Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Syok

Syok adalah kegagalan sirkulasi untuk membawa oksigen dan nutrient


ke jaringan. Sebagai sindrom klinis yang kompleks, syok ditandai oleh disfungsi
sirkulasi akut dimana hubungan antara kebutuhan oksigen dan pasokan oksigen
terganggu. Akibatnya, sistem kardiovaskular gagal menjalankan fungsi utamanya,
yakni membawa substrat dan membuang metabolit, sehingga terjadi metabolisme
anaerob dan asidosis jaringan. Umumnya, semua keadaan syok berakhir dengan
berkurangnya hantaran atau gangguan utilisasi substrat sel yang esensial, sehingga
fungsi sel normal berhenti. Syok merupakan proses progresif yang ditandai oleh 3
stadium berbeda. 5

Pada fase dini, stadium kompensasi, sejumlah mekanisme


neurohormonal yang bersifat kompensatorik dan fisiologis bekerja untuk
mempertahankan tekanan darah dan memelihara kecukupan fungsi jaringan.
Pada stadium ini syok bisa reversibel dengan intervensi yang benar. Namun, bila
mekanisme kompensasi ini gagal, syok berlanjut ke stadium dekompensata. Pada
stadium menetap (irreversible stage), syok berlanjut ke cidera organ dan
jaringan yang berat, yang tidak responsif terhadap terapi konvensional, dan
berujung dengan gagal organ ganda dan kematian pasien. Syok merupakan
diagnosis klinis, namun deteksi masih merupakan masalah pada anak. Dalam
pedoman yang dipublikasi oleh the American College of Critical Care
Medicine, Carcillo dkk mendefinisikan syok septik pada anak sebagai
takikardia dengan tanda berkurangnya perfusi perifer, termasuk berkurangnya
volume nadi, capillary refill time (CRT) lebih dari 2 detik, bercak dan dingin
pada ekstremitas, kesadaran berubah dan jumlah urin berkurang. Hipotensi
merupakan tanda lanjut dari fase dekompensata pada syok anak, sehingga tidak bisa
diandalkan untuk menegakkan diagnosis. Syok sebaiknya dideteksi dengan
tanda klinis dan laboratorium yang meliputi takipnea dan takikardia, vasodilatasi
perifer (syok hangat) atau ekstremitas dingin (syok dingin), perubahan status
mental, hipothermia atau hipertermia, diikuti berkurangnya jumlah urin, asidosis
metabolik dan peninggian laktat darah6

2.2 Fisiologi Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular bisa dipandang sebagai berikut: CO = MAP −


CVP/SVR. Persamaan ini menjelaskan prinsip patofisiologi penting dari syok.
Pertama, persamaan ini memandu kita dalam mengelola tekanan darah. Tekanan
perfusi = (Mean arterial pressure − CVP) lebih penting dari MAP sendiri. Menurut
persamaan ini, sebagai contoh secara teoritis bisa dikatakan seseorang memiliki
MAP normal tetapi tidak ada aliran maju (misal, CO), jika CVP setara dengan
MAP. Bila kita melakukan resusitasi cairan untuk memperbaiki tekanan darah,
kenaikan MAP harus lebih besar daripada kenaikan CVP. Jika kenaikan MAP lebih
kecil dari kenaikan CVP, tekanan perfusi berkurang. Obat-obat kardiovaskular lah
dan bukan tambahan cairan, yang diindikasikan untuk memperbaiki tekanan darah
pada skenario ini. Persamaan ini juga menuntun kita dalam manajemen curah
jantung (CO) atau aliran darah. Curah jantung bisa menurun bila MAP − CVP
berkurang, tetapi bisa juga menurun ketika MAP − CVP normal dan ketika tahanan
pembuluh darah meningkat. Tekanan perfusi bisa dipertahankan, sekalipun pada
keadaan CO rendah, dengan meningkatkan tahanan pembuluh darah (lihat Gambar
1). Jadi, pasien dengan tekanan darah normal bisa saja memiliki CO yang tidak
adekuat karena tonus pembuluh darah tinggi. Curah jantung bisa diperbaiki pada
pasien ini dengan penggunaan inotrop, vasodilator dan volume loading.4
Gambar 1. Vasokonstriksi sistemik bisa memelihara MAP dan tekanan perfusi sekalipun ada
hipovolemia dan berkurangnya CO. Oleh karena itu syok harus dideteksi bila ada takikardia dan
capillary refill yang memanjang, sebelum terjadi hipotensi.

Frank dan Starling terkenal karena mempopulerkan prinsip-prinsip dasar


yang mempengaruhi curah sekuncup (CO = heart rate [HR] × stroke volume [SV]).
Frank mengamati bahwa serabut otot jantung berkontraksi lebih kuat bila diregang,
sepanjang regangan serabut tersebut tidak berlebihan (overstretched). Starling
melukiskan prinsip Frank ini dengan kurva yang mengaitkan hubungan curah
sekuncup (sumbu y) dengan volume akhir-diastolik ventrikel (lihat Gambar 2).
Curah sekuncup bergerak baik sepanjang kurva saat pengisian akhir diastolic
meningkat ke titik di mana ventrikel penuh, dan selanjutnya curah sekuncup turun
lagi. Preload yang tidak adekuat didefinisikan sebagai volume akhir-diastolik di
bawah curah sekuncup maksimum. Gagal jantung bendungan terjadi bila preload
atau volume akhir-diastolik berada di atas kisaran optimum ini. Disfungsi jantung
digambarkan dengan pergeseran kurva ke arah bawah dan kanan. Kurva ini bisa
digunakan untuk menunjukkan prinsip-prinsip pemberian cairan, obat inotropik
dan vasodilator. Pasien yang curah sekuncupnya tidak adekuat sekalipun mendapat
volume cairan cukup berarti memiliki kontraktilitas yang berkurang. Ini
digambarkan dengan kurva sterling yang mendatar. Terapi inotropik memperbaiki
kurva Sterling, dan menggesernya ke atas dan kiri. Curah sekuncup menjadi lebih
besar untuk setiap volume akhir-diastolik pada pasien yang diberi terapi inotropic
dibanding yang tidak diterapi. Pasien dengan syok kardiogenik membutuhkan
vasodilator untuk memperbaiki kurva Sterling, menggesernya ke atas dan kiri.
Pemberian volume loading sering dibutuhkan pada pasien-pasien ini karena terapi
vasodilator sering menurunkan preload. 4
Mekanisme Frank-Starling. Dengan Perubahan-perubahan dalam
meningkatkan alir-balik vena ke afterload dan inotropi akan ventrikel kiri akan
meningkatkan menggeser kurva Frank-Starling ke tekanan dan volume akhir-
diastolik atas dan ke bawah ventrikel kiri (LVEDP & LVEDV). Ini menghasilkan
penambahan curah sekuncup (SV). Titik operasional “normal” adalah LVEDP ~ 8
mmHg dan SV ~ 70 ml/detak. 4

Kurva Starling dan kurva ventricular compliance memprediksi respon


fisiologis terhadap terapi cairan, inotropik, vasopresor dan vasodilator. Epinefrin
0,05μg/kg/menit merupakan inotropik garis pertama dalam jam pertama resusitasi.
Epinefrin bisa diberikan melalui vena perifer sampai didapat akses vena sentral
(jika melalui vena tepi, harus diberikan dengan infus cairan lebih cepat untuk
sampai ke jantung tepat waktu). Hubungan antara afterload dan curah sekuncup
terbaik dilihat dengan modifikasi kurva compliance. Saat afterload atau tekanan
diastolik aorta naik, curah sekuncup berkurang. Jantung yang berfungsi normal bisa
mentoleransi peningkatan tekanan diastolik aorta dengan cukup baik. Akan tetapi,
jantung dengan kontraktilitas yang berkurang tidak bisa mentoleransi peningkatan
afterload. Ini menjelaskan efek baik dari terapi vasodilator terhadap kurva Starling.
Penurunan afterload dengan vasodilator menurunkan tekanan diastolik aorta dan
memperbaiki curah sekuncup, khususnya pada jantung yang kontraktilitasnya
kurang baik. Namun, patut diperhatikan bahwa tekanan diastolik merupakan
determinan penting dari tekanan perfusi arteri koroner4.
2.3 Respon Syok

Respon syok terjadi ketika stress tidak lagi disebabkan “fight or flight”tetapi
disebabkan penurunan akut dari hantaran oksigen dan/atau produksi ATP.
Perdarahan, hypovolemia karena diare yang berat dan mendadak atau disfungsi
jantung dan pembuluh darah akibat sepsis, toksin atau obat-obatan, menyebabkan
otak memimpin respon syok untuk menyelamatkan jiwa. Ini agak mirip dengan
respon stress tetapi bersifat lebih mencolok. Kadar katekolamin dan kortisol lebih
tinggi. Sebagai contoh, kadar kortisol pada stres bisa mencapai 30μg/dL, tetapi
selama syok bisa mencapai 150 sampai 300μg/dL. Sistem angiotensin/aldosteron
dan antidiuretic hormone (vasopresin) juga diaktifkan untuk menjaga cairan
intravaskular. Katekolamin menginduksi takikardia, sedangkan angiotensin,
aldosteron dan vasopresin menyebabkan oliguria. Glukagon juga dilepaskan.
Bersama-sama dengan kortisol dan katekolamin, glucagon menginduksi
hiperglikemia melalui glukoneogenesis, disamping melalui resistensi insulin.
Respon syok ini memungkinkan pasien untuk kompensasi jangka pendek (short-
term survival), namun intervensi medis sering dibutuhkan agar pasien selamat.
Pemahaman dan penerapan prinsip fisiologi dibutuhkan untuk menyelamatkan
pasien (long-term survival).4

2.4 Etiologi Syok

Telah dikenal beberapa etiologi dari syok, dengan kategori utama sebagai
berikut:7

1. Hypovolemia, pada syok hipovolemia menyebabkan penurunan dari


pengisian jantung, penurunan volume akhir diastolik dan penurunan
stroke volume, oleh karena itu, menghasilkan penurunan curah
jantung. Hipovolemia akibat perdarahan juga mengurangi kapasitas
dalam membawa oksigen melalui hilangnya langsung hemoglobin
yang tersedia.
2. Kardiogenik, pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh penyakit
jantung bawaan atau kardiomiopati berkembang dari kegagalan
pompa primer dan curah jantung yang tidak adekuat.
3. Distributif, pada syok distribusif yang dapat terjadi akibat sepsis,
anafilaksis, atau cedera tulang belakang tingkat tinggi menyebabkan
vasodilatasi perifer dan penurunan resistensi vaskular sistemik
(SVR), dengan pengumpulan vena dan perfusi jaringan arteri yang
tidak adekuat untuk memenuhi permintaan metabolik yang diminta.
4. Obstruktif, pada syok obstruktif dapat disebabkan oleh emboli paru,
pneumotoraks, dan tamponade jantung yang dapat menghambat
aliran paru, aliran sistemik, atau keduanya, sehingga secara
langsung menurunkan curah jantung.

2.5 Patofisiologi Syok

Gagal sirkulasi mengakibatkan penurunan DO2 ke jaringan dan disusul oleh


berkurangnya tekanan oksigen parsial sel (PO2). Bila sampai ke titik kritis PO2,
fosforilasi oksidatif dibatasi oleh kurangnya oksigen, sehingga menggeser
metabolisme dari aerob menjadi anaerob. Ini menghasilkan kenaikan laktat sel dan
darah, serta asidosis laktat DO2 bergantung pada dua variabel: kandungan oksigen
darah arteri (CaO2) dan curah jantung. CaO2 adalah produk dari kandungan Hb,
arterial SaO2 dan kapasitas angkut oksigen dari hemoglobin.Selanjutnya, curah
jantung bergantung pada detak jantung dan curah sekuncup, yang ditentukan oleh
kontraktilitas miokard dan preload serta afterload. Pada anak, curah jantung lebih
bergantung pada detak jantung dibanding curah sekuncup karena miokard belum
matang. Metabolisme energi yang tidak adekuat dapat berasal dari peningkatan
konsumsi oksigen total tubuh (VO2), walaupun DO2 normal. Kebutuhan oksigen
bervariasi menurut jenis jaringan dan waktu. Walaupun kebutuhan oksigen tidak
bisa diukur atau dihitung, VO2 dan DO2 keduanya bisa dihitung, dan dihubungkan
sebagai berikut:4

VO2 = DO2 × ERO2 (oxygen extraction ratio)

Pada kondisi normal, kebutuhan oksigen setara dengan DO2. Normal,


ERO2 adalah kira-kira 25% yang berarti 25% dari oksigen yang dibawa akan
diambil jaringan dan 75% kembali ke paru. Bila kebutuhan meningkat, DO2 harus
menyesuaikan dan meningkat. Pada syok sirkulasi atau hipoksemia, karena DO2
berkurang, VO2 dipertahankan dengan peningkatan kompensatorik dari ERO2.
Namun, jika DO2 turun terus, dicapai titik kritis dan ERO2 tidak bisa lagi
bertambah untuk mengkompensasi penurunan DO2. Pada syok septik, oksigenasi
jaringan bisa tidak adekuat sekalipun ada aliran darah normal yang disebabkan
peningkatan banyak dari kebutuhan metabolik dan gangguan ekstraksi oksigen.
Konsekuensi patofisiologis dari syok kardiogenik dan hipovolemik lebih
berkaitan dengan defisiensi oksigen akut, sedangkan efek-efek patofisiologi
dari syok septik diakibatkan oleh banyaknya produksi mediator radang. Pada syok
septik ada interaksi kompleks antara vasodilatasi patologis, hypovolemia
relative dan absolut, depresi miokard langsung dan perubahan distribusi aliran
darah, yang terjadi akibat respon radang terhadap infeksi. Respon inflamasi yang
berlebihan selanjutnya berperan terhadap gangguan hemodinamik dan iskemia
jaringan yang tersebar, dengan berakhir sebagai disfungsi organ ganda.4

2.6 Stadium Syok

Stadium Dini atau Syok Kompensata

Pada syok dini atau kompensata, berbagai mekanisme kompensasi


diaktifkan. Dalam menghadapi ancaman hipoperfusi, sistem saraf simpatis
meningkatkan detak jantung (HR) dan tahanan pembuluh sistemik (SVR) melalui
pelepasan katekolamin dari kelenjar adrenal. Sistem Renin-angiotensin-aldosteron
juga diaktifkan, sehingga ikut menyebabkan vasokonstriksi dan mempertahankan
SVR, serta retensi cairan melalui pemekatan urin. Pada anak, tonus vascular
dipertahankan walaupun dalam keadaan aliran rendah pada syok septik dan
kardiogenik. Oleh karena itu, anak bisa sering mempertahankan tekanan darah
sebelum mereka berada dalam keadaan syok berat. Vasokonstriksi kompensatorik
sering begitu mencolok hingga tekanan darah sistemik bisa berada dalam kisaran
normal, sekalipun ada gangguan sirkulasi bermakna. Hipotensi khas merupakan
temuan lanjut pada syok anak. Dengan vasokonstriksi darah dipintas menjauhi
organ non-vital (kulit dan splanchnic bed) untuk diarahkan ke otak, jantung dan
paru. Hasilnya adalah ekstremitas dingin dan bercak-bercak (mottled), capillary
refill memanjang, serta takikardia yang diinduksi katekolamin. Jika syok dibiarkan,
mekanisme kompensasi akan gagal dan pasien masuk ke stadium dekompensata.
Kegagalan menormalkan nadi perifer, suhu kulit, serta capillary refill time dengan
terapi adekuat akan berakibat fatal.1,4

Anak banyak bergantung pada detak jantung untuk meningkatkan curah


jantung. Kemampuan meningkatkan kontraktilitas sebagai respon terhadap
stimulasi katekolamin terbatas karena massa otot yang tidak cukup dan “kekakuan”
miokard anak dibandingkan jantung dewasa. Bila mekanisme kompensasi
diaktifkan, anak menjadi bergantung pada volume intravaskular (preload) untuk
mempertahankan CO. Karena afterload sudah meningkat agar bisa
mempertahankan SVR dan TD, kunci keberhasilan dalam resusitasi adalah menjaga
volume intravaskular yang adekuat.

Stadium dekompensata

Bila mekanisme kompensasi gagal memenuhi kebutuhan metabolic yang


meningkat di tingkat jaringan, maka akan terjadi syok dekompensata dengan
hipotensi. Hipoksemia jaringan dan iskemia akan memicu metabolisme anaerob
yang menghasilkan penimbunan laktat dan asidosis metabolik. Sejumlah metabolit
vasoaktif seperti adenosin, nitric oxide juga dilepaskan dan tertimbun.
Vasokonstriksi kompensatorik gagal sebagai akibat hipoksia. Darah kapiler
menjadi lamban, leukosit bergerak ke pinggir dan mikrotrombus terbentuk.
Paralisis vasomotor dan disfungsi mikrosirkulasi memuncak ke hipoperfusi organ
akhir, disfungsi dan gagal organ ganda. Hipoperfusi organ bermanifestasi sebagai
perubahan status mental, takipnea, takikardia, letargi, urin sedikit atau tidak ada dan
timbul bercak pada anggota gerak.4,8

Stadium Irreversible

Syok non-reversibel, sesuai namanya, adalah “the point of no return”


dengan angka kematian tinggi apapun intervensinya. Kegagalan mekanisme
kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga terjadi
kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi organ lainnya. Manifestasi
klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran
semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ
lain.1,4
2.7 Syok Hipovolemia
1. Definisi
Syok hipovolemik merupakan syok yang paling sering dijumpai pada
anak, terjadi akibat kehilangan cairan tubuh yang berlebihan. Penyebab
tersering syok hipovolemik pada anak adalah muntah, diare, glikosuria,
kebocoran plasma (misalnya pada demam berdarah dengue), sepsis, trauma,
luka bakar, perdarahan saluran cerna, perdarahan intrakranial. Akibat
kehilangan cairan, terjadi penurunan preload. Sesuai dengan hukum Starling,
penurunan preload ini akan berakibat pada penurunan isi sekuncup,
selanjutnya penurunan curah jantung. Baro receptor akan merangsang syaraf
simpatik untuk meningkatkan denyut jantung dan vasokonstriksi untuk
mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Syok hipovolemik yang
lama dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ. Dalam keadaan
normal, Ginjal menerima 25 persen curah jantung. Pada syok hipovolemik
akan terjadi redistribusi aliran darah dari korteks ke medula Bila keadaan ini
berlangsung lama akan terjadi tubular nekrosis akut serta gangguan
glomerulus dengan akibat gagal ginjal akut. Depresi miokardium juga sering
terjadi, sementara hipotensi yang lama dapat pula menyebabkan gangguan
hati.9

2. Etiologi
Syok hipovolemik terjadi akibat defisiensi absolut volume darah
intravaskular. Ini adalah penyebab utama kematian anak di Amerika Serikat
dan di seluruh dunia, meskipun agen penyebab spesifik mungkin berbeda
secara global. Penyebab syok hipovolemik meliputi:1,4,9
 Kehilangan volume intravaskular (misalnya, dari gastroenteritis,
luka bakar, diabetes insipidus, stroke panas)
 Pendarahan (mis. Karena trauma, pembedahan, perdarahan
saluran cerna) (lihat gambar di bawah)
 Kehilangan interstisial (misalnya, akibat luka bakar, sepsis,
sindrom nefrotik, obstruksi usus, asites)
3. Patofisiologi
Saraf simpatik, sistem kardiovaskular, dan neuroendokrin masing-
masing berperan penting dalam respon homeostasis penurunan volume
intravaskular. Pelepasan adrenalin, noradrenalin, angiotensin II, dan hormon
antidiuretik berfungsi untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi
memadai untuk organ yang paling penting, seperti otak dan jantung.9
Kondisi klinis syok hipovolemik dapat dikategorikan menjadi 3 fase:
(i) kompensasi, (ii) dekompensasi, dan (iii) irreversible. Pada fase awal atau
kompensasi syok, penurunan tekanan darah yang dibaca oleh baroreseptor di
lengkung aorta dan sinus karotis yang menstimulasi output simpatik. Pada
tingkat yang lebih tinggi, katekolamin kemudian menyebabkan peningkatan
denyut jantung, kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi untuk
mempertahankan curah jantung.9

Vasokonstriksi terjadi terutama di splanikus dan pembuluh perifer,


sehingga mengalihkan aliran darah dari saluran pencernaan, kulit, dan otot
skeletal ketika mempertahankan perfusi ke otak dan jantung. perfusi ginjal
dapat terjaga dengan baik pada perdarahan ringan sampai sedang. Namun,
pada perdarahan berat, menyebabkan stimulasi sumbu renin-angiotensin dan
pelepasan angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat dan stimulator dari
pelepasan aldosteron. Reabsorpsi air selanjutnya meningkat oleh sistem
neuroendokrin melalui meningkatnya kadar hormon antidiuretik dari
hipofisis posterior.9

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-


rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang
menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah dibawah
normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ.9

4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis syok hipovolemik dipengaruhi oleh besarnya
kehilangan cairan tubuh dan mekanisme kompensasi. Kehilangan 5-10 persen
berat badan umumnya masih dapat dikompensasi. Kecuali tanda kehilangan
cairan, mekanisme kompensasi dapat dikenali dengan dijumpainya produksi
urine yang menurun, ujung ekstremitas dingin dan capillary refill time yang
dapat sedikit memanjang. Mekanisme kompensasi tidak akan memadai pada
kehilangan 15 persen atau lebih. Kesadaran anak akan menurun, produksi
urine minimal atau tidak ada, ujung ekstremitas dingin dan mottled, nadi
perifer sangat lemah atau tidak teraba, takikardi, tekanan darah menurun atau
tidak terukur. Hipoksia jaringan akan mengakibatkan asidosis dan takipnea.
Dalam keadaan lanjut akan terjadi pernapasan periodic atau apnea yang
selanjutnya disusul dengan henti jantung.

5. Tanda Klinis Syok Hipovolemia (e.c Hemoragik)

% Tanda Klinis
Darah HR TD Capillary Frekuensi Jumalah Status
hilang Refill Nafas Urine Mental
Time
<15 Normal Normal Normal Normal Normal Cemas
atau atau
Sedikit Meningkat
Naik
15-25 Sedikit Mungkin > 2 detik Takipnea Normal Cemas,
Naik Berkurang Ringan sampai mungkin
sedikit gaduh
berkurang
25-40 Naik Turun >2 detik Takipnea Sedikit ( Cemas,
Sedang <0,5 Bingung
ml/kg/jam)
>40 Naik Turun >2 detik Takipnea Absen Bingung,
Berat letargi,
Tidak
responsif
Sumber: ( Joseph, 2009 )
2.8 Syok Kardiogenik
1. Definisi
Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung, yang dapat
diakibatkan akibat preload, afterload atau kontraktilitas miokardium. Curah
jantung juga menurun pada disritmia. Gangguan preload dapat terjadi akibat
pneumotoraks, efusi perikardium, hemoperikardium atau pneumo
perikardium. Gangguan afterload dapat terjadi akibat kelainan obstruktif
congenital, emboli, peningkatan resistensi vaskular sistemik (misalnya pada
pheochromocytoma). Gangguan kontraktilitas miokardium dapat diakibatkan
infeksi virus, gangguan metabolik seperti asidosis, hipoglikemia,
hipokalsemia, penyakit kolagen dll. Disritmia, misalnya blok
arterioventrikular atau paroxysmal atrial takikardia dapat mengakibatkan
syok kardiogenik. Respon neurohumoral seperti terjadi pada syok
hipovolemik juga terjadi pada syok kardiogenik. Peningkatan resistensi
vaskular sistemik akan meningkatkan afterload yang lebih lanjut akan
berakibat penurunan curah jantung10

2. Etiologi
Gangguan kontraktilitas jantung menentukan syok kardiogenik.
Kontraktilitas Jantung yang menurun menghasilkan penurunan stroke volume
(SV) dan Cardiac Output (CO). Penyebab syok kardiogenik meliputi:1,10
 Aritmia
 Kardiomiopati / karditis: Penyakit hipoksik / iskemik, infeksi,
metabolik, jaringan ikat, penyakit neuromuskuler, reaksi toksik,
idiopatik
 Penyakit jantung bawaan : yang mengakibatkan berberkurangnya
curah jantung dan hipotensi sistemik: hypoplastic left heart
syndrome, stenosis aorta, interrupted aortic arch, koarktasio aorta
berat, anomali arteri koroner.
 Trauma
 Iatrogenik (yaitu, sindrom curah jantung rendah pasca operasi)
3. Patofisiologi
Patofisiologi syok kardiogenik dimulai dari disfungsi ventrikel kiri
dan berakhir dengan kematian melalui kondisi iskemik dan disfungsi
ventrikel kiri yang semakin progresif jika tidak diberikan intervensi
pengobatan. Alur spiral syok mendapat pengaruh negatif oleh (1) disfungsi
sitolik dengan berkurangnya curah jantung dan volume sekuncup sehingga
menyebabkan terganggunya perfusi perifer dan hipotensi. (2) disfungi
diastolic sehingga menyebabkan hipoksemia dan kongesti paru, (3)
munculnya sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) yang didorong oleh
nitrit oksida sintase endotel dan nitrit oksida sintase yang terinduksi (eNOS
dan iNOS), interleukin-6 (IL-6), TNF-α, sehingga menyebabkan
berkurangnya tahanan perifer.8

4. Gambaran Klinis

Gangguan perfusi pada syok kardiogenik menyebabkan gejala yang


serupa dengan syok hipovolemik. Identifikasi awal syok kardiogenik adalah
penting secara klinis, karena strategi pengobatan berbeda dari penyebab syok
lainnya dengan perhatian besar diberikan pada status volume intravaskular
dan inisiasi awal dukungan farmakologis inotropik. 10

Temuan pemeriksaan fisik pada syok kardiogenik meliputi:


Takikardia, peningkatan tekanan vena jugularis, pembesaran hati pada
kegagalan ventrikel kanan , ronki basah halus tidak nyaring, takipnea sampai
pink frothy sputum dapat dijumpai pada kegagalan ventrikel kiri, Irama
gallop dapat dijumpai pada kegagalan ventrikel kanan maupun kiri, dan dapat
dijumpai pengangkatan perikordial. Sebagai hasil dari perbedaan anatomi
antara pasien anak dan dewasa, mengevaluasi bayi dan anak-anak untuk
hepatomegali lebih dapat diandalkan daripada mengukur distensi vena
jugularis, yang sering sulit untuk dihargai pada pasien muda.11
2.9 Syok Distributif
1. Definisi
Syok distributif terjadi akibat berbagai sebab seperti blok syaraf
otonom pada anesthesia (syok neurogenik), anafilaksis dan sepsis. Penurunan
resistensi vaskular sistemik secara mendadak akan berakibat penumpukan
darah dalam pembuluh darah perifer dan penurunan tekanan vena sentral.
Pada syok septik, keadaan ini diperberat dengan adanya peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga volume intravaskular berkurang.1,4

2. Etiologi
Pada keadaan klinis tertentu seperti syok distributif, tonus vaskular
perifer yang normal menjadi tidak wajar. Vasodilatasi menghasilkan
peningkatan kapasitansi vena, menyebabkan hipovolemia relatif bahkan jika
pasien belum benar-benar kehilangan cairan. Akibatnya, gangguan fisiologis
umum yang mempengaruhi distribusi oksigen pada syok distributif adalah
penurunan preload yang disebabkan oleh vasodilatasi masif dan volume
intravaskular efektif yang tidak memadai. Penyebab umum syok distributif
termasuk anafilaksis, cedera neurologis (mis. Cedera kepala, syok tulang
belakang), sepsis, dan penyebab terkait obat. Penyebab anafilaksis
meliputi:1,4
 Obat-obatan (misalnya, antibiotik, vaksin, obat-obatan lain)
 Produk darah
 Racun serangga
 Makanan
 Getah

Anafilaksis menyebabkan degranulasi sel mast dengan pelepasan


histamin dan vasodilatasi. Cedera neurologis dapat mengganggu input
simpatis ke neuron vasomotor, yang mengakibatkan vasodilatasi. Syok
tulang belakang dapat terjadi akibat cedera saraf serviks di atas T1, yang
mengganggu rantai simpatis, memungkinkan stimulasi parasimpatis yang
tidak ditentang. Pasien-pasien tersebut dapat hadir dengan gambaran klinis
ketidakstabilan hemodinamik dan hipotensi disertai dengan bradikardia,
karena mereka kehilangan tonus vaskular simpatis (mengakibatkan
vasodilatasi) sementara tidak dapat me-mount respon takikardik simpatis
yang dimediasi simpatis. Obat-obatan juga dapat menyebabkan
vasodilatasi. Akhirnya, sepsis menyebabkan pelepasan banyak mediator
vasoaktif yang dapat menghasilkan vasodilatasi yang dalam, menghasilkan
syok distributif.

2.10 Syok Septik


1. Definisi
Syok septik merupakan keadaan sepsis yang memburuk, awalnya
didahului oleh suatu infeksi yang disebut dengan Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS). Definisi systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) adalah suatu respon peradangan terhadap adanya
infeksi bakteri, fungi, ricketsia, virus, dan protozoa. Respon peradangan
ini timbul ketika sistem pertahanan tubuh tidak cukup mengenali atau
menghilangkan infeksi tersebut. Sepsis adalah SIRS yang disertai adanya
bukti infeksi. Biomarker sepsis adalah prokalsitonin (PcT); C-reactive
Protein (CrP). Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi
organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi
meliputi:12

 Asidosis laktat
 Oliguria
 Atau penurunan kesadaran
Syok septik adalah keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah
(tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 40 mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi
meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara adekuat atau
memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan
perfusi organ.12

2. Patofisiologi
Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai
sitokin. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis
sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-
γ) yang membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang
menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor
antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk memodulasi,
koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila terjadi
ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi, maka
menimbulkan kerugian bagi tubuh.12
Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama
membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum
penderita kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi
dengan makrofag, dan kemudian makrofag mengekspresikan
imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi adalah
bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.12
Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen
Presenting Cell (APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major
Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan pada
peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan
Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).12
Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang
berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF
(Macrophage Colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan
mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ merangsang
makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β dan TNF-α
merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar
IL-1β dan TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF-α selain
merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah,
yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1β sebagai
imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1
menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-
macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah
mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3
langkah, yaitu:12
1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel
dan L-selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif
2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi
neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang
melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM)
yang dihasilkan oleh endotelTransmigrasi neutrofil menembus
dinding endotel.

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan


lisozyme yang melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka.
Neutrofil juga termasuk radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi
pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga akibatnya endotel menjadi
nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan vascular
leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel. Pendapat lain
yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel
disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil
sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.12
Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2
mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan
menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-α dan fungsi APC. IL-10 juga
memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10
meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada
sepsis dapat dicegah.
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses
inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin,
neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi
pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan
antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi
kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif,
sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian
menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang
menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi
jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi
miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung.
Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai
organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel
(MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler
(termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia
reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan
turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi
(myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi
toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang
diberikan.12
3. Diagnosis
Ikatan Dokter Anak Indonesia memublikasi pedoman nasional
diagnosis dan tata laksana sepsis anak pada tahun 2016. Berdasarkan
pedoman tersebut, diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya (1)
infeksi, yang meliputi faktor predisposisi infeksi, tanda atau bukti infeksi
yang sedang berlangsung, dan respon inflamasi; (2) tanda disfugsi / gagal
organ. Kecurigaan infeksi didasarkan pada predisposisi infeksi, tanda
infeksi, dan reaksi inflamasi. Faktor predisposisi infeksi, antara lain,
faktor genetik, usia, status nutrisi, status imunisasi, komorbiditas, dan
riwayat terapi. Tanda klinis infeksi dinilai dari pemeriksaan klinis dan
laboratoris dengan penanda (biomarker) infeksi, seperti pemeriksaan
darah tepi, morfologi darah tepi, c-reactive protein, dan prokalsitonin.
Respon inflamasi dapat terjadi tidak hanya disebabkan oleh penyakit
infeksi. Secara klinis respon inflamasi dapat berupa:13
o Demam (suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau
hipotermia (suhu inti < 36oC).
o Takikardia (peningkatan denyut jantung sesuai usia tanpa adanya
stimulus eksternal, obat kronis, atau nyeri; atau peningkatan denyut
jantung yang tidak dapat dijelaskan lebih dari 0,5 sampai 4 jam).
o Bradikardia (penurunan denyut jantung sesuai usia tanpa adanya
stimulus vagal eksternal, beta-blocker, atau penyakit jantung
kongenital; atau penurunan denyut jantung yang tidak dapat
dijelaskan selama lebih dari 0,5 jam).

2.11 Syok Obstruktif


Syok obstruktif terjadi ketika aliran darah paru atau sistemik terganggu
akibat obstruksi bawaan atau didapat, yang menyebabkan gangguan Cardiac
Output dan syok. Penyebabnya termasuk tamponade jantung akut, tension
pneumothorax, emboli paru masif, dan bentuk lain dari obstruksi sirkulasi paru atau
sistemik seperti hipertensi pulmonal akut atau didapat atau kardiomiopati
hipertrofik. Penyebab tambahan pada periode neonatal termasuk koarktasio aorta,
lengkung aorta yang terputus, dan stenosis katup aorta yang parah. Selain
manajemen medis untuk syok obstruktif, perawatan sering tergantung pada
pengenalan yang cepat dan menghilangkan obstruksi fisik, seperti melalui
perikardiosentesis untuk tamponade atau torakostomi tabung untuk pneumotoraks.4

2.12 Skoring Prognosis Syok

Syok merupakan kontributor dari penyebab kematian pada anak. Kelainan-


kelainan dalam parameter fisiologi yang mencerminkan tanda-tanda klinis syok
merupakan predictor kuat dari kematian pada dua sistem skoring, PRISM (pediatric
risk illness severity and mortality score) dan PELOD (pediatric logistic organ
dysfunction score). Pada PRISM, takikardia (>150 detak per menit untuk anak >160
untuk bayi), takipnea (>50 napas per menit untuk anak, >60 untuk bayi), PaO2/FiO2
<300 mm Hg, glukosa (<60 atau >250 mg/dL), dan bikarbonat (<16 mEq/L)
semuanya memprediksi mortalitas tinggi. Pada PELOD, hipotensi (systolic blood
pressure (SBP) <65 mmHg pada neonatus, <75 mm Hg pada bayi, <85 mmHg pada
anak, <95 mm Hg pada Dewasa) dan menurunnya kesadaran (Glasgow coma scale
score,7-11) memprediksi mortalitas. Abnormalitas kreatinin serum (≥140 μmol/L
pada usia < 7 hari, ≥55 μmol/L untuk usia 7 hari - 1 tahun; ≥100 μmol/L untuk usia
1 – 12 tahun; ≥140 μmol/L untuk anak diatas 12 tahun) dan waktu prothrombin
(<60%) atau international normalized ratio (INR) (≥1.4) juga memprediksi
mortalitas. 4

2.13 Penatalaksanaan Syok

Tatalaksana Syok pada anak menurut rekomendasi IDAI tahun 2014 adalah:14

1. Kecepatan dalam memberikan penanganan syok sangat penting, makin


lama dimulainya tindakan resusitasi makin memperburuk prognosis.
2. Prioritas utama yang harus segera dilakukan adalah pemberian oksigen
aliran tinggi, stabilisasi jalan nafas, dan pemasangan jalur intravena,
diikuti segera dengan resusitasi cairan. Apabila jalur intravena perifer
sukar didapat, jalur intraoseus (IO) segera dimulai.
3. Setelah jalur vaskular didapat, segera lakukan resusitasi cairan dengan
bolus kristaloid isotonik (Ringer lactate, normal saline) sebanyak 20
mL/kg dalam waktu 5-20 menit.
4. Pemberian cairan dapat diulang untuk memperbaiki tekanan darah dan
perfusi jaringan. Pada syok septik mungkin diperlukan cairan 60 mL/kg
dalam 30-60 menit pertama.
5. Pemberian cairan hanya dibatasi bila diduga penyebab syok adalah
disfungsi jantung primer.
6. Apabila setelah pemberian 20-60 mL/kg kristaloid isotonik masih
diperlukan cairan, pertimbangkan pemberian koloid. Darah hanya
direkomendasikan sebagai pengganti volume yang hilang pada kasus
perdarahan akut atau anemia dengan perfusi yang tidak adekuat meskipun
telah mendapat 2-3 x 20 mL/kg bolus kristaloid.
7. Pada syok septik, bila refrakter dengan pemberian cairan, pertimbangkan
pemberian inotropik.
8. Dopamin merupakan inotropik pilihah utama pada anak, dengan dosis 5-
10 μgr/kg/menit. Apabila syok resisten dengan pemberian dopamin,
tambahkan epinefrin (dosis 0,05-0,3 μgr/kg/menit) untuk cold shock atau
norepinefrin (dosis 0,05-1 μgr/kg/menit) untuk warm shock.
9. Syok resisten katekolamin, dapat diberikan kortikosteroid dosis stres
(hidrokortison 50 mg/m2/24jam).
10. Dobutamin dipergunakan apabila setelah resusitasi cairan didapatkan
curah jantung yang rendah dengan resistensi vaskular sistemik yang
meningkat, ditandai dengan ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler
memanjang, dan produksi urin berkurang tetapi tekanan darah normal.
11. Pada syok septik, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah
diagnosis ditegakkan, setelah sebelumnya diambil darah untuk
pemeriksaan kultur dan tes resistensi.
12. Sebagai terapi awal dapat digunakan antibiotik berspektrum luas sampai
didapatkan hasil kultur dan antibiotik yang sesuai dengan kuman
penyebab.
13. Target akhir resusitasi yang ingin dicapai merupakan petanda perfusi
jaringan dan homeostasis seluler yang adekuat, terdiri dari: frekuensi
denyut jantung normal, tidak ada perbedaan antara nadi sentral dan
perifer, waktu pengisian kapiler < 2 detik, ekstremitas hangat, status
mental normal, tekanan darah normal, produksi urin >1 mL/kg/jam,
penurunan laktat serum.
14. Tekanan darah sebenarnya bukan merupakan target akhir resusitasi, tetapi
perbaikan rasio antara frekuensi denyut jantung dan tekanan darah yang
disebut sebagai syok indeks, dapat dipakai sebagai indikator adanya
perbaikan perfusi.

Syok pada anak harus dikenali sejak mereka datang ke ruang gawat darurat.
Deteksi dini dan tatalaksana seksama dari syok bisa memperbaiki prognosis pada
pasien. Sasaran resusitasi meliputi pemulihan dari Capillary Refil Time yang
memanjang, hipotensi dan perbaikan indeks syok. Adapun manajemen dini untuk
syok di UGD sebagai berikut :4

1. kenali syok saat triase :


a) Hanya hipotensi dan nadi kuat pada syok hangat
b) Hanya perfusi perifer yang berkurang ( nadi perifer lebih
lemah dari nadi sentral dan capillary refil > 2 detik pada syok
dingin kompensata )
c) Kombinasi hipotensi dan perfusi perifer yang berkurang
pada syok dingin dekompensata
2. segera pindahkan pasien ke ruang syok/ trauma dan kumpulkan tim
resusitasi
3. Pasang oksigen dan infus, gunakan 90 detik untuk cari vena
4. Jika belum berhasil setelah 2 kali usaha pikirkn akses intraossea
5. Palpasi untuk hepatomegali : auskultasi untuk deteksi ronki
a. Jika tidak ada hepatomegaly dan ronki, bolus 20 ml/kg
ringerlaktat/ NS atau albumin 5% sampai 60 ml/kg dalam 15
menit sampai perfusi membaik atau hati turun atau terdengar
ronki, dapat diberikan 20 ml/kg pRBC jika syok hemoragik
tidak respon.
b. Jika ada hepatomegaly, curiga ada syok kardiogenik, dan
berikan hanya 10 ml/kg bolus kristaloid isotonik, berikan
PGE1 untuk menjaga duktus arteriosus tetap terbuka pada
semua neonatus.
6. Jika capillary refill time > 2 detik dan/atau hipotensi menetap selama
resusitasi cairan, mulai berikan efinefrin IO/perifer 0,05 µg/kg/menit
7. Jika ada resiko insufisiensi adrenal ( mis paparan steroid sebelumnya
atau anomaly hipofisis) berikan hidrokortison sebagai bolus (50
ml/kg) dan kemudian drip titrasi antara 2 dan 50 mg/kg/hari
8. Jika syok berlanjut, gunakan atropine (0,2 mg/kg) plus ketamine
(2mg/kg) untuk sedasi pemasangan vena sentral, jika butuh ventilasi
mekanis, gunakan atropine plus ketamine plus penyekat
neuromuscular untuk induksi intubasi
9. Arahkan sasaran terapi :
a. Capillary refill time < 3 detik ( mis ≤ 2 detik )
b. Tekanan darah normal sesuai usia
c. Indeks syok membaik .

Anda mungkin juga menyukai