisional menjadi modern. Kemunculan pasar modern
yang memiliki fasilitas lebih menarik dan nyaman dibandingkan dengan pasar tradisional
menyebabkan masyarakat berpaling.
Menurut Deni Mukbar (2007) karakteristik pasar dapat ditinjau dari beberapa aspek.
Berdasarkan aspek kondisi fisik tempat usaha dan aspek metode pelayanan. Pasar tradisional
memiliki bangunan temporer, semi permanen, atau permanen sedangkan pasar modern
memiliki bangunan permanen, fasilitas memadai, dan mewah. Pasar tradisional dibangun dan
dikelola oleh Pemerintah, Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha
Milik Daerah, termasuk kerjasama swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan
tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau
koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan
melalui tawar – menawar (Pepres RI No. 112, 2007).
Ancaman yang muncul dari keberadaan pasar modern yaitu menurunkan omset penjualan
di pasar tradisional karena adanya pergeseran kebiasaan konsumen. Perubahan gaya hidup
konsumen dalam membeli barang akan dipengaruhi oleh kemudahan dan penjaminan mutu
dari pasar modern. Tempat yang nyaman, fasilitas menarik, dan pelayanan cepat merupakan
beberapa keunggulan dari pasar modern.
Salah satu pasar tradisional yang kami teliti adalah pasar Kranggan Yogyakarta, dimana
posisi letak pasar tersebut berdekatan dengan pasar modern dan ikon kota Yogyakarta yaitu
Monumen Tugu. Kondisi fisik tempat berdagang di Pasar Kranggan merupakan bangunan
permanen dimana pembangunannya mengalami banyak perubahan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka diperoleh identifikasi masalah
sebagai berikut.
1. Mengetahui aktivitas persaingan antar pedagang di Pasar Kranggan yang bersifat positif
2. Proses pola sistem berdagang dalam Pasar Kranggan yang bersifat tradisional
3. Memahami elemen-elemen penunjang perkembangan pasar
1.3. Manfaat
1. Memahami persaingan antar pedagang di Pasar Kranggan
2. Mengetahui gambaran pola sistem berdagang antara pedagang dan pembeli
3. Sebagai tambahan informasi bagi analis dalam proses penunjang pembangunan pasar
Tradisional
1.4. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pola sistem dalam sebuah jaringan yang berada di
Pasar Kranggan.
2. Proses kerja dalam memenuhi kegiatan jual beli di Pasar Kranggan
3. Aktivitas kerja dari pedagang, pembelli, pengelola, dan elemen pendukung kegiatan
Pasar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pasar dan Pasar Tradisional
Pasar mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kegiatan ekonomi masyarakat, baik
produksi, distribusi maupun konsumsi. Dalam hal ini pasar dapat diartikan sebagai arena
distribusi atau pertukaran barang, di mana kepentingan produsen dan konsumen bertemu dan
pada gilirannya menentukan kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakatnya. Ginanjar (1980)
berpendapat bahwa pasar adalah tempat untuk menjual dan memasarkan barang atau sebagai
bentuk penampungan aktivitas perdagangan. Pada mulanya pasar merupakan perputaran dan
pertemuan antar persediaan dan penawaran barang dan jasa. Pasar dapat didefinisikan sebagai
institusi atau mekanisme di mana pembeli (yang membutuhkan) dan penjual (yang
memproduksi) bertemu dan secara bersama-sama mengadakan pertukaran barang dan jasa
(Campbell, 1990). Sedangkan menurut Stanton (1996) pasar adalah sebagai orang-orang yang
mempunyai kebutuhan untuk dipuaskan, mempunyai uang untuk dibelanjakan dan kemauan
untuk membelanjakan uang. Pasar merupakan tempat pembeli bertemu dengan penjual,
barang-barang atau jasa-jasa ditawarkan untuk dijual dan kemudian terjadi pemindahan hak
milik. Phillip Kottler (1998) melihat arti pasar dalam beberapa sisi, antara lain:
1. Dalam pengertian aslinya, pasar adalah suatu tempat fisik di mana pembeli dan penjual
berkumpul untuk mempertukarkan barang dan jasa.
2. Bagi seorang ekonom, pasar mengandung arti semua pembeli dan penjual yang
menjual dan melakukan transaksi atas barang/jasa tertentu. Dalam hal ini para ekonom
memang lebih tertarik akan struktur, tingkah laku dan kinerja dari masing-masing
pasar ini.
3. Bagi seorang pemasar pasar adalah himpunan dari semua pembeli nyata dan pembeli
potensial dari pada suatu produk.
Berdasarkan pola manajemen yang dipakai, pasar dapat dibedakan menjadi dua kelompok
besar yaitu:
a. Pasar Tradisional, adalah pasar yang masih memakai pola manajemen yang sangat
sederhana dengan ciri-cirinya setiap pedagang mempunyai satu jenis usaha, adanya
interaksi antara penjual dan pembeli (tawar menawar harga), penempatan barang
dijajar kurang tertata rapi, kenyamanan dan keamanan kurang diperhatikan.
b. Pasar Modern, adalah pasar yang sudah memakai pola-pola manajemen modern,
dengan ciri-ciri jenis barang dagangan yang dilakukan oleh satu pedagang, harga fixed
(tetap), tata letak barang dagangan teratur dengan baik dan rapi, kenyamanan dan
keamanan sudah menjadi prioritas utama.
Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998
tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, pasar didefinisikan sebagai tempat
bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli
terbentuk. Pasar menurut kelas pelayanannya dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan
pasar modern, sedangkan menurut sifat pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar
eceran dan pasar kulakan/grosir. Pasar tradisional diartikan sebagai pasar yang dibangun oleh
pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa toko,
kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah atau koperasi
dengan usaha skala kecil dan modal kecil dengan proses jual beli melalui tawar menawar.
Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mendefinisikan pasar tradisional
sebagai pasar yang bentuk bangunannya relatif sederhana, dengan suasana yang relatif kurang
menyenangkan (ruang tempat usaha sempit, sarana parkir yang kurang memadai, kurang
menjaga kebersihan pasar, dan penerangan yang kurang baik). Barang-barang yang
diperdagangkan adalah barang kebutuhan sehari-hari dengan mutu barang yang kurang
diperhatikan, harga barang relatif murah, dan cara pembeliannya dengan sistem tawar
menawar. Para pedagangnya sebagian besar adalah golongan ekonomi lemah dan cara
berdagangnya kurang profesional. Contoh pasar tradisional: Pasar Inpres, Pasar lingkungan
dan sebagainya.
Pengertian-pengertian tentang pasar tersebut menunjukkan adanya 3 unsur utama yang
perlu dikaji pada pengertian pasar (Mursid, 1997), yaitu:
1. Orang dengan segala kebutuhan dan keinginannya atau sering disebut sebagai
konsumen.
2. Daya beli merupakan faktor yang dapat mengubah keinginan menjadi permintaan.
Penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak akan menjadi
suatu permintaan apabila masyarakat tidak memiliki daya beli yang memadai.
3. Perilaku di dalam pembelian. Perilaku berkaitan dengan pola masyarakat di dalam
pasar, seperti pola pengeluaran uang, perubahan selera jenis barang atau jasa, waktu
mewujudkan dan membeli, fluktuasi harga atau nilai.
2.2 Lokasi Pasar dan Aksesibilitas
2.2.1 Lokasi Pasar
Pasar membutuhkan lahan dan lokasi yang strategis, mengingat aktivitas yang terjadi di
pasar tersebut dan pentingnya peran pasar sebagai salah satu komponen pelayanan kota,
daerah dan wilayah yang mengakibatkan kaitan dan pengaruh dari masing-masing unsur
penunjang kegiatan perekonomian kota. Dengan letak yang strategis, akan lebih terjamin
proses transaksi jual-belinya daripada pasar yang letaknya kurang strategis.
Dalam hal ini harus diperhatikan faktor-faktor keramaian lalu lintas, kemungkinan
tempat pemberhentian orang untuk berbelanja, keadaan penduduk di lingkungan pasar,
keadaan perparkiran dan sebagainya. Dalam hal pemilihan lokasi pembangunannya, pasar
sebaiknya didirikan pada lokasi yang ramai dan luas. Pendirian pasar pada lokasi yang tidak
ada aktivitas perdagangannya, sangat sulit diharapkan akan dikunjungi oleh masyarakat.
Sedangkan jumlah penduduk, pendapatan perkapita, distribusi pendapatan, aglomerasi dan
kebijaksanaan pemerintah juga sangat mempengaruhi penentuan lokasi suatu kegiatan
(Djojodipuro, 1992). Daerah dengan penduduk besar, merupakan pasar yang perlu
diperhatikan. Menurut Miles (1999), faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan
lokasi adalah:
1. Zoning (peruntukan lahan) 7. Pelayanan public
2. Fisik (physical features) 8. Penerimaan/respon masyarakat
3. Utilitas (termasuk perubahan perilaku)
4. Transportasi 9. Permintaan dan penawaran
5. Parker (pertumbuhan penduduk, penyerapan
6. Dampak lingkungan (sosial tenaga kerja, distribusi pendapatan)
dan alam)
De Chiara dan Koppelman (1999), menambahkan kriteria yang harus dipenuhi dalam
menentukan lokasi pasar/pusat perbelanjaan adalah:
1. Kedekatan dengan pangsa 2. Kedekatan dengan bahan baku
pasar
3. Ketersediaan tenaga listrik 7. Perumahan/permukiman penduduk
dan air 8. Peraturan setempat
4. Iklim 9. Pertumbuhan kota di masa yang akan
5. Ketersediaan modal datang.
6. Perlindungan terhadap
kebakaran, perlindungan
polisi, pelayanan kesehatan
Selain hal-hal yang telah dikemukakan oleh Miles, De Chiara dan Koppelman, Duncan
dan Hollander (dalam Ristantyo, 2004), mengemukakan halhal yang harus diperhatikan
dalam penentuan lokasi pasar adalah:
1. Populasi yang terdapat pada daerah perdagangan, meliputi komposisi dan
pertumbuhannya
2. perkembangan kota yang dapat diukur dari perubahan sosial ekonomi
3. kebiasaan belanja penduduk
4. daya beli penduduk dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja, jenis pekerjaan, tingkat
pendapatan dan jumlah tabungan yang dimiliki
5. perbedaan status sosial yang dapat dilihat dari tipe rumah, kepemilikan rumah,
tingkat pendidikan dan jumlah kepemilikan kendaraan
6. jumlah, luas, tipe dan lokasi pasar lama
7. aksesibilitas berupa fasilitas transportasi umum, kedekatan dengan konsumen
yang potensial dapat berupa daerah perumahan dan perkantoran
8. kondisi fisik alam, dapat dilihat dari topografi, kondisi geologis, rawan bencana
dan sebagainya.
Menurut Asy’ari (1993), diperlukan kemudahan yang maksimal bagi penyesuaian
warga atau penduduk di suatu kota. Dalam jangka panjang diusahakan untuk menyediakan
prasarana dan sarana melalui perencanaan menuju suatu keadaan yang ideal. Prinsip umum
yang dijadikan pedoman dalam upaya manusia untuk mudah menyesuaikan diri pada alam
lingkungan atau penyelarasan dengan sekitarnya, adalah:
1. Prinsip ongkos minimum, dengan mempertimbangkan faktor-faktor:
a. Perbedaan antara kegunaan dan harga tanah, bahan mentah, tenaga kerja serta
modal
b. Perbedaan permintaan dari berbagai pasar akan hasil (produksi) dengan harga
penjualan
c. Ongkos transportasi bagi orang serta barang
d. Perbedaan harga dan ongkos penempatan barang dengan aspek keamanan atau
resiko yang harus ditanggung
2. Prinsip lokasi median (median location), di mana lokasi yang paling tepat dapat
ditentukan di tengah-tengah atau median dari segala arah. Jarak lokasi menjadi
pertimbangan dalam memilih lokasi yang paling tepat, dengan demikian dapat
ditentukan letak zona atau lokasi pasar, pertokoan, supermarket, stasiun, pusat
pendidikan, pusat pemerintahan, fasilitas kesehatan, dan lain sebagainya.
3. Prinsip penentuan jalur transportasi rutin. Pengaruh transportasi bagi intersection
dari unit-unit permukiman penduduk sangat besar artinya dalam penentuan lokasi,
misalnya untuk keperluan pabrik atau keperluan lainnya, sebab transportasi
memudahkan mobilitas penduduk. Pertemuan antar rute transportasi merupakan
median yang sangat strategis dan efisien bagi banyak keperluan.
Penentuan lokasi di kota sangat bervariasi, antara lain prinsip ongkos minimum,
efisiensi, dan lokasi median, jalur transportasi, sumber bahan baku, pemasaran dan jumlah
penduduk merupakan faktor yang mesti diperhitungkan.
2.2.2 Aksesibilitas
Menurut Black (dalam Tamin, 2000), aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan
atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan
mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi.
Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan
secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Jadi dapat
dikatakan di sini bahwa aksesibilitas merefleksikan jarak perpindahan di antara beberapa
tempat yang dapat diukur dengan waktu dan/atau biaya yang dibutuhkan untuk
perpindahan tersebut. Tempat yang memiliki waktu dan biaya perpindahan yang rendah
menggambarkan adanya aksesibilitas yang tinggi. Peningkatan fungsi transportasi akan
meningkatkan aksesibilitas karena dapat menekan waktu dan biaya yang dibutuhkan.
Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan berbagai hal, menjelaskan mengenai
aksesibilitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Jayadinata (1985) menambahkan bahwa terdapat beberapa alternatif kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas suatu wilayah, supaya
penduduknya dalam berbagai keadaan dapat menjangkau pelayanan sosial dan ekonomi
yang dibutuhkan, yaitu:
1. Membantu mobilitas perorangan (ke tempat kerja, sekolah, pasar, balai
pengobatan dan sebagainya)
2. Memberikan kegiatan pelayanan untuk penduduk (pelayanan keliling: kesehatan,
perpustakaan dan sebagainya)
3. Merelokasi penduduk supaya dekat ke pusat kegiatan: pasar, sekolah dan
sebagainya.
4. Menambah jalur pelayanan angkutan
5. Merelokasi kegiatan (supaya dekat dengan penduduk)
6. Mengadakan kebijakan tentang waktu (untuk berbagai kegiatan, dan untuk
penjadwalan waktu seperti untuk: jam sibuk bagi sekolah, pasar, balai pengobatan
dan sebagainya)
b. Pengelola Pasar
Pengelola pasar Kranggan yang dikepalai oleh Lurah mempunyai fungsi
sebagai penyelenggara teknis operasional Pasar Kranggan dan pemungutan
retribusi. Pengelola pasar terdiri dari berbagai pihak, antara lain lurah yang
membawahi seksi kamanan, retribusi, dan kebersihan.
Lurah Pasar
Tugas dan fungsi dari unsur-unsur pengelola pasar akan dijelaskan lebih lanjut
sebagai berikut.
Lurah
Lurah Pasar Kranggan adalah orang yang ditugasi langsung oleh Dinas
Pengelolaan Pasar untuk mengelola pasar Kranggan. Strukturnya berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas melalui Sekretaris dan
secara administrasi berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Seksi Pemanfaatan Lahan. Lurah Pasar mempunyai fungsi penyelenggaraan
pelayanan administrasi pedagang pasar, administrasi retribusi, kebersihan dan
keindahan, pengelolaan sarana prasarana, keamanan dan ketertiban, penataan
lahan dan pedagang pasar serta tugas-tugas ketatausahaan lainnya
Lurah Pasar mempunyai wewenang sebagai berikut:
- mengkoordinasikan pengelolaan kebersihan, keamanan dan ketertiban,
pengelolaan administrasi pedagang, pengelolaan administrasi
ketatausahaan pasar;
- mengatur dan memerintah pegawai di lingkungan pasar yang menjadi
tanggung jawabnya;
- mengkoordinasikan pelaksanaan administrasi pemungutan retribusi;
- melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait, komunitas pedagang
dan lembaga kemasyarakatan
- memberikan saran dan masukan atas pengelolaan pasar.
Seksi Administrasi
Seksi Administrasi berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Lurah
Pasar Kranggan. Seksi Administrasi mempunyai tugas menyelenggarakan
pengelolaan administrasi dan ketatausahaan serta melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh Lurah Pasar sesuai dengan bidang tugasnya.
Seksi Retribusi
Seksi retribusi bertugas merencanakan kegiatan, melaksanakan,
membagi tugas dan mengontrol urusan Seksi Retribusi Pasar. Di Pasar
Kranggan sendiri menerapkan retribusi kepada para pedagang yang dibayarkan
sebulan sekali. Besarnya retribusi ditentukan jenis tempat yang disewa apakah
itu kios, los, atau lapak serta besar luasan tempat yang disewa. Jenis tempat
yang memiliki biaya retribusi paling tinggi adalah jenis kios dan palng rendah
adalah lapak. Setiap pedagang akan diberi kartu monitoring retribusi yang
mempunyai warna yang berbeda-beda tergantung jenis tempat yang disewa.
Seksi Keamanan
Seksi Keamanan mempunyai tugas menyelenggarakan pengelolaan
keamanan pasar dan pedagang kaki lima. Seksi Keamanan melakukan
pengawasan terhadap semua kegiatan di pasar baik secara langsung terjun ke
lapangan maupun melalui CCTV. Tidak hanya tindakan kriminal yang diawasi
oleh seksi keamanan, tindakan penagihan hutang oleh rentenir juga mendapat
perhatian khusus. Di pasar Kranggan para rentenir dilarang untuk beroperasi.
Seksi Kebersihan
Seksi Kebersihan Pasar mempunyai tugas menyelenggarakan
pengelolaan keamanan dan kebersihan pasar dan pedagang kaki lima. Seksi
Kebersihan Pasar dalam melaksanakan tugas mempunyai fungsi: penyusunan
rencana kerja Seksi Kebersihan Pasar, penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis pengelolaan kebersihan pasar dan pedagang kaki lima, penyelenggaraan
pengelolaan kebersihan pasar dan pedagang kaki lima, penyelenggaraan
pelayanan kebersihan pasar dan pedagang kaki lima
Saat ini, pengelola pasar kranggan sedang fokus untuk mendongkrak pamor
pasar kranggan agar tidak kalah bersaing dengan pasar-pasar modern dan
supermarket di sekitar pasar. Walaupun sudah terdapat perda yang mengatur
tentang jarak minimal minimarket/supermarket dengan pasar tradisional namun jika
pasar tradisional tidak dimodernisasi fasilitasnya maka tetap akan kalah bersaing.
Sebenarnya pasar tradisional memiliki keunggulan daripada supermarket dari segi
harga yang jauh lebih murah. Barang yang dijual di Supermarket sebagian berasal
dari pasar tradisional termasuk Pasar Kranggan. Dengan pengemasan dan
kenyamanan tempat berbelanja, supermarket dapat menjual barangnya dengan
harga yang lebih tinggi.
Untuk meningkatkan pamor tradisional di Pasar Kranggan, pengelola saat ini
belajar dengan pasar tradisional di Jakarta dan di Surabaya. Dalam sistem
pengelolaan pasar, pasar tradisional di Jakarta dan Surabaya sudah membentuk
semacam Perusahaan Daerah yang bertugas mengelola perdagangan di pasar
tradisional. Dengan membentuk Perusahaan Daerah (PD) yang khusus mengelola
pasar tradisional, fasilitas dan kebersihan di pasar tradisional akan meningkat
sehngga pembel akan semakin tertarik untuk berbelanja di pasar tradisional. Kita
tahu sendiri bahwa kebersihan dan fasilitas yang minim merupakan masalah utama
kenapa pasar tradisional kalah bersaing dengan supermarket.
Kendala lain pengelola Pasar Kranggan adalah masih terdapat pedagang yang
belum menaati aturan tempat larangan berjualan. Daerah yang semestinya dilarang
untuk berjualan tapi malah justru dijadikan tempat menggelar lapak jualan atau
barang dagangannya yang terlalu banyak sehingga menutupi jalur pejalan kaki.
Penegakan yang kurang tugas mengakibatkan pedagang yang melanggar tempat
berjualan tersebut tidak akan jera. Hal tersebut dikarenakan pengelola Pasar
Kranggan masih menggunakan pendekatan sosial dan budaya yang sesuai dengan
budaya di Yogyakarta yang ramah dan tamah sehingga tidak dapat bersikap tegas
terhadap pedagang yang melanggar aturan. Selain itu pedagang di Pasar Kranggan
banyak yang sudah berusia lanjut sehingga karena alasan kemanusian pengelola
pasar cenderung membiarkan mereka berdagang walaupun melanggar aturan.
c. Pedagang
Di pasar kranggan terdapat berbagai macam pedagang yang menjual
berbagai jenis dagangan. Barang yang diperjualbelikan tak jauh beda dengan pasar
tradisional lainnya, mulai dari buah, sayur, tembikar, kayu arang, kuliner
tradisional, konveksi, sembako, petokoan emas dan perhisasan, perlengkapan
pembuatan kue, dan lain sebagainya. Karena keterbatasan waktu maka penulis
hanya mengambil sampel dari beberapa pedagang saja seperti pedagang bumbu
dapur, sayur/buah, kelontongan, dan daging.
Terdapat perbedaan jenis barang dagangan yang dijual yaitu barang segar
yang harus dijual pada hari itu juga dan barang yang dapat disimpan yang dapat
dijual pada hari selanjutnya. Perbedaan itu menimbulkan perbedaan pula dalam
pengelolaan logistik barang dagangan.
Pedagang barang segar memperoleh barang dagangan dari pemasok atau
tengkulak. Pemasok dan tengkulak tersebut akan langsung mengirimkan barangnya
ke pedagang setiap harinya. Barang dagangan yang segar mudah busuk jika tidak
cepat terjual. Oleh karena hal tersebut pedagang dituntut cermata dalam manajemen
pembelian dan penjualan agar tidak menderita kerugian. Untuk menghindari
kerugian biasaya pedagang mengolah barang dagangan yang tidak laku hari itu
menjadi barang jadi siap makan. Contohnya pedagang daging membuat produk-
produk sampingan yang berasal daging yang tidak laku pada hari itu menjadi abon,
dendeng, dan bakso.
Untuk pedagang klontongan yang barang dagangannya dapat bertahan lama
biasanya menyimpan barang dagangannya di kiosnya sendiri. Pedagang
kelontongan seperti panci, penggorengan, perkakas rumah tangga, ember dan lain-
lain merasakan bahwa omset yang didapat cenderung berkurang beberapa tahun
terakhir. Hal tersebut dikarenakan maraknya perdagangan secara online yang
membuat pembeli semakin mudah untuk mendapatkan barang dan keberadaan
supermarket. Selain itu, persaingan yang tidak sehat antar pedagang juga membuat
beberapa pedagang mengalami kerugian. Ketika seorang pedagang dapat menjual
harga yang lebih rendah maka pedagang lain dapat mengalami kerugian karena
pelanggannya akan berpindah pada pedagang yang menjual lebih murah.
Ada dua jenis pembayaran yang biasa dilakukan pedagang. Pedagang dapat
membayarnya hari itu juga atau dapat berhutang yang dibayarkan beberapa hari
setelahnya. Jika pedagang membayar hari itu maka biasanya pemasok akan
menagih pada siang hari setelah dagangannya terjual.
Dalam interaksi antar pedagang yang intensif, terbentuk paguyuban pedagang
pasar kranggan. Paguyuban ini dibentuk dengan tujuan untuk menjalin silaturahmi
antar pedagang agar semakin erat serta menjadi wadah bagi para pedagang untuk
menyampaikan saran dan pendapatnya terhadap Pasar Kranggan. Paguyuban
pedagang Pasar Kranggan biasanya melakukan kegiatan seperti arisan yang
dilaksanakan sebulan sekali dan kegiatan bakti sosial jika terjadi bencana di suatu
daerah.
d. Pemasok Barang
Pemasok merupakan pihak yang mendistribusikan barang dari produsen
kepada pedagang. Di Pasar Kranggan sendiri, biasanya pedagang sudah mempunyai
pemasok langganan. Pedagang setiap harinya akan menginformasikan kepada
pemasok baik secara langsung maupun tidak langsung tentang jumlah barang yang
akan dibelinya.
Pemasok dapat menerima uang hasil penjualan pada hari itu juga atau
dikemudian hari (piutang). Untuk pedagang yang membayar pada hari itu juga,
pemasok biasanya akan menagihnya pada siang hari setelah barang dagangan laku
terjual.
e. Pembeli
Masyarakat mempunyai bermacam-macam tujuan saat membeli barang di
Pasar Kranggan. Ada yang membeli untuk dikonsumsi sendiri, dijual lagi tanpa
diolah, dan dijual kembali dengan pengolahan seperti warung makan dan lain-lain.
Biasanya pembeli sudah mempunyai langganan pedagang. Faktor yang menentukan
pembeli memilihi suatu pedagang langganan antara lain karena harganya murah,
dan kualitas yang terjamin.
Pembeli memilih Pasar Kranggan karena menjadi one stop shopping artinya
hampir semua barang tersedia, letaknya yang strategis di pusat kota dan dekat
dengan tempat tinggal serta harga barang yang relatif murah. Harga merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam memilih tempat
berbelanja, semakin murah harga suatu produk maka semakin puas dan banyak
konsumen untuk membeli produk.
Pembeli di pasar kranggan merupakan pelaku yang penting dalam
metabolisme sistem yang bekerja di pasar. Sistem akan terus bekerja secara
berkelanjutan jika aliran energi, material, dan informasi dari pembeli berjalan
dengan bagaiamana semestinya.
Pembeli
4.3 Arena
Suatu sistem tidak berada dalam ruang kosong. Sistem selalu berdiri pada arena
tertentu dan selalu terdapat hubungan timbal balik. Jika diibaratkan ilmu biologi, arena
merupakan habitat. Arena bukan hanya berupa benda mati melainkan juga benda hidup
seperti tumbuhan, hewan, penduduk, hutan, iklim, geomorfologi dll. Arena juga dapat
berupa sistem-sistem lain yang ada di lingkungan sistem tersebut. Jadi, arena juga bisa
bersifat dinamis berupa perubahan-perubahan yang terjadi selama proses dalam sistem
berlangsung (Maryono, 2013).
Pasar Kranggan merupakan pasar tradisional yang berada di tengah kota.
Keberadaannya tergerus oleh pasar-pasar modern seperti minimarket atau supermarket.
Pesatnya pertumbuhan pasar modern ditengarai terkait perubahan perilaku konsumen yang
menginginkan kenyamanan berbelanja, kepastian harga, dan tanpa tawar-menawar. Di sisi
lain, pengembangan pasar tradisional tak semudah toko modern, sehingga pasar tradisional
seperti Pasar Kranggan rawan termarjinalkan walaupun posisinya berada di tengah kota.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pembuat kebijakan membuat
peraturan untuk melindungi keberadaan pasar tradisional dari serangan pasar modern baik
itu minimarket maupun supermarket. Melalui Peraturan Daerah No 8 Tahun 2011 tentang
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Pasar Modern diatur jarak paling dekat yang
diperbolehkan antara minimarket maupun supermarket dengan pasar tradisional. Pasal 21
ayat 3 Perda DIY No 8 Tahun 2011 disebutkan bahwa jarak paling dekat yang
diperbolehkan antara pasar modern dengan pasar tradisional adalah 1 km. Apabila
ketentuan jarak tersebut tidak terpenuhi artinya terdapat pasar modern yang jaraknya
kurang dari 1 km dari pasar tradisional maka bagi yang sudah terbit izinnya oleh
Pemerintah Kota/Kabupaten izin yang bersangkutan tidak diberikan kembali.
Selain pasar modern, Pasar Kranggan juga terancam oleh keberadaan toko daring
(online). Dengan menawarkan kemudahan dalam berbelanja, toko daring tumbuh dengan
pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pasar tradisional yang tidak dapat beradaptasi dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih ini tentu akan ditinggalkan pelanggannya.
Hal tersebut menurut salah satu pedagang barang perabot rumah tangga di Pasar Kranggan
sangat terasa seiring dengan penurunan omzet setiap tahunnya.
Perda DIY
Pasar No 8 Th
Modern Pasar 2011
Kranggan
Dinas
Lingkungan Dinas
Hidup Pengelolaan
Toko Pasar
Daring
(online)
Gambar 4.3 Arena di Pasar Kranggan Yogyakarta
4.4 Agenda
Agenda adalah semua hal yang ada pada lingkungan sistem yang berupa rencana,
keinginan, tujuan, pemikiran, kehendak masyarakat, kehendak pemerintah, dan organisasi
lainnya. Jadi, agenda dalam lingkungan sistem memberikan batasan dan peluang bagi
sistem yang akan hidup di arena tersebut (Maryono, 2013).
Visi dan misi sistem merupakan agenda utama sistem itu sendri yang biasa disebut
sebagai tujuan sistem yang mempunyai visi dan misi yang jelas, tegas, dan relistis serta
didukung penuh oleh sumber daya manusia dan sumber daya lainnya akan dapat mencapai
target yang ditetapkan (Maryono, 2013).
5.1 Kesimpulan
Sistem adalah kumpulan dari berbagai elemen yang saling bekerja sama untuk
menjalankan suatu maksud. Kalau terjadi kerusakan terhadap salah satu bagian maka sistem
atau seluruh bagian tersebut tidak akan bisa berjalan secara maksimal. Dengan kata lain,
maksud yang ingin dicapai tak akan terpenuhi atau setidak-tidaknya sistem yang sudah
terwujud akan mendapatkan gangguan. Begitu juga di Pasar. Pasar merupakan tempat
terjadinya interaksi antar elemen yang membentuk sistem perdagangan. Sistem perdagangan
di pasar harus bersifat parsitipatif dan saling menguntungkan, dalam artian semua elemen
mempunyai peranan masing-masing dan akan memberikan dampak positif bagi elemen yang
lain.
5.2 Saran
Pasar Kranggan merupakan pasar tradisional yang berada di pusat kota. Perkembangan
pasar modern yang pesat membuat keberadaan pasar tradisional seperti Pasar Kranggan
menjadi terancam. Untuk mengatasi hal tersebut elemen-elemen sistem di Pasar Kranggan
perlu melakukan hal berikut:
a. Dinas Pengelolaan Pasar dapat menggandeng investor lokal maupun nasional dalam
mengembangkan pasar tradisional.
b. Meningkatkan porsi anggaran untuk mengembangkan pasar tradisional baik melalui
peningkatan pendapatan melalui retribusi ataupun bersumber dari pendapatan daerah
Kota Yogyakarta yang lain.
c. Pengelola Pasar harus dapat lebih tegas lagi dalam penegakan aturan di Pasar
d. Pedagang perlu beradaptasi dengan teknologi yang semakin canggih yaitu dengan
memasarkan barangnya secara daring.
e. Memperketat persyaratan pendirian toko dan pasar modern.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/KPTS/1987, Tanggal 3 Agustus 1987 tentang
Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan di Indonesia, Lampiran Nomor 22.
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 23/MPP/1998 Tanggal 21 Januari 1998 tentang
Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan.
Asy’ari, Sapari Imam. 1993. Sosiologi Kota dan Desa. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
Blair, John P. 1995. Local Economic Development: Analysis and Practice, California, USA: Sage
Publications Inc.
Campbell, R. McConnell and Stanley L. Brue. 1990. Economics: Principles, Problems and
Policies. McGraw-Hill Publishing Company.
Daldjoeni, N. 1987. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Penerbit Alumni.
Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
De Chiara, Joseph dan E. Lee Coppelman. 1999. Standar Perencanaan Tapak. Jakarta: Penerbit PT
Erlangga.
Djojodipuro, Marsuki. 1992. Teori Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Eisner, Simon et al. 1993. The Urban Pattern, 6th Edition. New York: Wiley Publishing.
Ginanjar, Nugraha Jiwapraja. 1980. Masalah Ekonomi Mikro. Jakarta: Acro.
Bintarto R. dan Surastopo Hadisumarno. 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES
Jayadinata, Johara T. 1985. Pembangunan Desa dalam Perencanaan. Bandung: ITB.
__________, 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah.
Bandung: Penerbit ITB.
Kottler, Philip et al. 1998. Marketing Places: Attracting Investment, Industry and Tourism to
Cities, State and Nations. New York: The Free Press Division of Macmillan Inc.
Kottler, Philip and Gary Amstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta: Penerbit PT
Erlangga.
Miles, Mike E. et al. 1999. Real Estate Development, Principles and Process. Washington DC:
Urban Land Institute.
Mursid, M. 1997. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi
Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: Penerbit Gramedia
Pustaka Utama
Tamin, Ofyar, Z. 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB.