Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP


PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN
HIPERTENSI DI PUSKESMAS PETUNG KABUPATEN
PENAJAM PASER UTARA TAHUN 2019

Oleh :
ANDI NURHASNIAWATI
NIM. PO7224319048

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR


PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang medis

atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan

penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah

penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih

cepat. Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500

juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan

mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2010).

Menurut United States Bureau of Cencus pada tahun 1993, Indonesia

termasuk negara berkembang dengan jumlah penduduk lansia relatif lebih

besar, diproyeksikan antar tahun 1990 – 2025 akan naik menjadi 41,4%, suatu

angka tertinggi di seluruh dunia. Pertambahan jumlah lanjut usia secara

bermakna disertai berbagai masalah. Penyakit yang sering dijumpai pada usia

lanjut adalah hipertensi (Ganong, 2010).

Hipertensi merupakan tekanan tinggi di dalam arteri-arteri

(Muhammadun, 2010). Menurut ISH/WHO dan JNC 7 Report 2009, seseorang

dikatakan hipertensi apabila memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan dan mungkin penderita

hipertensi tidak menunjukkan gejala selama bertahun tahun sampai terjadi

kerusakan organ yang bermakna (silent killer) (Price, 2010).


3

Hipertensi merupakan penyakit akibat gangguan sirkulasi darah yang

masih menjadi masalah dalam kesehatan di masyarakat. Semakin tinggi

tekanan darah semakin besar resikonya. Bila penderita hipertensi kurang atau

bahkan belum mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dalam mengontrol

tekanan darah, maka angka mordibitas dan mortalitas akan semakin meningkat

dan masalah kesehatan dalam masyarakat semakin sulit untuk diperbaiki

(Price, 2010).

Hipertensi dapat ditimbulkan dari peningkatan curah jantung (Ganong,

2010). Peningkatan curah jantung dapat terjadi karena adanya peningkatan

denyut jantung, volume sekuncup dan peningkatan pereganggan serat-serat otot

jantung. Dalam meningkatkan curah jantung, sistem saraf simpatis akan

merangsang jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga meningkatkan volume

sekuncup dengan cara vasokontriksi selektif pada organ perifer, sehingga darah

yang kembali ke jantung lebih banyak (Muttaqin, 2009). Apabila hal tersebut

terjadi terus menerus maka otot jantung akan menebal (hipertrofi) dan

mengakibatkan fungsinya sebagai pompa menjadi terganggu. Jantung akan

mengalami dilatasi dan kemampuan kontraksinya berkurang, akibat lebih lanjut

adalah terjadinya payah jantung, infark miokardium atau gagal jantung

(Muhammadun, 2010). Oleh sebab itu hipertensi dapat menjadi ancaman yang

serius terhadap kualitas hidup pada penderita hipertensi apabila kurang atau

tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan adekuat.

Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi telah membunuh 9,4 juta

warga dunia setiap tahunnya Penyakit darah tinggi atau hipertensi cenderung
4

meningkat pada bertambahnya usia, 56% pria dan 52% pada wanita yang

berusia 65 tahun menderita tekanan darah tinggi. Badan Kesehatan Dunia

(WHO) Angka memperkirakan, jumlah penderita hipertensi akan terus

meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025

mendatang, diproyeksikan sekitar 29 persen warga dunia terkena hipertensi.

Prosentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara

berkembang. Data Global Status Report on Noncommunicable Disesases 2015

dari WHO menyebutkan, ada satu milyar orang terkena hipertensi dan 40

persen berada di Negara berkembang, sedangkan negara maju hanya 35 persen.

Kawasan Afrika memegang posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46

persen. Sementara kawasan Amerika menempati posisi buncit dengan 35

persen. Di kawasan Asia Tenggara, 36 persen orang dewasa menderita

hipertensi. Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang

setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan

darah tinggi (Khancit, 2015).

Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menyebutkan, prevalensi hipertensi di

Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar

25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,9 %), diikuti Kalimantan Selatan (30,8

%), dan Kalimantan Timur (29,6 %) (Kemenkes RI, 2018). Menurut Kemenkes

tahun 2018 di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32 persen pada

2018 dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai

42,7 persen, sedangkan 39,2 persen adalah wanita.


5

Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Diskes) Kaltim pada 2017, tercatat

sebanyak 120.844 orang menderita hipertensi, sebanyak 50.283 orang (41.6%)

berjenis kelamin laki-laki dan 70.561 orang (58.4%) berjenis kelamin

perempuan sedangkan sebanyak 83.020 orang (68.7%) diantaranya adalah

lansia.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Paser Utara

angka kejadian hipertensi di Kabupaten Penajam Paser Utara tahun 2017

sebanyak 68.123 penderita (DKK Kaltim, 2017) Sementara data Puskesmas

Petung menyebutkan penyakit hipertensi menempati urutan pertama dari 10

penyakit terbanyak dan angka kejadian penyakit hipertensi terus meningkat,

dilihat dari data tahun 2016 jumlah penderita hipertensi sebanyak 3.278 orang

(16.62%) dari 13.129 orang, tahun 2017 meningkat menjadi 2.354 orang

(22.93%) dari 10.493 orang, sedangkan tahun 2018 periode Januari-Desember

sebanyak 1.431 orang dimana 1.227 orang (85.7%) berusia > 45 tahun (Data

Puskesmas Petung, 2018).

Studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan Oktober tahun 2019

dengan melakukan wawancara terhadap petugas kesehatan di Puskesmas

Petung menjelaskan bahwa penyakit hipertensi banyak diderita oleh lansia dan

selama ini pengobatan yang dilakukan adalah pengobatan farmakologis yaitu

dengan memberikan obat anti hipertensi karena belum pernah dilakukan

pengobatan non farmakologis yang bertujuan untuk membantu mempercepat

penurunan tekanan darah pada lansia.


6

Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan adalah membantu

penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah pada tingkat optimal

dan meningkatkan kualitas kehidupan secara aksimal dengan cara memberi

intervensi asuhan keperawatan, sehingga dapat terjadi perbaikan kondisi

kesehatan. Salah satu tindakan yang dapat diberikan untuk menurunkan

tekanan darah pada penderita hipertensi adalah terapi relaksasi nafas dalam

(deep breathing) (Izzo, 2008). Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep

breathing) pada sistem pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi

pernafasan dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga

terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari (Izzo et al, 2008).

Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus karotis diterima dan

diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat regulasi

kardiovaskuler), selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks

baroreseptor (Muttaqin, 2009). Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat

jantung yang akan merangsang aktivitas saraf parasimpatis dan menghambat

pusat simpatis (kardioakselerator), sehingga menyebabkan vasodilatasi

sistemik, penurunan denyut dan daya kontraksi jantung (Rubin, 2009).

Sistem saraf parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf vagus

melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang menghambat kecepatan

depolarisasi SA node, sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung

(kronotropik negatif). Perangsangan sistem saraf parasimpatis ke bagian-bagian

miokardium lainnya mengakibatkan penurunan kontraktilitas, volume

sekuncup, curah jantung yang menghasilkan suatu efek inotropik negative


7

(Muttaqin, 2009). Keadaan tersebut mengakibatkan penurunan volume

sekuncup, dan curah jantung. Pada otot rangka beberapa serabut vasomotor

mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Akibat

dari penurunan curah jantung, kontraksi serat-serat otot jantung, dan volume

darah membuat tekanan darah menjadi menurun (Muttaqin, 2009).

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan penatalaksanaan

nonfarmakologis terapi relaksasi nafas dalam untuk menurunkan tekanan darah

pada penderita hipertensi, dikarenakan terapi relaksasi nafas dalam dapat

dilakukan secara mandiri, relatif mudah dilakukan dari pada terapi

nonfarmakologis lainnya, tidak membutuhkan waktu lama untuk terapi, dan

dapat mengurangi dampak buruk dari terapi farmakologis bagi penderita

hipertensi. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di Puskesmas Petung, pasien

lansia yang memiliki penyakit hipertensi dan berobat ke Puskesmas hanya

diberikan obat penurun tekanan darah tanpa ada tindakan non farmakologi

yang sebenarnya bisa dilakukan untuk membantu mempercepat penurunan

tekanan darah pasien lansia.

David Anderson serta William J. Elliott dari Chichago's Rush University

Medical Center meneliti bagaimana hubungan bernafas dengan pengaturan

tekanan darah yaitu dengan mengurangi frekuensi bernafas 16-19 kali dalam

satu menit menjadi 10 kali atau kurang secara rutin selama 15 menit per

harinya dapat membantu mengatur tekanan darah dan menurunkan tekanan

darah 10 - 15 poin, hal ini ternyata dapat menjadi pengganti diet, olahraga

ataupun obat-obatan. Sedangkan NIH's Anderson mengatakan, bernafas dalam


8

dan lambat merupakan tindakan relaksasi sehingga pembuluh darah mengalami

dilatasi dan mempengaruhi penurunan tekanan darah (Anonymous, 2006).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang pengaruh terapi relaksasi napas dalam terhadap

perubahan tekanan darah pada pasien lansia dengan hipertensi di Puskesmas

Petung Penajam Paser Utara tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang

menjadi rumusan masalah adalah apakah ada pengaruh terapi relaksasi napas

dalam terhadap perubahan tekanan darah pada pasien lansia dengan hipertensi

di Puskesmas Petung Penajam Paser Utara tahun 2019?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

terapi relaksasi napas dalam terhadap perubahan tekanan darah pada

pasien lansia dengan hipertensi di Puskesmas Petung Penajam Paser Utara

tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis tekanan darah sebelum dilakukan relaksasi napas dalam

pada pasien lansia dengan hipertensi di Puskesmas Petung Penajam

Paser Utara
9

b. Menganalisis tekanan darah sesudah dilakukan relaksasi napas dalam

pada pasien lansia dengan hipertensi di Puskesmas Petung Penajam

Paser Utara

c. Menganalisis pengaruh terapi relaksasi napas dalam terhadap

perubahan tekanan darah pada pasien lansia dengan hipertensi di

Puskesmas Petung Penajam Paser Utara

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Puskesmas Petung Penajam Paser Utara

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan evaluasi tentang

kejadian hipertensi khususnya lansia di Puskesmas Petung dan mengetahui

manfaat relaksasi napas dalam untuk membantu menurunkan tekanan

darah pada pasien hipertensi.

2. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

tentang manfaat relaksasi napas dalam untuk membantu menurunkan

tekanan darah dan dapat diaplikasikan untuk pasien hipertensi.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat menjadi bahan untuk menambah wawasan dan

ilmu pengetahuan tentang relaksasi napas dalam dan manfaatnya untuk

membantu menurunkan tekanan darah.


10

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Almakassary

(2012) dengan judul penelitian pengaruh relaksasi napas dalam terhadap

penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi sedang-berat di Ruang

IRNA C BLU Prof. DR. R. Kandau Manado. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap

penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi sedang-berat. Metode

penelitian menggunakan pra-eksperimen dengan Non-Equivalent Control

Group. Responden berjumlah 30 orang, terdiri dari 15 kelompok

eksperimen, 15 kelompok kontrol, dipilih menggunakan teknik purposive

sampling. Analisa dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test

(α=0,05). Kesimpulan teknik relaksasi napas dalam dapat menurunkan

tekanan darah pada penderita hipertensi sedang-berat.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah baik variabel bebas

maupun variabel terikatnya sama dimana variabel bebas teknik relaksasi

napas dalam dan variabel terikat adalah tekanan darah.Teknik

pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Almakassary adalah

pada jenis penelitian yang digunakan penelitian diatas adalah pra

eksperimen sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan

quasi eksperimen. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian

diatas adalah Non-Equivalent Control Group sedangkan penelitian ini

akan menggunakan two group pretes and post tes group. Teknik analisa
11

data yang digunakan pada penelitian diatas adalah Wilcoxon Signed

Rank Test sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan uji t

independent.

2. Wardani (2015) dengan judul penelitian pengaruh teknik relaksasi napas

dalam sebagai terapi tambahan terhadap penurunan tekanan darah pada

pasien hipertensi tingkat 1 (Studi kasus di Instalasai Rawat Jalan Poli

Spesialis Penyakit Dalam RSUD Tugurejo Semarang). Jenis penelitian

ini adalah Quasy experimental dengan rancangan non-equivalent pre test

and post test control group design. Sampel penelitian diambil dengan

cara purposive sampling yaitu sebanyak 36 pasien rawat jalan dengan

hipertensi tingkat 1 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi selama

bulan November 2014-Februari 2015. Teknik analisis data yang

digunakan adalah uji t berpasangan dan uji Wilcoxon. Dari hasil

penelitian diperoleh p value perbedaan selisih tekanan darah sistolik (pre

test-post test) pada kelompok perlakuan dan kontrol dengan

menggunakan uji Wilcoxon sebesar 0,00 (p < 0,05). Sedangkan nilai p

value perbedaan selisih tekanan darah diastolik (pre test-post test) pada

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji t

berpasangan sebesar 0,00 (p < 0,05). Pengaruh teknik relaksasi nafas

dalam terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi tingkat 1

merupakan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Jenis

penelitian ini adalah Quasy experimental dengan rancangan non-

equivalent pre test and post test control group design. Sampel penelitian
12

diambil dengan cara purposive sampling yaitu sebanyak 36 pasien rawat

jalan dengan hipertensi tingkat 1 yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi selama bulan November 2014-Februari 2015. Teknik analisis

data yang digunakan adalah uji t berpasangan dan uji Wilcoxon. Dari

hasil penelitian diperoleh p value perbedaan selisih tekanan darah sistolik

(pre test-post test) pada kelompok perlakuan dan kontrol dengan

menggunakan uji Wilcoxon sebesar 0,00 (p < 0,05). Sedangkan nilai p

value perbedaan selisih tekanan darah diastolik (pre test-post test) pada

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji t

berpasangan sebesar 0,00 (p < 0,05).

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah baik variabel bebas

maupun variabel terikatnya sama dimana variabel bebas teknik relaksasi

napas dalam dan variabel terikat adalah tekanan darah. Teknik

pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Almakassary adalah

pada metode penelitian yang digunakan pada penelitian diatas adalah

Non-Equivalent Control Group sedangkan penelitian ini akan

menggunakan two group pretes and post tes group.Teknik analisa data

yang digunakan pada penelitian diatas adalah uji t berpasangan dan

Wilcoxon Signed Rank Test sedangkan penelitian yang akan dilakukan

menggunakan uji t independent.


13

Anda mungkin juga menyukai