Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berkembangnya zaman, berdampak juga pada berkembangnya populasi di muka bumi ini.
Hal ini yang memicu berkembangnya laju volume lalu lintas dan kendaraan. Tidak hanya
terjadi di Kota-kota besar saja, hal ini juga terjadi di seluruh daerah atau kota yang
berkembang. Perkembangan laju volume lalu lintas dan kendaraan harus mendapat fasilitas
yang memadai guna mendukung aktivitas sehari-hari tanpa menimbulkan kemacetan yang
parah. Fasilitas di bidang lalu lintas biasa disebut dengan infrastruktur jalan. Infrastruktur
jalan adalah sebuah fasilitas yang dibangun untuk menghubungkan wilayah satu dengan
wilayah yang lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Infrastruktur jalan terdiri dari berbagai macam, salah satunya jembatan. Jembatan adalah
suatu struktur kontruksi yang memungkinkan rute transportasi melalui sungai, danau, kali,
jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Dengan perkembangan penduduk pada saat ini maka
dibutuhkan penambahan infrastruktur jalan ataupun peremajaan infrastruktur yang sudah ada
demi menunjang lancarnya mobilitas warga dan secara tidak langsung akan berdampak pada
pengembangan wilayah di karenakan usia jembatan yang sudah terbilang lama. Pada
dasarnya peremajaan atau revitalisasi jembatan perlu dilakukan untuk memperbarui atau
memperkuat struktur jembatan yang sudah ada, tetapi apabila suatu jembatan dirasa perlu di
bangun ulang dengan mempertimbangkan umur dan juga struktur jembatan yang sudah tidak
layak untuk di lewati maka hal tersebut perlu di lakukan demi menjaga keselamatan
pengendara yang melewati jembatan tersebut. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka
Jembatan Taba Terunjam B yang berada di Desa Taba Terunjam, Kabupaten Bengkulu
Tengah, Provinsi Bengkulu di bangun kembali, di karenakan usia jembatan yang sudah
terbilang lama, hal ini di laksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu semata
– mata untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengguna jalan. Proyek ini memiliki Panjang
86 meter yang dibangun mulai dari 12 April 2019 sampai dengan 26 Desember 2019
dikerjakan dengan bertahap.

1.2 Tujuan Kerja Praktik


Tujuan kerja praktik proyek Penggantian Jembatan Taba Tarunjam B adalah:
1. Mengetahui secara langsung kondisi pekerjaan dan metode - metode pelaksanaan
konstruksi di lapangan.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 1


2. Mengetahui kendala - kendala yang terjadi pada suatu proyek konstruksi dan cara
mengatasinya.
3. Melakukan pengamatan dengan membandingkan pekerjaan dilapangan dengan teori
selama masa perkuliahan.
1.3 Tempat dan Waktu Kerja Praktik
Kerja Praktik di Proyek Penggantian Jembatan Air Taba Terunjam B Bengkulu Tengah
dilaksanakan selama kurang lebih 3 bulan, dimulai sejak tanggal 28 Agustus 2018 sampai
tanggal 28 November 2019.

1.4 Ruang Lingkup Kerja Praktik

Laporan ini disusun berdasarkan pelaksanaan Proyek Penggantian Jembatan Taba


Terunjam B. Selama lebih kurang tiga bulan di lapangan, penulis meninjau beberapa
pekerjaan struktur pada jembatan seperti, pemasangan pondasi tiang pancang, pemuatan
abutment, pembuatan pilar, pemuatan retaining wall, manajemen sumber daya, keselamatan
dan kesehatan kerja (K3).
1.5 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam pembuatan laporan ini diperoleh dari
pengamatan yang dilakukan secara langsung di lapangan. Pengumpulan data ini dilakukan
dengan cara pengumpulan data primer dan sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari pengamatan selama
berada di lapangan. Data primer yang didapatkan di lapangan meliputi catatan pekerjaan
berupa data dan gambar yang telah disetujui oleh pengawas di lapangan.
Data sekunder merupakan data pendukung yang dipakai dalam pembuatan laporan kerja
praktik yang diperoleh dari instansi terkait. Data sekunder yang diperoleh di lapangan berupa
gambar rencana, dokumen spesifikasi umum, dokumen spesifikasi khusus, time schedule, dan
dokumen pengadaan proyek.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 2


BAB II
TINJAUAN PROYEK

2.1 Lokasi dan situasi proyek


Proyek Penggantian Jembatan Taba Terunjam B yang berada di Desa Taba Terunjam,
Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, dapat dilihat pada Gambar 2.1. Proyek
Penggantian Jembatan Taba Terunjam B berlokasi di Jalan Lintas Bengkulu-Kepahiang
Kabupaten Bengkulu Tengah. Proyek Penggantian Jembatan Taba Terunjam B dapat
ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti untuk
mobilisasi material dan bahan-bahan kontruksi pada pekerjaan proyek ini. Denah lokasi
Penggantian Jembatan Taba Terunjam B ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Situasi proyek Penggantian Jembatan Taba Terunjam B terletak pada kawasan sungai
yang membagi lokasi jembatan menjadi 2, yaitu kawasan dari arah Kepahiang dan arah
Bengkulu. Lokasi yang berada di jalan lintas memudahkan mobilisasi material-material
konstruksi serta fasilitas penunjang yang dibutuhkan dalam proyek ini. Selama pelaksanaan
pembangunan, alat-alat berat yang mengantarkan material dapat berjalan dengan lancar. Hal
itu dikarenakan jalur transportasi darat yang menuju lokasi proyek merupakan jalan yang
bagus dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tidak terlalu tinggi.

Sumber : Google Earth

Gambar 2. 1. Lokasi & Situasi Proyek

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 3


2.2 Data umum proyek
Data umum proyek adalah sebagai berikut :
1. Nama Proyek : Jembatan Taba Terunjam B yang berada di Desa Taba Terunjam,
Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu
2. Sumber Dana : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
3. Pemilik Proyek : Kementerian PUPR Provinsi Bengkulu
4. Kontraktor Pelaksana : PT. ASRIA JAYA
5. Konsultan Pengawas : PT. INDEC INTERNUSA Jo. PT. SEECONS
6. Konsultan Perencana : PT. DARMA MITRA ANUGERAH
7. Lokasi Proyek : Desa Taba Terunjam, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi
Bengkulu
8. Nomor Kontrak : HK.02.03/Bb3/SATKER PJN.1/PPK 1.3/105
9. Tanggal Kontrak : 12 April 2019
10. Nilai Kontrak : RP. 49.347.442.000,- (Empat Puluh Sembilan Milyar Tiga
Ratus Empat Puluh Tujuh Juta Empat Ratus Empat Puluh Dua
Ribu Rupiah)
11. Waktu Pelaksanaan : 258 Hari Kalender

2.3 Tujuan Proyek


Tujuan proyek ini antara lain adalah :
1. Memperlancar arus kendaraan yang melintasi Taba Terunjam B.
2. Melakukan Penggantian Jembatan Taba Terunjam B.
3. Meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang.
4. Pengembangan dan pemerataan pembangunan infrastruktur di Provinsi Bengkulu.
5. Pengembangan wilayah dan ekonomi.
2.3 Manfaat Proyek
Manfaat yang diharapkan dari Proyek Pelaksanaan Penggantian Jembatan Taba
Terunjam B adalah untuk mengganti jembatan lama guna meningkatkan pelayanan prasarana
demi memenuhi kebutuhan akan tersedianya akses jalan raya yang memadai. Jembatan lama
dianggap sudah tidak mampu menampung kapasitas lalu-lintas kendaraan yang lewat
dikarenakan usia jembatan yang sudah terbilang tua. Kualitas jembatan akan ditingkatkan
karena kendaraan yang melewati jembatan tersebut merupakan kendaraan-kendaraan besar.
Jembatan ini nantinya diharapkan dapat mendukung arus lalu-lintas dengan baik.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 4


2.5 Lingkup Pekerjaan
Proyek Pelaksanaan Penggantian Jembatan Taba Terunjam B ini merupakan proyek
Balai Kementrian Pekerjaan Umum Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I
Provinsi Bengkulu (PPK 1.3), dalam hal ini penulis melakukan kerja praktek selama 3 bulan
dimulai tanggal 19 Agustus 2019 s/d 19 November 2017. Proyek ini memiliki beberapa item
pekerjaan yaitu:
1. Pekerjaan persiapan
a. Pembebasan Lahan
b. Pekerjaan galian dan urugan tanah
c. Pengukuran ulang
2. Pekerjaan struktur bawah
a. Pekerjaan pondasi tiang pancang
b. Pekerjaan pembesian
c. Pekerjaan abutment
d. Pekerjaan Pilar
2.6 Struktur Organisasi Proyek
Pelaksanaan proyek Penggantian Jembatan Air Taba Terunjam B melibatkan unsur-unsur
pelaksana pembangunan yang saling menunjang dan berhubungan satu dengan lainnya.
Unsur-unsur tersebut adalah pemilik proyek (owner), konsultan perencana, kontraktor
pelaksana, dan konsultan pengawas. Setiap unsur pelaksana pembangunan mempunyai tugas,
wewenang, dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan kedudukan serta kegiatan
yang dilakukan. Pelaksanaan unsur-unsur ini saling berkaitan dan berhubungan mengikuti
pola hubungan kerja yang telah ditetapkan. masing-masing dari bagian struktur organisasi
harus berfungsi dengan baik agar pekerjaan konstruksi dapat selesai dengan tepat waktu,
efisien serta dengan kualitas yang memuaskan.
2.7.1 Hubungan Masing-masing Pihak Secara Organisasi
Secara garis besar, unsur-unsur yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan proyek
meliputi pemilik proyek (Owner), konsultan perencana, konsultan pengawas dan kontraktor
pelaksana. Keempat unsur pengelola proyek tersebut memiliki hubungan kerja dalam
pelaksanaan pengerjaan proyek. Hubungan organisasi pada Proyek Penggantian Jembatan Air
Taba Terunjam B dapat dilihat pada Gambar 2.2.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 5


Pemilik Proyek (Owner)
Dinas PUPR Provinsi Bengkulu PPK 1.3

Konsultan Perencana
PT Darma Mitra Anugerah

Konsultan Pengawas Kontraktor Pelaksana


PT INDEC INTERNUSA PT ASRIA JAYA

Ket: : Hubungan teknis


: Hubungan koordinasi dan administrasi

Sumber: Data Proyek Penggantian Jembatan Air Taba Terunjam B 2019.

Gambar 2.2 Hubungan Organisasi Proyek


2.7.2 Organisasi dan Personil
Pihak-pihak yang berperan penting di dalam proyek Penggantian Jembatan Air Taba
Terunjam B CS (Lokasi Jembatan Air Danau Uso) adalah sebagai berikut:
1. Pemilik Proyek
Dinas PUPR Provinsi Bengkulu PPK 1.3 adalah pihak yang memiliki proyek dan bertindak
sebagai pemberi tugas. Struktur organisasi Dinas PUPR Provinsi Bengkulu PPK 1.3 selaku pemilik
proyek (owner) pada proyek Penggantian Jembatan Air Taba Terunjam B dapat dilihat pada lampiran.
Struktur organisasi pemilik proyek dapat dilihat pada Lampiran 2.1. Tugas dan wewenang dari
Dinas PUPR selaku pemilik proyek antara lain:
a. Penyedia dana untuk biaya perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan proyek.
b. Mengambil keputusan tertinggi mengenai pengembangan proyek serta menunjuk
kontraktor dan konsultan melalui proses pelelangan.
c. Memberikan informasi, bantuan, dan kerjasama yang diperlukan kontraktor
sepanjang batas kewenangan dan kewajiban pemilik.
d. Memberikan semua instruksi kepada kontraktor melalui konsultan pengawas.
e. Berwenang memberhentikan sebagian atau seluruh pekerjaan serta memutuskan
hubungan kerja/kontrak apabila kontraktor melanggar ketentuan yang terdapat pada
kontrak tanpa persetujuan pemilk proyek.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 6


f. Mengesahkan semua dokumen pembayaran kepada pihak kontraktor.
Pemilik proyek dapat meminta konsultan pengawas atau manajemen konstruksi
untuk mengatur agar proyek dapat berjalan dengan baik, sehingga pemilik proyek tidak
perlu repot memantau setiap saat dan secara detail tentang bangunan yang dibangun.
2. Kontraktor Pelaksana
Pihak yang bertugas untuk melaksanakan pembangunan proyek adalah kontraktor
pelaksana yang dipilih melalui prosedur pelelangan. Kontraktor pelaksana melaksanakan
pekerjaan yang telah diberikan kepadanya sesuai kesepakatan dengan pemilik proyek.
Kontraktor pelaksana yang ditunjuk pemilik proyek (owner) pada proyek Penggantian
Jembatan Air Taba Terunjam B adalah PT ASRIA JAYA yang beralamat di hibrida Kota
Bengkulu. Struktur organisasi kontraktor pelaksana dapat dilihat pada Lampiran 2.2.
Fungsi dan wewenang kontraktor pelaksana antara lain:
a. Melaksanakan pembangunan dan bekerja sesuai dengan peraturan dan spesifikasi
yang telah direncanakan dan ditentukan di dalam kontrak perjanjian.
b. Memberikan laporan kemajuan proyek meliputi laporan harian, mingguan, dan
bulanan kepada pemilik proyek.
c. Menyediakan tenaga kerja, bahan material, peralatan, tempat kerja, dan alat-alat
pendukung lainnya yang digunakan mengacu pada gambar dan spesifikasi.
d. Menjalankan pekerjaan sesuai dengan Rencana Kerja dan Syarat-syarat dan jadwal
(schedule).
3. Konsultan Perencana
Pekerjaan proyek pembangunan dapat berjalan dengan baik diperlukan konsultan
perencana yang baik pula dalam menghasilkan setiap detail perencanaan bangunan.
Gambar kontrak yang jelas tanpa adanya pertentangan perbedaan antar gambar rencana
dengan kondisi dilapangan. Hal spesifikasi bangunan juga dijelaskan dengan detail agar
tidak terjadi hambatan dalam pemilihan material saat pekerjaan konstruksi berlangsung.
Pengertian konsultan perencana adalah pihak yang ditunjuk oleh pemberi tugas untuk
melaksanakan pekerjaan perencanaan.
Konsultan perencana proyek ini adalah PT. Darma Mitra Anugerah, perencana dapat
berupa perorangan atau badan usaha baik swasta maupun pemerintah. Konsultan
perencana bertugas merencanakan struktur, mekanikan elektrikal, arsitektur, lanscape,
rencana anggaran biaya (RAB) serta dokumen-dokumen pelengkap lainnya. Konsultan
perencana mendapatkan proyek melalui proses lelang yang diadakan panitia tender

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 7


pekerjaan konstruksi. Tugas dan wewenang konsultan perencana dalam pelaksanaan
proyek konstruksi :
a. Mengadakan penyesuaian keadaan lapangan dengan keinginan pemilik proyek
(bisa pihak swasta maupun pemerintah).
b. Membuat gambar kerja pelaksanaan. Membuat Rencana kerja dan syarat-syarat
pelaksanaan bangunan ( RKS ) sebagai pedoman pelaksanaan.
c. Membuat rencana anggaran biaya (RAB).
d. Melakukan perencanaan struktural atas permintaan pemilik proyek secara
keseluruhan sesuai dengan ide, batas-batas teknis, dan administrasi.
e. Bertanggung jawab atas seluruh perencanaan struktural yang dibuat, perhitungan
konstruksi maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB).
f. Memberikan penjelasan secara detail, baik kepada pemilik proyek maupun kepada
kontraktor atas segala sesuatu yang dianggap kurang jelas. Khususnya menyangkut
perencanaan demi kelangsungan proyek.
4. Konsultan Pengawas
Konsultan pengawas adalah pihak yang ditunjuk oleh pemilik proyek untuk
melaksanakan pekerjaan pengawasan. Konsultan pengawas dapat berupa badan usaha
atau perorangan. perlu sumber daya manusia yang ahli dibidangnya masing-masing
seperti teknik sipil, arsitektur, mekanikal elektrikal, listrik dan lain-lain sehingga sebuah
bangunan dapat dibangun dengan baik dalam waktu cepat dan efisien. Pemilik proyek
(owner) menunjuk PT. INDEC INTERNUSA sebagai konsultan pengawas. Struktur
organisasi konsultan pengawas dapat dilihat pada Lampiran 2.3. Konsultan Pengawas
dalam suatu proyek mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a) Menyelenggarakan administrasi umum mengenai pelaksanaan kontrak kerja.
b) Melaksanakan pengawasan secara rutin dalam perjalanan pelaksanaan proyek.
c) Menerbitkan laporan prestasi pekerjaan proyek untuk dapat dilihat oleh pemilik
proyek.
d) Konsultan pengawas memberikan saran atau pertimbangan kepada pemilik proyek
maupun kontraktor dalam proyek pelaksanaan pekerjaan.
e) Mengoreksi dan menyetujui gambar shop drawing yang diajukan kontraktor sebagai
pedoman pelaksanaan pembangunan proyek.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 8


f) Memilih dan memberikan persetujuan mengenai tipe dan merek yang diusulkan oleh
kontraktor agar sesuai dengan harapan pemilik proyek namun tetap berpedoman
dengan kontrak kerja konstruksi yang sudah dibuat sebelumnya.
2.7 Waktu Kerja, Upah Kerja, Tenaga Kerja, Material, dan Peralatan
Manajemen konstruksi menjadi hal yang ditinjau dalam laporan ini. Hal tersebut yaitu
meliputi waktu kerja, upah kerja, tenaga kerja dan material.
2.7.1 Waktu Kerja
Waktu kerja adalah waktu yang telah ditetapkan untuk memulai atau mengakhiri suatu
pekerjaan dalam satu hari kerja. Pembagian waktu kerja pada proyek Penggantian Jembatan
Air Taba Terunjam B adalah sebagai berikut:
1. Senin-Kamis : 08.00-17.00 WIB (12.00-13.00 WIB istirahat)
2. Jumat : 08.00-17.00 WIB (11.30-13.30 WIB istirahat)
3. Minggu : 08.00-17.00 WIB (12.00-13.00 WIB istirahat)
2.7.2 Upah Kerja
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,
termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
yang telah atau akan dilakukan (Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003). Upah pekerja pada
proyek Penggantian Jembatan Air Taba Terunjam B dibayar setiap satu minggu sekali pada
hari sabtu dan berdasarkan hari bekerja mulai dari hari senin hingga minggu. Upah tenaga
kerja dibayar dengan nominal yang berbeda-beda sesuai dengan keahlian masing-masing
yang telah ditentukan sebelumnya.
2.7.3 Tenaga Kerja
Pelaksanaan Proyek Penggantian Jembatan Air Taba terunjam B tenaga kerja yang
diperkerjakan merupakan tenaga kerja yang berasal dari luar Provinsi Bengkulu namun ada
juga beberapa pekerja yang berasal dari Provinsi Bengkulu. Tenaga kerja merupakan salah
satu unsur penting dalam pelaksanaan suatu proyek. Pengaruh tenaga kerja cukup besar
terhadap biaya dan waktu penyelesaian suatu pekerjaan proyek. Manusia merupakan sumber
daya yang komplek dan sulit diprediksi sehingga diperlukan adanya usaha dan pemikiran
lebih mendalam dalam pengelolaan tenaga kerja. Manajemen tenaga kerja terdapat proses
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan:
a. Penentuan ukuran dan jumlah tenaga kerja.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 9


b. Recruitment dan pembagian tenaga kerja kedalam kelompok kerja.
c. Komposisi tenaga kerja untuk setiap jenis pekerjaan.
d. Pengendalian jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan selama proyek berlangsung.
e. Perencanaan, penjadwalan, pengarahan dan pengawasan kegiatan tenaga kerja.

2.7.4 Material
Material yang akan digunakan pada suatu proyek perlu dikelola untuk menunjang
kelancaran dalam pekerjaan. Bahan-bahan yang digunakan harus sesuai dengan spesifikasi
yang dibutuhkan, baik yang menyangkut mutu bahan atau standar yang telah ditentukan
berdasarkan hasil uji laboratorium serta persetujuan pihak pengawas. Material yang
digunakan dalam Pelaksanaan Jembatan Air Taba terunjam B adalah sebagai berikut:
1. Besi Tulangan
Berdasarkan bentuknya besi tulangan dikelompok kan menjadi 2 jenis :
a. Besi tulangan polos
Besi tulangan polos yaitu besi berpenampang bundar dengan permukaan rata tidak
berulir.
b. Besi tulangan ulir
Besi tulangan ulir adalah besi tulangan yang berbentuk khusus yang permukaannya
memiliki ulir melintang dan rusuk memanjang untuk meningkatkan daya lekat besi
tulangan dengan beton.
Besi tulangan yang digunakan pada Pelaksanaan Jembatan Air Taba terunjam B
dapat dilihat pada Gambar 2.3. Tulangan yang digunakan pada struktur bagian bawah
jembatan adalah sebagai berikut:
1. Besi Abutment:
a. Besi Tulangan = D25 mm
b. Besi Tulangan = D13 mm
2. Besi Pondasi:
a. Besi Tulangan Utama = D25 mm
b. Besi Tulangan Sengkang = D13 mm

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 10


Gambar 2.3 Besi Tulangan
2. Kawat Bendrat
Kawat bendrat yang digunakan sebagai pengikat tulangan bias dilihat pada Gambar 2.4.
Terbuat dari baja lunak dengan diameter minimal 1 mm dan tidak bersepuh seng, kawat
bendrat berfungsi menghubungkan tulangan utama dari tulangan satu ke tulangan lainnya,
sebagai pengikat sengkang terhadap tulangan utama atau tulangan lainnya. Pengikat ini
berfungsi agar besi tulangan dapat menahan beban yang direncanakan dengan optimal. Untuk
itu, kawat yang digunakan harus kawat dengan kualitas tinggi agar tidak mudah putus.

Gambar 2.4 Kawat Bendrat

3. Pile Foundation
Pile Foundation atau tiang pancang adalah jenis pekerjaan pondasi yang digunakan
dalam pengerjaan proyek ini. Tiang yang digunakan yaitu berupa pipa yang mempunyai
panjang 6 meter dengan diameter 60 cm dan tebal 12 mm serta diisi dengan beton ready mix.
Tiang pancang dapat dilihat pada Gambar 2.5.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 11


Gambar 2.5 Pile Foundation
4. Beton Ready Mix
Proyek Penggantian Jembatan Air Taba Terunjam B hanya menggunakan beton ready
mix untuk semua pengecoran. Beton yang digunakan yaitu beton dengan kuat tekan 30 MPa
dan 10 MPa. Beton ready mix pada mixer truck dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Beton Ready Mix


5. Kayu Dolken
Kayu dolken digunakan sebagai salah satu material untuk penyanggah dalam
pembangunan jembatan. Kayu dolken dapat dilihat pada Gambar 2.7.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 12


Gambar 2.7 Kayu Dolken
6. Kayu Kasau
Kayu kasau digunakan sebagai salah satu material dalam pembuatan bekisting. Kayu
kasau dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Kayu Kasau


7. Profil Baja
Baja profil H pada Proyek dengan tebal badan 5 mm digunakan sebagai bresing pada
abutment. Baja Profil H dapat dilihat seperti pada Gambar 2.9.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 13


Gambar 2.9 Profil Baja
2.7.5 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proyek memiliki kegunaan dan fungsi masing-masing
yang berbeda untuk menghasilkan suatu pekerjaan yang cepat, tepat, efektif dan efisien.
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Bar Bender
Bar bender adalah alat yang digunakan untuk membengkokkan baja tulangan yang
dibutuhkan dalam penulangan di pondasi, pilar dan abutment. Bar bender yang digunakan
pada Proyek Jembatan Air Taba terunjam B CS (Lokasi Jembatan Air Danau Uso) adalah bar
bender manual. Jenis manual bar bender yang digunakan pada proyek ini dapat dilihat pada
Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Bar Bender


2. Excavator
Excavator memerankan banyak peran penting dalam proyek ini. Selain dipakai untuk
menggali tanah, excavator juga difungsikan sebagai pemindah pipa tiang pancang karena
tidak adanya crane dilokasi proyek. Excavator dapat dilihat pada Gambar 2.11.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 14


Gambar 2.11 Excavator
3. Crane on Track
Proyek ini menggunakan Crane on Track yang merupakan sebuah alat angkut yang
mengunakan track untuk mobilisasinya sehingga mampu bergerak disekitar situs
konstruksi dan melakukan pekerjaan tanpa banyak set up. Crane on Track dapat dilihat
pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Mobile crane


4. Drop Hammer
Drop hammer merupakan salah satu jenis alat yang digunakan dalam pemancangan
pondasi. Drop hammer berfungsi memukul tiang pancang agar menancap sempurna pada
tanah. Drop hammer yang digunakan pada pekerjaan proyek ini seberat 4,5 ton dapat dilihat
pada Gambar 2.13.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 15


Gambar 2.13 Drop Hammer
5. Concrete Mixer
Concrete mixer yng digunakan pada proyek ini memiliki kapasitas 7 m3. Mobil molen
yang dikirim dari PT. Super Beton dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Concrete mixer


6. Bar Cutter
Bar Cutter merupakan alat yang digunakan untuk memotong besi tulangan. Pemotongan
besi tulangan mayoritas dilakukan pada gudang stok material besi. Bar Cutter dapat
dilihat pada Gambar 2.13.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 16


Gambar 2.13 Bar Cutter
7. Tang Kakatua
Tang Kakatua berfungsi sebagai pemotong kawat dan kabel. Disebut “tang kakatua”
karena bentuknya mirip paruh burung kakatua. Terbuat dari baja dan bergagang lapis
karet untuk menjaga agar tak licin ketika digunakan. Kelemahan tang ini adalah cepat
tumpul jika digunakan untuk memotong bahan yang tebal dan keras. Tang Kakatua dapat
dilihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.13 Tang Kakatua

8. Satu set alat uji slump


Alat uji slump digunakan untuk menguji kekentalan beton ready mix sebelum digunakan
pada pengecoran. Alat uji slump biasanya disediakan oleh pihak beton ready mix. Alat
uji slump dapat dilihat pada Gambar 2.15.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 17


Gambar 2.14 alat uji slump

9. Waterpass
Waterpass adalah alat untuk mengukur elevasi untuk pekerjaan skala kecil. Waterpass
biasa digunakan pada pekerjaan seperti mortar pad. Waterpass dapat dilihat pada
Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Waterpass


10. Mesin las
Mesin las adalah Sebuah alat yang digunakan untuk menyambung material yang terbuat
dari besi dan baja. Contohnya seperti penyambungan pondasi tiang pancang serta
penyambungan besi tulangan. Mesin las dapat dilihat pada Gambar 2.16.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 18


Gambar 2.16 Mesin las
11. Electric Vibrator Concrete
Electric vibrator concrete adalah Sebuah alat yang digunakan pada saat pengecoran
dimana fungsinya untuk meratakan beton mentah yang menggumpal sehingga mengisi
seluruh ruang di dalam bekisting. Electric vibrator concrete dapat dilihat pada Gambar
2.17.

Gambar 2.17 Electric Vibrator Concrete


12. Concrete Pump
Concrete Pump adalah sebuah alat yang digunakan untuk menyalurkan adonan beton
segar dari bawah ke tempat pengecoran atau tempat pengecoran yang letaknya sulit
untuk dijangkau oleh truk mixer. Concrete Pump dapat dilihat pada Gambar 2.18.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 19


Gambar 2.18 Concrete Pump

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 20


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Perencanaan Bangunan


Jembatan adalah prasarana lalu-lintas yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang
terputus oleh sungai, lembah, laut, danau ataupun bangunan lain dibawahnya. Teknologi
pembangunan jembatan telah mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun mulai
dari peraturan perencanaan, teknologi bahan (beton, baja, kabel), teknologi perencanaan,
pelaksanaan, pemeliharaan, sampai teknologi rehabilitasi. Penguasaan teknologi jembatan
tersebut mutlak dibutuhkan untuk pembangunan jembatan, baik jembatan standar atau
sederhana maupun jembatan dengan teknologi khusus. Penguasaan teknologi jembatan juga
dibutuhkan untuk pembangunan jembatan di daerah perkotaan yang memiliki kondisi lahan
yang terbatas dan lalu lintas yang harus tetap operasional (Direktorat Jendral Bina Marga,
2010).
Perencanaan teknis jembatan perlu melakukan identifikasi yang menyangkut kondisi tata
guna lahan dan kelas jembatan yang direncanakan. Kondisi tata guna lahan pada jalan
pendukung maupun lokasi jembatan berkaitan dengan ketersediaan lahan, struktur tanah,
geologi dan topografi, serta kondisi sungai dan perilakunya. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam perencanaan teknis jembatan adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan Lokasi/Alinyemen
Umumnya jembatan-jembatan direncanakan dengan mengikuti rencana dalam
kondisi khusus. Alinyemen jalan sedikit dikorbankan karena kemungkinan untuk
membangun jembatan yang telah ditentukan tersebut tidak memungkinkan (karena
kondisi tanah atau kondisi aliran sungai).
2. Penentuan Kondisi Eksternal
Pemilihan bentang panjang, posisi abutment, pier dan arah jembatan harus
mempertimbangkan unsur-unsur yang paling dominan, yaitu :
a. Topografi daerah setempat
b. Kondisi tanah dasar
c. Kondisi aliran sungai
3. Stabilitas Konstruksi
Stabilitas jembatan tentu saja menjadi tujuan utama dari perencanaan jembatan
dengan selalu terikat pada prinsip bahwa konstruksi harus memenuhi kriteria seperti

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 21


kuat, kokoh dan stabil. Dalam perencanaan dimungkinkan dilakukan kajian alternatif,
sehingga dipilih alternatif yang paling baik.
4. Ekonomis
Pertimbangan konstruksi juga harus memperhitungkan faktor ekonomis. Biaya yang
seekonomis mungkin dapat dihasilkan jembatan yang kuat dan aman.
5. Pertimbangan Pelaksanaan
Metode pelaksanaan harus mempertimbangkan kondisi lalu lintas yang ada agar
tetap berjalan dengan aman dan lancar.
6. Pertimbangan Pemeliharaan
Pertimbangan aspek pemeliharaan dalam perencanaan jembatan akan tetap
mendapatkan perhatian perencana dalam memilih bahan konstruksi dan tipe
konstruksinya, misalnya faktor pengaruh air, garam, zat korosif dan sebagainya.
7. Keamanan dan Kenyamanan
Aspek keamanan merupakan faktor utama dalam perencanaan jembatan, misalnya
dalam pemasangan railing, trotoar tinggi dan lain-lain. Aspek kenyamanan terletak pada
alinyemen di sekitar jembatan (terutama bila di tikungan) yang perlu dibuat dengan jari-
jari yang cukup besar dan perbedaan kelandaian yang kecil.
8. Estetika
Bentuk penampilan yang sesuai dengan lingkungan sekitarnya perlu dipertimbangkan
dalam pemilihan tipe setiap elemen konstruksi jembatan.
Kondisi dimana bangunan jalan dan jembatan tidak mampu melayani pengguna jalan
sesuai dengan kecepatan rencana secara nyaman dan aman, disebabkan karena sebagai
berikut:
1. Kegagalan perencana
2. Kegagalan pengawasan
3. Kegagalan pelaksana
4. Kegagalan pengguna bangunan
Jembatan terbagi menjadi 3 bagian utama struktur, yaitu struktur atas (superstruktur),
struktur bawah (substruktur), dan pondasi jembatan. Bangunan atas dan bangunan bawah
saling menunjang satu sama lainnya dalam menahan beban dan meneruskannya ke tanah
dasar melalui fondasi. Superstruktur adalah bagian dari jembatan yang langsung berhubungan
dengan beban yang bekerja di atasnya yaitu kendaraan yang melewatinya. Bagian–bagian
superstruktur terdiri dari perletakan sampai ke bagian atas struktur jembatan seperti rangka,
gelagar, dan lantai. Sedangkan bagian–bagian dari substruktur adalah mulai dari perletakan
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 22
ke bagian bawah jembatan yaitu kepala dan pilar jembatan yang ditahan oleh fondasi
(Direktorat Jendral Bina Marga, 2010).
Struktur jembatan yang aman dapat didapatkan dengan melakukan perencanaan
pembangunan jembatan dengan tujuan agar jembatan yang dibangun dapat digunakan sesuai
dengan fungsinya, ekonomis, dan mampu menahan beban sesuai dengan umur rencananya.
Perencanaan struktur atas meliputi pemilihan tipe struktur atas, proses perencanaan, dan
perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Beban-beban dari struktur atas
kemudian diteruskan ke struktur bawah. Perencanaan struktur bawah meliputi pemilihan tipe
kepala jembatan dan pilar. Perencanaan pondasi meliputi pemilihan tipe pondasi yang sesuai
dengan karakteristik beban dan tanah untuk mendapatkan daya dukung yang dipersyaratkan.
Di samping struktur utama di atas, terdapat bangunan pelengkap lainnya yang berfungsi
menunjang operasional jembatan antara lain sandaran dan trotoar, fender, slope protection,
rambu lalu lintas, dan lainnya (Direktorat Jendral Bina Marga, 2010).
3.1.1 Bentuk dan Tipe Jembatan
Kemajuan pengetahuan dan teknologi dibidang jembatan sejalan dengan kemajuan
peradaban manusia. Penjelasan tentang runtutan perkembangan jembatan, dapat
diklasifikasikan beberapa bentuk struktur atas jembatan yang telah berkembang hingga saat
ini, seperti yang diuraikan berikut ini :
1. Jembatan lengkung – batu (Stone Arch Bridge)
Jembatan pelengkung (busur) dari bahan batu, telah ditemukan pada masa lampau, dimasa
Babylonia. Jembatan pelengkung tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Sumber : https://cdn.pixabay.com/photo/2015/07/03/15/07/pont-valentre-830389_960_720.jpg

Gambar 3.1 Jembatan Pelengkung Dari Batu di Vont Valentre

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 23


2. Jembatan Rangka (Truss Bridge)

Jembatan rangka dapat terbuat dari bahan kayu atau logam. Jembatan rangka kayu (Gambar
3.2.a), hanya terbatas untuk mendukung beban yang tidak terlalu besar. Pada
perkembangannya setelah ditemukan bahan baja, tipe rangka menggunakan rangka baja
(Gambar 3.2.b) dengan berbagai macam bentuk mulai banyak digunakan.

Sumber : https://docplayer.info/docs-images/70/62072399/images/9-0.jpg

Gambar 3.2.a Jembatan Tipe Rangka Kayu

Sumber : http://4.bp.blogspot.com/-xtLUUwk4E/UsKIjYjtR3I/AAAAAAAAA00/PXmfwj9ahZk/s1600/IMG_2261.JPG

Gambar 3.2.b Jembatan Rangka Baja


3.1.1 Klasifikasi Jembatan
Direktorat Jendral Bina Marga mengklasifikasikan jembatan menjadi tiga kelas, yaitu :
1. Jembatan kelas I (A) dengan muatan 100 % Bina Marga Loading,jembatan ini biasanya
digunakan sebagai jembatan penghubung jalan raya utama.
2. Jembatan kelas II (B) dengan muatan 70 % Bina Marga Loading, jembatan ini untuk
jembatan jalan raya utama juga dimungkinkan kendaraan biasa.
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 24
3. Jembatan kelas III (C) dengan muatan 50 % Bina Marga Loading, jembatan ini biasa
digunakan untuk lalu lintas biasa.
3.2 Bagian-Bagian Konstruksi Jembatan
Azwarudin (2008) menjelaskan bahwa konstruksi jembatan dibagi atas dua bangunan utama,
yaitu :
1. Konstruksi bangunan atas
Sesuai dengan istilahnya, bangunan atas berada pada bagian atas suatu jembatan,
berfungsi menampung beban-beban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan orang dan
kendaran, kemudian menyalurkan pada bangunan bawah.
Konstruksi bangunan atas meliputi:
a. Trotoar
b. Lantai kendaraan dan lapis perkerasan
c. Balok diafragma/ikatan melintang
d. Balok gelagar
e. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem, ikatan tumbukan
f. Perletakan (rol dan sendi)
2. Konstruksi bangunan bawah
Bangunan bawah pada umumnya terletak di sebelah bawah bangunan atas. Bangunan
bawah berfungsi untuk menerima beban-beban yang diberikan bangunan atas dan
kemudian menyalurkan kepondasi, beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke
tanah.
Konstruksi bangunan bawah meliputi :
a. Pangkal jembatan (Abutment)
b. Pilar jembatan (Pier)
c. Pondasi

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 25


Sumber :ilmutekniksipil
Gambar 3.3 Kontruksi atas dan bawah jembatan

Bangunan jembatan pada umumnya terdiri dari delapan bagian pokok yaitu :
1. Abutment
2. Girder
3. Deck jembatan
4. Expansion joint
5. Bearing
6. Pier
7. Pile cap
8. Pondasi

Sumber: ardianfajar, 2013


Gambar 3.4 Bagian Pokok Jembatan

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 26


3.2.1 Struktur Atas Jembatan
Struktur atas merupakan bagian struktur yang berfungsi menerima kombinasi
pembebanan, yaitu beban mati, beban hidup, berat sendiri struktur dan beban lainnya yang
direncanakan (PBBI, 1971). Struktur atas jembatan berfungsi menampung beban-beban yang
ditimbulkan oleh suatu lintasan orang dan kendaraan, kemudian menyalurkan pada bangunan
bawah.
Struktur atas dapat dibagi atas 5 (lima) bagian antara lain :
1. Sistem lantai kendaraan, adalah jalur lalu-lintas dan bagian-bagian pemikul yang
meneruskan beban pada konstruksi utama. Sistem lantai kendaraan dibagi menjadi 3
(tiga) bagian:
a. Lantai kendaraan
b. Gelagar memanjang
c. Gelagar melintang
2. Gelegar-gelegar
3. Ikatan-ikatan atau penambatan-penambatan
4. Struktur pelengkap antara lain :
a. Expansion Joint (besi/karet)
b. Seperator (pemisah)
c. Pegangan jembatan pada tepi kiri dan kanan jembatan
5. Perletakan Jembatan/Landasan
Struktur atas memiliki peranan penting dalam pembangunan karena struktur
atas harus mampu menjamin dari segi kenyamanan, keamanan dan keindahan.
Kriteria perancangan bahan-bahan yang digunakan dalam bangunan yaitu:
1. Kuat
2. Tahan api
3. Awet untuk pemakaian jangka waktu yang lama
4. Mudah didapat dan dibentuk
5. Ekonomis (mudah pemeliharaannya)
3.2.2 Struktur Bangunan Bawah Jembatan
Struktur bawah jembatan adalah bagian struktur jembatan atau komponen jembatan
yang menahan beban dan secara umum diistilahkan sebagai kumpulan pile cap, pilar, dinding
penahan tanah, pondasi dan terminologi sejenis lainnya. Perencanaan berlaku untuk kepala
jembatan, bangunan portal kaku dan gorong-gorong yang mana beban lateral dan tekanan
tanah pada tiap-tiap ujung bangunan diseimbangkan dengan gaya tekan yang disalurkan
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 27
melalui bangunan atas (RSNI T-12-2004). Bagian ini tidak berlaku untuk struktur tanah-baja
fleksibel.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan struktur bangunan bawah
berdasarkan (RSNI T-12-2004) antara lain:
1. Ketentuan beban
Pilar jembatan dan pilar yang berupa kepala kumpulan tiang harus direncanakan
untuk dapat menahan beban mati, beban pelaksanaan, beban hidup akibat lalu lintas,
beban angin pada struktur atas, gaya-gaya akibat aliran, pengaruh suhu dan susut,
tekanan lateral tanah, tekanan air, gerusan, tumbukan serta beban gempa bumi.
Pertimbangan pada struktur perlu diberikan terhadap jenis tekanan pada tanah aktif, pasif
dan at-rest yang ada. Gerusan atau penggalian dapat membuang bahan timbunan di atas
satu kaki pondasi atau dinding miring, maka pengaruh stabilitas dari massa tanah harus
diperhitungkan dan tahanan pasif tanah harus diabaikan.
2. Penurunan
Penurunan yang diantisipasi dari kepala tiang dan pilar jembatan harus ditentukan
dengan analisis yang cocok, dimana pengaruh dari penurunan diferensial perlu
diperhitungkan dalam perencanaan struktur atas.
Jenis bangunan bawah, dapat dilihat pada Gambar 3.3 diterangkan sebagai berikut:
1. Oprit jembatanberupa timbunan tanah dibelakang abutment timbunan tanah ini harus
dibuat sepadat mungkin untuk menghindari terjadinya penurunan.
2. Plat injak dipasang diatasnya tibunan tanah (oprit) dan dibelakang abutment.
3. Bangunan pengaman jembatan berfungsi sebagai pengaman terhadap pengaruh aliran air
sungai baik langsung/tak langsung. Disamping jembatan yang diamankan, sungainyapun
harus diamankan. Biaya pengamanan sungai lebih mahal dari pada pengamanan
jembatan.
4. Abutment atau kepala jembatan yaitu bagian bangunan pada ujung-ujung jembatan,
selain sebagai pendukung bagi bangunan atas juga berfungsi sebagai penahan tanah dari
pasangan batu / beton bertulang.
5. Pilar atau pier jembatan berfungsi sebagai pendukung bangunan atas letaknya diantara
kedua abutment dan jumlahnya tergantung keperluan sering juga pilar tidak diperlukan.
6. Pondasi berfungsi menerima beban-beban dari bangunan bawah dan menyalurkannya ke
tanah. Secara umum, pondasi terdiri dari 2 macam:
a. Pondasi dangkal atau pondasi langsung
b. Pondasi dalam atau pondasi tak langsung
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 28
Sumber: Manu,1955
Gambar 3.5 Bangunan Bawah Jembatan

3.3 Pondasi
Pondasi adalah bagian yang terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan
ke tanah atau bebatuan yang berada di bawahnya. Terdapat dua klasifikasi pondasi yaitu
pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung
bebannya secara langsung, dicontohkan dengan pondasi memanjang, pondasi telapak dan
pondasi rakit. Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah
keras atau bebatuan yang terletak jauh dari permukaan tanah, dicontohkan dengan pondasi
tiang pancang dan pondasi sumuran (Hardiyatmo, 2001).
Kekuatan sebuah struktur bangunan sangat tergantung dari kekuatan.Pondasi adalah
bagian dari sebuah struktur bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan
berfungsi untuk mentransfer beban yang diterima struktur ke tanah. Pondasi juga merupakan
suatu bagian konstruksi bangunan yang berfungsi untuk meletakkan bangunan serta
menyalurkan beban bangunan atas ke dasar tanah yang cukup kuat untuk mendukungnya.
Pondasi bangunan harus diperhitungkan dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat
sendiri, gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempabumi dan tidak boleh terjadi penurunan
pondasi setempat ataupun penurunan pondasi yang merata melebihi batas tertentu (Haslianie,
2012).
1. Pondasi dangkal atau pondasi langsung
Pondasi dangkal digunakan bila lapisan tanah pondasi yang telah diperhitungkan
mampu memikul beban di atasnya dan terletak pada lokasi yang dangkal dari tanah.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 29


a. Pondasi bata/batu kali
b. Pondasi plat kaki
c. Pondasi plat
d. Pondasi sarang laba-laba
2. Pondasi dalam atau pondasi tak langsung
Pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah keras yang mampu memikul beban
dan letaknya cukup dalam.
a. Pondasi sumuran
b. Pondasi tiang pancang
3.3.1 Pondasi Tiang Pancang
Kekuatan sebuah struktur bangunan sangat tergantung dari kekuatan Pondasi adalah
bagian dari sebuah struktur bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan
berfungsi untuk mentransfer beban yang diterima struktur ke tanah. Haslianie (2012) juga
menjelaskan bahwa pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi
untuk meletakkan bangunan serta menyalurkan beban bangunan atas (upper structure/super
structure) ke dasar tanah yang cukup kuat untuk mendukungnya. Untuk tujuan itu pondasi
bangunan harus diperhitungkan dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri,
gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempabumi dan tidak boleh terjadi penurunan pondasi
setempat ataupun penurunan pondasi yang merata melebihi batas tertentu.
Pondasi tiang pancang adalah bagian bangunan paling bawah yang berfungsi untuk
memindahkan atau mentransferkan beban-beban dari konstruksi di atasnya (upper structure)
ke lapisan yang paling bawah dari bangunan tersebut. Pondasi tiang pancang digunakan pada
suatu bangunan apabila tanah dasar dibawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya
dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya
(Sardjono, 1996).
Hardiyatmo (2001) menjelaskan bahwa pada perencanaan bangunan sipil,
pondasi merupakan bagian terpenting dari struktur bangunan. Kestabilan bangunan tersebut
terletak pada perencanaan pondasinya. Pondasi terdiri dari beberapa jenis, dilihat dari lapisan
tanah dan jenis tanah, jenis bahan atau material yang digunakan, jenis bangunan atau
kontruksi yang didukungnya dan cara atau metode pemasangannya. Salah satu jenis pondasi
yang dikenal adalah pondasi tiang, dimana umumnya dipakai pada daerah yang memiliki
lapisan tanah pendukung pada daerah lapisan yang dalam. Pondasi tiang ini masih dibedakan
atas beberapa jenis yang sesuai dengan jenis bahan atau material yang digunakan, sistem
pelaksanaannya, dan jenis tanah yang ada.
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 30
Pondasi tiang merupakan suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan
gayahorizontal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi
satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah
konstruksi, dengan tumpuan pondasi. Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan
bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat digunakan untuk
mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, terutama pada bangunan -
bangunan tingkat yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat beban angin
(Hardiyatmo, 2001).
Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak
sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang
menahan gaya angkat ke atas, terutama pada bangunan - bangunan tingkat tinggi yang
dipengaruhi oleh gaya -gaya penggulingan akibat beban angin. (Hardiyatmo, 2001).
Hardiyatmo (2001) menjelaskan bahwa pondasi tiang digunakan untuk beberapa
maksud, antara lain:
1. Meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak
2. Meneruskan beben ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu sehingga
pondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban
tetsehut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah di sekitarnya
3. Mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat tekanan
hidrostatis atau momen penggulingan
4. Menahan gaya - gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring
5. Memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut bertambah
6. Mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.
Sardjono (1996) menjelaskan bahwa pemilihan tipe-tipe pondasi dapat didasarkan oleh
beberapa hal, yaitu:
1. Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut.
2. Besarnya beban dari berat bangunan di atas.
3. Keadaan tanah di mana bangunan tersebut akan didirikan, dan
4. Biaya pondasi.
Hardiyatmo (2001) menjelaskan pembagian jenis pondasi tiang berdasarkan besar
perpindahan (displacement), cara mendukung beban, dan sistem pengerjaan. Berdasarkan
besar perpindahan, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Tiang Perpindahan Besar (large displacement pile).
Pondasi ini merupakan tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 31
ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relatif besar. Termasuk
dalam tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang
(pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).
2. Tiang Perpindahan Kecil (small displacement pile)
Pondasi ini merupakan pondasi tiang dengan volume tanah yang dipindahkan saat
pemancanagan relatif kecil. Contohnya pondasi tiang ini adalah pondasi tiang beton
berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka,
tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, dan tiang ulir.
3. Tiang Tanpa Perpindahan (non displacement pile)
Pondasi ini merupakan pondasi tiang yang terdiri dari tiang dipasang di dalam tanah
dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan
adalah tiang bor, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil
pengeboran tanah (pipa baja diletakkan dalam lubang dan dicor beton)

3.3.2 Kepala Jembatan (Abutment)


Abutment merupakan kepala jembatan dan tempat perletakan jembatan. Abutment
biasanya terbuat dari beton bertulang yang dicor di tempat pembuatan jembatan, abutment
juga berfungsi sebagai pile cap untuk menempatkan pondasi pada jembatan. Abutment kepala
jembatan juga merupakan bagian bangunan pada ujung-ujung jembatan sebagai pendukung
bangunan atas dan menahan gaya lateral pada tanah (Manu, 1955). Bagian-bagian pada
abutment yaitu:
1. Dinding belakang (Back wall)
2. Dinding penahan (Breast wall)
3. Dinding sayap (Wing wall)
4. Oprit, plat injak (Approach slab)
5. Konsol pendek untuk jacking (Corbel)
6. Tumpuan (Bearing).
RSNI T-12-2004 menjelaskan ketentuan-ketentuan dalam perencanaan abutment. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan abutment adalah sebagai berikut:
1. Jenis jenis kepala jembatan
Jenis jenis kepala jembatan antara lain tembok penahan gravitasi, tembok penahan
kantilever, tembok penahan kontrafort, kolom terbuka, balok cap tiang sederhana dan
tanah bertulang.
2. Beban

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 32


Kasus kepala jembatan terbuka, untuk memperhitungkan lengkungan timbunan atau
gesekan pada sisi kolom, maka tekanan tanah pada kolom dianggap bekerja pada suatu
lebar ekivalen. Kepala tiang harus didesainuntuk menanggung tekanan tanah, berat dari
kepala tiang dan struktur atas jembatan, beban hidup di struktur atas atau timbunan,
beban angin dan gaya-gaya longitudinal akibat friksi atau ketahanan geser dari
perletakan. Kepala tiang jenis integral harus direncanakan untuk gaya-gaya yang
diakibatkan oleh pergerakan panas dari struktur atas.
3. Stabilitas
Kepala jembatan harus direncanakan terhadap kombinasi pembebanan seperti yang
disyaratkan, seperti:
a. Kepala tiang di atas pondasi dangkal harus direncanakan untuk menahan
berputarnya kepala tiang. Beban mati dan hidup diasusumsikan terdistribusi secara
merata sepanjang panjang kepala tiang antara sambungan-sambungan ekspansi.
b. Daya dukung pondasi yang diijinkan dan kapasitasnya harus ditentukan sesuai
dengan analisis geoteknik.
c. Tekanan tanah yang diakibatkan oleh timbunan di depan kepala tiang harus
diabaikan.
d. Beban gempa harus sesuai dengan peraturan pembebanan akibat gempa.
e. Tekanan tanah yang diakibatkan oleh material timbunan harus diperhitungkan sesuai
dengan analisis geoteknik.
f. Penampang dari kepala jembatan beton harus diproporsikan untuk menghindari
timbulnya tegangan tarik didalam material.
g. Apabila bangunan bawah atau dinding penahan terletak pada lapisan tanah kohesif
yang dalam, keseluruhan stabilitas massa tanah yang mendukung dinding sebaiknya
diselidiki.
h. Apabila gerusan atau penggalian akan menghilangkan material timbunan di atas
pondasi atau lereng, maka pengaruh stabilitas massa tanah dan tahanan pasif
seharusnya diabaikan.
4. Penulangan untuk susut dan suhu
Semua bagian yang terbuka dari bangunan bawah beton bertulang dan dinding
penahan harus ditulangi akibat pengaruh penyusutan dan suhu sesuai persyaratan yang
ada. Permukaan terbuka dari struktur beton penahan tidak memerlukan penulangan
seperti di atas, tetapi dalam pengurangan retak seperti sambungan susut dengan jarak
lebih rapat, umumnya jarak as ke as 3 meter.
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 33
5. Drainase dan timbunan
Timbunan berdrainase bebas dapat digunakan langsung dibelakang kepala jembatan
atau dinding penahan. Timbunan drainase bebas sebaiknya mempunyai sudut geser
dalam tidak kurang dari 30°. Material pengisi pada belakang kepala jembatan harus
berdrainase bebas, bukan tanah ekspansif dan harus dialirkan oleh lubang-lubang weep
dengan saluran drainase pada interval dan ketinggian yang pantas. Lanau dan lempung
tidak boleh digunakan sebagai timbunan.
6. Tipe kepala jembatan
Kepala jembatan tipe integral pada dinding penahan yang distabilkan secara
mekanik dan kepala jembatan pada sistem modular masing-masing harus dirancang
secara berbeda karena kekhususan strukturalnya.
7. Dinding sayap
Dinding sayap harus mempunyai panjang yang cukup untuk menahan timbunan lalu-
Iintas pada kebutuhan ke depan dan menyiapkan proteksi terhadap kohesi. Panjang dari
dinding sayap harus dihitung dengan menggunakan kemiringan lereng yang dibutuhkan.
8. Penulangan
Tulangan atau profil baja perlu dibentangkan melintang pada celah.

3.4 Konsep Beton Prategang


Perbedaan utama antara beton bertulang dan beton prategang pada kenyataannya adalah
beton bertulang mengkombinasikan beton dan tulangan baja dengan cara menyatukan dan
membiarkan keduanya bekerja bersama-sama sesuai dengan keinginannya, sedangkan beton
prategang mengkombinasikan beton berkekuatan tinggi dan baja mutu tinggi dengan cara-
cara“aktif”.Hal ini dicapai dengan cara menarik baja tersebut dan menahan banyak beton,
jadi membuat beton dalam keadaan tertekan. Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku
yang lebih baik dari kedua bahan tersebut. Baja adalah bahan yang liat dan dibuat untuk
bekerja dengan kekuatan tarik yang tinggi oleh prategang. Beton adalah bahan yang getas
dan kemampuannya menahan tarikan diperbaiki dengan memberikan tekanan, sementara
kemampuannya menahan tekanan tidak dikurangi, Jadi beton prategang merupakan
kombinasi yang ideal dari dua buah bahan modern berkekuatan tinggi.

3.4.1 Sistem Pemberian Prategang


Ada 2 jenis metode pemberian gaya prategang pada beton,yaitu:
a. Pemberian Pratarik (Pretension)

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 34


Metode pratarik, tendon ditarik sebelum beton dicor. Setelah beton cukup keras
tendon dipotong dan gaya prategang akan tersalur ke beton melalui lekatan. Metode ini
sangat cocok bagi produksi massal. Baja prategang diberi pratarik terhadap
pengangkeran independen sebelum pengecoran beton disekitarnya. Sebutan pratarik
berarti pemberian pratarik pada baja prategang, bukan pada baloknya. Pemberian
pratarik biasanya dilakukan dilokasi pembuatan beton pracetak. Penggambaran sistem
pemberian pratarik dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Metode pemberian prategang pratarik


b. Pemberian Pascatarik (Post Tension)
Metode pascatarik, tendon ditarik setelah beton dicor. Sebelum pengecoran dilakukan
terlebih dahulu dipasang selongsong untuk alur dari tendon. Setelah beton jadi, tendon
dimasukkan ke dalam beton melalui selebung tendon yang sebelumnya sudah dipasang ketika
pengecoran. Penarikan dilakukan setelah beton mencapai kekuatan yang diinginkan sesuai
dengan perhitungan. Setelah penarikan dilakukan maka selongsong diisi dengan bahan
grouting. Proses pemberian prategang metode pascatarik dapat dilihat pada Gambar 3.7.a,
3.7.b dan 3.7.c.

Gambar 3.5a Pengecoran dan pemasangan selubung tendon

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 35


Gambar 3.7.b Proses stressing tendon sekaligus grouting

Gambar 3.7.b Proses stressing tendon sekaligus grouting


Gambar 3.5 Proses stressing tendon sekaligus grouting

Gambar 3.7.c Balok dalam keadaan prategang


3.4.2 Keuntungan dan Kekurangan Beton Prategang
Keuntungan beton prategang, sebagai berikut:
1. Seluruh penampang beton prategang menjadi efektif, sedangkan pada beton
bertulang biasa hanya diatas garis netral saja yang efektif.
2. Struktur beton prategang lebih ramping.
3. Struktur beton prategang tidak retak akibat beban kerja.
4. Lendutanyanglebih kecil.
5. Daya tahan terhadap karat lebih baik.
6. Penggunaan bahan yang lebih sedikit karena menggunakan bahan mutu tinggi.
Kekurangan beton prategang, sebagai berikut:
1. Diperlukan kontrolyang lebih ketat dalam proses pembuatan.
2. Kehilangan tegangan pada pemberian gaya prategang awal.
3. Diperlukan biaya tambahan untuk pengangkutan.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 36


3.4.3 Material Beton Prategang
1. Beton
Beton yang dipakai pada beton prategang umum nya mempunyai kuat tekan 28-55 MPa
pada umur 28 hari (benda uji silinder). Nilai slump berkisar 50-100 mm dengan faktor air
semen ≤ 0,45.
2. Baja Prategang
1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang
dengan sistem pratarik. Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah
yang sesuai dengan spesifikasi ASTMA 421 dengan diameter yang bervariasi antara 3-
8 mm, dengan tegangan tarik (fp) antara1500-1700 Mpa. Kawat tunggal yang dipakai
untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan spesifikasi seperti ASTMA
421.Untaian kawat(strand) banyak digunakan untuk beton prategang dengan sistem
pascatarik. Untaian kawat yang dipakai harus memenuhi syarat seperti yang terdapat
ASTM A416. Untaian kawat yang banyak digunakan adalah untaian tujuh kawat.
Gambar penampang strand7 kawat dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Gambar


Strand 73.kawat
3
Strand 7 kawat
2. Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton
prategang dengan sistem pascatarik. Biasanya yang digunakan harus memenuhi syarat
kriteria ASTMA 416. Diameter untaian kawat bervariasi antara 7,9–15,2 mm.
Tegangan tarik(fp) untaian kawat adalah antara1750-1860 Mpa Gambar penampang
untaian kawat (strand) dapat dilihat pada Gambar3.9.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 37


Sumber :Freyssinet Pres tressing System Brochure
Gambar 3.9 Untaian kawat(strand)

Tabel 3.1Spesifikasi strand 7 kawat

Ø Nominal (mm) LuasNominal Kuat Putus (kN)


6,35 2 4
mm2
7,94 3 64,
3535 3 0
9,53 5 8
7 5
11,11 ,6 120,
1 9
12,70 ,9 160,
29 1
15,24 1,4 240,
2 1
Sumber:BetonPrategang,EdwardG.Nawi ,2
362 2
,
6
91
9
3. Kawat batangan (bars), biasanya digunakan 8 untuk baja prategang pada beton prategang
,
dengan system pratarik. Kawat batangan ini mengacu pada spesifikasi ASTMA 722
3
yang diameternya berkisar antara 8-35 mm dan tegangan tariknya (fp) adalah
5
antara1000-1100 Mpa.
4.Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang (tidakditarik), seperti
tulangan memanjang, sengkang,tulangan untuk pengangkuran dan lain-lain. Tulangan
biasa ini dapat berupa bentuk batangan (bars), kawat atau kawat yang dilas (wiremesh).
Tulangan biasa yang dipakai harus sesuai dengan persyaratan ASTMA615, A616,
A617, A706. Diameteryang umum adalah antara 6-32 mm dengan tegangan tarik antara
320-400 Mpa.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 38


Tabel 3.2 Kawat-kawat untuk beton prategang (Nawy,2001)
Tegangan minimum pada
Diameter Kuat tarik minimum (psi) ekstensi 1 % (psi)
TipeBA TipeWA TipeBA TipeWA
nominal
0,192 (in.) 250.000 212.500
0,196 240.000 250.000 204.000 212.500
0,25 240.000 240.000 204.000 204.000
0,276 235.000 235.000 199.750 199.750
Sumber:Post-Tensioning Institute
3. Grouting
Grouting dibutuhkan sebagai bahan pengisi selubung baja prategang (tendon) untuk
metode pasca tarik.Untuk metode pratarik tidak dibutuhkan selubung sehingga
tidakdibutuhkan grouting. Selubung terbuat dari logam yang digalvanisir. Bahan
grouting berupapasta semen.
3.5 Pekerjaan Struktur
3.5.1 Pekerjaan Bekisting
Bekisting diperlukan untuk membuat beton dengan ukuran dan kualitas permukaan
yang dikehendaki. Bekisting berfungsi mendukung beban campuran beton sampai beban bisa
didukung oleh struktur beton sendiri (Antoni, 2007).
Persyaratan harus memenuhi aspek bisnis dan teknologi seperti strength dan
workability karena itu harus memenuhi:
1. Ekonomis
2. Kokoh dan kuat
3. Mudah dipasang dan dibongkar
4. Tidak bocor memenuhi persyaratan permukaan
5. Mampu menahan gaya horizontal

3.5.2 Pekerjaan Perancah


Bekisting dapat runtuh akibat cara pemasangan perancah yang salah atau karena
memakai perancah yang tidak memenuhi syarat. Selain berat sendiri dari beton yang masih
basah, perlu diperhitungkan juga beban pelaksanaan. Dalam pembuatan perancah perlu
diberikan ikatan lateral yang cukup untuk mencegah faktor tekuk (Antoni, 2007). Perancah
dapat berupa kayu maupun baja. Untuk kayu dapat berupa kayu bulat dan kayu usuk dari
bermacam-macam jenis kayu. Umumnya tidak digunakan bambu meskipun lebih murah,
karena terlalu lentur. Perancah biasanya dapat dibeli atau disewa. Kapasitas perancah akan
berkurang bila tidak tegak atau bila bebannya tidak sentris.
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 39
Penyangga yang dibuat akan kokoh jika diberi papan untuk berpijak. Kegagalan pada
penyangga adalah bracing yang tidak memenuhi syarat, adanya getaran, tanah dasar yang
tidak stabil dan penurunan.
Syarat-syarat dari penyangga yaitu:
1. Kuat
2. Ekonomis
3. Kualitas permukaan
Keuntungan sistem perancah adalah:
1. Minimnya alat angkat berat (service crane atau gantry) yang diperlukan, mengingat
pengecoran yang dilakukan adalah ditempat.
2. Lebih minimnya biaya erection akibat tidak terlibatnya alat angkat berat, khususnya bila
tipe ini telah dimiliki.
Kerugian sistem perancah adalah:
1. Produktivitas yang relatif rendah, karena pekerjaan pengecoran ditempat menuntut waktu
yang lebih lama untuk proses persiapan dan setting beton.
2. Menurut tipe tanah yang harus baik dan bila tanah yang ada untuk dudukan perancah
kurang baik maka akan berakibat perlunya struktur pondasi khusus (luasan telapak yang
lebar atau penggunaan pondasi dalam).

3.5.3 Pekerjaan Pembesian


Beton tidak mampu menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-
retak, oleh karena itu agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur.
Pengerjaan beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama
akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang akan timbul. Pekerjaan penulangan
menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis menguntungkan.Pemasangan tulangan
perludiperhatikan bahwa tulangan yang ada harus dipasang pada letak yang benar serta
didukung dengan baik untuk menjamin bahwa tidak akan terjadi pergeseran ketika
dilaksanakan pengecoran. Pekerja yang telah terlatih dalam pemasangan tulangan mutlak
diperlukan, untuk efisiensi pekerjaan penulangan.
Selimut beton yang memadai terhadap tulangan sangat diperlukan saat masalah yang
timbul dari korosi sebagai konsekuensi yang harus dihindari. Kealpaan di dalam
menyediakan selimut beton yang memadai akan mengakibatkan korosi tulangan yang pada
akhirnya akan menyebabkan pecahnya beton pada suatu bangunan.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 40


SNI 2847:2013 menerangkan bahwa beton yang berhubungan dengan tanah
menggunakan pelindung beton untuk tulangan sebagai berikut:
1. Batang tulangan D-19 hingga D-57 menggunakan selimut beton 50 mm.
2. Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil menggunakan
selimut beton 40 mm.
3.5.4 Pekerjaan Beton
Dalam merencanakan campuran beton harus memperhatikan persyaratan yang berlaku
supaya menghasilkan beton yang memiliki kuat tekan yang sesuai dengan perencanaan.
Beton sangat baik dalam menahan tegangan tekan dari pada jenis tegangan yang lain.
Kekuatan beton dalam hal ini dianggap sifat yang paling penting dalam banyak kasus
sehingga perlu adanya perencanaan campuran beton yang benar-benar matang. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kuat desak beton adalah material penyusun beton, cara pembuatan, cara
perawatan dan kondisi tes (Antoni, 2007).

3.5.5 Syarat-syarat Komposisi Campuran


SNI 03-2847-2002 menerangkan bahwaproporsi material untuk campuran beton harus
ditentukan untuk menghasilkan sifat-sifat sebagai berikut:
1. Kelecakan dan konsistensi yang menjadikan beton mudah dicor ke dalam cetakan dan ke
celah di sekeliling tulangan dengan berbagai kondisi pelaksanaan pengecoran yang harus
dilakukan tanpa terjadinya segregasi atau bleeding yang berlebih.
2. Tahanterhadap pengaruh lingkungan, seperti pengaruh kondisi lingkungan yang
mengandung sulfat, air dan klorida yang mengandung garam.
3. Untuk setiap campuran beton yang berbeda, baik dari spek material yang digunakan atau
proporsi campurannya harus dilakukan pengujian.
4. Proporsi beton, rasio air semen di tetapkan sesuai 3 ketentuan yaitu:
a. Penetapan deviasi standar.
b. Penetapan kuat rata-rata yang disyaratkan.
c. Pemilihan proporsi campuran disyaratkan untuk menghasilkan kuat rata-rata tersebut.

3.5.6 Bahan-Bahan Penyusun Beton


1. Semen
SNI 03-2847-2002 menerangkan bahwa semen portland adalah semen hidrolis yang
dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland. Cara penyimpanan semen
dapat dilakukan sebagai berikut:

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 41


a. Semen harus disimpan pada tempat yang kering, tidak langsung di atas tanah yang
lembab dan berada di ruangan yang beratap baik.
b. Saat penyimpanan, semen harus ditumpuk sebaiknya tidak lebih dari2 m (maksimal
8zak). Hal ini untuk menghindari rusaknya semen yang berada di tumpukan yang
paling bawah akibat beban berat dalam waktu yang cukup lama sebelum digunakan
sebagai bahan bangunan.
c. Penimbunan semen dalam waktu lama akanmempengaruhi mutu semen, maka
diperlukan pengaturan penggunaan semen secara teliti.
2. Agregat Halus
SNI 03-2847-2002 menerangkan bahwa agregat halus adalah pasir alam sebagai
hasil disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm.
3. Agregat Kasar
SNI 03-2847-2002 menerangkan bahwa agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil
disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai 40 mm.
4. Air
Syarat-syarat air yang boleh digunakan sebagai campuran beton menurut SNI 03-
2847-2002 adalah sebagai berikut:
a. Air yang digunakan harus bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak yang
mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik atau bahan lainnya yang
merugikan terhadap beton atau tulangan.
b. Air pecampur yang digunakan pada beton beton yang di dalamnya tertanam logam
alumunium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh
mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
c. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan
berikut terpenuhi:
1) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang
menggunakan air dari sumber yang sama.
2) Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari
adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan
sekurang-kurangya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat
dengan air minum. Perbandingan uji pada air pencampur dibuat dan diuji sesuai

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 42


dengan ”Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (menggunakan
spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)” (ASTM C 109).

3.5.7 Pengendalian Mutu Beton


Kuat tekan beton harus sesuai dengan yangdiisyaratkan dalam perencanaan sehingga
komposisi campuran adukansemen, agregat dan air harus benar-benar diperhatikan agar
mencapai kuat tekan beton yang ditargetkan. Kuat tekan beton ini harus dibuktikan dengan
adanya sertifikasi pengujian dari laboratorium yang sesuai dengan standar. Trial mix design
dibuat terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaan beton struktur, dengan tujuan
mendapatkan proposi campuran yang diharapkan.

3.5.8 Perawatan Beton


Perawatan beton pasca dicor menurut SNI 03-2847-2002 sebagai berikut:
1. Beton (selain beton kuat awal tinggi) harus dirawat pada suhu di atas 10 °C dan dalam
kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya selama 7 hari setelah pengecoran.
2. Beton kuat awal tinggi harus dirawat pada suhu di atas 10 °C dan dalam kondisi lembab
untuk sekurang-kurangnya selama 3 hari pertama.
3. Perawatan dipercepat
a. Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, penguapan pada tekanan atmosfir, panas
dan lembab, atau proses lainnya yang dapat diterima, dapat dilakukan untuk
mempercepat peningkatan kekuatan dan mengurangi waktu perawatan.
b. Percepatan waktu perawatan harus memberikan kuat tekan beton pada tahap
pembebanan yang ditinjau sekurang-kurangnya sama dengan kuat rencana perlu
pada tahap pembebanan tersebut.
c. Proses perawatan harus sedemikian hingga beton yang dihasilkan mempunyai
tingkat keawetan paling tidak sama dengan yang dihasilkan oleh metode perawatan.
d. Bila diperlukan oleh pengawas lapangan, maka dapat dilakukan penambahan uji
kuat tekan beton untuk menjamin bahwa proses perawatan yang dilakukan telah
memenuhi persyaratan.

3.6 Manajemen Konstruksi


Manajemen Konstruksi mengacu pada bagaimana sumber daya tersedia bagi manajer
sehinggadapat diaplikasikan dengan baik pada suatu proyek konstruksi. Berbicara mengenai
sumber daya untuk konstruksi, maka yang teringat adalah 5M, yaitu:
1. Manpower (Tenaga Kerja);

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 43


2. Machine (alat dan peralatan)
3. Material (bahan bangunan)
4. Money (uang)
5. Method (metode)
Manajemen melibatkan waktu dan pengaplikasian kelima sumber daya diatas untuk
membangun suatu proyek konstruksi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan pada saat
mengatur suatu proyek dan secara sukses mengaplikasikan kelima M tersebut. Keterlibatan
perencanaan yang baik dari segi waktu, biaya, dan lingkup proyek merupakan hal penting
dalam menyukseskan pembangunan suatu proyek.
3.6.1 Fungsi Manajemen Konstruksi
Widiasanti dan Lenggogeni (2013) menjelaskan definisi manajemen adalah suatu
metode atau proses untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif dan efisien dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia, yang dituangkan dalam fungsi-fungsi manajemen.
Fungsi manajemen didalam unsur manajemen merupakan perangkat lunaknya, manajer
merupakan perangkat SDM, serta organisasi sebagai perangkat pendukung merupakan
perangkat kerasnya. Fungsi manajemen dikemukakan oleh beberapa ahli ilmu manajemen
yang pada dasarnya memiliki kesamaan, yaitu sebagai berikut (Widiasanti dan Lenggogeni,
2013):
1. Louis Allen : Planning, Organizing, Leading, Controlling (POLC)
2. Harold koontz : Planning, Organizing, Staffing, Directing, Leading, Controlling
(POSDLC)
3. Luther gulick : Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting,
Budgeting (POSDiCorB)
4. George R, Terry : Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC).
3.6.2 Proses Manajemen
Widiasanti dan Lenggogeni (2013) menjelaskan bahwa pekerjaan sebuah proyek
konstruksi selalu dimulai dengan tiga hal, yaitu penyusunan perencanaan, penyusunan
jadwal, dan pengendalian untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan rencana. Pembahasan
lebih lanjut mengenai ketiga hal tersebut menurut Widiasanti dan Lenggogeni (2013) akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan, adalah suatu proses penentuan tujuan dan sasaran melibatkan persiapan
sumber daya dalam pencapaiannya. Perencanaan yang dibuat dengan baik akan mengikat
dan mengarahkan pelaksanaan suatu kegiatan proyek konstruksi dalam memanfaatkan
sumber daya secara efektif dan efisien untuk mewujudkan tujuan dan sasaran.
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 44
2. Penjadwalan proyek konstruksi, merupakan alat untuk menentukan waktu yang
dibutuhkan oleh suatu kegiatan dalam penyelesaian. Disamping itu, penjadwalan proyek
konstruksi juga sebagai alat untuk menentukan kapan mulai dan selesainya kegiatan-
kegiatan tersebut. Perencanaan penjadwalan pada proyek konstruksi, secara umum terdiri
dari penjadwalan waktu, tenaga kerja, peralatan, material, dan keuangan.
3. Imam Soeharto (1997) dalam buku Widiasanti dan Lenggogeni (2013) memberikan
pengertian tentang pengendalian. Menurutnya, pengendalian adalah usaha yang sistematis
untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang sistem
informasi, membandingkan pelaksanaan dengan standar, menganalisis kemungkinan
adanya penyimpangan antara pelaksanaan dan standar, kemudian mengambil tindakan
pembetulan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dan efisien dalam
rangka mencapai sasaran.
3.6.3 Ruang Lingkup Manajemen Konstruksi
Widiasanti dan Lenggogeni (2013) menyebutkan lingkup manajemen konstruksi
meliputi:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan suatu tindakan pengambilan keputusan data, informasi,
asumsi atau fakta kegiatan yang dipilih dan akan dilakukan pada masa mendatang.
Manfaat dari fungsi perencanaan diatas adalah sebagai alat pengawas maupun
pengendalian kegiatan, atau pedoman pelaksanaan kegiatan, serta sarana untuk memilih
dan menetapkan kegiatan yang diperlukan. PMBOK (Project Management Body of
Knowledge) membuat area ilmu manajemen bagi perencanaan yaitu:
a. Perencanaan lingkup proyek
b. Perencanaan mutu
c. Perencanaan waktu dan penyusunan
d. Perencanaan biaya
e. Perencanaan SDM
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah suatu tindakan mempersatukan kumpulan kegiatan manusia,
yang mempunyai pekerjaan masing-masing dan saling berhubungan satu sama lain dengan
tata cara tertentu. Manfaat fungsi organisasi merupakan pedoman pelaksanaan fungsi,
pembagian tugas, hubungan tanggung jawab dan delegasi kewenangannya terlihat jelas.
Ravianto (2001) dalam Widiasanti dan Lenggogeni (2013) menyatakan bahwa
organisasi yang dibentuk akan berhasil jika setiap anggota mampu bekerja sama dengan
LAPORAN KERJA PRAKTIK | 45
tujuan mencapai tujuan bersama. Proses pembentukan organisasi atau siklus hidup
organisasi pada umumnya mengikuti tahap-tahap sebagai berikut:
a. Prestage, bahwa setiap individu memiliki tujuan dan ketertarikan yang berbeda-beda.
Keinginan ini sering dituangkan dalam visi dan misi.
b. Forming, tahap pertama, berupa pengamatan antara sesama anggota organisasi dengan
anggapan bahwa setiap anggota adalah bagian dari grup
c. Storming, merupakan tahap kedua. Pada tahap ini setiap anggota dengan berbagai
ketertarikan, mulai melakukan pengelompokan.
d. Norming, adalah tahap ketiga yang memberikan sebuah aturan main yang disebut
regulasi. Tujuannya untuk membawa grup tetap berfokus pada tujuan grup, bukan
individu.
e. Performing, merupakan tahap keempat. Pada tahap ini, grup sudah berfungsi dan
mengarah pada tujuan grup. Masing-masing anggota melaksanakan tugas sesuai
perannya. Ukuran kinerja dapat dilihat dan dievaluasi setiap saat.
f. Adjourning, adalah tahap akhir setelah tujuan tercapai, masing-masing anggotanya
mulai berhenti memainkan fungsi dan perannya.
3. Pelaksanaan (Actuating)
Fungsi pelaksanaan adalah terpenting diantara fungsi lainnya, karena fungsi ini
ditekankan pada hubungan dan kegiatan langsung para anggota organisasi sementara
perencanaan dan pengorganisasian lebih bersifat tidak langsung. Manfaat dari fungsi
pelaksanaan ini adalah terciptanya keseimbangan tugas, hak dan kewajiban masing-
masing bagian dalam organisasi, dan mendorong tercapainya efisiensi serta kebersamaan
dalam bekerja sama untuk tujuan bersama.
4. Pengendalian (Controling)
Pengendalian manajemen merupakan usaha yang tersistematis dari perusahaan untuk
mencapai tujuannya dengan cara membandingkan prestasi kerja dengan rencana dan
membuat tindakan yang tepat untuk mengoreksi perbedaan yang penting. Manfaat dari
fungsi pengendalian adalah memperkecil kemungkinan kesalahan yang terjadi dari segi
kualitas, kuantitas, biaya maupun waktu.

3.7 Kurva S (Schedule Curve)


Callahan (1992) dalam buku Widiasanti dan Lenggogeni (2013) menjelaskan bahwa
kurva S adalah hasil plot dari Barchart, bertujuan untuk mempermudah melihat kegiatan-
kegiatan yang masuk dalam suatu jangka waktu pengamatan progres pelaksanaan proyek.

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 46


Husen (2011) dalam buku Widiasanti dan Lenggogeni (2013) menjelaskan bahwa visualisasi
kurva S memberikan informasi mengenai kemajuan proyek dengan membandingkan terhadap
jadwal rencana.

3.8 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga dalam Pedoman
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk Konstruksi Jalan dan Jembatan
(2006) membahas perlengkapan kerja standar. Perlengkapan kerja standar (Gambar 3.10)
yang wajib digunakan untuk melindungi para pekerja dalam melaksanakan tugasnya antara
lain sebagai berikut:
1. Safety hat, yang berguna untuk melindungi kepala dari benturan benda keras selama
mengoperasikan atau memelihara AMP.
2. Safety shoes, yang akan berguna untuk menghindarkan terpeleset karena licin atau
melindungi kaki dari kejatuhan benda keras dan sebagainya.
3. Kaca mata keselamatan, terutama dibutuhkan untuk melindungi mata pada lokasi
pekerjaan yang banyak serbuk metal atau serbuk material keras lainnya.
4. Masker, diperlukan pada medan yang berdebu meskipun ruang operator telah tertutup
rapat, masker ini dianjurkan tetap dipakai.
5. Sarung tangan, dibutuhkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan
bahan yang keras, misalnya membuka atau mengencangkan baut dan sebagainya.

Sumber :Direktorat Jenderal Bina Marga, 2006.


Gambar 3.4 Perlengkapan Keselamatan Kerja

LAPORAN KERJA PRAKTIK | 47

Anda mungkin juga menyukai