150821046
150821046
2017
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3184
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS KUALITAS CITRA LUMBAL Pada PENGARUH
PERUBAHAN NILAI TIME REPETITION Dan TIME ECHO
Untuk KASUS HERNIA NUKLEUS PULPOSUS Dengan
MENGGUNAKAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING
SKRIPSI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
SKRIPSI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
PERSETUJUAN
Kategori : Skripsi
Nama : Delly Marintan Hutapea
Nomor Induk Mahasiswa : 150821046
Program Studi : Sarjana (S1) Fisika
Departemen : FISIKA
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui Oleh :
Ketua Departemen Fisika
PERNYATAAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
150821046
PENGHARGAAN
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa ,karna atas
berkat dan rahmat-nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Sains Jurusan Fisika Medis pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skiripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terimakasih kepada :
ABSTRAK
ABSTRACT
A study of the effects of Time Repetition (TR) and Time Echo (TE) changes
on the lumbar image for Hernia Nucleus Pulposus (HNP) case using MRI aimed to
see the effect of TR and TE values on the quality of lumbar or spinal images, So as to
obtain a higher quality image by determining the value of Signal to Noise Ratio
(SNR). Image retrieval was taken from 3 patients by making changes to TR 2000,
4000, 6000 and TE value 109, 100, 120. By adjusting the value of the old TR and TE
parameters we obtained T2 weighting which can show the pathology abnormalities
more clearly with the method Spin spin. From the results obtained it can be
concluded with the old TR's TR = 6000ms, precisely evaluating the tissue in more
slices, but causing the time required to obtain longer data and provide a better SNR
price and better image quality. Fast TR with TR = 2000ms, can evaluate the network
in fewer slices, but it causes the time required to obtain shorter data and give the
SNR price less good and the image quality obtained becomes worse.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK vi
ABSTRACK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Time Repetition (TR) adalah suatu interval waktu antara pengulangan dua
pulsa yang sama dan pemberian TR yang lama dapat mengevaluasi jaringan dalam
irisan yang lebih banyak serta memberikan harga sinyal noise yang lebih baik,
namun menyebabkan waktu yang dibutuhkan lebih lama untuk memperoleh data, TR
yang cepat dapat mempersingkat waktu pengambilan data namun jumlah irisan
jaringan yang dievaluasi menjadi sedikit, dan Signal to Noise
Ratio (SNR) menjadi jelek. (Sprawls,1995)
Penelitian tentang Kualitas citra MRI Lumbal Sagital menggunakan
pembobotan T2 FSE sudah pernah dilakukan dengan hasil menunjukkan bahwa ETL
dan pembobotan T2 berpengaruh terhadap kualitas citra MRI yaitu kontras citra pada
FSE dan kemampuan softwer berbasis matlab dalam menganalisa kualitas citra MRI,
SNR dan kontras merupakan aspek yang penting dalam proses optimasi citra yaitu
semakin tinggi nilai SNR maka citra akan semakin baik dalam memberikan
informasi diagnose (Josepa, dkk.2014).
Maka, berdasarkana hal tersebut peneliti ingin mengkaji lebih lanjut
mengenai MRI dalam bentuk proposal dengan judul Analisis Kualitas Citra
Lumbal Pada Pengaruh Perubahan Nilai TR Dan TE Untuk Kasus HNP
Dengan Menggunakan MRI.
pada tahun 1952. Pada prinsip ini proton yang merupakan inti atom hydrogen dalam
sel tubuh berputar (spining ), bila atom hydrogen ini ditembak tegak lurus pada
intinya dengan radiofrekuensi tinggi didalam medan magnit secara periodik akan
beresonansi, maka proton tersebut akan bergerak menjadi searah / sejajar. Dan bila
radiofrekuensi tinggi ini dimatikan, maka proton yang bergetar tadi akan kembali
keposisi semula dan akan menginduksi dalam satu kumparan untuk menghasilkan
sinyal elektrik yang lemah. Bila hal ini terjadi berulang-ulang dan sinyal elektrik
tersebut ditangkap kemudian diproses dalam komputer akan dapat disusun menjadi
suatu gambar.
Proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet,
melakukan gerakan secara kontinyu mengintari sumbunya atau spinning, seperti
Gambar 2.2, yang akan menghasilkan moment dipole magnetic yang kuat dan
akan menimbulkan fenomena resonansi.
Prinsip dasar pencitraan MRI dapat disimpulkan secara ringkas yaitu dalam
keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara acak sehingga
tidak ada jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan kedalam medan magnet
yang kuat dalam pesawat MRI, proton-proton dalam tubuh pasien akan searah
(parallel) dan tidak searah (antiparallel) dengan kutub medan magnet pesawat serta
melakukan gerakan presesi. Selisih proton proton yang searah dan berlawanan arah
amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan selisih inilah yang
akan merupakan inti bebas (tidak berpasangan) yang akan membentuk jaringan
magnetisasi. Pemberian gelombang radio frequency (RF) proton menyerap sinyal
elektromagnetik atau sinyal MRI. Sinyal - sinyal diterima oleh sebuah koil antena
penerima, selanjutnya sinyal- sinyal tersebut diubah menjadi pulsa listrik dan dikirim
ke sistem komputer untuk diubah menjadi gambar.
Gambar 2.3 menunjukkan dasar fisika MRI, dimana (a) inti hidrogen
mengitari sumbunya atau spinning memiliki medan magnet, panah kuning
merupakan arah sumbu magnetis. Pada awalnya inti hidrogen (1–6), berpresesi
dengan berbagai sudut akan tetapi saat masuk kedalam medan magnet eksternal (B0)
akan berbaris, jumlah momen magnetis disebut vektor magnetisasi (NMV). RF
diberikan NMV membentuk sudut yang menghasilkan dua komponen magnetisasi
yaitu magnetisasi longituginal (Mz) dan magnetisasi transversal (Mxy).Presesi
Magnetisasi transversal disekitar koil penerima, dipengaruhi tegangan (i). Ketika RF
dimatikan terjadi T1 pembangkitan atau T1 recovery, T2 peluruhan atau T2 decay
dan T2*
Adapun prinsip dasar Magnetic Resonance Imaging yaitu : Spin dan Interaksi
spin dengan medan magnet luar. Tubuh manusia terdiri dari kumpulan sel-sel, bagian
terkecil dari sel adalah atom. Atom terdiri dari inti atom dan elektron. Inti atom
terdiri proton dan netron. Proton bermuatan positif, netron tidak bermuatan
sedangkan elektron bermuatan negatif. Elektron berputar pada sumbu masing-
masing, elektron mengitari inti atom dan inti atom sendiri berputar pada sumbunya.
Perputaran ini disebut SPIN. Spin adalah partikel bermuatan listrik yang berputar
pada sumbunya sehingga menimbulkan arus listrik di sekitar sumbu putarnya. Arus
listrik ini akan menginduksi medan magnet sehingga inti atom memiliki momen
magnetik mikroskopik. Pada unsur yang memiliki nomor atom genap momen
magnetik inti akan saling menghilangkan (mengenolkan). Spin dari inti atom inilah
yang dapat menimbulkan terjadinya moment magnetic dipole ( Kutub magnet).
Dalam keadaan normal kutub magnet ini posisinya acak sehingga kekuatan medan
magnetnya adalah nol, karena masing-masing magnet saling menolak satu sama lain.
Ketika tubuh pasien diletakkan di dalam medan magnet eksternal yang sangat kuat
maka kutub magnet pada inti atom akan berada pada keadaan searah atau berlawanan
arah (yang berlawanan arah lebih sedikit daripada yang searah). Untuk itu, agar tetap
diperoleh momen magnetik inti maka diperlukan unsur yang memiliki nomor atom
ganjil.Resonansi dengan radiofrekuensi diberikan agar energi spin bertambah.
Radiofrekuensi digunakan karena nilai frekuensinya sama dengan nilai larmor
frekuensi Hidrogen. Hidrogen merupakan salah satu unsur dengan nomor atom ganjil
yang banyak digunakan dalam MRI klinik. Hidrogen ini digunakan karena
jumlahnya sangat melimpah di dalam tubuh manusia, dan karena bentuk proton yang
soliter maka dapat memberikan momen magnetik yang relative lebih besar dibanding
apabila signal MRI lemah akan memberikan citra MRI gelap atau hipointens. Bila
pulsa RF dihentikan, magnetik moment pada bidang transversal yang dalam keadaan
in phaseakan mengalami dephase kembali sehingga magnetisasi pada bidang
transversal akan menurun, akibatnya induksi pada koil penerima juga akan semakin
melemah yang dikenal dengan sinyal Free Induction Decay (FID).
Pulsa RF yang menggerakkan magnetisasi (M) dari posisi setimbang ke
0
bidang transversal disebut pulsa 90 . Pulsa RF yang menggerakkan M dengan arah
0
yang berlawanan dengan arah asalnya dinamakan pulsa 180 . Kedua pulsa tersebut
merupakan pulsa yang mempunyai persamaan yang sangat besar dan penting dalam
metoda MRI.
Beberapa komponen utama dalam pesawat sistem MRI, yaitu magnet utama,
koil gradien, koil pemancar, koil penerima dan komputer. Magnet utama berguna
untuk memproduksi medan magnet yang besar antara 0.1-3.0 Tesla, yang mampu
menginduksi jaringan sehingga mampu menimbulkan magnetisasi dalam obyek.
Beberapa jenis magnet utama yaitu Magnet permanen, resistive Magnet, magnet
superkonduktif, bahan ini akan menjadi superconductive pada temperatur 4K
(Kelvin) dengan memberikan arus listrik melalui kumparan-kumparan. Untuk
menjaga kemagnetan kumparan harus dalam temperatur yang sangat dingin, biasanya
digunakan helium cair yang disebut juga dengan cryogen bath.
Koil yang umum digunakan yaitu koil penerima dan koil pemancar, karena
Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan gelombang radio pada inti yang
pengaruh medan magnet eksternal (Bo) yang kuat spin didistribusikan menjadi dua
keadaan energi yaitu sejajar atau pararel dengan medan listrik pada tingkat energi
rendah, dan antiparalel pada daerah tingkat energi yang sedikit lebih tinggi.
Mayoritas spin pada energi rendah. Untuk kekuatan medan magnet yang lebih tinggi,
pemisahan energi dari tingkat energi yang rendah ke energi lebih tinggi, seperti
jumlah kelebihan proton di daerah energi rendah. Suatu materi yang terdiri atas inti
yang memiliki spin intristik, jika diletakkan di dalam medan magnet luar, dengan
arah sumbu z maka spin tadi akan berinteraksi dengan medan magnet yang
menimbulkan torka. τ= µ x B0
Selain pemisahan daerah energi spin, proton juga mengalami torka yang
merupakan suatu orientasi momen magnetic (µ) terhadap B0, Torka tersebut
menyebabkan spin proton bergerak secara unik berotasi mengelilingi medan magnet
luar yang diberikan seperti gerakan gasing yang disebut dengan presisi. Proton
presisi dengan arah pararel dan anti pararel.Selisih antara arah pararel dengan anti
pararel disebut dengan net moment magnetic.
Menurut persamaan Larmor, presesi single proton pada porosnya dengan
frekuensi sudut, sebanding dengan kekuatan medan magnet eksternal. Kelompok
proton dalam keadaan energi paralel dan anti paralel menghasilkan sebuah
ω = γ B0........................................................................ (2.2)
akan memberikan suatu nilai magnetisasi total sebesar M0. Magnetisasi M0 tersebut
merupakan besaran vektor yang terdiri atas penjumlahan dua vektor magnetisasi
yaitu: vektor magnetisasi longitudinal (Mz) dan vektor magnetisasi transversal (Mxy)
yang merupakan komponen total vektor magnetisasi pada arah horizontal.
Gambar 2.8 Time Repetition atau waktu pengulangan pada Fast spin echo
Time Echo (TE) merupakan parameter yang 19 mengontrol jumlah magnetisasi
transversal (Mxy) yang akan Decay sebelum echo itu dicatat. Pada TE singkat,
perbedaan sinyal T2 lemak dan air tidak dapat dideteksi dan penggunaan TE panjang
dapat dideteksi. Oleh karena itu, TE berhubungan dengan T2 dan mempengaruhi
kontras gambar T2 Weighted. Waktu gaung atau time encho adalah interval waktu
memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet. Sebab proton
merupakan suatu partikel yang bermuatan positif dan aktif melakukan gerakan
mengintari sumbunya (spin) secara kontinyu. Secara teori jika suatu muatan listrik
melakukan pergerakan maka disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian
proton proton dapat diibaratkan seperti magnet magnet yang kecil.
Secara ringkas prosedur pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI adalah
pasien diletakan dalam medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan sebuah
gelombang radio, ketika gelombang radio dimayikan (turn off) pasien memancarkan
signal yang berasal dari proton proton tubuh pasien dan signal tersebut akan diterima
oleh antenna dan dikirim ke sisitem komputer untuk direkonstruksi menjadi gambar.
Proses terjadinya signal MRI yang berasal dari pasien tersebut melalui 3 fase fisika
yaitu : Fase Presesi (Magnetisasi), Fase Resonansi dan Fase Relaksasi. Fase Presesi
dimana telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron yang tidak bermuatan
(netral) dan proton yang bermuatan positif. Protonyang bersifat magnetic memiliki
medan magnet yang mengarah pada 2 kutub (utara dan selatan) mirip dengan sebuah
magnet kecil sehingga proton proton dengan kutubnya tersebut lazim disebut “
Magnetic Dipole “. Dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh
tersusun secara acak sehingga tidak dihasilkan jaringan magnetisasi. Ketika pasien
dimasukan kedalam medan magnet yang kuat dalam pesawat MRI, magnetik dipole
tubuh pasien akan searah (parallel) dan tidak searah (antiparallel) dengan kutub
medan magnet pesawat. Selisih proton proton yang searah dan berlawanan arah amat
sedikit dan tergantung kekuatan medanmagnet pesawat dan selisih inilah yang akan
merupakan inti bebas (tidak berpasangan) yang akan membentuk jaringan
magnetisasi.
Fase Resonansi dimana kita mengetahui secara tepat frekuensi presesi proton
proton sangat mutlak untuk menentukan besarnya frekuensi presesi gelombang radio
(RF) yang akan dipancarkan untuk mengubah arah orientasi dipole yang membentuk
jaringan magnetisasi. Ketika proton proton hydrogen mengalami 1 presesi, maka
proton proton akan mudah menyerap energi luar. Pada saat fase presesi itulah
gelombang radio (RF) dipancarkan dan proton proton hydrogen akan menyerapnya
dan mulai bergerak meninggalkan arah longitudinal (L direction) yang sejajar dengan
arah kutub magnet pesawat menuju kearah transversal (Tegak lurus terhadap sumbu
medan magnet pesawat) dan menghasilkan magnetisasi transversal.
Fase Relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. T1 didefenisikan sebagai waktu yang
diperlukan proton proton hydrogen sekitar 63% telah berada kembali dalam arah
longitudinal (magnetisasi longitudinal). T1 mencerminkan tingkat trnsfer energi
frekuensi radio (RF) dari proton proton keseluruh jaringan sekitar (Tissue-Lattice)
sehingga T1 biasa pula dikenal; istilah “ Spin Lattice-Relaxation”, dimana besar T1
tergantung pada konsentrasi dan kepadatan proton. Jika T1 makin lama maka
diperoleh signal yang makin besar.Ketika pemberian gelombang radio 900 (memutar
proton proton ke arah transversal) diperoleh signal dari arah transversal maksimum.
Namun ketika RF 900 dihentikan magnetisasi transversal yang memancarkan signal
awal maksimum berangsur angsur mulai berkurang (Decay). Awalnya presesi proton
proton berada dalam laju dan arah yang sama ( fase yang sama) namun secara
perlahan satu sama lain keluar dari fase yang satu tersebut (Dephasing ) disebabkan
terjadinya interaksi masing proton dengan proton proton disekitarnya (spin-spin
interaction). Waktu yang diperlukan proton proton dari keadaan magnetisasi
transversal berkurang hingga sekitar 37 % saja merupakan nilai T2 yang sebenarnya.
Kehilangan signal yang diakibatkan oleh medan magnetic lokal yang tidak homogen
tersebut, menutupi nolai T2 yang sebenarnya.
Blood 93
Bone 12
Cerebrospinal fluid
96
Fat 88
Gray matter 84
Liver 81
Lung 5
Muscle 82
White matter 70
Dengan parameter TE yang pendek maka waktu untuk meluruh atau relaksasi
spin-spin sangat singkat sehingga peluruhan sinyal menjadi minimal.Parameter TE
yang pendek untuk meminimalkan tranversal decay, T2 selama akuisisi sinyal.
Biasanya pembobotan T1 diinterpretasikan untuk menunjukkan struktur anatomi
(Bushberg, 2002).
b. Pembobotan T2 atauSpin-spin Relaxation
Pembobotan T2 adalah pembobotan dengan mengunakan parameter TR yang
lama dan TE yang lama.Pembobotan T2 baik dalam menciptakan sinyal yang terang
pada pemeriksaan kelainan patologi. Air akan tampak lebih cerah dari lemak
(Robbie, 2006). Nilai TR lebih dari 1000 msec dan TE lebih dari 30 msec. Dengan
TR yang panjang mengakibatkan terjadinya proses magnetisasi ke equilibrium untuk
semua jenis jaringan (fat, CSF) sudah mencapai magnetisasi maksimum, saat itu juga
perbedaan intensitas sinyal relative untuk semua jaringan.
Dengan nilai TE yang panjang maka jaringan yang mempunyai nilai TR pendek
yaitu lemak pada pembobotan T2 akan tampak gelap atau hyperintens, karena waktu
untuk meluruh atau relaksasi spin-spin pendek sehingga peluruhan sinyal menjadi
lebih banyak. Peluruhan sinyal yang banyak mengakibatkan intensitas sinyal relatif
yang dihasilkan menjadi sedikit, menjadi hyperintens. Artinya peluruhan sinyal yang
sedikit akan meminimalkan proses.
yang merupakan solusi persamaan Bloch, yang dinyatakan dengan T1 adalah waktu
relaksasi longituginal yang diukur 63% dari waktu pertumbuhan magnetisasi disebut
spin-kisi atau spin lattice relaxation (Bushberg, 2002). Waktu relaksasi T1 ini terjadi
dimana energi yang dibebaskan ke lingkungan sekitar akan menyebabkan
magnetisasi bidang longitudinal akan semakin lama semakin menguat (recovery)
dengan waktu recovery yang konstan dan berupa proses eksponensial.
Menurut Hendee, (2002) bahwa relaksasi sinyal magnetik resonansi (MR)
merupakan karakteristik yang bersifat ekponensial sama dengan peluruhan radioaktif,
penyerapan energi dan pertumbuhan sel dalam jaringan. Untuk waktu relaksasi
longitunginal dimana sinyal magnetik resonansi (S) berkurang secara ekponensial.
Waktu dari sinyal S0 mengikuti pulsa RF, Nilai S0 dipengaruhi oleh faktor
banyaknya proton dalam sampel, panjangnya waktu gelombang radio yang
Tabel 2.5 Waktu relaksasi T1 dan T2 pada jaringan tubuh (Bushberg, 2002)
Tissue T1 (msec) T2
(msec)
Muscle 870 47
Liver 490 43
Kidney 650 58
Grey Matter 920 100
White Matter 790 92
Lung 830 80
CSF 2,400 160
rangkaian pulsa RF. Besarnya sinyal echo yang dihasilkan tergantung pada
lamanya waktu pembalikan atau time inversion dan waktu tunda atau delay time,
yaitu waktu dimana deretan pulsa pemulihan kembali diatas diulang kembali.
Disamping metode yang dipergunakan diatas ada beberapa metode yang
mengandung teknik pemberian pulsa RF yaitu: Variable-echo, Fast screen echo,
Gradien echo.
pengaruh pada medan magnet total yang memberikan harga T2 cepat. Pada
jaringan cair molekulnya bebas dan bergerak cepat, sehingga magnetisasi lokal
totalnya sangat cepat menjadi nol, hal ini menyebabkan interaksi spin-spin tidak
cukup berarti. Akibatnya uuntuk jaringan cair medan magnet internalnya lemah
lebih kecil dari frekuensi larmor. Dengan bantuan seperangkat komputer pesawat
MRI yang dibuat atau yang deprogram sesuai dengan kekuatan dari medn magnet
yang dihasilkan oleh superconductor didapatkan suatu pencitraan MRI. Pencitraan
MRI dilakukan melalui suatu metode transformasi Fourier yang dapat
mengkontruksi citra dari gambaran MRI. Melalui berbagai proyeksi kemudian dapat
direkontruksikan kedalam layar monitor, dan akan terbentuk gambar yang
merupakan hasil dari pencitraan resonansi magnetic dan disamping dalam bentuk
gambar di monitor juga dapat dimasukkan kedalam kaset (Bushberg, 2002).
Tabel 2.6 Hubungan T1 dan T2 untuk berbagai jaringan Dengan kuat medan magnet
1 tesla (Bushong, 1996)
No Jaringan/organ T1(ms) T2 (ms)
1 Lemak 180 80
2 Lever 270 50
3 Renal 360 70
4 White Matter (otak) 390 90
5 Limpa 480 80
6 Gray Matter (otak) 520 100
7 Otot 600 40
8 Medula Renalis 680 140
9 Darah 800 180
10 Cerebro Spinal Fluida 2000 300
(CSF)
11 Air 2500 2500
b. Parameter Ekstrinsik
1. TR (Time Repetition / Waktu pengulangan)
Waktu pengulangan adalah interval waktu antara pengulangan dua pulsa
yang sama. Pemberian TR yang panjang dapat mengevaluasi jaringan dalam irisan
yang lebih banyak serta SNR (Signal to Noise Ratio) yang lebih baik, namun
menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh data menjadi lebih
lama.TR yang pendek dapat mempersingkat waktu pengambilan data namun
jumlah irisan jaringan yang dievaluasi menjadi sedikit dan SNR menjadi rendah.
yang saling tegak lurus antara ketiganya (X,Y dan Z). Secara koordinat ruang (X, Y
dan Z). Kumparan gradien dibagi 3 yaitu:
a. Kumparan gradien pemilihan irisan (slice)
b. Kumparan gradien pemilihan fase
c. Kumparan gradien pemilihan frekuensi
e. Koil Radio Frekuensi
Koil radiofrekuensi(RF), koil RF terdapat 2 tipe yaitu koil pemancar dan
penerima.
Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan gelombang radio pada inti yang
terlokalisir sehingga terjadi eksitasi, sedangkan koil penerima brefungsi untuk
menerima sinyal output dari sistem setelah proses eksitasi terjadi (Bushberg,2002)
Koil RF dirancang untuk sedekat mungkin dengan obyek agar sinyal yang
diterima memiliki amplitudo besar.Beberapa jenis koil RF diantaranya.
a. Koil volume merupakan jenis koil RF yang sensitif terhadap volume tubuh
jaringan dan sudut eksitasi yang sama, sehingga dapat menerima sinyal
secara merata pada area yang tercakupinya. Koil berfungsi sebagai koil
penerima sekaligus pemancar. Jenis koil volume diantaranya koil tubuh,
koil genu dan koil leher.
b. Koil permukaan didesain berbentuk kaku, lentur atau mirip pelana. Koil ini
umumnya berfungsi sebagai koil penerima. Koil vertebra dan beberapa
ekstrimitas termasuk jenis koil ini.
c. Koil Linier adalah koil yang sensitif terhadap perubahan medan magnet
sepanjang garis axis tunggal. Koil permukaan sebagian besar termasuk koil
linier.
d. Koil Kuadrat adalah koil yang sensitif terhadap perubahan axis ganda.Koil
volume sebagian besar termasuk koil kuadrat.
e. Phase Array (PA) Koildibuat untuk mengatasi kekurangan koil permukaan
yang besar cakupan obyeknya sangat terbatas. PA koil umumnya
digunakan pada servikal, thoraco-lumbal atau dapat dirangkaikan dengan
beberapa tipe koil abdomen dan pelvis.
f. Sistem Komputer.
inti-inti itu akan mengalami perpindahan dari suatu energi ke tingkat energi yang
lain. Proses perpindahan energi ini seringkali merubah arah dari NMV, akibatnya
vektor dapat berubah arah dari arah longitudinal atau parallel medan magnet luar, ke
arah yang lain. Peristiwa ini terjadi apabila inti atom menyerap energi untuk
berpindah energi yang lebih tinggi atau melepaskan energi untuk berpindah ke
tingkat yang lebih rendah. Energi untuk terjadinya proses ini di dapat dari energi
pulsa radiofrekuensi. Pulsa radiofrekuensi ini harus mempunyai frekuensi tertentu
untuk dapat berperan dalam proses transisi, dan harus disesuaikan dengan kekuatan
medan magbnet eksternal. Untuk magnet dengan kekuatan 1 Tesla (10.000 gauss),
frekuensi RF yang diperlukan adalah 42,6 Mhz, sedangkan untuk 1,5 Tesla
diperlukan 63,9 Mhz
c. Presesi
Tiap-tiap inti hidrogen membentuk NMV spin pada sumbu atau porosnya.
Pengaruh dari Bo akan menghasilkan spin sekunder atau ”gerakan” NMV
mengelilingi Bo. Spin sekunder ini disebut precession, dan menyebabkan magnetik
moment bergerak secara circular mengelilingi Bo. Pergerakan itu disebut
”precessional path” dan kecepatan gerakan NMV mengelilingi Bo disebut ”frekuensi
path” Satuan frekuensinya MHz, dimana 1 Hz= 1 putaran per detik.
d. MR Signal
MR Signal Adalah sebagai akibat resonansi NMV mengalami inphase pada
bidang transversal. Hukum Farady menyatakan jika receiver koil ditempatkan pada
area medan magnet yang bergerak misalnya NMV yang mengalami presesi pada
bidang transversal tadi akan dihasilkan voltage dalam receiver koil. Oleh karena itu
NMV yang bergerak menghasilkan medan magnet yang berfluktuasi dalam koil. Saat
NMV berpresesi sesuai frekuensi Larmor pada bidang transversal, maka akan terjadi
voltage. Voltage ini merupakan MR signal. Frekuensi dari signal adalah sama dengan
frekuensi Larmor, besarnya kecilnya sinyal tergantung pada banyaknya magnetisasi
dalam bidang transversal. Bila masih NMV, akan menimbulkan sinyal yang kuat dan
tampak terang pada gambar, bila NMV lemah akan sedikit menimbulkan sinyal dan
akan tampak gelap pada gambar.
e. Sinyal FID (Free Induction Decay)
Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan mengeluarkan energi dalam bentuk
sinyal. Pemberian pulsa 90o menghasilkan sinyal yang dikenal dengan peluruhan
Induksi Bebas (Free Induction Decay = FID), tetapi sinyal ini sulit dicatat. Untuk
mendapatkan sinyal echo yang memiliki energi besar dibutuhkan lagi pulsa 180 o.
Sinyal echo yang akan ditangkap koil sebagai data awal proses pembentukan citra.
Pembentukan citra ini ketika energi RF diberikan pada pasien menyebabkan
obyek akan tereksitasi dan sinyal terakusisi dalam daerah yang terlokalisasi menjadi
tiga dimensi. Metode yang digunakan tersebut dikenal dengan metode Transformasi
Fourier 2 dimensi. Masing-masing sinyal yang didapatkan oleh masing-masing
elemen voxel akan terukur dalam peralatan MRI menjadi suatu nilai Signal to Noise
Ratio (SNR) yaitu perbandingan yang diperoleh masing-masing elemen voxel
terhadap noise. Dan SNR ini yang akan menentukan citra yang diperoleh. SNR ini
yang akan menggambarkan besar intensitas signal yang didapat pada elemen voxel,
maka SNR akan bergantung pada langkah pengkodean fase dan dapat dijumlahkan
serta diratakan. Besarnya matrik menentukan jumlah pixel atau satuan pembentuk
citra.Ukuran matrik bertambah besar maka jumlah pixel bertambah banyak pula,
tetapi ukuran pixel bertambah kecil.Jika ukuran matrik betambah besar maka resolusi
spatial meningkat bertambah baik), karena ukuran pixelnya menjadi lebih kecil.
Namun hal tersebut akan mengurangi banyaknya sinyal yang diterima oleh setiap
pixel sehingga memperoleh perbandingan SNR yang sangat baik (Scwartz, 1995)
f. Relaksasi
Selama relaksasi NMV membuang seluruh energinya yang diserap dan kembali
pada Bo. Pada saat yang sama, tetapi tidak tergantung moment magnetik NMV
kehilangan magnetisasi transversal yang dikarenakan dephasing. Relaksasi
6. Koil
Pada prinsipnya semakin dekat koil dengan organ maka SNR yang dihasilkan
semakin tinggi.Type koil yang digunakan menentukan jumlah sinyal yang diterima
juga SNR.Umumnya ukuran koil juga menentukan SNR. Koil yang besar
memungkinkan untuk coverisasi area pemeriksaan yang lebih baik, tetapi akan
menghasilkan SNR yang rendah dikarenakan artefact yang muncul akan lebih
banyak. Koil yang kecil akan menghasilkan SNR yang besar tetapi ukuran coverisasi
area pemeriksaan sempit.
Contras To Noise Ratio (CNR) Adalah perbedaan SNR antara 2 organ yang
saling berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukan perbedaan daerah yang
patologis dengan daerah yang sehat. Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan dengan
cara: Menggunakan kontras media, Menggunakan pembobotan gambar T2, Memilih
magnetization transverse, Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectra
presaturation.
Spatial Resolution Adalah kemampuan untuk membedaan antara dua titik
secara terpisah dan jelas.Spatial resolution menentukan resolusi gambar dan
dikontrol oleh voxel. Semakin kecil ukuran voxel maka resolusi akan semakin baik,
karena struktur-struktur yang kecil dapat dibedakan. Sedangkan voxel yang besar
akan menghasilkan resolusi yang rendah dan struktur yang kecil tidak dapat
dibedakan. Hal ini dikarenakan intensitas sinyal dirata-rata bersama sehingga partial
volume terjadi. Spatial resolution dapat ditingkatan dengan : Irisan yang tipis, Matrik
yang halus atau kecil, FOV kecil, Menggunakan rectangular FOV bila
memungkinkan.
Scan Time adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan akuisisi data.
Scan time berpengaruh terhadap kualitas gambar, karena dengan waktu scanning
yang lama akan menyebabkan pasien bergerak dan kualitas gambaran akan turun.
Beberapa hal yang berpengaruh terhadap scan time adalah TR, jumlah phase enchode
dan jumlah akusisi (NEX). Rumusnya: Waktu scanning Spin Echo = TR x Jumlah
phase enchode x NEX. Dimana, TR Adalah waktu dari masing-masing repetition
(pengulangan) pulsa 90o-90o, Jumlah Phase Enchod adalah jumlah dari fase
digunakan, yang menentukan jumlah dari lajur K-space yang terisi pada saat
scanning. NEX adalah nilai yang menunjukkan pengulangan pencatatan data selama
akuisisi.
Optimisasi mengurangi waktu scan yaitu:
1. Menurunkan nilai TR, maka: Pembobotan T1 meningkat, SNR turun, Jumlah
slice berkurang.
2. Menurunkan nilai phase enchode, menyebabkan spatial resolusi rendah,
sedangkan nilai SNR meningka
3. Menurunkan nilai NEX, berpengaruh pada SNR dan artefak semakin
meningkat
4. Menurunkan jumlah slice, maka SNR turun.
Gambar 2.18 partikel bermuatan yang berputar (spin) b. inti hidrogen yang berputar
c. Presesi
Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom hydrogen tergantung pada kuat
medan magnetic yang diberikan pada jaringan. Semakin kuat medan semakin cepat
presesi proton dan frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnetik yang
disebut dengan Frekuensi Larmor.
d. Sinyal
Besar dan proses waktu relaksasi T1 dan T2 sangat berpengaruh pada sinyal
keluaran yang akan ditransformasikan sebagai kontras gambar, kurva T1 akan
menentukkan magnetisasi transversal. Peluruhan waktu T2 (waktu relaksasi T2)
adalah efek yang paling berkontribusi pada gambar citra, sebab pada proses dephase
proton akan dihasilkan suatu induksi sinyal. Adapun pengulangan pulsa sekuen
terjadi sebelum kurva recovery menjadi maksimal, sehingga obyek jaringan dengan
T1 pendek (cepat kembali ke kondisi kesetimbangan) akan mempunyai jumlah
recovery yang banyak dibandingkan dengan jaringan yang mempunyai waktu yang
panjang, sehingga dalam citra MRI akan didapatkan gambar yang hitam pada
pembobotan T1 spin-echo
Setelah pulsa RF 90˚ diberikan pada obyek magnetisasi longitudinal akan
diputar 90˚ ke bidang transversal dan terjadi proses relaksasi T2. Jaringan yang
mempunyai nilai T2 pendek dephase yang terjadi sangat cepat, sehingga intensitas
sinyal yang dihasilkan sangat besar dan jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek
ini akan kelihatan hitam pada pembobotan nilai T2. proses relaksasi T1 dan T2
adalah suatu kerja yang berlawanan yaitu pada saat proses pertumbuhan kembali
magnetisasi longitudinal diimbangi dengan peluruhan yang sangat cepat hingga pada
kurva relaksasi T2. Dua efek relaksasi T1 dan T2 terjadi ketika sistem diberikan
gelombang radio RF yang merupakan bentuk pulsa sekuen.
Rangkaian pulsa RF dephasing phase echo dalam mendapatkan citra MRI
dilakukan pengulangan untuk 1 studi. Waktu pengulangan antara pulsa sekuen yang
satu dengan yang berikutnya disebut dengan Time Repetition (TR), sedangkan waktu
tengah antara pulsa 90˚ dan sinyal maksimum (echo) disebut denganTime Echo (TE).
Parameter T1 dan T2 sebagai sifat instrinsik jaringan dan TR dan TE sebagai
parameter teknis yang digunakan akan mengontrol derajat kehitaman pada gambar
MRI. Pada T2 Weighting derajat kehitaman gambar akan dikontrol oleh TE dan T2,
sedangkan untuk T1 Weighting derajat kehitaman akan dikontrol oleh TR dan T1
serta proton density Weighting akan tergantung dari densitas proton dalam jaringan
yang menentukan besar kecilnya sinyal. Hal ini berarti variasi T1, T2, TE dan TR
adalah komponen utama yang akan menentukan derajat kehitaman pada masing-
masing jaringan. Secara umum T1 weighting akan menunjukkan struktur anatomi,
T2 weighting menunjukkan struktur patologi.
Urutan pulsa (pulse sequence) adalah urutan pulsa RF yang dipancarkan selama
pemeriksaan MRI, dengan parameter TR, TE, dan T1 serta parameter-parameter lain
yang menyertainya. Beberapa urutan pulsa yang biasa digunakan adalah sebagai
berikut :
Mulai
↓
Persiapan Pasien
↓
Persiapan Alat dan Bahan
↓
Proses Pemeriksaan MRI
↓
Pengaturan Parameter TR (2000, 4000, 6000)
↓
Kualitas Citra SNR
↓
Tidak
Analisa Kualitas Citra
Ya
↓
Rekaman Medis
(Film atau CD)
↓
Selesai
Pada gambar 4.1, 4.2, 4.3 menunjukkan potongan sagital dari MRI Lumbal untuk
kasus HNP dapat kita lihat bahwa daerah Medula Spinalis lebih Hyperintens
dibandingkan dengan Vertebra Lumbal karena medulla spinalis lebih banyak
mengandung CSF dibandingakan dengan vertebra Lumbal dengan parameter TR
2000, 4000, 6000, TE 109, 109, 109 dan SNR 1,087, 1,220, 1,398 yang artinya
peluruhan sinyal yang banyak mengakibatkan intensitas sinyal relatif yang dihasilkan
menjadi sedikit yang akan meminimalkan proses peluruhan sehingga kualitas citra
yang dihasilkan dengan menggunakan nilai TR dan TE yang lama mengakibatkan
terjadinya proses magnetisasi ke equilibrium atau mengalami relaksasi longitudinal
untuk semua jenis jaringan (Fat, CSF, white and gray matter) sudah mencapai
magnetisasi maksimum. Ketika sudah mencapai magnetisasi maksimum perbedaan
intensitas sinyal relatif untuk semua jaringan.
Pada gambar 4.4, 4.5, 4.6 menunjukkan potongan sagital dari MRI Lumbal untuk
kasus HNP dapat kita lihat bahwa daerah Medula Spinalis lebih Hyperintens
dibandingkan dengan Vertebra Lumbal karena medulla spinalis lebih banyak
mengandung CSF dibandingakan dengan vertebra Lumbal dengan parameter TR
2000, 4000, 6000, TE 100, 100, 100 dan SNR 1,198, 1,465, 1,926 yang artinya
peluruhan sinyal yang banyak mengakibatkan intensitas sinyal relatif yang dihasilkan
menjadi sedikit yang akan meminimalkan proses peluruhan sehingga kualitas citra
yang dihasilkan dengan menggunakan nilai TR dan TE yang lama mengakibatkan
terjadinya proses magnetisasi ke equilibrium atau mengalami relaksasi longitudinal
untuk semua jenis jaringan (Fat, CSF, white and gray matter) sudah mencapai
magnetisasi maksimum. Ketika sudah mencapai magnetisasi maksimum perbedaan
intensitas sinyal relatif untuk semua jaringan.
Pada gambar 4.1, 4.2, 4.3 menunjukkan potongan sagital dari MRI Lumbal untuk
kasus HNP dapat kita lihat bahwa daerah Medula Spinalis lebih Hyperintens
dibandingkan dengan Vertebra Lumbal karena medulla spinalis lebih banyak
mengandung CSF dibandingakan dengan vertebra Lumbal dengan parameter TR
2000, 4000, 6000, TE 109, 100, 120 dan SNR 1,087, 1,220, 1,398 yang artinya
peluruhan sinyal yang banyak mengakibatkan intensitas sinyal relatif yang dihasilkan
menjadi sedikit yang akan meminimalkan proses peluruhan sehingga kualitas citra
yang dihasilkan dengan menggunakan nilai TR dan TE yang lama mengakibatkan
terjadinya proses magnetisasi ke equilibrium atau mengalami relaksasi longitudinal
untuk semua jenis jaringan (Fat, CSF, white and gray matter) sudah mencapai
magnetisasi maksimum. Ketika sudah mencapai magnetisasi maksimum perbedaan
intensitas sinyal relatif untuk semua jaringan.
Dari tabel 4.1 diatas diperoleh nilai SNR yang merupakan nilai intensitas signal
yang diamati pada setiap citra pasien 1,2,3sehingga didapat citra mana yang lebih
berkualitas yang ditunjukkan pada gambar diagram SNR seperti dibawah ini :
N 6000
I
L
A 5000
I
4000
T
R 3000
2000
1000
0
PASIEN 1 PASIEN 2 PASIEN 3
Gambar 4.2 Diagram hubungan variasi TR dengan kualitas citra yaitu SNR
Diagram pada Gambar 4.2 diatas menunjukkan hasil nilai SNR dari
masing – masing citra MRI Lumbal dari intensitas daerah yang diamati, dimana
TR yang digunakan yaitu TR 2000, TR 4000 dan TR 6000. Diperoleh hasil bahwa
semakin tinggi nilai TR maka SNR semakin tinggi yang artinya citra lebih
berkualitas pada saat TR nya lebih maksimum
Pada penelitian ini pemilihan nilai TR untuk mendapatkan kualitas citra T2
pada nilai TR diatas 2000 ms tidak terlalu berpengaruh pada perubahan SNR
karena perubahan nilai TR yang sedikit. Karena itu penggunaan perubahan nilai
TR yang besar akan menghasilkan kualitas citra yang baik.Pada penelitian ini
protokol pencitraan parameter TR dari 2000 – 6000 ms. Protokol dengan TR =
2000ms merupakan protokol standar rutin.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Sebagai masukan guna pengembangan lebih lanjut dari penelitian ini,
maka penulis memberikan saran dimana waktu yang terbatas dan data yang
sulit didapat, sebaiknya data diambil lebih banyak.
Pierce, B.J. 1995. MRI for Technologist. San Fransisco, California : Peggy and
Associates.
Scwartz, G.M. 1995. MRI for Technologists. San Fransisco, California: Peggy
and Associates.
Sprawls, Jr. 1995. Physical Principal Of Medical Imaging. Atlanta Georgia. Emory :
University School Of Medicine.
http://afandifunz.blogspot.co.id/2016/01/sejarah-magnetic-resonance.html
Diakses pada tanggal 5 April 2017 pukul 20.23
https://fisioterapidotme.wordpress.com/2014/05/29/hernia-nukleus-pulposus
Diakses pada tanggal 01 April 2017 pukul 23.00
http://radiograferatrosumbar.blogspot.co.id/2012/01/dasar-fisika-mri.html
Diakses pada tanggal 5 April 2017 pukul 20.23
N 6000
I
L
A 5000
I
4000
T
R 3000
2000
1000
0
PASIEN 1 PASIEN 2 PASIEN 3