Disusun Oleh :
Puji Astuti
A. Pendahuluan
Saat ini, fungsi ginjal dapat didukung dengan beragam metode dan skenario
klinis, baik pada pasien rawat jalan maupun sakit kritis. Terapi penggantian ginjal
(TPG) dapat dilakukan secara intermitten maupun secara continous menggunakan
metode extracorporeal (hemodialisis) atau paracorporeal (dialisis peritoneal).
Umumnya pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK) stadium 4-5 (perkiraan laju
filtrasi glomerulus (eGFR) <30 ml / menit / 1,73 m2) atau dengan stadium 3 dan fungsi
ginjalnya memburuk dengan cepat harus dirujuk untuk penilaian oleh nephrologis.
Idealnya pasien harus dirujuk setidaknya satu tahun sebelum mereka dapat diantisipasi
untuk memerlukan terapi pengganti ginjal. Tiga pilihan untuk terapi penggantian ginjal
yang tersedia untuk pasien dengan stadium akhir penyakit ginjal. Tiga pilihan untuk
terapi penggantian ginjal yang tersedia untuk pasien dengan stadium akhir penyakit
ginjal: perawatan konservatif dan kontrol gejala, dialisis (dialysis peritoneal atau
hemodialisis), transplantasi ginjal (donor hidup atau donor kadaver).
3. Transplantasi Ginjal
Data epidemiologi global dari beberapa tahu lalu melaporkan bahwa penderita
gagal ginjal tahap akhir yang yang harus mendapatkan terapi pengganti ginjal terus
bertambah. Diperkirakan terdapat 1.4 juta penderita gagal ginjal tahap akhir dan
penambahan pasien baru 8% tiap tahun. Di Inggris terdapat 47.000 orang yang
mendapatkan terapi pengganti ginjal. Di Amerika Serikat terdapat 250.000
penderita transplantasi ginjal, 6037 penderita mendapat donor dari living donor dan
sisanya dari cadaveric donor. Transplantasi ginjal dapat menghemat biaya yang
sangat bermakna dari penderita PGA tahap akhir dibandingkan dengan yang
menjalani dialisis. Keberhasilan tansplantasi ginjal menjadikan kualitas hidup
penderita PGA tahap akhir lebih baik. Penderita nefropati diabetik dan anak-anak
sangat disarankan untuk transplantasi ginjal. Kendala untuk transplantasi ginjal
adalah minimnya donor, sehingga harus menunggu daalm waktu lama. Kegagalan
transplantasi ginjal disebabkan oleh rejeksi kronik,disfungsi graft, dan nefrotoksik
sehingga penderita memerlukan dialisi lagi atau mencari donor baru. Indikasi, PGK
stage 5, usia 13-60 tahun. Kontra indikasi relative ;berumur lebih dari 65 tahun,
kanker, infeksi akut (tuberkolosis, infeksi saluran kemih, hepatitis B dan C),HIV
dan obesity.
Daftar Pustaka
Fleming GM. Renal Replacement Therapy Review: Past, present and future. Organogenesis
2011; 71: 2-12.
JustPM, Riella MC,Tschosik EA, Noe LL, Bhattacharyya SK, deCharro F. Economic
evaluations of dialysis treatment modalities. Health Policy 2008;86:163-80.
Edelstein CL. Biomarkers of acute kidney injury. Adv Chronic Kidney Dis 2008;15:222-34. 4.
Jha V. Periotoneal dialysis in India: current status and challenges. PeritDial Int 2008;28:36-
41.
Yu AWY, Chau KF, Ho YW, Li PKT. Development of the “Peritoneal Dialysis First” model
in HongKong. Perit Dial Int 2007;27:53-5.
Ma TM, Walker RE, Eggleton K, Marshall MR. Cost comparison between sustained low
efficiency daily dialysis/ diafiltration (SLEDD) and continuous renal replacment
therapy(CRRT) for ICU patients with ARF. Nephrology 2002;7:54.
Rauf AA, Long KH,Gajic O, Anderson SS, Swaminathan L, Albright RC. Renal replacement
therapy for acute renal failure in intensive care unit:An observational outcomes
analysis. JIntCareMed 2008;23:195-203.
Dixon BF and Vecihi B. Assessment and Mangement of Renal Transplantation Patient.
Medscape, update Jul 21,2015.
Pau TRT, Michelle W, Nadey H, David T, and Vassilios P. Renal Transplantation. BMJ
2011;343, pp 1-8.
ADEKUASI HEMODIALISA
Dimana :
1. Ln adalah logaritma natural.
2. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis
3. t adalah lama waktu dialisis dalam jam.
4. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
5. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg.
Penghitungan dilakukan sesuai dengan Rumus Linier Daugirdas yang lebih sederhana
berupa:
Kt/V = 2,2 – 3,3 (R-0,03) - UF/W)
Dimana :
1. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis.
2. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
3. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kilogram.
4. Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8 dihubungkan
dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V1,0-1,2 dihubungkan dengan
mortalitas yang rendah. Batasan minimal Kt/V ialah lebih dari 1,2 untuk penderita
yang menjalani hemodialisis 3 kali seminggu. Sedangkan untuk kelompok penderita
diabetes, Collins menganjurkan menaikkan Kt/V menjadi 1,4. Hemodialisis 2 kali
seminggu hanya dilakukan untuk sementara dan hanya untuk penderita yang masih
mempunyai klirensia > 5 ml/menit.
Rumus-rumus sebelumnya :
- Kt/V = Ln(BUN sebelum HD/BUN sesudah HD) (Gotch,1985)
- Kt/V = 0,04 PRU-1,2 (Jindal,1987)
BUN sebelum HD – BUN sesudahHD
- Kt/V = (Barth, 1988)
BUN mid
Pada umumnya kita akan memberikan jumlah dialisis maksimum yang bisa
diterima penderita dalam waktu tertentu. Idealnya memakai dializer dengan nilai
KoA tinggi untuk seluruh penderita, bahkan untuk penderita kecil dan untuk wanita.
Pemakaian dializer KoA tinggi dan penggunaan larutan dialisis bikarbonat tidak
akan mengakibatkan peningkatan efek samping.
Dializer KoA tinggi biasanya relatif lebih mahal. Di beberapa tempat dimana
pemakaian ulang tidak tersedia, dan biaya yang tinggi melemahkan pemakaian
dialyzer ini. Juga dibeberapa tempat yang masih menggunakan larutan dialisis asetat,
pemakaian dializer KoA tinggi bisa meningkatkan efek samping. Terlepas dari
biaya, dializer KoA tinggi (KoA >700) perlu dipakai pada pasien besar, terutama
penderita pria yang besar yang padanya V yang ditafsirkan >45 liter. Pada penderita
besar dialysis selama 4 jam, memakai dializer KoA rendah, walaupun kecepatan
aliran darah tinggi tidaklah mungkin memadai.11 Dializer KoA tinggi juga perlu
dipakai dalam dialysis singkat (<3,5 jam). Kecepatan aliran darah yang tinggi dan
menggunakan dialiser KoA rendah tidak akan memberikan dialisis yang memadai.
Pemakaian kecepatan aliran darah yang tinggi, dialiser KoA tinggi, dan durasi
dialisis pendek bisa memberikan penghilangan ureum yang memadai tetapi tidak
selalu menjamin klearensi yang memuaskan dari bahan berat molekul yang lebih
besar, karena penghilangan bahan ini tidak meningkat dengan kecepatan aliran darah
yang tinggi. Pada saat ini banyak pusat dialisis yang memakai dializer besar dengan
membran fluks tinggi, yang memiliki klearensi molekul tengah yang lebih tinggi dari
pada dialiser yang lama. Beberapa pusat dialisis masih mendukung pendekatan
dialysis yang lama dan lambat dengan memakai dializer KoA rendah serta kecepatan
arus darah relatif rendah, dan lama dialisis 4 jam atau lebih dan memberikan Kt/V
³1,0.
Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa perlunya pemberian dosis HD
yang maksimum agar tercapai target AHD, seperti penelitian Port FK dkk
melaporkan bahwa penderita dengan RRU >75% dibanding RRU 70-75%
mempunyai resiko relatif lebih rendah daripada RRU 70-75% pada penderia berat
badan rendah dan sedang. Wood HF dkk membandingkan membran high-flux dan
membran low-flux polysulfone, mendapatkan bahwa membran high-flux
menurunkan resiko mortalitas pada penderita non diabetetes.
DAFTAR PUSTAKA
Basile C, Casino F, Lopez T. Percent reduction in blood urea concentration during dialysis
estimates Kt/V in a simple and accuracy way. Am J of Kidney Dis, 1990; 15: 40 - 45
Bloembergen WE, Stannard D, Port FK, Wolfe RA, Pugh JA, dkk. Relationship of dose of
hemodialysis and cause specific mortality. Kidney Int. 1996; 50: 557 - 565.
Hakim RM, Depner Ta, Parker III TF. Adequacy of hemodilaysis. Am J. of Kidney Dis. 1992;
20: 107 - 123
Hakim RM. Influence of high-flux biocompatible membrane on carpal tunnel syndrome and
mortality. Am J of Kidney Dis, 1988; 32: 338-343
Kuhlmann MK, Konig J, Riegel W, Kohler H. Gender –specific differences in dialysis quality
(Kt/V): `big men` are at risk of inadequate haemodialysis treatment. Nephrol. Dial.
Transplant, 1999; 14; 147-53