Anda di halaman 1dari 5

B.

Periode Kebangkitan

Fase ini dimulai dari akhir abad ketiga belas hijriah sampai pada hari ini. Oleh
karena itu, fase ini mempunyai karakteristik dan corak tersendiri, antara lain; dapat
menghadirkan fiqh ke zaman baru sejalan dengan perkembangan zaman, dapat
memberi saham dalam menentukan jawaban bagi setiap permasalahan yang muncul
pada hari ini dari sumbernya yang asli, menghapus taqlid, dan tidak terpaku dengan
madzhab atau kitab tertentu.

Indikasi kebangkitan fiqih pada zaman ini dapat dilihat dari dua aspek; Pertama,
pembahasan fiqih islam, dan kedua, kodifikasi fiqh islam.

Dua hal tersebut yang akan menjadi pembahasan pada kesempatan berikut.

1. Pembahasan Fiqh Islam


Pada zaman ini para ulama memberikan perhatian yang sangat besar
terhadap fiqih islam, baik dengan cara menulis buku maupun mengkaji
sehingga fiqh islam bisa mengembalikan kegemilangannya melalui tangan
para ulama, menjauhi metode yang rumit dan menyusahkan, menggunakan
konsep ilmiah dengan kajian yang mendalam dan terfokus. Apabila kita
ingin menuliskan beberapa indikasi kebangkitan fiqih islam pada zaman ini
dari aspek sistem kajian dan penulisan, dapat dirincikan sebagai berikut:
a. Memberi perhatian khusus terhadap kajian mazhab-mazhab ulama dan
pendapat-pendapat fiqhiyah yang sudah diakui dengan tetap
mengedepankan prinsip persamaan tanpa ada perlakuan khusus antara
satu mazhab dengan mazhab lain. Para penguasa pada zaman ini
berpegang pada mazhab tertentu dalam ber-taqlid dan qadha’, serta
memaksa rakyatnya untuk mengikuti mazhab tertentu. Seperti yang
dilakukan oleh Dinasti Fatimiyah di Mesir, ketika mereka membatasi
kurikulum Al-azhar hanya dengan mazhab Syi’ah, atau yang dilakukan
oleh Dinasti Ayyubiyah ketika mereka membatasinya dengan salah satu
mazhab Ahli Sunnah wal Jama’ah. Begitulah mayoritas penguasa di
negeri-negeri Islam, yang sudah tentu berdampak pada kejahilan
terhadap pendapat-pendapat fiqih yang ada dalam mazhab lain. Pada
zaman ini, kamu muslimin sudah bebas dari masalah ini, kajian-kajian
keislaman sudah dilaksanakan di sekolah dan kampus secara integral
dan terbuka kepada seluruh mazhab ditambah dengan pembahasan
pendapat-pendapat yang sebelumnya belum ada disebabkan belum
sempat ditulis atau atau karena minimnya pengikut pendapat itu.
Tentunya hal ini membuka mata para pelajar betapa banyak wara-warni
fiqih yang ada dalam khazanah fiqih sehingga dapat memotivasi mereka
untuk menambah wawasan keilmuwan mereka.
b. Memberikan perhatian khusus terhadap kajian fiqih tematik.
Pembahasan fiqih pada periode lalu bersifat ringkas, lafal yang penuh
symbol dan rumus yang memerlukan waktu banyak untuk
memahaminya. Pada zaman ini, kajian sudah beralih pada pokok
masalah berkat kajian terhadap kitab-kitab fiqih klasik yang tidak
memuat rumus dan kejumudan selain karena jasa para penulis mutakhir
yang menggunakan metodologi ilmiah dalam penulisan mereka.
c. Memberikan perhatian khusus terhadap fiqih komparasi. Para peneliti
fiqih di zaman ini memberikan perhatian khusus dengan bentuk bentuk
kajian fiqih komparasi. Terkadang antara sesama mazhab fiwqih islam
dalam satu masalah tertentu dan kadang antara mazhab islam dengan
undang-undang konvensional dengan tetap menjadikan kekuatan dalil
sebagai kata akhirnya. Metode ini memiliki kelebihan yaitu dapat
memunculkan teori-teori umum dalam fiqih islam dan menghasilkan
teori baru seperti teori akad, kepemilikan, harta, dan pendayagunaan hak
yang tidak proporsional serta lainnya yang bisa kita lihat dalam hasil
karya ilmiah.
d. Mendirikan lembaga-lembaga kajian ilmiah dan menerbitkan
ensiklopedia fiqh. Diantara indikasi kebangkitan fiqh pada zaman ini
adalah didirikannya beberapa lembaga kajian di berbagai negeri islam
dan terbitnya beberapa ensiklopedia fiqh.
2. Kodifkasi Hukum fiqih
Yang dimaksudkan dengan kodifikasi (taqnin) adalah upaya
mengumpulkan beberapa masalah fiqih dalam satu bab dalam bentuk
butiran bernomor. Dan jika ada masalah maka setiap masalah akan dirujuk
kepada materi yang sudah disusun dan pendapat ini akan menjadi kata putus
dalam menyelesaikan perselisihan, yaitu
Pertama, menyatukan semua hukum dalam setiap masalah yang memiliki
kemiripan sehingga tidak terjadi tumpang tindih, masing-masing hakim
memberi keputusan sendiri, tetapi seharusnya mereka sepakat dengan
materi undang-undang tertentu, dan tidak boleh dilanggar untuk
menghindari keputusan yang kontradiktif.
Kedua, memudahkan para hakim untuk merujuk semua hukum fiqih dengan
susunan yang sistematik, ada bab-bab yang teratur sehingga mudah untuk
dibaca.
a. Permulaan Kodifikasi
Upaya untuk menjadikan fiqih sebagai undang-undang bukan
sesuatuyang baru terjadi pada masa ini. Upaya tersebut sudah muncul
sejak awal abad ke- 2 hijriah ketika Ibnu Muqaffa’ menulis surat kepada
khalifah Abu Ja’far Al-Mansur agar undang-undang civil segera diambil
dari Al-Qur’an dan Sunnah. Dan ketika tidak ada nash maka cukup
dengan ijtihad sendiri sesuai dengan kemashlahatan umur. Ketika beliau
melihat banyak terjadi perbedaan pendapat dalam satu masalah,ia
berkata, “di antara perkara yang harus diperhatikan oleh Amirul
Mukminin dari dua orang Mesir dan yang lainnya dari setiap kota dan
pelosok wilayah adalah terjadinya perselisisihan pendapat yang sudah
memuncak, jika saja amirul mukminin dapat memerintahkan agar semua
perbedaan ini bisa dihilangkan, memberikan apa yang menjadi hajat
setiap kaum dari sunnah dan qiyas dengan cara menulis sebuah
komplikasi undang-undang, hal tersebut bertujuan untukmenyatukan
semua pendapat yang bisa saja salah atau benar dengan satu pendapat
yang pasti dan benar.
Usulan Ibnu Muqaffa’ ini tidak mendapat sambutan pada saat itu karena
fuqoha’ enggan untuk memikul beban taqlid, sedangkan mereka sendiri
sudah memberikan peringatan kepada murid-murid mereka agar
menjauhi fanatisme mazhab.
Mereka merasa cemas dan masih ragu-ragu kalau saja ijtihad ini salah
karena yang mereka lakukan bukan membuat sebuah produk undang-
undang buatan manusia, namun mereka sedang berhadapan dengan
aparat yang turun dari langit.
Usaha yang sama juga pernah dilakukan oleh Imam Malik ketika ia
melaksanakan haji pada tahun 148 H dan diminta untuk menyeru
masyarakat untuk menyeru mazhabnya. Akan tetapi sang imam tidak
mau dan berkata, “Wahai Amirul mukminin, setiap kaum ada
pendahuku imamnya sendiri, maka barang siapa yang melihat keputusan
para pendahulunya sesuai dengankeadaan maka hendaklah ia
melaksanakan hal itu”.
Sang khalifah memhami apa yang dikatakan oleh Imam Malik atau
hanya berpura-pura setuju, namun ia menawarkan kemabali pada tahun
163 H. akan tetapi, sang Imam tetap tidak mau menyeru untuk mengikuti
mazhabnya dan tetap pada pendiriannya.
Dan pada abad ke-11 H, Sultan Muhammad Ali … (1038-1118 M)
seorang raja India membentuk sebuah lembaga yang terdiri dari ulama-
ulama kondang di India dibawah pimpinan syaikh Nizam untuk menulis
sebuah buku yang memuat semua riwayat-riwayat yang sudah
disepakati oleh mazhab Hanafi, kemudian mereka menuliskannya dalam
sebuah buku yang dikenal dengan Al-fath… Al-hindiyahmeskipun
demikian, upaya ini belum secara resmi dan bersifat mengikat bagi
semua mufti atau hakim sebgaimana corak penulisan dan pembuatan
bab belum seperti sebuah materi undang-undang dan harus bersifat
himpunan pendapat fiqih yang masih perlu diperdebatkan, kemudian
lembaga ini memilih salah satunya.
Semua upaya dan usaha baik ini belum bisa dikatakan sebuah ….
Berkodifikasi fiqih islam dengan makna yang sempurna seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai