Anda di halaman 1dari 18

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila

Dosen Pengampu : Septi Kuntari, M.Pd.

Oleh :

Rusniawati 2287190006

Siti Aisyah 2287190010

Novita Elsa 2287190018

Saepul Hamdi 2287190020

Dini Amelia 2287190026

PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

BANTEN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Septi
Kuntari, M.Pd. pada mata kuliah Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Pancasila Sebagai Sistem Filsafat bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Septi Kuntari, M.Pd, selaku dosen mata kuliah
Pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Serang, 30 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2
2.1 Pengertian Filsafat ..................................................................................... 2
2.2 Pengertian Pancasila Sebagai Suatu Sistem ............................................... 3
2.3 Kesatuan Sila-Sila Pancasila ...................................................................... 4
2.4 Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat ..................... 6
2.5 Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental.............................................. 10
2.6 Inti Isi Sila-Sila Pancasila .......................................................................... 12
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 14
3.2 Saran .......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila adalah dasar dari falsafah Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia wajib untuk
mempelajari, menghayati, mendalami dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam setiap
bidang kehidupan.

Dalam kehidupan bangsa Indonesia, diakui bahwa nilai-nilai pancasila adalah falsafah
hidup atau pandangan yang berkembang dalam sosial-budaya Indonesia. Nilai pancasila
dianggap nilai dasar dan puncak atau sari dari budaya bangsa. Oleh karena itu, nilai ini
diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Dengan mendasarnya nilai ini dalam menjiwai
dan memberikan indentitas, maka pengakuan atas kedudukan pancasila sebagai falsafah
adalah wajar.
Pancasila sebagai ajaran falsafah, pancasila mencerminkan nilai-nilaidan pandangan
mendasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan,
yakni Tuhan Yang Maha Esa. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai asas fundamental
dalam kesemestaan, dijadikan pula asas fundamental kenegaraan. Asas fundamental dalam
kesemestaan itu mencerminkan identitas atau kepribadian bangsa Indonesia yang religious.
Pancasila sebagai system filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila sebagai
kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari
sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan obyekrif yang ada dan
terletak pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan
berbeda dalam system-sistem filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat
secara obyektif. Dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita
perlu mengkaji nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara menyeluruh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat?
2. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai suatu sistem?
3. Apa saja macam-macam kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat?
4. Apa saja nilai dasar fundamental bagi bangsa dan Negara Republik Indonesia?
5. Apa saja makna yang terkandung dalam isi sila-sila pancasila?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat.
2. Mengetahui Pancasila sebagai suatu sistem.
3. Mengetahui Kesatuan Sila-Sila Pancasila.
4. Mengetahui bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat bangsa Indonesia adalah benar.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat
Falsafah atau Filsafat berasal dari kata Yunani yaitu “philos” dan “sophia”. Philos
artinya mencari atau mencintai, sedangkan Sophia artinya kebijakan atau kebenaran. Jadi kata
philosophia berarti daya upaya pemikiran manusia untuk mencari kebenaran dan kebijakan.
Falsafah adalah hasil pemikiran manusia secara teratur dan sedalam-dalamnya dalam usaha
menemukan hakikat sesuatu atau kebenaran yang sedalam-dalamnya.
A. Lingkup Pengertian Filsafat
Filsafat memiliki bidang bahasan yang sangat luas yaitu segala sesuatu baik yang bersifat
kongkrit (nyata) maupun yang bersifat abstrak (tidak terwujud). Maka untuk mengetahui
lingkup pengertian filsafat, terlebih dahulu perlu dipahami objek material dan formal ilmu
filsafat sebagai berikut:
Objek material filsafat, yaitu objek pembahasan filsafat yang meliputi segala sesuatu.baik
yang bersifat material kongkrit seperti, manusia, alam, benda, binatang, dan lain sebagainya,
maupun sesuatu yang bersifat abstrak misalnya nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan
hidup, dan lain sebagainya.
Objek formal filsafat, adalah cara memandang seorang peneliti terhadap objek material
tersebut, suatu objek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang
yang berbeda. Oleh karena itu terdapat berbagai macam sudut pandang filsafat yang
merupakan cabang cabang filsafat, antara lain dari sudut pandang nilai terdapat bidang
aksiologi,dari sudut pandang pengetahuan terdapat bidang epistemologi, keberadaan bidang
kontologi, tingkah laku baik dan buruk bidang etika, keindahan bidang estetika dan masih
terdapat sudut pandang lainnya yang lebih khusus misalnya filsafat sosial, filsafat hukum,
filsafat bahasa dan lain sebagainya. Berdasarkan objek material dan formal ilmu filsafat
tersebut maka lingkup pengertian filsafat menjadi sangat luas. Berikut ini di jelaskan berbagai
bidang lingkup pengertian filsafat.
1. Filsafat sebagai produk mencakup pengertian
a. Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu,
konsep dari para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem tertentu, yang merupakan
hasil dari proses berfilsafat dan mempunyai ciri-ciri tertentu.
b. Filasafat sebagai suatu jenis problema yang di hadapi oleh manusia sebagai hasil
dari aktivitas berfilsafat.
2. Filsafat sebagai suatu proses

2
Dalam hal ini filsafat di artikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam
proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode
tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Dalam pengertian ini filsafat
merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis.
B. Cabang-Cabang Filsafat dan Alirannya
Sebagaimana ilmu lainnya filsafat memiliki cabang-cabang yang berkembang sesuai
dengan persoalan filsafat yang di kemukakannya. Filsafat timbul karena adanya persoalan-
persoalan yang di hadapi manusia. Persoalan-persoalan tersebut kemudian di upayakan
pemecahannya oleh para filsuf secara sistematis dan rasional. Maka munculah cabang-cabang
filsafat tersebut dan berkembang terus sesuai dengan pemikiran dan problema yang di hadapi
oleh manusia.
Cabang-cabang filsafat yang tradisional terdiri atas empat (4) yaitu :
 Logika : yang berkaitan dengan persoalan penyimpulan
 Metafisika : yang berkaitan dengan persoalan tentang hakikat yang ada (segala
sesuatu yang ada)
 Epistemologi : yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan
 Etika : yang berkaitan dengan persoalan moralitas (lihat titus, 1984:17)
2.2 Pengertian Pancasila Sebagai Suatu Sistem filsafat
A. Pengertian Pancasila Sebagai Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya menentukan sistem filsafat. Sistem
adalah suatu bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan
tertentu, dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh, sistem lazimnya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3. Saling berhubungan,saling ketergantungan
4. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks
Isi sila sila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar filsafat negara indonesia
terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian
sila-sila pancasila ini bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, setiap sila
merupakan suatu unsur (dalam bagian yang mutlak) dari kesatuan pancasila. Maka dasar
filsafat pancasila adalah suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal. Konsekuensinya
setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpisah dari sila yang lainnya. Pancasila sebagai suatu

3
sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu
pemikiran tentang manusia dan hubungannya dengan tuhan yang maha esa, dengan dirinya
sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa berpikir bangsa indonesia.
Dengan demikian pancasila merupakan suatu sistem dalam pengertian kefilsafatan
sebagaimana sistem filsafat lainnya antara lain materialisme, idealisme, rasionalisme,
liberalisme, sosialisme dan sebagainya.
2.3 Kesatuan Sila-Sila Pancasila
A. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal. Pengertian
matematika piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila dari
pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kuantitas)
kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukan suatu rangkaian tingkat dalam
luasnya dan isi sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila yang dimukanya. Jika urut-
urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian, maka diantara lima sila ada
hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain sehingga pancasila merupakan suatu
kesatuan keseluruhan yang bulat. Diantara satu sila dengan sila lainnya tidak ada sangkut-
pautnya, maka pancasila itu menjadi terpecah-pecah, oleh karena itu tidak dapat digunakan
sebagai suatu asas kerohanian bagi negara.
Dalam susunan hierarkhis dan piramidal ini maka ketuhanan yang maha esa menjadi
basis kemanusiaan, persatuan indonesia, kerakyatan, dan keadilan sosial. Sebaiknya
ketuhanan yang maha esa adalah ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun,
memelihara dan mengembangkan persatuan indonesia, yang berkerakyatan dan keadilan
sosial sehingga tiap-tiap sila didalamnya mengandung sila-sila lainnya.
B. Rumusan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Sila pertama: ketuhanan yang maha esa adalah diliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan atau perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia.
Sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan menjiwai sila
ketuhanan yang maha esa adalah menjiwai sila-sila persatuan indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan atau perwakilan, keadilan sosial
bagi seluruh rakyat indonesia.

4
Sila ketiga: persatuan indonesia adalah diliputi ketuhanan yang maha esa adalah meliputi
dan menjiwai sila-sila kerakyatan ayng dipimpin oleh hikmat kebujaksanaan dan
permusyawaratan atau perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Sila keempat: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan atau perwakilan adalah diliputi dan jiwai oleh sila-sila ketuhanan yang
maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, meliputi dan menjiwai
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Sila kelima: keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia adalah diliputi dan jiwai oleh
sila-sila ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh himat kebijaksanaan dan permusyawaratan atau perwakilan.
Secara ontologis kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem bersifat hierarkhis dan
berbentuk piramidal adalah hakikat adanya tuhan itu ada karena dirinya sendiri, tuhan sebagai
causa prima.
C. Rumusan Hubungan Sila-Sila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Sila-sila pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling
mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis piramidal. Tiap-tiap sila
telah disebutkan di atas mengandung empat sila, dan dikualifikasi empat sila lainnya. Untuk
kelengkapan dalam hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila pancasila dipersatukan
dengan rumus hierarkhis tersebut diatas.
Sila pertama : ketuhanan yang maha esa adalah kesatuan yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam bermusyawaratan atau perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia.
Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang Berketuhan
Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam pernusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah persatuan yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang Berketuhanan Yang Maha Esa,

5
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
(Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, 2975, hal.43,44)
2.4 Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
A. Dasar Antropologis (Hakikat Manusia) Sila-Sila Pancasila
Pancasila yang terdiri atas lima sila setiap silanya bukanlah merupakan asas yang berdiri
sendiri-sendiri, tapi merupakan satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada
hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, dan oleh karenanya
hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. 85 Karena subjek pendukung pokok
sila-sila Pancasila adalah manusia, hal tersbut dapat dijelaskan sebagai berikut : “Bahwa yang
berketuhanan Yang Maha Esa adalah manusia, demikian pula yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berparsatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan juga manusia, serta yang berkeadilan
sosial pada hakikatnya adalah semuanya manusia” (Notonagoro, 1975:23)
Demikian pula bila dilihat dari segi filsafat negara bahwa Pancasila adalah dasar filsafat
negara. Maka karena pendukung pokok negara adalah rakyat, pada hal unsur rakyat itu adalah
manusia, maka tepatlah bila dikatakan bahwa hakikat dasar antropologis dari sila-sila
Pancasila adalah manusia itu sendiri. Berikutnya bahwa manusia sebagai pendukung pokok-
pokok silasila Pancasila, secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yang terdiri atas
susunan koderat raga dan jiwa jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Mesa. Oleh karena kedudukan
koderat manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara
hirarkhis sila pertama Ktuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila
Pancasila lainnya. (Natonagoro, 1975: 53).
B. Dasar Epistemologis (Pengetahuan) Sila-Sila Pancasila
Sebagai suatu sistem filsafat Pancasila pada hakikatnya juga merupakan sistem
pengetahuan. Sehingga Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dia menjadi pedoman dan
dasar bagi bangsa Indonesia, baik dalam memandang ralitas alam semesta, manusia, bangsa,
dan negara tentang makna hidup, maupun dalam menyelesaikan masalah dalam hidup dan
kehidupan.

6
Pada hakikatnya dasar Epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnya. Sebagai ideologi Pancasila bersumber pada nilai-nilai dasar dari pancasila itu
sendiri. Oleh karena itu maka dasar epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan
konsep dasar tentang hakikat manusia. Maka kalau manusia merupakan basis ontologi dari
Pancasila, maka sebagai implikasinya terhadap bangunan epistemologi, adalah bangunan
epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia (Pranarka, 1996: 32).
Ada tiga persoalan mendasar yang berhubungan epistemologi: Pertama tentang sumber
pengetahuan manusia. Kedua tentang teori kebenaran mansuia. Dan Ketiga tentang watak
dari pengetahuan manusia (Titus, 1984: 20).
Sementara persoalan epistemologi dalam hubungannya dengan Pancasila adalah sebagai
berikut:
Bahwa Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya menjadi “sumber
pengetahuan Pancasila” dan “susunan pengetahuan Pancasila”. Tentang sumber pengetahuan
Pancasila dia merupakaan nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, dia bukan
bersumber dari bangsa lain. Dia bukanlah hasil perenungan/pemikiran dari beberapa orang
semata, tapi dia merupakan hasil rumusan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam
mendirikan negara Indonesia. Sehingga bangsa Indonesia menjadi kausa materialis dari
Pancasila. Kemudian karena sumber pengetahuan Pancasila itu adalah bangsa Indonesia
sendiri yang memiliki nilai-nilai adat istiadat serta kebudayaan dan nilai-nilai religius, maka
diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila Pancasila dengan Pancasila sendiri
sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersifat korespondensi.
Selanjutnya tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, karena
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik yang menyangkut kualitas
maupun kuantitasnya, baik dalam arti susunan dari sila-silanya, maupun dari isi arti dari sila-
sila Pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal. Kemudian ada tiga yang
berkaitaan dengan isi arti Pancasila, yaitu:
Pertama: Isi arti sila-sila Pancasila yang bersifat umum dan universal. Ini merupakan
intisari atau esinsi dari Pancasila, sehingga menjadi pangkal tolak derivasi baik dalam
pelaksanaan dibidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia, serta dalam praksis dalam
berbagai bidang kehidupan sehari-hari.
Kedua: Isi arti Pancasila yang umum dan kolektif. Maksudnya isi arti Pancasila adalah
merupakan pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum
Indonesia.

7
Ketiga: Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit. Maksudnya bahwa isi arti
Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan. Sehingga memiliki sifat
yang khusus, konkrit dan dinamis. (Notonagoro, 1975: 16-40).
C. Dasar Aksiologis (Nilai) Sila-Sila Pancasila
Sila-sila dalam Pancasila sebagai suatu sistem filsafat dia memiliki satu kesatuan dasar
aksiologis, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga
merupakan suatu kesatuan. Berkaitan dengan aksiologis (teori tentang nilai) ini dia sangat
dipengaruhi oleh titik tolak dan sudut pandang dalam menentukan pengertian nilai dan
hierarkhinya. Misalnya, bagi kaum materialis memandang hakikat nilai yang tertinggi adalah
nilai material. Kaum Hidonis berpandangan bahwa nilai tertinggi adalah berupa kenikmatan
dan kebahagiaan. Namun pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, tergantung nilai macam
apa saja yang ada serta bagaimana hubungan niali tersebut dengan manusia.
Berkaitan dengan nilai ini Max. Sscheler menggolongkan nilai (tinggi rendahnya suatu
nilai) itu kepada empat golongan:
a. Nilai-nilai Kenikmatan
Nilai ini erat kaitannya dengan indera manusia. Sehingga sesuatu itu bernilai (tinggi
nilainya) mana kala ia menyenangkan, dan sesuatu itu tidak bernilai (rendah nilainya)
manakala tidak menyenangkan, terutama bila dikaitkan dengan indera manusia. (Die
Werireidhe des Anggenehmen und Unangehmen). Yang menyebabkan manusia
senang atau menderita.
b. Nilai-nilai Kehidupan
Dalam tingkatan ini terdapat beberapa nilai yang penting bagi kehidupan manusia
(Werte des vitalen Fuhlens). Musalnya nilai kesegaran jasmani, kesehatan, serta
kesejahteraan umum.
c. Nilai-nilai Kejiwaan
Nilai yang terdapat dalam tingkatan ini ada milai –nilai kejiwaan (geistige werte)
yang sama sekali tidak tergantung kepada keadaan jasmani atau lingkungan. Misalnya
nilai keindahan, kebenaran, serta pengetahuan murni yang dicapai melalui filsafat.
d. Nilai-Nilai Kerohanian
Nilai yang terdapat dalam tingkatan ini antara laain adalah modalitas nilai dari yang
suci (Wer Modalitat der Hielgen und Unbeilingen). Misalnya nilai-nilai pribadi.
(Driyarkara, 1978).
Sementara Notonagoro membedakan tingkatan nilai menjadi tiga macam, yaitu:
a. Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.

8
b. Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu
aktifitas atau kegiatan.
c. Nilai-nilai Kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, yang
dapat dibagi dalam empat macam tingkatan berikut, Pertama : Nilai kebenaran, yaitu
nilai yang bersumber pada akal, rasio, budi atau cipta manusia. Kedua : Nilai
keindahan atau estetis, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia. Ketiga :
adalah nilai kebaikan atau nilai moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur
kehendak (will, wollen, karsa) manusia. Keempat : nilai religius, yang merupakan
nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak. Karena nilai nilai religius ini
berhubungan dengan kepercayaan dan keyakinan manusia dan nilai religius ini
bersumber pada wahyu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Notonagoro, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu adalah termasuk dalam
nilai kerokhanian, tetapi nilai kerokhanian yang mengakui nilai material dan nilai vital.
Sehingga dengan demikian nilainilai Pancasila yang mengandung nilai kerokhanian itu juga
mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis. Yaitu nilai material, nilai vital dan
nilai kebenaran serta nilai keindahan (estetis), nilai kebaikan, nilai moral, maupun nilai
kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemayik;hierarkhis. Artinya sila pertama
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai basisnya sampai dengan sila Keadilan
Sosial sebagai tujuannya. (Darmodihardjo, 1978).
Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Nilai-Nilai yang terkandung dalam sila satu sampai dengan sila kelima adalah merupakan
cita-cita, merupakan harapan dan dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam
kehidupannya. Sejak dahulu cita-cita tersebut telah didambakan agar terwujud dalam
masyarakat dengan ungkapan masyarakat yang gemah ripah loh jinawi, tata tenteram karta
raharja, dengan penuh harapan terealisasi dalam segenap tingkah laku dan perbuatan bagi
setiap manusia Indonesia.
Selanjutnya bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu mempunyai tingkatan
baik kuantitas maupun kwalitasnya. Namun nilai-nilai tersebut merupakan suatu kesatuan
yang saling berhubungan serta saling melengkapi, serta tidak dapat dipisahkan dari yang satu
dengan yang lainnya. Sehingga nilai Pancasila itu merupakan nilai yang integral dari suatu
sistem nilai yang dimiliki bangsa Indonesia.
Demikian pula nilai-nilai Pancasila merupakan suatu sistem nilai, ia dapat dilacak dari
sila-sila Pancasila yang merupakan suatu sistem. Sila-sila itu merupakan suatu kesatuan

9
organik, karena antara sila yang satu dengan yang lainnya dalam Pancasila itu saling
mengklafikasi saling berkaitan dan berhubungan secara erat.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila termasuk nilai kerokhanian yang tertinggi,
kemudian nilai-nilai tersebut mempunyai urutan yang sesuai dengan tingkatannya masing-
masing, yaitu sebagai berikut:
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa adalah merupakan nilai yang tertinggi, karena nilai ke
Tuhanan adalah bersifat mutlak. Baru kemudian nilai kemanusiaan. Nilai kemanusiaan,
adalah sebagai pengkhususan nilai ke Tuhanan, karena manusia adalah makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Nilai Ketuhanan dan Nilai Kemanusiaan bila dilihat dari tingkatannya adalah lebih
tinggi dari pada nilai-nilai kenegaraan yang terkandung dalam sila ke tiga lainnya, yaitu sila
Persatuan, sila Kerakyatan dan sila Keadilan, karena ketiga nilai tersebut berkaitan dengan
kehidupan kenegaraan. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam pokok-pokok pikiran
keempat Pembukaan UUD 1945, bahwa . . . “ negara adalah bedasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa berasarkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
Adapun nilai-nilai kenegaraan yang terkandung dalam ke tiga sila tersebut berturut-turut
memiliki tingkatan sebagai berikut:
 Nilai persatuan dipandang memiliki tingkatan yang lebih tinggi daripada nilai kerakyatan
dan nilai keadilan sosial, karena persatuan adalah merupakan syarat mutlak adanya rakyat
dan terwujudnya rasa keadilan.
 Sedangkan nilai kerakyatan yang didasari oleh nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan dan
nilai Persatuan lebih tinggi dan mendasari nilai dari keadilan sosial, karena Kerakyatan
adalah sarana terwujudnya suatu Keadilan sosial,
 Sementara nilai yang terakhir adalah nilai Keadilan sosial, yang merupakan tujuan akhir
dari keempat sila lainnya.
Suatu hal yang perlu diperhatikan, yaitu meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam sila-
sila Pancasila berbeda-beda, dan memiliki timgkatan yang berbeda-beda pula, namun secara
keseluruhan nilai tersebut merupakan suatu kesatuan, dan tidak saling bertentangan. Dan oleh
sebab itu perlu direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2.5 Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Bangsa dan Negara Republik
Indonesia
A. Dasar Filosofis

Pancasila merupakan suatu sistem filsafat maka kelima sila bukan terpisah-pisah dan
memiliki makna sendiri-sendiri melainkan memiliki esensi makna yang utuh. Pancasila
sebagai sistem filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa

10
setiap aspek kebangsaan, kemasyarakatan, serta kenegaraan harus berdasar nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan
bertolak dari suatu pandangan b ahwa Negara adalah suatu persekutuan hidup manusia.
Negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan kodrat bahwa manusia sebagai warga
dari Negara sebagi persekutuan hidup berkedudukan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(Hakekat Sila 1). Persekutuan hidup tersebut bertujuan mewujudkan harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (Hakekat Sila 2).
Untuk terwujudnya suatu Negara sebagai organisasi hidup manusia membentuk persatuan
(Hakekat Sila 3). Terwujudnya persatuan dalam suatu Negara akan melahirkan rakyat.
Rakyat sebagai asal mula kekuasaan Negara maka Negara harus bersifat demokratis (Hakekat
Sila 4). Untuk mewujudkan tujuan Negara sebagai tujuan bersamadari seluruh warga Negara
harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama
(Hakekat Sila 5). Nilai-nilai inilah yang merupakan nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan,
kebangsaan dan kerakyatan. Dari pengamatan tersebut maka nilai pancasila tergolong nilai
kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai-nilai vital.

Dikarenakan esensi nilai-nilai pancasila adalah bersifat universal maka sangat


dimungkinkan untuk diterapkan pada negara lain, walaupun namanya “bukan” Pancasila.
Bagi Bangsa Indonesia sendiri, nilai-nilai tersebut menjadi landasan, dasar serta motivasi atas
segala perbuatan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hidup kenegaraan.
Dengan kata lain nilai-nilai Panccasila merupakan das Sollen atau cita-cita tentang kebaikan
yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das Sein.
B. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Dasar Fundamental Negara

Secara yuridis nialai-nilai Pancasila berkedudukan sebagai Pokok Kaidah Negara yang
fundamental. Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya mengandung Empat Pokok Pikiran ,
apabila dianalisis maknanya tidak lain adalah penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.

a. Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan,
yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan (penjabaran sila III).
b. Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti bahwa negara berkewajiban mewujudkan
kesejahteraan umum bagi seluruh wraga negara, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar perdamaian abadi dan keadilan sosial
(penjabaran sila V).
c. Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukkan bahwa Negara
Indonesia adalah negara demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan rakyat (penjabaran sila IV).
d. Pokok pikiran keempat bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Ini mengandung arti bahwa negara
Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua agama dalam hidup negara (penjabaran
sila I dan II).

11
Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan dasar fundamental dalam pendirian negara,
yang realisasinya diwujudkan atau dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945 dijabarkan lebih
lanjut dalam berbagai macam perundang-undangan serta hukum positif di bawahnya. Selain
sebgai pokok kaidah negara yang fundamental, Pancasila juga merupakan suatu landasan
moral etika dalam kehidupan negara, sebagaimana ditegaskan dalam pokok pikiran keempat.

2.6 Inti Sila-Sila Pancasila

A. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila ini mengandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan
tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

B. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Sila mengandung nilai-nilai bahwa Negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu, kehidupan kenegaraan harus
mewujudkan tercapainya ketinggian harkat dan martabat manusia. Nilai kemanusiaan
yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya,
bermoral dan beragama.

C. Sila Persatuan Indonesia

Dalam sila Persatuan Indonesia initerkandung nilai bahwa negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Oleh karena itu, perbedaan merupakan bawaan kodrat manusia dan juga
merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara .

D. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan


Perwakilan

Nilai yang terkandung didalamnya adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebgai
makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang bersatu dan bertujuan
mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Oleh karena itu
rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara, sehingga nilai demokrasi yang secara
mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara. Untuk mewujudkan dan mendasarkan
suatu keadilan dalam kehidupan sosial demi tercapainya tujuan bersama.

E. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Makna ini mengandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama
(kehidupan sosial). Konsekuensinya yang harus terwujud dalam kehidupan bersama
adalah meliputi,

12
 Keadilan Distributif yaitu suatu hubungan antara negara terhadap warganya.

 Keadilan Legal (Keadilan Bertaat) yaitu suatu hubungan keadilan antar warga negara
terhadap negara.

 Keadilan Komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan warga
yang lainnya secara timbal balik.

13
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan
sebagai berikut:

1) Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa


Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-
norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling
sesuai bagi bangsa Indonesia.

2) Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
b) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
c) Pancasila sebagai sumber hukum dasar bangsa Indonesia

3.2 Saran

Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara
Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau
mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal
yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah
Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang
terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Rizyan Harahap. 2017. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Makalah. Dalam : Academia, 8
Oktober.

Khaelan, MS. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : PARADIGMA.

Kaderi, Alwi. 2009. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi di


https://core.ac.uk/download/pdf/45258778.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai