Anda di halaman 1dari 4

Tugas Final

HUKUM DAN ETIKA BISNIS


“Tiga Perusahaan di SULTRA Yang Melanggar Hukum dan Etika
Bisnis”

Oleh : Muhammad Arpin

Stambuk : D1A1 15 086

Kelas : AGB A

Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian
Universitas Halu Oleo
Kendari
2019
1. Kasus pelanggaran hukum dan etika bisnis oleh PT Merbau Jaya di Kabupaten
Konawe utara.
Sekitar 300 hektare lahan persawahan padi di Desa Toluonua dan Peohuko,
Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan, terancam diserobot perusahaan
perkebunan PT Merbau Jaya. Perusahaan kelapa sawit ini sudah melakukan perambahan
lahan sejak dua minggu lalu di pinggiran sejumlah lokasi persawahan milik ratusan petani
setempat. Ratusan hektare lahan sawah basah di sana sudah ada sejak 1983. Ratusan
bahkan ribuan petani di wilayah itu menggantungkan hidup semata-mata dari menanam
padi. Padahal, sejak diresmikan Kementerian Pertanian pada 2009, wilayah ini menjadi
penyuplai kebutuhan beras kedua terbesar setelah Kabupaten Konawe. Di Provinsi
Sulawesi Tenggara, Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan merupakan dua daerah
penyangga kebutuhan beras terbesar yang dipasarkan hingga ke Sulawesi Selatan.
Diketahui, PT Merbau sudah merambah wilayah sejumlah desa di Kecamatan
Mowila sejak 2017. Wilayah itu dikenal karena memiliki debit air yang berlimpah untuk
pertanian padi. "Sampai sekarang, sejak dua pekan lalu, PT Merbau menggerakkan warga
lainnya yang bukan petani untuk merambah lahan kami dengan alat berat," ujar
Amiruddin, Jumat (23/3/2018). Pantauan di lokasi, perusahaan menggerakkan sembilan
unit alat berat di wilayah persawahan milik warga. Wilayah ini diklaim perusahaan
masuk dalam lokasi Hak Guna Usaha (HGU) PT Merbau. Sementara, lokasi lahan HGU
milik perusahaan diarasakan makin hari makin menyerempet masuk ke dalam lokasi
lahan.
Kini, jarak lokasi perambahan PT Merbau dengan lahan milik warga tinggal
beberapa meter saja. "Kita protes, tapi perusahaan seperti tak peduli. Yang kerjakan lahan
mereka malah warga setempat juga, tidak mungkin kami mau berkelahi dengan saudara
kami sendiri," ucap Amiruddin. Warga lainnya, Andi Nur Alam, mengatakan warga yang
lahannya diserobot pemilik perusahaan rata-rata memiliki sertifikat. Namun, pihaknya
heran kenapa ada Hak Guna Usaha (HGU) di atas sertifikat milik warga. "Jelas, lahan
yang dimiliki perusahaan ada oknum yang menjual sebelumnya. Perusahaan harusnya
tanya kepada yang menjual, kenapa sampai tumpang tindih seperti itu," ujar Andi Nur
Alam.

2. Kasus pelanggaran hukum dan etika bisnis oleh PT. Lenko Surya Perkasa Kendari
Massa buruh yang merupakan karyawan PT. Lenko Surya Perkasa Kendari,
mendatangi Kantor DPRD Kota Kendari, Selasa (7/5/2019), untuk mengadukan Kepala
Cabang PT Lenko Surya Perkasa, Anceknt T. Siman, karena telah memotong gaji
karyawan dan melakukan pungutan liar (pungli) terhadap karyawannya. Koordinator
aksi, Aldo, menjelaskan, Anceknt telah melakukan tindakan melanggar UU No 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, yang telah cenderung menindas dan mendzolimi seluruh
karyawan. “Pemotongan gaji sebanyak Rp 100.000 tanpa konfirmasi, juga memaksa
karyawan menyetor Rp 400.000 yang sampai saat ini tidak jelas peruntukannya,”
jelasnya, Selasa (7/5/2019). Oleh sebab itu, seluruh karyawan PT Lenko Surya Perkasa
menyatakan sikap mendesak pemerintah untuk mencabut izin perusahaan tersebut apabila
tidak membayar dan melunasi gaji serta seluruh tunggakannya kepada karyawannya.
“Kami juga menuntut agar Kepala Cabang PT Lenko Surya Perkasa mengembalikan
seluruh uang karyawan yang sudah disetor,” tambahnya. Massa aksi juga menuntut
perusahaan melaksanakan amanah Undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku dan
membayar upah karyawan sesuai UMR.

3. Kasus pelanggaran hokum dan etika bisnis oleh PT. Ahsanriya Indri Group (AIG)
Sekitar 300 orang karyawan yang bekerja di PT. Ahsanriya Indri Group (AIG)
mengeluhkan gaji yang belum dibayar sejak Desember 2017 lalu. Perusahaan yang
dibuka sejak November 2017 lalu ini dinahkodai oleh Andi Muhammad Idris selaku
owner. PT AIG merupakan perusahaan yang beroperasi di Desa Tahi Ite, Kecamatan
Rarowatu, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra). Perusahaan ini pula
bergerak dibidang jasa pertambangan emas dan perdagangan umum.
Zulfikar (28) salah seorang karyawan yang mewakili 300 karyawan di perusahaan
tersebut mengeluh atas gajinya yang sejak Januari 2018 tak terbayarkan. Anehnya,
perusahaan tetsebut telah berproduksi hingga kurang lebih ratusan emas. ” Kami heran,
kenapa gaji saya tidak pernah dikasi selama saya kerja diperusahaan ini awal Januari
2018.. Bukan hanya saya tapi ada sekitar 300 Orang Karyawan yang masuk sejak
Desember 2017 lalu,” keluh Zulfikar saat ditemui di desa Tahi Ite, Jumat (27/4/2018).
Pria yang kerap disapa Zul ini menyebutkan total gajinya hingga April sebanyak Rp8,9
juta dari gaji Rp2. 230. 596 juta perbulannya. Dirinya pula mengaku sangat kecewa
karena pihak perusahaan tidak pernah jelas soal penggajian karyawan. ” Ini saya
sampaikan karena hak saya dan teman-teman lain tidak pernah terealosasi sejak awal
kami kerja diaini,” ungkapnya.
Keluhan yang sama juga disampaikan Isman Genda (28). Ia juga membeberkan,
ada 290 orang yang terdata selama Januari 2018. Karena tidak pernah menerima gaji,
maka para karyawan memilih keluar dan sedikit demi sedikit hingga di April 2018
sebanyak 109 orang karyawan yang tersisa. Ia menuturkan, perusahaan tambang emas itu
telah memproduksi hingga lebih dari 100 gram. Hasil tersebut diperoleh separuh dari
target 322,5 hektare lahan yang akan digarap. ” Jujur, kami sangat keberatan dengan tidak
adanya kejelasan soal gaji kami. Kita tidak mau tahu soal sebanding atau tidak
sebandingnya hasil produksi dengan gaji semua karyawan yang ada. Tapi hak kami
bekerja yang kami tagih,” tukasnya. Olehnya itu, ia berharap kepada seluruh stake holder
yang menangani soal hak-hak karyawan di daerah itu agar nisa mengambil tindakan tegas
agar seluruh karyawan yang ada bisa memperoleh haknya masing-masing

Anda mungkin juga menyukai