Bab3
Bab3
BAB III
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH
3.1.2 Konduksi
Jika salah satu ujung sebuah batang logam diletakkan di dalam nyala api, sedangkan
ujung yang satu lagi dipegangm bagian batang yang dipegang ini akan terasa makin lama
makin panas walaupun tidak kontak langsung dengan nyala api itu. Dalam hal ini
dikatakanlah bahwa panas sampai di ujung batang yang lebih dingin secara konduksi
sepanjang atau melalui bahan batang itu. Konduksi panas hanya dapat terjadi dalam suatu
benda apabila ada bagian-bagian benda itu berada pada suhu yang tidak sama, dan arah
alirannya selalu dari titik yang suhunya lebih tinggi ke titik yang suhunya lebih rendah.
(Fisiska Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky Halaman 391)
Gradien suhu di sembarang titik dan sembarang waktu didefinisikan sebagai cepatnya
perubahan suhu t sesuai dengan jarak x di sepanjang batang.
Gradien suhu= dt/dx
Konduktivitas termal k bahan batang itu didefinisikan sebagai arus panas (negatif) per
satuan luas yang tegak lurus pada arah aliran, dan per satuan gradien suhu
H
K =- dt .............................................................................................................. (3-1)
A( )
dx
Tanda negatif dimasukkan kedalam definis, sebab H adalah positif (panas mengalir dari
kiri ke kanan). Jadi, k merupakan besaran positif. Persamaan di atas lebih biasa ditulis
dt
K = -kA dx .............................................................................................................. (3-2)
3.1.3 Konveksi
Konveksi dipakai untuk perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain akibat
perpindahan bahannya sendiri. Tungku udara panas dan sistem pemanasan dengan air panas
adalah dua contohnya. Jika bahan yang dipanaskan dipaksa bergerak dengan alat peniup atau
pompa, prosesnya disebut konveksi yang dipaksa kalau bahan itu mengalir akibar perbedaan
rapat massa, prosesnya disebut konveksi. (Fisiska Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky
Halaman 395)
Dimana :
Q = laju perpindahan panas dengan cara konveksi, (Watt)
As = luas perpindahan panas, (m²)
Ts = Temperarur permukaan benda padat, (K)
T∞ = Temperatur fluida yang mengalir jauh dari permukaan, (K)
h = koefisien perpindahan panas konveksi, (W/m²K)
Gambar 3.2 Aliran eksternal udara dan aliran internal air pada suatu pipa/saluran
Sumber: Cengel. (2002, p.10)
3.1.4 Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi terus-menerus dari permukaan semua benda. Energi ini
dinamakan energi radian dan dalam bentuk gelombang elektromagnet. Gelombang ini
bergerak secepat kecepatan cahaya dan dapat melewati ruang hampa, dan juga melalui udara.
(Fisiska Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky Halaman 398)
Tingkat maksimum radiasi yang dapat dipancarkan permukaan pada suhu Ts mutlak
diberikan oleh hukum Stefann-Boltzmann dapat dilihat pada persamaan 3-4.
Dimana :
σ = konstanta Stefann-Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m2 K4).
𝐴𝑠 = luas perpindahan panas, (m²)
Radiasi yang dipancarkan oleh semua permukaan nyata lebih kecil dari radiasi yang
dipancarkan oleh benda hitam pada suhu yang sama, dan dinyatakan sebagai :
Dimana :
ε = emisivitas permukaan yang besarnya diantara 0 ≤ ε ≤ 1
Keterangan:
𝛼 = diffusitivitas termal (m2/s)
k = panas yang diberikan (W/mk)
ρCp = kemampuan penyimpanan panas (J/m3·°C)
Bahan yang memiliki konduktivitas panas yang tinggi atau kapasitas panas yang rendah
jelas akan memiliki difusivitas termal besar. Semakin besar difusivitas termal, semakin cepat
penyebaran panas ke medium. Nilai difusivitas termal yang kecil berarti panas yang sebagian
besar diserap oleh material.
Salah satu cairan dalam heat exchanger double-pipa mengalir melalui pipa yang
lebih kecil, sementara cairan lainnya mengalir melalui ruang annular antara dua pipa. Dua
jenis pengaturan aliran yang mungkin dalam double-pipeheat exchanger yaitu dalam aliran
parallel, baik cairan panas dan dingin memasuki heat exchanger pada arah yang sama
sehingga bergerak ke sartu arah yang sama. Dalam aliran counter, cairan panas dan dingin
dimasukkan dari sisi yang berbeda sehingga aliran yang terjadi adalah berlawanan. Tipe lain
dari heat exchanger, yang dirancang khusus untuk mewujudkan besar luas permukaan
Variabel i dan o mewakili permukaan dalam dan luar dari tabung bagian dalam. Untuk
heat exchanger double pipa memiliki Ai = πDi L dan Ao = πDo L dan tahanan panas tabung
dalam situasi ini adalah
𝐷𝑜
ln( )
Rwall = 𝐷𝑖
................................................................................................................(3-7)
2πkL
Dimana :
K = Konduktivitas Termal (W/mK)
L = Panjang Tabung (m)
𝐷𝑜
1 ln( ) 1
R=Rtot +Rwall +Ro = + 𝐷𝑖
+h .......................................................................(3-8)
h1 A1 2πkL 0 A0
Ai = Luas permukaan dalam dari dinding yang memisahkan dua cairan (m)
A𝑜 = Luas permukaan luar dinding (m)
Tabel 3.2
Kombinasi eksperimen
Hot Water Cold Water Hot Cold
Water Water
A Laminer Laminer E Laminer Laminer
1) Set Temperatur
Atur temperatur air panas pada head tank dengan TEMP.SET pada control unit.
Tunggu hingga pembacaan termometer air panas mencapai stabil.
2) Set Aliran Laminer dan Turbulen
Dengan mengatur katup no (3) dan (19) atur debit air panas dan air dingn sesuai
dengan tabel berikut :
Tabel 3.3
Turbulen dan laminer
LAMINAR TURBULENT
Flow Rate Meter ≤ 30 I / h ≥ 100 I / h
(Hot Water)
Flow Rate Meter ≥ 150 I / h ≤500 I / h
(Cold Water)
Sumber: Modul Praktikum Laboraturium Fenomena Dasar Mesin
3) Pengukuran
Ukurlah nilai 𝑇1 , 𝑇2 , 𝑡1 , 𝑡2 W dan w dan tulis data dalam lembar pengambilan
data yang telah disediakan.
4) Perhitungan
a) Hitung nilai ∆𝑡𝑚 dengan persamaan (4) dan (5)
Qw = qw
W . Cp . (T1 – T2) = w . Cp . (t2 – t1)
Qw = W . Cp . (T1 - T2)
= 30 kg/jam . 1 kcal/kgoC . (80oC – 38 oC)
= 1260 kcal/jam
qw = w . Cp . (t2 - t1)
= 150 kg/jam . 1 kcal/kgoC . (37 oC – 30 oC)
= 1050 kcal/jam
Dimana :
Qw = Kalor yang dilepas ( kcal / jam)
qw = Kalor yang diterima (kcal / jam)
T = Temperatur fluida yang bertemperatur tinggi (oC)
t = Temperatur fluida yang bertemperatur rendah (oC)
W = Massa alir fluida bertemperatur tinggi (kg/jam)
w = Massa alir fluida bertemperatur rendah (kg/jam)
Cp = Panas spesifik (kcal/ kgoC)
Jika ditentukan rata – rata perbedaan temperatur antara kedua fluida sebagai ∆Tm, maka
jumlah panas (q)
q = A . U . ∆Tm
qw+Qw
q=
2
1050+1260
q= 2
Dimana :
Q = Jumlah panas yang ditukar (kcal/jam)
Dimana :
∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)
T = Temperatur fluida bertemperatur tinggi (oC)
t = Temperatur fluida bertemperatur rendah (oC)
Dimana :
∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)
T = Temperatur fluida bertemperatur tinggi (oC)
t = Temperatur fluida bertemperatur rendah (oC)
A = π.d.l
A = 3,14 x 0,017 x 1
= 0,0538
Dimana:
d = diameter pipa (cm)
l = panjang pipa (m)
q
U = A∆Tm
1155
U = 0,0538.9,233248262
= 52325,11906 kcal/cm2jamoC
Dimana:
q = jumlah panas yang ditukar (kcal/h)
A = luas penampang (m2)
W . Cp . (T1 – T2)
ε=
w . Cp . (T1 – t1)
30 . 1 . (80-40)
ε= 150 . 1 . (80-32)
= 16,7 %
Dimana :
𝜀 = Nilai efektivitas heat exchanger
W = Laju alir fluida bertemperatur tinggi (kg/jam)
Cp = Panas Spesifik (kcal/kgoC)
W
Rew = 2,080 X 10-5 vh
30
Rew = 2,080 X 10-5
0,4849 ×10-6
= 1287
w
Rew = 7,584 X 10-5
vl
150
Rew = 7,584 X 10-5
0,75395 × 10-6
= 3018
Dimana :
Rew = Bilangan Reynolds
W = Laju alir fluida bertemperatur tinggi (kg/jam)
vh = Viskositas kinematik (m2/s) pada temperatur rata – rata air Panas
vl = Viskositas kinematik (m2/s) pada temperatur rata – rata air dingin di dalam tabung
Gambar 3.5 Pengaruh Regime Aliran dan Arah Aliran Terhadap Koefisien Perpindahan
Panas
Diagram diatas merupakan diagram yang menunjukkan pengaruh regime aliran dan arah
aliran terhadap koefisien perpindahan panas. Sumbu X mewakili regime aliran dan arah
aliran, sedangkan sumbu y mewakili koefisien perpindahan panas. Diagram berwarna biru
menunjukkan variasi arah parallel flow dan diagram berwarna jingga menunjukkan variasi
arah counter flow.
Regime A memiliki jenis aliran laminar pada air panas dan air dingin, dengan
koefisien perpindahan panas sebesar 27,1017974 Kcal/cm2 jam °C
Regime B memiliki jenis aliran turbulen pada air panas dan laminar pada air dingin,
dengan koefisien perpindahan panas sebesar 85,1920267 Kcal/cm2 jam °C
Regime C memiliki jenis aliran laminar pada air panas dan turbulen pada air dingin,
dengan koefisien perpindahan panas sebesar 55,1550533 Kcal/cm2 jam °C
Regime D memiliki jenis aliran turbulen pada air panas dan air dingin, dengan
koefisien perpindahan panas sebesar 91,2157318Kcal/cm2 jam °C
Regime E memiliki jenis aliran laminar pada air panas dan air dingin, dengan
koefisien perpindahan panas sebesar 20,7566465 Kcal/cm2 jam °C
q
U= AΔtm
Q = W × Cp × ∆t
Jumlah panas yang ditukar (q) dipengaruhi massa alir dan selisih suhu, namun pada
kasus ini massa alir sangat mempengaruhi karena semakin banyak massa alir, semakin cepat
pula perpindahan yang terjadi. Dari dasar teori didapatkan bahwa untuk mencari
perpindahan panas dari yang terbesar, kita dapat mengalikan massa alir dari regime aliran.
Didapatkan urutan teoritis D, B, C, A untuk parallel flow dan H, F, G, E untuk counter flow.
Dari data praktikum yang kami dapatkan, baik counter flow maupun parallel flow sesuai
dengan dasar teori yang telah dibahas sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan dasar teori
karena koefisien perpindahan panas berbanding lurus dengan kecepatan aliran.
Gambar 3.6 Pengaruh Regime Aliran dan Arah Aliran Terhadap Efektivitas Heat
Exchanger
Grafik diatas merupakan grafik yang menunjukkan pengaruh regime aliran dan arah
aliran terhadap efektivitas heat exchanger. Sumbu x mewakili regime aliran dan arah aliran,
sedangkan sumbu y mewakili efektivitas heat exchanger. Diagram berwarna biru
menunjukkan variasi arah parallel flow dan grafik berwarna jingga menunjukkan variasi
arah counter flow.
Regime A memiliki jenis aliran laminar pada air panas dan air dingin, dengan
efektifitas Heat Exchanger sebesar 16,8 %
Regime B memiliki jenis aliran turbulen pada air panas dan laminar pada air dingin,
dengan efektifitas Heat Exchanger sebesar 6,15 %
Regime C memiliki jenis aliran laminar pada air panas dan turbulen pada air dingin,
dengan efektifitas Heat Exchanger sebesar 61,1111111 %
Regime D memiliki jenis aliran turbulen pada air panas dan air dingin, dengan
efektifitas Heat Exchanger sebesar 20,8333333 %
Regime E memiliki jenis aliran laminar pada air panas dan air dingin, dengan
efektifitas Heat Exchanger sebesar 16,6666667 %
Regime F memiliki jenis aliran turbulen pada air panas dan laminar pada air dingin,
dengan efektifitas Heat Exchanger sebesar 49,6453901 %
Dari grafik diatas, pada parallel flow terlihat semakin tinggi suhu (T1 -T2 ) maka
semakin tinggi nilai kuantitas aktual panas yang ditukar dan semakin kecil suhu (T1 -t1 ) maka
semakin kecil nilai kuantitas ideal panas yang ditukar akan membuat efektivitasnya semakin
tinggi. Pada dasar teori yang memiliki efektivitas paling tinggi adalah air panas laminar dan
air dingin turbulent counter flow. Hal ini dikarenakan pada counter flow, akan terjadi
pertukaran panas di setiap titik pertemuan aliran sehingga perpindahan panas bisa lebih
cepat. Karena aliran air dingin turbulent yang mempunyai kecepatan tinggi akan terus
menerus bertemu dengan titik-titik air panas laminar. Dengan kecepatan yang tinggi
perpindahan panas yang terjadi akan jauh lebih cepat. Di dapati urutan efektifitas terbesar
berdasarkan dasar teori adalah G,E,H,F pada aliran counter dan C,A,D,B pada aliran paralel.
Dari grafik diatas diperoleh urutan berdasarkan pengolahan data praktikum yaitu
G,F,H,E pada aliran counter dan C,D,A,B pada aliran paralel. Didapati adanya
penyimpangan dari dasar teori yang dapat terjadi karena pada saat praktikum air belum
mencapai suhu ruang tetapi sudah dilakukan percobaan selanjutnya.
3.6.2 Saran
1. Untuk praktikum mungkin waktunya lebih lama agar data lebih valid.
2. Untuk laboratorium, dapat memeriksa kondisi alat sebelum praktikum.
3. Untuk asisten, sebaiknya lebih menyelaraskan ketentuan dalam penyusunan laporan.
4. Untuk praktikan, sebelum asistensi dapat mempersiapkan materi terlebih dahulu.
Avallone, Eugene. 2007. Mark’s Standard Handboook for Mechanical Engineers. New
York: McGraw Hill.
Beer et. al. 2002. Mechanic of Materials. Boston: McGraw Hill
Cengel, Yunus 2003 Heat transfer-solutions manual. New York: McGraw Hill
Darjat. 2009.Rangkaian Litstrik . Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Kelly, Graham. 2000. Fundamental of Mechanical Vibration. Boston: McGraw Hill
Kompas.(2015, 1 Juli).Autofeather failure.Web 27 November 2017 dari
http://tekno.kompas.com/read/2015/07/01/14535907/.Autofeather.Failure.Momok.bagi
.Pesawat.Baling-baling
Modul Praktikum Fenomena Dasar Mesin Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya 2018
Stephen P. Timoshenko. 1997 Mechanics of Materials.Michigan: PWS Pub Co.,1997
Sudjito. 2000 Analisis Getaran. Bandung: Eresco
Widodo. 2004. Interfacing Komputer dan Mikrokontroler. Elex Media Komputindo : Jakarta
White, Frank. 2003 Fluids Mechanics-physic. Jakarta: Erlangga
LAMPIRAN