Anda di halaman 1dari 33

Analisis Pengelolaan Pasar Dan Sistem Jual Beli Dengan Metode Pola Pikir

Sistemik Di Wilayah Pasar Kranggan, Kota Yogyakarta

Penelitian
Program Studi Ilmu Lingkungan
Minat Studi Magister Teknologi Untuk Pengembangan Berkelanjutan

Diajukan oleh :
Ahmad Kuslan Luthfianto 17/429996/PMU/09207
Primayoga Harsana Setyaaji 17/422582/PMU/09459

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli
barang atau jasa. Pasar berkaitan dengan kegiatan antara pedagang dan pembeli bukan
tempatnya. Ciri khas pasar adalah adanya kegiatan transaksi antara pedagang dan pembeli
dalam hal jual beli barang. Sehingga dalam pengertian yang lebih luas jika dilihat dari factor-
faktor penunjang terbentuknya pasar adalah : keinginan, daya beli, dan tingkah laku dalam
pembelian sehingga timbullah permintaan dan penawaran dalam sebuah transaksi. Seiring
dengan perkembangan zaman, pasar mengalami perubahan bentuk tempat dan cara
pengelolaannya, dari yang bersifat tradisional menjadi modern. Kemunculan pasar modern
yang memiliki fasilitas lebih menarik dan nyaman dibandingkan dengan pasar tradisional
menyebabkan masyarakat berpaling.
Menurut Deni Mukbar (2007) karakteristik pasar dapat ditinjau dari beberapa aspek.
Berdasarkan aspek kondisi fisik tempat usaha dan aspek metode pelayanan. Pasar tradisional
memiliki bangunan temporer, semi permanen, atau permanen sedangkan pasar modern
memiliki bangunan permanen, fasilitas memadai, dan mewah. Pasar tradisional dibangun dan
dikelola oleh Pemerintah, Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha
Milik Daerah, termasuk kerjasama swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan
tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau
koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan
melalui tawar – menawar (Pepres RI No. 112, 2007).
Ancaman yang muncul dari keberadaan pasar modern yaitu menurunkan omset penjualan
di pasar tradisional karena adanya pergeseran kebiasaan konsumen. Perubahan gaya hidup
konsumen dalam membeli barang akan dipengaruhi oleh kemudahan dan penjaminan mutu
dari pasar modern. Tempat yang nyaman, fasilitas menarik, dan pelayanan cepat merupakan
beberapa keunggulan dari pasar modern.
Salah satu pasar tradisional yang kami teliti adalah pasar Kranggan Yogyakarta, dimana
posisi letak pasar tersebut berdekatan dengan pasar modern dan ikon kota Yogyakarta yaitu
Monumen Tugu. Kondisi fisik tempat berdagang di Pasar Kranggan merupakan bangunan
permanen dimana pembangunannya mengalami banyak perubahan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka diperoleh identifikasi masalah
sebagai berikut.
1. Mengetahui aktivitas persaingan antar pedagang di Pasar Kranggan yang bersifat positif
2. Proses pola sistem berdagang dalam Pasar Kranggan yang bersifat tradisional
3. Memahami elemen-elemen penunjang perkembangan pasar

1.3. Manfaat
1. Memahami persaingan antar pedagang di Pasar Kranggan
2. Mengetahui gambaran pola sistem berdagang antara pedagang dan pembeli
3. Sebagai tambahan informasi bagi analis dalam proses penunjang pembangunan pasar
Tradisional

1.4. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pola sistem dalam sebuah jaringan yang berada di
Pasar Kranggan.
2. Proses kerja dalam memenuhi kegiatan jual beli di Pasar Kranggan
3. Aktivitas kerja dari pedagang, pembelli, pengelola, dan elemen pendukung kegiatan
Pasar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pasar dan Pasar Tradisional
Pasar mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kegiatan ekonomi masyarakat, baik
produksi, distribusi maupun konsumsi. Dalam hal ini pasar dapat diartikan sebagai arena
distribusi atau pertukaran barang, di mana kepentingan produsen dan konsumen bertemu dan
pada gilirannya menentukan kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakatnya. Ginanjar (1980)
berpendapat bahwa pasar adalah tempat untuk menjual dan memasarkan barang atau sebagai
bentuk penampungan aktivitas perdagangan. Pada mulanya pasar merupakan perputaran dan
pertemuan antar persediaan dan penawaran barang dan jasa. Pasar dapat didefinisikan sebagai
institusi atau mekanisme di mana pembeli (yang membutuhkan) dan penjual (yang
memproduksi) bertemu dan secara bersama-sama mengadakan pertukaran barang dan jasa
(Campbell, 1990). Sedangkan menurut Stanton (1996) pasar adalah sebagai orang-orang yang
mempunyai kebutuhan untuk dipuaskan, mempunyai uang untuk dibelanjakan dan kemauan
untuk membelanjakan uang. Pasar merupakan tempat pembeli bertemu dengan penjual,
barang-barang atau jasa-jasa ditawarkan untuk dijual dan kemudian terjadi pemindahan hak
milik. Phillip Kottler (1998) melihat arti pasar dalam beberapa sisi, antara lain:
1. Dalam pengertian aslinya, pasar adalah suatu tempat fisik di mana pembeli dan penjual
berkumpul untuk mempertukarkan barang dan jasa.
2. Bagi seorang ekonom, pasar mengandung arti semua pembeli dan penjual yang
menjual dan melakukan transaksi atas barang/jasa tertentu. Dalam hal ini para ekonom
memang lebih tertarik akan struktur, tingkah laku dan kinerja dari masing-masing
pasar ini.
3. Bagi seorang pemasar pasar adalah himpunan dari semua pembeli nyata dan pembeli
potensial dari pada suatu produk.
Berdasarkan pola manajemen yang dipakai, pasar dapat dibedakan menjadi dua kelompok
besar yaitu:
a. Pasar Tradisional, adalah pasar yang masih memakai pola manajemen yang sangat
sederhana dengan ciri-cirinya setiap pedagang mempunyai satu jenis usaha, adanya
interaksi antara penjual dan pembeli (tawar menawar harga), penempatan barang
dijajar kurang tertata rapi, kenyamanan dan keamanan kurang diperhatikan.
b. Pasar Modern, adalah pasar yang sudah memakai pola-pola manajemen modern,
dengan ciri-ciri jenis barang dagangan yang dilakukan oleh satu pedagang, harga fixed
(tetap), tata letak barang dagangan teratur dengan baik dan rapi, kenyamanan dan
keamanan sudah menjadi prioritas utama.
Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998
tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, pasar didefinisikan sebagai tempat
bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli
terbentuk. Pasar menurut kelas pelayanannya dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan
pasar modern, sedangkan menurut sifat pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar
eceran dan pasar kulakan/grosir. Pasar tradisional diartikan sebagai pasar yang dibangun oleh
pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa toko,
kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah atau koperasi
dengan usaha skala kecil dan modal kecil dengan proses jual beli melalui tawar menawar.
Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mendefinisikan pasar tradisional
sebagai pasar yang bentuk bangunannya relatif sederhana, dengan suasana yang relatif kurang
menyenangkan (ruang tempat usaha sempit, sarana parkir yang kurang memadai, kurang
menjaga kebersihan pasar, dan penerangan yang kurang baik). Barang-barang yang
diperdagangkan adalah barang kebutuhan sehari-hari dengan mutu barang yang kurang
diperhatikan, harga barang relatif murah, dan cara pembeliannya dengan sistem tawar
menawar. Para pedagangnya sebagian besar adalah golongan ekonomi lemah dan cara
berdagangnya kurang profesional. Contoh pasar tradisional: Pasar Inpres, Pasar lingkungan
dan sebagainya.
Pengertian-pengertian tentang pasar tersebut menunjukkan adanya 3 unsur utama yang
perlu dikaji pada pengertian pasar (Mursid, 1997), yaitu:
1. Orang dengan segala kebutuhan dan keinginannya atau sering disebut sebagai
konsumen.
2. Daya beli merupakan faktor yang dapat mengubah keinginan menjadi permintaan.
Penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak akan menjadi
suatu permintaan apabila masyarakat tidak memiliki daya beli yang memadai.
3. Perilaku di dalam pembelian. Perilaku berkaitan dengan pola masyarakat di dalam
pasar, seperti pola pengeluaran uang, perubahan selera jenis barang atau jasa, waktu
mewujudkan dan membeli, fluktuasi harga atau nilai.
2.2 Lokasi Pasar dan Aksesibilitas
2.2.1 Lokasi Pasar
Pasar membutuhkan lahan dan lokasi yang strategis, mengingat aktivitas yang terjadi di
pasar tersebut dan pentingnya peran pasar sebagai salah satu komponen pelayanan kota,
daerah dan wilayah yang mengakibatkan kaitan dan pengaruh dari masing-masing unsur
penunjang kegiatan perekonomian kota. Dengan letak yang strategis, akan lebih terjamin
proses transaksi jual-belinya daripada pasar yang letaknya kurang strategis.
Dalam hal ini harus diperhatikan faktor-faktor keramaian lalu lintas, kemungkinan
tempat pemberhentian orang untuk berbelanja, keadaan penduduk di lingkungan pasar,
keadaan perparkiran dan sebagainya. Dalam hal pemilihan lokasi pembangunannya, pasar
sebaiknya didirikan pada lokasi yang ramai dan luas. Pendirian pasar pada lokasi yang tidak
ada aktivitas perdagangannya, sangat sulit diharapkan akan dikunjungi oleh masyarakat.
Sedangkan jumlah penduduk, pendapatan perkapita, distribusi pendapatan, aglomerasi dan
kebijaksanaan pemerintah juga sangat mempengaruhi penentuan lokasi suatu kegiatan
(Djojodipuro, 1992). Daerah dengan penduduk besar, merupakan pasar yang perlu
diperhatikan. Menurut Miles (1999), faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan
lokasi adalah:
1. Zoning (peruntukan lahan) 7. Pelayanan public
2. Fisik (physical features) 8. Penerimaan/respon masyarakat
3. Utilitas (termasuk perubahan perilaku)
4. Transportasi 9. Permintaan dan penawaran
5. Parker (pertumbuhan penduduk, penyerapan
6. Dampak lingkungan (sosial tenaga kerja, distribusi pendapatan)
dan alam)
De Chiara dan Koppelman (1999), menambahkan kriteria yang harus dipenuhi dalam
menentukan lokasi pasar/pusat perbelanjaan adalah:
1. Kedekatan dengan pangsa 2. Kedekatan dengan bahan baku
pasar
3. Ketersediaan tenaga listrik 7. Perumahan/permukiman penduduk
dan air 8. Peraturan setempat
4. Iklim 9. Pertumbuhan kota di masa yang akan
5. Ketersediaan modal datang.
6. Perlindungan terhadap
kebakaran, perlindungan
polisi, pelayanan kesehatan
Selain hal-hal yang telah dikemukakan oleh Miles, De Chiara dan Koppelman, Duncan
dan Hollander (dalam Ristantyo, 2004), mengemukakan halhal yang harus diperhatikan
dalam penentuan lokasi pasar adalah:
1. Populasi yang terdapat pada daerah perdagangan, meliputi komposisi dan
pertumbuhannya
2. perkembangan kota yang dapat diukur dari perubahan sosial ekonomi
3. kebiasaan belanja penduduk
4. daya beli penduduk dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja, jenis pekerjaan, tingkat
pendapatan dan jumlah tabungan yang dimiliki
5. perbedaan status sosial yang dapat dilihat dari tipe rumah, kepemilikan rumah,
tingkat pendidikan dan jumlah kepemilikan kendaraan
6. jumlah, luas, tipe dan lokasi pasar lama
7. aksesibilitas berupa fasilitas transportasi umum, kedekatan dengan konsumen
yang potensial dapat berupa daerah perumahan dan perkantoran
8. kondisi fisik alam, dapat dilihat dari topografi, kondisi geologis, rawan bencana
dan sebagainya.
Menurut Asy’ari (1993), diperlukan kemudahan yang maksimal bagi penyesuaian
warga atau penduduk di suatu kota. Dalam jangka panjang diusahakan untuk menyediakan
prasarana dan sarana melalui perencanaan menuju suatu keadaan yang ideal. Prinsip umum
yang dijadikan pedoman dalam upaya manusia untuk mudah menyesuaikan diri pada alam
lingkungan atau penyelarasan dengan sekitarnya, adalah:
1. Prinsip ongkos minimum, dengan mempertimbangkan faktor-faktor:
a. Perbedaan antara kegunaan dan harga tanah, bahan mentah, tenaga kerja serta
modal
b. Perbedaan permintaan dari berbagai pasar akan hasil (produksi) dengan harga
penjualan
c. Ongkos transportasi bagi orang serta barang
d. Perbedaan harga dan ongkos penempatan barang dengan aspek keamanan atau
resiko yang harus ditanggung
2. Prinsip lokasi median (median location), di mana lokasi yang paling tepat dapat
ditentukan di tengah-tengah atau median dari segala arah. Jarak lokasi menjadi
pertimbangan dalam memilih lokasi yang paling tepat, dengan demikian dapat
ditentukan letak zona atau lokasi pasar, pertokoan, supermarket, stasiun, pusat
pendidikan, pusat pemerintahan, fasilitas kesehatan, dan lain sebagainya.
3. Prinsip penentuan jalur transportasi rutin. Pengaruh transportasi bagi intersection
dari unit-unit permukiman penduduk sangat besar artinya dalam penentuan lokasi,
misalnya untuk keperluan pabrik atau keperluan lainnya, sebab transportasi
memudahkan mobilitas penduduk. Pertemuan antar rute transportasi merupakan
median yang sangat strategis dan efisien bagi banyak keperluan.
Penentuan lokasi di kota sangat bervariasi, antara lain prinsip ongkos minimum,
efisiensi, dan lokasi median, jalur transportasi, sumber bahan baku, pemasaran dan jumlah
penduduk merupakan faktor yang mesti diperhitungkan.

2.2.2 Aksesibilitas
Menurut Black (dalam Tamin, 2000), aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan
atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan
mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi.
Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan
secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Jadi dapat
dikatakan di sini bahwa aksesibilitas merefleksikan jarak perpindahan di antara beberapa
tempat yang dapat diukur dengan waktu dan/atau biaya yang dibutuhkan untuk
perpindahan tersebut. Tempat yang memiliki waktu dan biaya perpindahan yang rendah
menggambarkan adanya aksesibilitas yang tinggi. Peningkatan fungsi transportasi akan
meningkatkan aksesibilitas karena dapat menekan waktu dan biaya yang dibutuhkan.
Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan berbagai hal, menjelaskan mengenai
aksesibilitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Jayadinata (1985) menambahkan bahwa terdapat beberapa alternatif kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas suatu wilayah, supaya
penduduknya dalam berbagai keadaan dapat menjangkau pelayanan sosial dan ekonomi
yang dibutuhkan, yaitu:
1. Membantu mobilitas perorangan (ke tempat kerja, sekolah, pasar, balai
pengobatan dan sebagainya)
2. Memberikan kegiatan pelayanan untuk penduduk (pelayanan keliling: kesehatan,
perpustakaan dan sebagainya)
3. Merelokasi penduduk supaya dekat ke pusat kegiatan: pasar, sekolah dan
sebagainya.
4. Menambah jalur pelayanan angkutan
5. Merelokasi kegiatan (supaya dekat dengan penduduk)
6. Mengadakan kebijakan tentang waktu (untuk berbagai kegiatan, dan untuk
penjadwalan waktu seperti untuk: jam sibuk bagi sekolah, pasar, balai pengobatan
dan sebagainya)

2.3 Wilayah Pelayanan Pasar


Dalam kegiatan ekonomi terdapat suatu istilah yaitu ambang (threshold) yang berarti
jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk menunjang supaya suatu fungsi tertentu
dapat berjalan lancar. Misalnya suatu macam prasarana atau sarana yang lebih tinggi
fungsinya atau yang diperlukan oleh jumlah penduduk yang besar jumlahnya (pasar, sekolah
menengah, dan sebagainya), harus terletak di wilayah yang jangkauan pelayanannya lebih luas
yaitu bukan di desa tapi di kecamatan (Jayadinata, 1999).
Christaller (dalam Daldjoeni, 1987) melalui central place theory mengembangkan konsep
range dan threshold. Diasumsikan suatu wilayah sebagai dataran yang homogen dengan
sebaran penduduk yang merata, di mana penduduknya membutuhkan berbagai barang dan
jasa. Kebutuhan-kebutuhan tadi memiliki dua hal yang khas yaitu:
1. Range, jarak yang perlu ditempuh orang untuk mendapatkan barang kebutuhannya.
Contoh range mebeler lebih besar daripada range susu, karena mebeler lebih mahal
daripada susu.
2. Threshold, adalah minimum jumlah penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan
kesinambungan suplai barang. Contohnya, toko makanan tidak memerlukan jumlah
penduduk yang banyak, sedangkan toko emas membutuhkan jumlah penduduk yang
lebih banyak atau threshold yang lebih besar.
Barang dan jasa yang memiliki threshold dan range yang besar disebut barang dan jasa
tingkat rendah, threshold-nya kecil dan range-nya terbatas. Makin tinggi tingkat barang dan
jasa, makin besar pula range-nya dari penduduk di tempat kecil.
Christaller juga menganggap bahwa jumlah penduduk merupakan penentu dari tingkat
pelayanan pusat sentral, selain itu juga fungsi dari pusat sentral itu menjadi penting, misalnya
sebagai pusat kegiatan perdagangan, pendidikan, pemerintahan, maupun rekreasi. Ada
hubungan yang sangat erat antara jumlah penduduk pendukung di suatu wilayah dengan
tingkatan (hirarki) dari pusat pelayanan tempat sentral.
Teori tentang market range selanjutnya dikembangkan oleh Blair (1995), dengan
pendapatnya tentang market area. Market area adalah suatu wilayah yang diperkirakan suatu
produk bisa dijual. Outer limit menurut Blair terbagi dalam dua jenis, yaitu ideal outer range
dan real outer range. Ideal outer range dari suatu barang jualan adalah jarak maksimum yang
akan ditempuh oleh konsumen untuk memperoleh barang kebutuhannya selama biaya
transportasi ditambah harga barang yang dibelinya masih dipandang lebih murah dari harga
rata-rata. Real outer range adalah jarak maksimum yang akan ditempuh oleh konsumen dalam
persaingan pasar yang ada, dan inilah yang disebut sebagai market area yang sesungguhnya
dari suatu kegiatan usaha.
Besarnya market area ditentukan oleh 3 (tiga) faktor sebagai berikut:
1. Skala ekonomi (economic scale), barang/jasa usaha mempunyai skala ekonomi yang
tinggi biasanya mempunyai market area yang cukup besar.
2. Demand Density (tingkat kepadatan penduduk dan pendapatan perkapita).
3. Biaya transportasi, biaya transportasi yang tinggi akan menimbulkan harga jual yang
tinggi pula, dan pada akhirnya bisa memperkecil market area.
2.4 Pengelompokan Pasar
Dengan melihat distribusi materi perdagangan, maka pasar akan memegang peranan
penting dalam kegiatan ekonomi kota. Banyaknya unsur yang terlibat dalam mekanisme
distribusi juga akan mengakibatkan terjadinya pengelompokan atau pengkategorian pasar.
Menurut Eisner (1993) pusat perbelanjaan dapat dibagi menjadi beberapa kategori
berdasarkan lingkup pelayanannya:
a. Pusat Lingkungan
Merupakan sumber setempat untuk bahan makanan serta pelayanan seharihari untuk
penduduk sebesar 7.500 sampai 20.000 orang. Ukuran rataratanya adalah sekitar 40.000
ft2 atau 3720 m2 luas lantai kotor, namun bisa bervariasi antara 30.000 - 74.000 ft2 (2787
- 6875 m2 ). Lokasi ini harus berada dalam kawasan seluas 4 - 10 acre (1,6 - 4 ha). Pusat
perbelanjaan ini biasanya dirancang di sekitar kawasan pasar swalayan sebagai pelayanan
perdagangan eceran utama.
b. Pusat Daerah/Kota
Bisa melayani penduduk antara 20.000 - 100.000 orang dan memperluas pelayanan pusat
lingkungan dengan menyediakan toko atau toserba kecil sebagai unsur utama. Ukuran
rata-ratanya adalah 150.000 ft2 (13,935 m2 )luas lantai kotor atau antara 100.000 -
300.000 ft2 (9.240 - 27.871 m2 ), dengan luas lahan antara 10 - 30 acre (4 - 12 ha).
c. Pusat Regional/Wilayah
d. Biasanya dibangun di sekitar satu atau lebih toserba dan mencakup berbagai fasilitas
perdagangan eceran yang biasanya ditemukan di suatu kota kecil yang seimbang. Pusat ini
dapat melayani penduduk antara 100.000 - 250.000 orang. Ukuran rata-ratanya adalah
400.000 ft2 (37.161 m2 ) luas lantai, meskipun bisa mencapai 1.000.000 ft2 (92.903 m2).
Minimum luas arealnya adalah 40 acre (16 ha), sedangkan pusat yang terbesar
memerlukan sampai 100 acre (40,5 ha).
2.5 Pengguna Pasar
Pengguna pasar secara umum dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pembeli dan
pedagang. Menurut Damsar (1977) pembeli dapat digolongkan menjadi:
a. Pengunjung, yaitu mereka yang datang ke pasar tanpa mempunyai tujuan untuk membeli
suatu barang atau jasa. Mereka adalah orang-orang yang menghabiskan waktu luangnya
di pasar.
b. Pembeli, yaitu mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud untuk membeli
sesuatu barang atau jasa tetapi tidak mempunyai tujuan ke (di) mana akan membeli.
c. Pelanggan, yaitu mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud untuk membeli
sesuatu barang atau jasa dan mempunyai tujuan yang pasti ke (di) mana akan membeli.
Seseorang menjadi pembeli tetap dari seseorang penjual tidak terjadi secara kebetulan
tetapi melalui proses interaksi sosial.
Dalam aktivitas perdagangan, pedagang adalah orang atau institusi yang
memperjualbelikan produk atau barang kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam ekonomi, pedagang dibedakan menurut jalur distribusi yang dilakukan,
dapat dibedakan menjadi pedagang distributor (tunggal), pedagang (partai) besar, dan
pedagang eceran.
Sedangkan dari pandangan sosiologi ekonomi, menurut Damsar (1997), membedakan
pedagang berdasarkan penggunaan dan pengolahan pendapatan yang didapatkan dari hasil
perdagangan dan hubungannya dengan ekonomi keluarga. Berdasarkan penggunaan dan
pengolahan pendapatan yang diperoleh dari hasil perdagangan, pedagang dikelompokkan
menjadi:
a. Pedagang profesional, yaitu pedagang yang menggunakan aktivitas perdagangan sebagai
sumber utama pendapatan dan satu-satunya bagi ekonomi keluarga.
b. Pedagang semi profesional, yaitu pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan untuk
memperoleh uang tetapi pendapatan dari hasil perdagangan tersebut merupakan sumber
tambahan bagi ekonomi keluarga.
c. Pedagang subsistensi, yaitu pedagang yang menjual produk atau barang dari hasil
aktivitas atas subsistensi untuk memenuhi ekonomi keluarga. Pada daerah pertanian,
pedagang ini adalah seorang petani yang menjual produk pertanian ke pasar desa atau
kecamatan.
d. Pedagang semu, yaitu orang yang melakukan aktivitas perdagangan karena hobi atau
untuk mendapatkan suasana baru atau untuk mengisi waktu luang. Pedagang jenis ini
tidak mengharapkan kegiatan perdagangan sebagai sarana untuk memperoleh
pendapatan, melainkan mungkin saja sebaliknya pedagang akan memperoleh kerugian
dalam berdagang.
Penjual dan pembeli dihubungkan oleh empat aliran; penjual mengirimkan produk/jasa dan
komunikasi, sebagai gantinya mereka menerima uang dan informasi.
2.6 Fungsi dan Peranan Pasar
Pasar merupakan akibat dari pola kegiatan manusia yang terjadi karena adanya saling
membutuhkan, sehingga terjadi pola pertukaran antara barang dan jasa. Kompleksitas
kebutuhan akan mengakibatkan kompleksitas baik orang, jenis barang, cara pertukaran dan
tempat yang semakin luas (Kottler & Amstrong, 2001).
Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.378/KPTS/1987 tentang
Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, fungsi pasar yang ada saat ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Tempat pengumpulan hasil pertanian Hasil-hasil pertanian seperti ketela, kol, kentang,
beras, bawang dan sebagainya, penjualannya banyak terjadi di pasar. Proses jual beli di
lokasi penghasil pertanian lebih banyak dilakukan oleh Pengumpul, kemudian dilakukan
proses jual beli di pasar.
2. Tempat distribusi barang industri Di samping hasil pertanian, barang-barang industri
tertentu (kelontong dan alat rumah tangga) yaitu peralatan yang diperlukan sebagai
pelengkap dapur dan kebutuhan sehari-hari, juga disediakan di pasar. Kualitas hasil
industri yang dipasarkan juga tergantung pada tingkat pelayanan pasar.
3. Tempat menukar barang kebutuhan Sering kali terjadi proses jual beli tidak
mempergunakan alat tukar (uang) tetapi barang (barter). Proses ini sebagai akibat jual beli
terjadi kontak langsung antara penjual dan pembeli, kuatnya faktor budaya atau kebiasaan
dari penjual.
4. Tempat jual beli barang dan jasa Pasar sebagai fungsi ekonomis merupakan tempat jual
beli barang dan jasa. Jasa di sini tidak selalu berupa barang, tetapi lebih merupakan tenaga
keahlian atau pelayanan, misalnya tukang cukur, tukang parut dan pembawa barang
dagangan.
5. Tempat informasi perdagangan Pasar merupakan tempat informasi perdagangan, karena
di dalam pasar terjadi proses perputaran jenis barang, uang dan jasa. Melalui informasi
pasar dapat diketahui jumlah barang atau jenis barang yang beredar atau diperlukan, harga
yang berlaku hingga pola distribusi barang.
Pasar terus berkembang perannya sebagai akibat berkembangnya fungsi pasar.
Berdasarkan pada pengertian-pengertian mengenai pasar dan dengan berkembangnya ragam
kegiatan yang terjadi, maka pasar pun mempunyai peranan yang beragam. Dalam Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Bangunan
Indonesia, peranan pasar dijabarkan sebagai berikut:
1. Pasar sebagai tempat pemenuhan kebutuhan Pasar menyediakan kebutuhan pokok sehari-
hari yaitu sandang dan pangan. Dengan demikian dapat diartikan bahwa di dalam pasar
dapat ditemukan kebutuhan pokok sehari-hari atau kebutuhan pada waktu-waktu tertentu.
2. Pasar sebagai tempat rekreasi Pasar menyediakan beraneka ragam kebutuhan sehari-hari
atau kebutuhan untuk waktu yang akan datang. Barang-barang tersebut ditata dan
disajikan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian pengunjung. Orang-orang yang
datang ke pasar kadang-kadang hanya sekedar berjalan-jalan sambil melihatlihat barang
dagangan untuk melepaskan ketegangan atau mengurangi kejenuhan.
3. Pasar sebagai sumber pendapatan daerah/kota Kegiatan pasar akan mengakibatkan
terjadinya perputaran uang. Dari besarnya penarikan retribusi akan menambah
pendapatan daerah. Besarnya penarikan retribusi akan tergantung pada kondisi pasar,
skala pelayanan dan pengelolaan pasar.
4. Pasar sebagai tempat pencaharian atau kesempatan kerja Berdagang juga merupakan
pelayanan jasa, sehingga dalam kegiatan pasar, tidak lagi sekedar tempat jual beli, tetapi
juga tempat kerja.
5. Pasar sebagai tempat komunikasi sosial Bentuk jual beli, antara pedagang dan pembeli
terjadi dengan kontak langsung, sehingga dalam proses jual beli terjadi komunikasi,
terjadi interaksi sosial. Pada pasar-pasar tradisional yang sifat kemasyarakatannya masih
menampakkan sifat kerukunan, paguyuban, orang datang ke pasar, kadang-kadang hanya
untuk mengobrol, mengikat kerukunan yang telah ada dan menyambung hubungan
bathin. Paguyuban ini nampak akrab karena pembeli (pengunjung) yang datang tidak
dibedakan status sosial atau profesi.
6. Pasar sebagai tempat studi dan latihan Untuk mengetahui seluk beluk kondisi pasar dan
perkembangan pasar, maka pasar dapat dipakai sebagai tempat studi dan pendidikan. Dari
pasar dapat diketahui tingkat kebutuhan suatu daerah/kota, tingkat pendapatan, tingkat
pelayanan, pola hubungan antar pasar dengan komponen pelayanan lain.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang, konsumen,
pengelola, dan elemen-elemen yang berkaitan dengan pola aktivitas pasar Kranggan. Pasar
Kranggan dipilih karena keberadaan pasar yang berada di tengah kota Yogyakarta dan sifatnya
masih tradisional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling
dimana sampel ini bisa memenuhi tujuan penelitian sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan.
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan data primer
yaitu menggunakan data primer berupa wawancara kepada elemen-elemen yang saling terkait
di wilayah pasar Kranggan. Pengambilan sampel diambil dari elemen pasar diantaranya para
pembeli atau konsumen yang setiap hari berlangganan ke pasar Kranggan, pedagang,
pengelola pasar Kranggan, dan elemen pasar yang mendukung aktivitas kegiatan pasar.
3.2. Tempat dan Waktu
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Pasar Kranggan, Kota Yogyakarta. Pasar Kranggan
dipilih karena memiliki eskalasi perekonomian tradisional yang luas dengan jumlah transaksi
yang relatif sibuk dengan disertai jumlah pedagang yang mencukupi.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Analisa data yang digunakan dalam pengumpulan data digunakan :
a) Teknik Wawancara
Wawancara atau interview merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
mengajukan pertanyaan kepada responden atau sumber informasi. Data atau informasi itu
berupa tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, hasil pemikiran, atau pengetahuan
seseorang tentang segala sesuatu hal yang dipertanyakan sehubungan dengan masalah
penelitian.
Dalam penelitian ini wawancara mendalam dilakukan kepada pengelola Pasar
Kranggan untuk mengetahui jumlah lapak dan kegiatan dalam pasar Kranggan.
Wawancara mendalam juga akan dilakukan kepada sejumlah pelaku pasar tradisional serta
para konsumen yang dipilih melalui purposive sampling.
b) Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan
kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan penelitian,
baik dari jurnal, buku, koran, majalah ilmiah, dan lain-lain. Atau cara mengumpulkan data
tertulis berupa arsip-arsip, termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, hukum,
dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini data
dokumentasi yang diperlukan antara lain meliputi: berbagai referensi untuk tinjauan
pustaka, data dari dinas-dinas yang berkaitan dengan tata kelola pasar Kranggan, serta
publikasi media massa.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sistem Kerja Pasar Kranggan


Sistem yang terdapat pada Pasar Kranggan dalam proses transaksi adalah pedagang
melayani pembeli yang datang ke stan atau tempat usaha meraka, kemudian melakukan
tawar menawar untuk menentukan kata sepakat pada harga dengan jumlah yang telah
disepakati sebelumnya. Pasar seperti ini umumnya dapat ditemukan di kawasan
permukiman agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Sistem kerja di Pasar
Kranggan terdiri dari sub-sub sistem yang saling berhubungan satu sama lain membentuk
metabolisme yang hasilnya dapat menguntungkan semua pihak. Di Pasar Kranggan
terdapat beberapa elemen yang terlibat dalam rangka mendukung kegiatan perdagangan.
Elemen-elemen tersebut antara lain Dinas Pengelola Pasar Kota Yogyakarta, Pengelola
Pasar Kranggan, Pedagang, dan Pembeli.
Elemen-elemen yang terlibat di Pasar Kranggan
a. Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta
Dinas Pengelolaan Pasar merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di
bidang pengelolaan pasar yang dipimpin oleh Kepala Dinas berkedudukan dibawah
dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekertaris Daerah. Dinas
Pengelolaan Pasar mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan
daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang pengelolaan
pasar.
Adapun fungsi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta adalah sebagai
berikut :
 Sekertariat mempunyai fungsi pelaksanaan urusan umum dan kepegawaian.
Keuangan, administrasi data dan pelaporan.
 Bidang pemeliharaan Sarana Prasarana, kebersihan dan Keamanan mempunyai
fungsi penyelenggaraan pemeliharaan sarana prasarana kebersihan dan
keamanan pasar.
 Bidang Pemanfaatan Lahan dan Retribusi mempunyai fungsi penyelenggaraan
pemanfaatan lahan dan pengelolaan retribusi.
 Bidang Pengembangan mempunyai fungsi penyelenggaraan pembinaan
pedagang dan komunitas pasar serta pengkajian, pengembangan dan
pemasaran.
Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta menempatkan pedagang sebagai
subyek yang berperan merancang, melaksanakan dan membiayai kegiatan
perbaikan fisik kios dan Los pedagang. Peran serta Dinas Pengelolaan Pasar beserta
pihak lain sangatlah penting dalam mengendalikan manajemen dan hal inilah yang
disebut “Manajemen Partisipatif Pengelolaan Pasar Tradisional Kota Yogyakarta”.
Dinas Pengelolaan sebagai ujung tombak dalam pengelolaan Pasar Tradisional
memiliki peranan dalam aspek manajemen yaitu sebagai pengelola bangunan,
fasilitas, dan Kawasan Pasar, pengelola retribusi pelayanan Pasar, serta sebagai
pembina dan penata pedagang Pasar Tradisional. Peranan tersebut memberikan
pengaruh yang cukup signifikan dalam mempertahankan eksistensi Pasar
Tradisional.

b. Pengelola Pasar
Pengelola pasar Kranggan yang dikepalai oleh Lurah mempunyai fungsi
sebagai penyelenggara teknis operasional Pasar Kranggan dan pemungutan
retribusi. Pengelola pasar terdiri dari berbagai pihak, antara lain lurah yang
membawahi seksi kamanan, retribusi, dan kebersihan.

Lurah Pasar

Seksi Retribusi Seksi Seksi Administrasi


Keamanan Kebersihan
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pengelola Pasar Kranggan Yogyakarta

Tugas dan fungsi dari unsur-unsur pengelola pasar akan dijelaskan lebih lanjut
sebagai berikut.
 Lurah
Lurah Pasar Kranggan adalah orang yang ditugasi langsung oleh Dinas
Pengelolaan Pasar untuk mengelola pasar Kranggan. Strukturnya berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas melalui Sekretaris dan
secara administrasi berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Seksi Pemanfaatan Lahan. Lurah Pasar mempunyai fungsi penyelenggaraan
pelayanan administrasi pedagang pasar, administrasi retribusi, kebersihan dan
keindahan, pengelolaan sarana prasarana, keamanan dan ketertiban, penataan
lahan dan pedagang pasar serta tugas-tugas ketatausahaan lainnya
Lurah Pasar mempunyai wewenang sebagai berikut:
- mengkoordinasikan pengelolaan kebersihan, keamanan dan ketertiban,
pengelolaan administrasi pedagang, pengelolaan administrasi
ketatausahaan pasar;
- mengatur dan memerintah pegawai di lingkungan pasar yang menjadi
tanggung jawabnya;
- mengkoordinasikan pelaksanaan administrasi pemungutan retribusi;
- melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait, komunitas pedagang
dan lembaga kemasyarakatan
- memberikan saran dan masukan atas pengelolaan pasar.

 Seksi Administrasi
Seksi Administrasi berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Lurah
Pasar Kranggan. Seksi Administrasi mempunyai tugas menyelenggarakan
pengelolaan administrasi dan ketatausahaan serta melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh Lurah Pasar sesuai dengan bidang tugasnya.

 Seksi Retribusi
Seksi retribusi bertugas merencanakan kegiatan, melaksanakan,
membagi tugas dan mengontrol urusan Seksi Retribusi Pasar. Di Pasar
Kranggan sendiri menerapkan retribusi kepada para pedagang yang dibayarkan
sebulan sekali. Besarnya retribusi ditentukan jenis tempat yang disewa apakah
itu kios, los, atau lapak serta besar luasan tempat yang disewa. Jenis tempat
yang memiliki biaya retribusi paling tinggi adalah jenis kios dan palng rendah
adalah lapak. Setiap pedagang akan diberi kartu monitoring retribusi yang
mempunyai warna yang berbeda-beda tergantung jenis tempat yang disewa.

 Seksi Keamanan
Seksi Keamanan mempunyai tugas menyelenggarakan pengelolaan
keamanan pasar dan pedagang kaki lima. Seksi Keamanan melakukan
pengawasan terhadap semua kegiatan di pasar baik secara langsung terjun ke
lapangan maupun melalui CCTV. Tidak hanya tindakan kriminal yang diawasi
oleh seksi keamanan, tindakan penagihan hutang oleh rentenir juga mendapat
perhatian khusus. Di pasar Kranggan para rentenir dilarang untuk beroperasi.

 Seksi Kebersihan
Seksi Kebersihan Pasar mempunyai tugas menyelenggarakan
pengelolaan keamanan dan kebersihan pasar dan pedagang kaki lima. Seksi
Kebersihan Pasar dalam melaksanakan tugas mempunyai fungsi: penyusunan
rencana kerja Seksi Kebersihan Pasar, penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis pengelolaan kebersihan pasar dan pedagang kaki lima, penyelenggaraan
pengelolaan kebersihan pasar dan pedagang kaki lima, penyelenggaraan
pelayanan kebersihan pasar dan pedagang kaki lima

Saat ini, pengelola pasar kranggan sedang fokus untuk mendongkrak pamor
pasar kranggan agar tidak kalah bersaing dengan pasar-pasar modern dan
supermarket di sekitar pasar. Walaupun sudah terdapat perda yang mengatur
tentang jarak minimal minimarket/supermarket dengan pasar tradisional namun jika
pasar tradisional tidak dimodernisasi fasilitasnya maka tetap akan kalah bersaing.
Sebenarnya pasar tradisional memiliki keunggulan daripada supermarket dari segi
harga yang jauh lebih murah. Barang yang dijual di Supermarket sebagian berasal
dari pasar tradisional termasuk Pasar Kranggan. Dengan pengemasan dan
kenyamanan tempat berbelanja, supermarket dapat menjual barangnya dengan
harga yang lebih tinggi.
Untuk meningkatkan pamor tradisional di Pasar Kranggan, pengelola saat ini
belajar dengan pasar tradisional di Jakarta dan di Surabaya. Dalam sistem
pengelolaan pasar, pasar tradisional di Jakarta dan Surabaya sudah membentuk
semacam Perusahaan Daerah yang bertugas mengelola perdagangan di pasar
tradisional. Dengan membentuk Perusahaan Daerah (PD) yang khusus mengelola
pasar tradisional, fasilitas dan kebersihan di pasar tradisional akan meningkat
sehngga pembel akan semakin tertarik untuk berbelanja di pasar tradisional. Kita
tahu sendiri bahwa kebersihan dan fasilitas yang minim merupakan masalah utama
kenapa pasar tradisional kalah bersaing dengan supermarket.
Kendala lain pengelola Pasar Kranggan adalah masih terdapat pedagang yang
belum menaati aturan tempat larangan berjualan. Daerah yang semestinya dilarang
untuk berjualan tapi malah justru dijadikan tempat menggelar lapak jualan atau
barang dagangannya yang terlalu banyak sehingga menutupi jalur pejalan kaki.
Penegakan yang kurang tugas mengakibatkan pedagang yang melanggar tempat
berjualan tersebut tidak akan jera. Hal tersebut dikarenakan pengelola Pasar
Kranggan masih menggunakan pendekatan sosial dan budaya yang sesuai dengan
budaya di Yogyakarta yang ramah dan tamah sehingga tidak dapat bersikap tegas
terhadap pedagang yang melanggar aturan. Selain itu pedagang di Pasar Kranggan
banyak yang sudah berusia lanjut sehingga karena alasan kemanusian pengelola
pasar cenderung membiarkan mereka berdagang walaupun melanggar aturan.

c. Pedagang
Di pasar kranggan terdapat berbagai macam pedagang yang menjual
berbagai jenis dagangan. Barang yang diperjualbelikan tak jauh beda dengan pasar
tradisional lainnya, mulai dari buah, sayur, tembikar, kayu arang, kuliner
tradisional, konveksi, sembako, petokoan emas dan perhisasan, perlengkapan
pembuatan kue, dan lain sebagainya. Karena keterbatasan waktu maka penulis
hanya mengambil sampel dari beberapa pedagang saja seperti pedagang bumbu
dapur, sayur/buah, kelontongan, dan daging.
Terdapat perbedaan jenis barang dagangan yang dijual yaitu barang segar
yang harus dijual pada hari itu juga dan barang yang dapat disimpan yang dapat
dijual pada hari selanjutnya. Perbedaan itu menimbulkan perbedaan pula dalam
pengelolaan logistik barang dagangan.
Pedagang barang segar memperoleh barang dagangan dari pemasok atau
tengkulak. Pemasok dan tengkulak tersebut akan langsung mengirimkan barangnya
ke pedagang setiap harinya. Barang dagangan yang segar mudah busuk jika tidak
cepat terjual. Oleh karena hal tersebut pedagang dituntut cermata dalam manajemen
pembelian dan penjualan agar tidak menderita kerugian. Untuk menghindari
kerugian biasaya pedagang mengolah barang dagangan yang tidak laku hari itu
menjadi barang jadi siap makan. Contohnya pedagang daging membuat produk-
produk sampingan yang berasal daging yang tidak laku pada hari itu menjadi abon,
dendeng, dan bakso.
Untuk pedagang klontongan yang barang dagangannya dapat bertahan lama
biasanya menyimpan barang dagangannya di kiosnya sendiri. Pedagang
kelontongan seperti panci, penggorengan, perkakas rumah tangga, ember dan lain-
lain merasakan bahwa omset yang didapat cenderung berkurang beberapa tahun
terakhir. Hal tersebut dikarenakan maraknya perdagangan secara online yang
membuat pembeli semakin mudah untuk mendapatkan barang dan keberadaan
supermarket. Selain itu, persaingan yang tidak sehat antar pedagang juga membuat
beberapa pedagang mengalami kerugian. Ketika seorang pedagang dapat menjual
harga yang lebih rendah maka pedagang lain dapat mengalami kerugian karena
pelanggannya akan berpindah pada pedagang yang menjual lebih murah.
Ada dua jenis pembayaran yang biasa dilakukan pedagang. Pedagang dapat
membayarnya hari itu juga atau dapat berhutang yang dibayarkan beberapa hari
setelahnya. Jika pedagang membayar hari itu maka biasanya pemasok akan
menagih pada siang hari setelah dagangannya terjual.
Dalam interaksi antar pedagang yang intensif, terbentuk paguyuban pedagang
pasar kranggan. Paguyuban ini dibentuk dengan tujuan untuk menjalin silaturahmi
antar pedagang agar semakin erat serta menjadi wadah bagi para pedagang untuk
menyampaikan saran dan pendapatnya terhadap Pasar Kranggan. Paguyuban
pedagang Pasar Kranggan biasanya melakukan kegiatan seperti arisan yang
dilaksanakan sebulan sekali dan kegiatan bakti sosial jika terjadi bencana di suatu
daerah.

d. Pemasok Barang
Pemasok merupakan pihak yang mendistribusikan barang dari produsen
kepada pedagang. Di Pasar Kranggan sendiri, biasanya pedagang sudah mempunyai
pemasok langganan. Pedagang setiap harinya akan menginformasikan kepada
pemasok baik secara langsung maupun tidak langsung tentang jumlah barang yang
akan dibelinya.
Pemasok dapat menerima uang hasil penjualan pada hari itu juga atau
dikemudian hari (piutang). Untuk pedagang yang membayar pada hari itu juga,
pemasok biasanya akan menagihnya pada siang hari setelah barang dagangan laku
terjual.

e. Pembeli
Masyarakat mempunyai bermacam-macam tujuan saat membeli barang di
Pasar Kranggan. Ada yang membeli untuk dikonsumsi sendiri, dijual lagi tanpa
diolah, dan dijual kembali dengan pengolahan seperti warung makan dan lain-lain.
Biasanya pembeli sudah mempunyai langganan pedagang. Faktor yang menentukan
pembeli memilihi suatu pedagang langganan antara lain karena harganya murah,
dan kualitas yang terjamin.
Pembeli memilih Pasar Kranggan karena menjadi one stop shopping artinya
hampir semua barang tersedia, letaknya yang strategis di pusat kota dan dekat
dengan tempat tinggal serta harga barang yang relatif murah. Harga merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam memilih tempat
berbelanja, semakin murah harga suatu produk maka semakin puas dan banyak
konsumen untuk membeli produk.
Pembeli di pasar kranggan merupakan pelaku yang penting dalam
metabolisme sistem yang bekerja di pasar. Sistem akan terus bekerja secara
berkelanjutan jika aliran energi, material, dan informasi dari pembeli berjalan
dengan bagaiamana semestinya.

4.2 Metabolisme Sistem Pasar Kranggan


Metabolisme sistem adalah seluruh proses interaksi yang mendukung dan
menyebabkan terjadinya transfer antarelemen berjalan. Sistem hanya akan berjalan atau
berproses menghasilkan kinerja jika metabolisme sistem tersebut berjalan. Dalam suatu
sistem, secara umum metabolisme akan berproses jika terdapat minimal satu interaksi yang
di dalamnya terdapat transfer informasi, energi, dan materi. Jika transfer informasi, energi,
dan materi berjalan bersama-sama maka metabolisme sistem tersebut akan bekerja
maksimal (Maryono, 2013).
Di sistem Pasar Kranggan, terdapat beberapa elemen yang saling berinteraksi
membentuk metabolisme. Elemen-elemen utama yang terlibat di Pasar Kranggan antara
lain, pengelola pasar, pemasok, pedagang, dan pembeli. Jika metabolisme terjadi secara
baik dan berkesinambungan, maka setiap elemen akan mendapatkan manfaat dari
hubungan timbal balik tersebut. Selain itu, Pasar Kranggan juga akan menjadi lebih baik
lagi dari sistem kerjanya, fasilitasnya, dan pelayanannya.
Metabolisme di Pasar Kranggan dimulai dengan pihak pengelola yang menyediakan
fasilitas dan sistem di Pasar Kranggan yaitu melalui transfer informasi kepada para
pedagang baik mengenai harga sewa atau peraturan berlaku. Pihak pengelola pasar juga
melakukan transfer materi, dan energi yaitu dengan menyediakan fasilitas fisik, keamanan,
dan kebersihan baik kepada penjual maupun kepada pembeli. Pembeli mempunyai
kewajiban pada pengelola pasar yaitu dengan transfer materi berupa uang sewa kios dan
uang retribusi.
Pedagang yang berdagang di Pasar Kranggan setiap harinya melakukan kegiatan
yang berkaitan dengan pembelian barang dagangan (biasa disebut kulakan), pengangkutan
barang dagangan, dan penjualan barang dagangan. Ketiga kegiatan tersebut merupakan
kegiatan rutin yang dilakukan oleh pedagang dalam kegiatan perdagangannya sehari-hari.
Pedagang berusaha menjaga persediaan barang dagangannya dengan melakukan pembelian
barang dagangan dalam jumlah tertentu untuk menjaga ketersediaan agar dapat memenuhi
kebutuhan dari pembeli.
Pelaksanaan transaksi yang dilakukan antara pedagang sayur dan pemasok berjalan
tanpa diatur oleh kontrak secara tertulis karena tidak ada perjanjian yang ditandatangani
bersama di atas kertas. Transaksi tersebut dijalankan berdasarkan kontrak secara lisan.
Pedagang sayur secara tidak langsung melakukan kesepakatan secara lisan kepada
pemasok bahwa akan selalu membeli di pemasok tersebut. Pemasok juga sepakat untuk
menyediakan barang dagangan yang dibutuhkan oleh pedagang sayur. Sehingga kontrak
yang dibuat oleh pedagang sayur dan pemasok adalah kontrak lisan yang dibangun dari
rasa saling percaya antara kedua pihak untuk saling melakukan tindakan yang memberikan
manfaat ekonomi.
Kegiatan transaksi yang dilakukan antara pedagang sayur dan pemasok membentuk
biaya transaksi. Biaya transaksi terbentuk dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama
kulakan barang dagangan di mana biaya tersebut ditanggung oleh pedagang.
Interaksi antara penjual dan pembeli juga membuat metabolisme di Pasar Kranggan
berjalan karena pada dasarnya pihak utama yang membuat terbentuknya pasar adalah
pembeli dan penjual. Pasar tradisional seperti Pasar Kranggan dicirikan terjadinya interaksi
yang intens antara pembeli dan pedagang, tidak seperti supermarket yang mempunyai
sistem melayani sendiri (self serving) dan harganya yang sudah tetap. Pembeli dapat
menawar harga dan mendapatkan barang dari pedagang sedangkan pedagang mendapatkan
uang hasil penjualan. Kedekatan antara penjual dan pembeli lebih terasa karena interaksi
mereka yang berulang-ulang dan mendalam. Interaksi sosial yang hangat dan personal
sering terjadi di pasar tradisional seperti Pasar Kranggan. Transaksi yang berulang, tawar-
menawar yang dilakukan dengan ‘taktik’ tertentu agar mendapatkan harga lebih murah atau
bonus lebih banyak, seringkali menciptakan ‘kedekatan’ yang maknanya tidak bisa
direduksi sebagai sekedar hubungan antara penjual dan pembeli. Karena keramahtamahan
penjual, tak jarang pembeli pun ‘takluk’ dengan ‘persuasi’ penjual. Yang terjadi adalah
saling menguntungkan.
Berikut adalah gambaran bagaimana interaksi antar pelaku-pelaku di pasar
membentuk metabolisme
Pemasok

Informasi, Energi, dan Materi

Informasi, Energi, dan Materi


Pengelola Pedagang
Pasar
Kranggan
Informasi, Energi, dan Materi

Pembeli

Gambar 4.2 Metabolisme yang terjadi di Pasar Kranggan

4.3 Arena
Suatu sistem tidak berada dalam ruang kosong. Sistem selalu berdiri pada arena
tertentu dan selalu terdapat hubungan timbal balik. Jika diibaratkan ilmu biologi, arena
merupakan habitat. Arena bukan hanya berupa benda mati melainkan juga benda hidup
seperti tumbuhan, hewan, penduduk, hutan, iklim, geomorfologi dll. Arena juga dapat
berupa sistem-sistem lain yang ada di lingkungan sistem tersebut. Jadi, arena juga bisa
bersifat dinamis berupa perubahan-perubahan yang terjadi selama proses dalam sistem
berlangsung (Maryono, 2013).
Pasar Kranggan merupakan pasar tradisional yang berada di tengah kota.
Keberadaannya tergerus oleh pasar-pasar modern seperti minimarket atau supermarket.
Pesatnya pertumbuhan pasar modern ditengarai terkait perubahan perilaku konsumen yang
menginginkan kenyamanan berbelanja, kepastian harga, dan tanpa tawar-menawar. Di sisi
lain, pengembangan pasar tradisional tak semudah toko modern, sehingga pasar tradisional
seperti Pasar Kranggan rawan termarjinalkan walaupun posisinya berada di tengah kota.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pembuat kebijakan membuat
peraturan untuk melindungi keberadaan pasar tradisional dari serangan pasar modern baik
itu minimarket maupun supermarket. Melalui Peraturan Daerah No 8 Tahun 2011 tentang
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Pasar Modern diatur jarak paling dekat yang
diperbolehkan antara minimarket maupun supermarket dengan pasar tradisional. Pasal 21
ayat 3 Perda DIY No 8 Tahun 2011 disebutkan bahwa jarak paling dekat yang
diperbolehkan antara pasar modern dengan pasar tradisional adalah 1 km. Apabila
ketentuan jarak tersebut tidak terpenuhi artinya terdapat pasar modern yang jaraknya
kurang dari 1 km dari pasar tradisional maka bagi yang sudah terbit izinnya oleh
Pemerintah Kota/Kabupaten izin yang bersangkutan tidak diberikan kembali.
Selain pasar modern, Pasar Kranggan juga terancam oleh keberadaan toko daring
(online). Dengan menawarkan kemudahan dalam berbelanja, toko daring tumbuh dengan
pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pasar tradisional yang tidak dapat beradaptasi dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih ini tentu akan ditinggalkan pelanggannya.
Hal tersebut menurut salah satu pedagang barang perabot rumah tangga di Pasar Kranggan
sangat terasa seiring dengan penurunan omzet setiap tahunnya.

Perda DIY
Pasar No 8 Th
Modern Pasar 2011
Kranggan

Dinas
Lingkungan Dinas
Hidup Pengelolaan
Toko Pasar
Daring
(online)
Gambar 4.3 Arena di Pasar Kranggan Yogyakarta

4.4 Agenda
Agenda adalah semua hal yang ada pada lingkungan sistem yang berupa rencana,
keinginan, tujuan, pemikiran, kehendak masyarakat, kehendak pemerintah, dan organisasi
lainnya. Jadi, agenda dalam lingkungan sistem memberikan batasan dan peluang bagi
sistem yang akan hidup di arena tersebut (Maryono, 2013).
Visi dan misi sistem merupakan agenda utama sistem itu sendri yang biasa disebut
sebagai tujuan sistem yang mempunyai visi dan misi yang jelas, tegas, dan relistis serta
didukung penuh oleh sumber daya manusia dan sumber daya lainnya akan dapat mencapai
target yang ditetapkan (Maryono, 2013).

4.4.1 Pengembangan Pasar Kranggan


Keberadaan Pasar Tradisional kini kian menurun seiring dengan pesatnya
perkembangan pasar modern khususnya di perkotaan. Hal tersebut turut didorong
oleh globalisasi dan pasar bebas yang berkembang sangat cepat. Arus investasi dan
produk luar negeri yang membanjiri pasar domestik juga perlu mendapat perhatian
Pemerintah dalam kaitannya dengan pola distribusi produk yang dijual di Pasar
Tradisional khususnya sembako, sayur mayur serta daging. Terlebih lagi, pada
tahun 2015 pasar bebas di ASEAN akan semakin terbuka dengan diberlakukannya
Asean Economic Community (AEC) secara penuh. Hal tersebut akan berdampak
pada meningkatnya arus barang dan jasa dari luar negeri.
Pengelola Pasar Kranggan melalui Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta
mempunyai beberapa program guna meningkatkan pamor Pasar Kranggan agar
tidak kalah bersaing dengan Pasar Modern. Salah satunya yaitu melalui program
pengembangan pasar. Program pengembangan pasar dimaksudkan untuk menata
dan memajukan Pasar Kranggan sehingga mampu menjadi pusat wisata belanja di
Yogyakarta, sesuai dengan visi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta. Program
pengembangan pasar ini meliputi pemberdayaan pasar dan komunitas dan
pengembangan dan pembuatan media promosi pasar.
Pemerintah Kota Yogyakarta mencanangkan slogan “Pasare resik, atine
becik, rejekine apik, sing tuku ora kecelik”. Slogan ini mempunyai makna lahan
dan bangunan pasar bersih dari sampah, kotoran dan limbah, tidak becek, tidak
kumuh, tertata rapi, tertib, dan teratur sehingga pengunjung pasar bertambah
banyak karena merasa nyaman. Dengan banyaknya pengunjung, maka rejeki yang
diperoleh pedagang bertambah banyak. Selain itu, pelaku pasar yaitu petugas Dinas
Pengelolaan Pasar dari Kepala Dinas sampai Staff dilapangan melaksanaan tugas
dengan bersih, jujur, dan adil, tidak KKN, tidak melakukan pungli, dan tidak
melakukan segala perbuatan kotor lainnya sebagai pengelola pasar. Pedagang dan
pembeli di Pasar Kranggan melaksanakan aktivitas secara bersih, jujur, dan adil,
tidak meniputimbangan, tidak menipu kualitas barang dagangan, tidak
menggunakan lahan yang bukan haknya, dan tidak melakukan perbuatan kotor
lainnya sebagai pedagang dan pembeli. Apabila pengelola pasar, pedagag, dan
pembeli berperilaku seperti di atas, maka akan memperoleh rejeki yang bersih,
halal, dan bersih.
Slogan “Pasare resik, atine becik, rejekine apik, sing tuku ora kecelik”
diharapkan menjadi spirit bagi para pedagang serta seluruh stakeholder yang ada di
Pasar Kranggan untuk menjadikan Pasar Kranggan sebagai pasar tradisional dengan
pengelolaan modern. Tidak hanya sukses dalam menjalankan fungsi ekonomi,
tetapi juga fungsi pendidikan dan wisata. Bagaimanapun juga hal ini tidak akan bisa
terwujud tanpa peran aktif dari seluruh elemen yang ada di dalamnya.
Dengan pasar yang bersih tentunya akan membuat para pengunjung menjadi
nyaman. Untuk mewujudkan hal ini, jumlah serta akses terhadap tempat sampah
harus ditingkatkan. Hal ini untuk meminimalisasi agar para pedagang atau pembeli
tidak membuang sampah sembarangan. Bak sampah pun dipilh antara sampah
kering dan basah agar mempermudah dalam mengolah sampah menurut jenisnya.
Kebersihan saja tidak akan cukup untuk membuat Pasar Kranggan diminati
jika tanpa didukung oleh perilaku pedagang yang baik. Tidak hanya dari sisi
keramahtamahan, integritas dan sopan santun, akan tetapi juga faktor kejujuran.
Dengan pasar yang bersih, hati yang baik, otomatis para pembeli pun tidak akan
segan datang dan bertansakasi di Pasar Kranggan. Slogan di atas merupaka
penyempurnaan dari slogan pasar tradisional sebelumnya yaitu “ Pasare resik,
rejekine apik”. Masing-masing memiliki keterkaitan dan dengan integritas serta
komitmen segenap elemen terkait tentunya akan menerkan dampak maksimal.

4.4.2 Strategi Melawan Rentenir


Sebagai salah satu pasar tradisional terbesar di Yogyakarta, perputaran uang
di Pasar Kranggan mencapai ratusan juta setiap harinya. Sebelum masuknya
lembaga keuangan bank di Pasar Kranggan, tidak seikit pedagang pasar yang
terjebak rentenir. Hal ini tentu sangat merugikan bagi pedagang. Pasalnya tidak
sedikit pedagang yang harus kehilangan losnya karena tercekik bunga pinjaman
rentenir yang sangat tinggi.
Hal inilah yang akhirnya mendorong Pemkot Yogyakarta melalui Dinas
Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta untuk menjalin kerjasama dengan sejumlah
perbankan ataupun koperasi. Semakin banyak bank yang masuk ke pasar, maka
ruang gerak dari rentenir akan semakin sempit. Salah satu kerjasama yang terjalin
antara Pemkot Yogyakarta dan perbankan adalah terkait kemudahan dalam akses
pinjaman dengan agunan berupa kartu los dan kios yang dimiliki para pedagang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Sistem adalah kumpulan dari berbagai elemen yang saling bekerja sama untuk
menjalankan suatu maksud. Kalau terjadi kerusakan terhadap salah satu bagian maka sistem
atau seluruh bagian tersebut tidak akan bisa berjalan secara maksimal. Dengan kata lain,
maksud yang ingin dicapai tak akan terpenuhi atau setidak-tidaknya sistem yang sudah
terwujud akan mendapatkan gangguan. Begitu juga di Pasar. Pasar merupakan tempat
terjadinya interaksi antar elemen yang membentuk sistem perdagangan. Sistem perdagangan
di pasar harus bersifat parsitipatif dan saling menguntungkan, dalam artian semua elemen
mempunyai peranan masing-masing dan akan memberikan dampak positif bagi elemen yang
lain.

5.2 Saran
Pasar Kranggan merupakan pasar tradisional yang berada di pusat kota. Perkembangan
pasar modern yang pesat membuat keberadaan pasar tradisional seperti Pasar Kranggan
menjadi terancam. Untuk mengatasi hal tersebut elemen-elemen sistem di Pasar Kranggan
perlu melakukan hal berikut:
a. Dinas Pengelolaan Pasar dapat menggandeng investor lokal maupun nasional dalam
mengembangkan pasar tradisional.
b. Meningkatkan porsi anggaran untuk mengembangkan pasar tradisional baik melalui
peningkatan pendapatan melalui retribusi ataupun bersumber dari pendapatan daerah
Kota Yogyakarta yang lain.
c. Pengelola Pasar harus dapat lebih tegas lagi dalam penegakan aturan di Pasar
d. Pedagang perlu beradaptasi dengan teknologi yang semakin canggih yaitu dengan
memasarkan barangnya secara daring.
e. Memperketat persyaratan pendirian toko dan pasar modern.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/KPTS/1987, Tanggal 3 Agustus 1987 tentang
Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan di Indonesia, Lampiran Nomor 22.
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 23/MPP/1998 Tanggal 21 Januari 1998 tentang
Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan.
Asy’ari, Sapari Imam. 1993. Sosiologi Kota dan Desa. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
Blair, John P. 1995. Local Economic Development: Analysis and Practice, California, USA: Sage
Publications Inc.
Campbell, R. McConnell and Stanley L. Brue. 1990. Economics: Principles, Problems and
Policies. McGraw-Hill Publishing Company.
Daldjoeni, N. 1987. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Penerbit Alumni.
Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
De Chiara, Joseph dan E. Lee Coppelman. 1999. Standar Perencanaan Tapak. Jakarta: Penerbit PT
Erlangga.
Djojodipuro, Marsuki. 1992. Teori Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Eisner, Simon et al. 1993. The Urban Pattern, 6th Edition. New York: Wiley Publishing.
Ginanjar, Nugraha Jiwapraja. 1980. Masalah Ekonomi Mikro. Jakarta: Acro.
Bintarto R. dan Surastopo Hadisumarno. 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES
Jayadinata, Johara T. 1985. Pembangunan Desa dalam Perencanaan. Bandung: ITB.
__________, 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah.
Bandung: Penerbit ITB.
Kottler, Philip et al. 1998. Marketing Places: Attracting Investment, Industry and Tourism to
Cities, State and Nations. New York: The Free Press Division of Macmillan Inc.
Kottler, Philip and Gary Amstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta: Penerbit PT
Erlangga.
Miles, Mike E. et al. 1999. Real Estate Development, Principles and Process. Washington DC:
Urban Land Institute.
Mursid, M. 1997. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi
Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: Penerbit Gramedia
Pustaka Utama
Tamin, Ofyar, Z. 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB.

Anda mungkin juga menyukai