Anda di halaman 1dari 11

PERBEDAAN KEPUASAN PERKAWINAN ANTARA WANITA

YANG MENGALAMI INFERTILITAS PRIMER


DAN INFERTILITAS SEKUNDER

Nurul Hidayah, Noor Rochman Hadjam


Fakultas Psikologi UAD, Fakultas Psikologi UGM

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan kepuasan perkawinan antara wanita
yang mengalami infertilitas primer dan infertilitas sekunder, dengan mempertimbangkan stres
infertilitas. Subjek penelitian berjumlah 50 orang wanita infertil yang menjadi pasien di
tempat praktek dokter Kasirun Kasim Putranto, Sp.OG. yang terdiri dari 34 wanita infertil
primer dan 16 wanita infertil sekunder.
Data diperoleh melalui hasil pengisian Skala Kepuasan Perkawinan, Skala Stres
Infertilitas, dan Angket Infertilitas. Penelitian bersifat kuantitatif. Uji analisis dilakukan
menggunakan perangkat lunak SPSS 12 version.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kepuasan
perkawinan antara wanita yang mengalami infertilitas primer dengan wanita yang mengalami
infertilitas sekunder (F=0,341, p=0,562 (p>0,05).
Kata-kata kunci: kepuasan perkawinan, infertilitas, stres

Abstract
The purpose of this research was to find out the difference of marital satisfaction between
primary infertile female and secondary infertile female, with considering infertility stress. This
research involved 50 infertile females, consist of 34 primary infertile females and 16 secondary
infertile females. The subjects involved were patients at dr. Kasirun Kasim Putranto, Sp.OG’s
Clinic (an obstetrician and gynecologist’s clinic).
The data were obtained through Marital Satisfaction Scale, Infertility Stress Scale, and
Infertility Questionnaire. Quantitative analytical test was done by application of SPSS version
12 software.
The result of this research indicated that there was no significant differences of marital
satisfaction between primary infertile female and secondary infertile female (F=0,341, p=0,562
(p>0,05).
Key Words: marital satisfaction, infertiltiy, stress

Perbedaan Kepuasan Perkawinan ......... (Nurul Hidayah, Noor Rochman Hadjam) \ 7[


[
Pendahuluan pasangan suami isteri yang mandul dianggap
kurang memiliki martabat di dalam
Tujuan dilaksanakannya perkawinan
komunitasnya.
oleh pasangan suami isteri adalah membentuk
keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah Alasan khusus untuk memiliki anak
(QS ar-Ruum: 21) atau keluarga yang bahagia mungkin berbeda antara individu yang satu
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha dengan individu yang lain. Hasil penelitian dari
Esa (UU Perkawinan no. 1 tahun 1974). Hoffman (dalam Laswell dan Laswell, 1987)
Membentuk keluarga yang bahagia erat dan Sumapraja (1980) menunjukkan bahwa
hubungannya dengan masalah keturunan anak memiliki keuntungan baik dari segi
(Penjelasan UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1). agama, ekonomi, psikologis, dan sosial.
Kebahagiaan seringkali diartikan sebagai Dalam realisasinya tidak semua
tercapainya tujuan hidup, sementara tujuan pasangan mudah memperoleh keturunan
utama berlangsungnya suatu pernikahan seperti yang diharapkan. Di tengah gencarnya
adalah mengembangkan keturunan (Ummi No. pencanangan program pembatasan kelahiran
5/XV/2003). (keluarga berencana) di berbagai penjuru
Diperolehnya keturunan sangat dunia ternyata ada kelompok pasangan suami
didambakan oleh tiap pasangan suami isteri isteri yang justru mengalami kesulitan untuk
karena akan menyambung generasi manusia. memperoleh anak (pasangan infertil). Jumlah
Seseorang yang meninggal tanpa meninggalkan mereka tidak dapat dikatakan sedikit (Kasdu,
anak maka namanya menjadi terputus 2002). The World Health Organization (WHO)
(Suwaid, 2004). Anak juga merupakan memperkirakan sekitar 8-10% pasangan usia
tumpuan harapan orangtuanya, bahkan ada subur mengalami masalah kesuburan. Di
yang secara ekstrim menjadikan anak sebagai Indonesia, pada tahun 2000, dari sekitar 30
sarana untuk mewujudkan ambisinya. juta pasangan usia subur terdapat 3-4,5 juta
atau sekitar 10-15 % pasangan yang memiliki
Menurut ajaran agama Islam, apabila
seseorang memiliki anak yang saleh, doa-doa problem kesuburan.
dari anak yang saleh tersebut akan menjadi Bertahun-tahun pasangan yang
amal jariyah yang pahalanya terus mengalir mengalami infertilitas ini menikah namun
meskipun orangtuanya sudah meninggal dunia. tidak kunjung memperoleh keturunan.
Bahkan anak yang meninggal ketika masih Berbagai upaya sudah mereka tempuh, baik
dalam kandungan atau masih kanak-kanak berobat secara medis maupun non medis. Ada
dapat memberikan syafaat dengan seijin Allah pasangan yang akhirnya memperoleh
di akhirat nanti (Al-Ghazali, 1997). keturunan, namun banyak juga yang belum
Albrecht, dkk (1997) menyatakan berhasil.
bahwa norma budaya masih menghendaki Pihak isteri kerapkali mendapatkan
wanita harus menjadi ibu. Payne (dalam Burns stigmatisasi apabila dalam suatu pernikahan
dan Covington, 1999) menegaskan anggapan belum juga dikaruniai anak (Kartono, 1992;
kultural yang sangat kuat bahwa masyarakat Rahmani dan Abrar, 1999). Hal ini terlihat
sering menanyakan “berapa jumlah anak yang bahwa isteri seringkali merupakan pihak yang
dimiliki” dan “kapan mempunyai anak” kepada pertama kali dan seringkali disuruh untuk
pasangan suami isteri daripada menanyakan memeriksakan diri ke dokter. Di negara-negara
“apakah mereka ingin memiliki anak”. Timur, seperti di Sudan, nilai wanita diukur
Wawancara penulis terhadap sejumlah dengan kesuburannya. Infertilitas dapat
pasangan suami isteri menunjukkan bahwa memicu terjadinya perceraian (www.cirp.org,

\ 8[
[ Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 7 - 17
22 Juni 2005). Demikian pula di Indonesia, perempuan infertil lebih berkemungkinan
pasangan yang tidak memiliki anak dapat untuk dicerai atau dimadu, distigmatisasi,
membawa konsekuensi berupa perceraian menjadikan infertilitas sebagai sumber “rasa
(Rahmani dan Abrar, 1999). malu”, menghabiskan banyak waktu dan biaya
Sebetulnya secara realita, pihak suami untuk mengatasi infertilitas yang dialami, serta
juga berpeluang untuk mengalami infertilitas. sulit untuk menemukan peran yang penuh di
Menurut Williams dkk (1992) dan Kasdu dalam komunitasnya.
(2002), masalah infertilitas tersebut 35-40% Berbeda dengan pernyataan di atas,
disebabkan oleh pria, 35-40 % disebabkan Judson (1963) justru menyatakan bahwa pada
oleh wanita, 20% disebabkan keduanya, dan dekade-dekade terakhir ini lebih dari 60%
10% tidak diketahui penyebabnya. kasus perceraian dialami oleh pasangan yang
Hal inilah yang mengakibatkan wanita sudah memiliki anak. Penelitian Callan (1987)
infertil lebih rentan untuk menghadapi stres. serta Waldron dan Routh (dalam Sujono, 1991)
Pihak wanita sering mengalami kecemasan, menyimpulkan bahwa para isteri yang tidak
depresi, dan kelelahan yang berkepanjangan memiliki anak, baik yang dikehendaki maupun
(Kasdu, 2002). Kondisi tersebut diperparah karena mandul, secara umum tetap merasa
oleh serangkaian pemeriksaan dan pengobatan puas dengan kehidupan perkawinan mereka.
secara medis yang harus dijalani oleh sang Bagi mereka memiliki anak bukanlah tujuan
isteri, rasa bersalah dan kecewa, tekanan dari utama dalam sebuah perkawinan. Hubungan
suami yang cenderung menyalahkan maupun suami isteri yang harmonis lebih penting
kurangnya dukungan sosial (Ummi No. 5/XV/ daripada anak.
2003). Diperkirakan bahwa ada perbedaan
Penelitian dari Domar dkk (2000) kepuasan perkawinan ditinjau dari jenis
menunjukkan bahwa infertilitas pada wanita infertilitas yang dialami. Jenis infertilitas
akan mengakibatkan stres yang disebut sebagai dibedakan menjadi infertilitas primer dan
stres infertilitas. Stresor-stresor potensial yang infertilitas sekunder (Mullens, 1990).
dihadapi adalah tekanan dari para kenalan dan Infertilitas primer ditujukan bagi pasangan
sahabat, sedangkan stresor-stresor tambahan yang pihak isteri belum pernah hamil sama
mulai muncul bila mereka memutuskan untuk sekali, sementara infertilitas sekunder
memeriksakan diri secara medis dan mengenali ditujukan bagi pasangan yang pihak isteri
pernah hamil meskipun mengalami keguguran
faktor-faktor penyebabnya (Ratna, 2000).
atau bayi lahir mati. Diasumsikan bahwa
Stres infertilitas yang tinggi dapat wanita yang mengalami infertilitas primer lebih
mempengaruhi hubungan dengan pasangan berkurang kepuasan perkawinannya
menjadi kurang harmonis. Ryder (dalam dibandingkan wanita yang mengalami
Laswell dan Laswell, 1987) menjelaskan infertilitas sekunder. Hal ini disebabkan
bahwa keberadaan anak memang mereka belum memiliki kepastian dapat
mempengaruhi kepuasan perkawinan. mengalami kehamilan atau tidak. Adapun pada
Ketidakhadiran anak dalam rumah tangga wanita yang mengalami infertilitas sekunder,
sering menimbulkan konflik-konflik rumah meskipun belum mempunyai anak mereka
tangga yang berkepanjangan. Konflik-konflik terbukti dapat hamil dan merasa sebagai wanita
itu dapat berujung pada perceraian. yang normal. Faktor penyebab infertilitas
Hasil penelitian Hull dan Tukiran (1976) sekunder relatif lebih mudah ditemukan,
mengenai infertilitas di Indonesia menguatkan misalnya karena terkena infeksi vir us
permasalahan di atas. Ditemukan bahwa toksoplasma, sehingga pengobatan yang

Perbedaan Kepuasan Perkawinan ......... (Nurul Hidayah, Noor Rochman Hadjam) \ 9[


[
sesuai dapat segera ditemukan dan selanjutnya ideologi (ideological congruence), keintiman, dan
pasangan dapat mempersiapkan kehamilan taktik interaksi (Clayton 1975).
berikutnya dengan lancar. Dengan demikian Snyder (1979) mengemukakan bahwa
pasangan infertil sekunder memiliki harapan ada beberapa aspek yang bisa dijadikan tolok
yang lebih tinggi untuk mempunyai anak. ukur kepuasan perkawinan yaitu: (a)
Meskipun demikian, ada juga pasangan kecenderungan untuk menilai perkawinan
infertil primer yang menurut pengamatan dengan kriteria yang diidealkan oleh
penulis relatif tidak mengalami stres sehingga masyarakat; (b) kepuasan individu terhadap
menjalani kehidupan perkawinan mereka perkawinan secara umum; (c) kepuasan
secara harmonis, bahkan ada yang sudah individu terhadap afeksi dan pengertian yang
memasuki dekade kedua dari usia perkawinan diberikan oleh pasangan; (d) efektivitas
tanpa ada masalah yang berarti. Justru ada komunikasi untuk memecahkan masalah dan
pasangan infertil sekunder mengalami stres kemampuan mencari penyelesaian bila ada
yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan setelah perselisihan; (e) kesediaan dan kepuasan
mengalami keguguran berulang, ada dalam pengunaan waktu bersama pasangan; (f)
kecemasan bahwa kalau hamil lagi akan penggunaan uang dalam keluarga; (g) kepuasan
mengalami keguguran. Kecemasan serupa juga seksual; (h) orientasi peran yang dipakai dalam
terjadi pada pasangan yang beberapa kali perkawinan maupun fungsi sebagai orangtua,
mengalami kematian bayi lahir. termasuk di dalamnya peran jenis; (i)
kebahagiaan yang dialami oleh keluarga pada
Telaah Teori masa kecil; (j) kepuasan terhadap anak-anak
Clayton (1975) dan Snyder (1979) hasil perkawinan; dan (k) konflik perbedaan
menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan cara mendidik anak.
merupakan evaluasi secara keseluruhan Clayton (1975), Glenn dan Weaver
tentang segala hal yang berhubungan dengan (1978), Broderick dkk (1979), Yoger dan
kondisi perkawinan. Roach dkk (1981) Brecht (dalam Baruch dan Barnett, 1986), serta
menyatakan bahwa kepuasan perkawinan Waldron dan Routh (dalam Sujono, 1991)
merupakan persepsi terhadap kehidupan mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
perkawinan seseorang yang diukur mempengaruhi kepuasan perkawinan meliputi
berdasarkan besar kecilnya kesenangan yang kualitas komunikasi, pembagian tugas,
dirasakan dalam jangka waktu tertentu. keberadaan anak, tingkat pendidikan serta
Adapun Bahr dkk (1983) menyatakan bahwa tahap perkembangan keluarga.
kepuasan perkawinan adalah terpenuhinya Dalam konteks budaya Indonesia,
kebutuhan, harapan dan keinginan suami isteri perkawinan yang memuaskan akan tercapai
dalam perkawinan. Kepuasan perkawinan apabila kebutuhan materi tercukupi, adanya
berisi evaluasi subjektif tentang kualitas anak yang hormat pada orangtua, hubungan
perkawinan secara keseluruhan. yang harmonis dengan pasangan, saling
Aspek-aspek yang dievaluasi oleh memenuhi hak dan kewajiban masing-masing,
pasangan suami isteri untuk menentukan dan hubungan yang baik dengan keluarga besar
kepuasan perkawinan ialah kemampuan sosial (Wismanto, 2004 dan Listyorini, http://
suami isteri (marriage sociability), persahabatan www.tembi.org., 2005).
dalam pernikahan, masalah ekonomi (economic Berdasarkan kajian mengenai faktor-
affair), kekuatan perkawinan (marriage power), faktor yang mempengaruhi kepuasan
hubungan dengan keluarga besar, persamaan perkawinan di atas, terlihat bahwa keberadaan

\ 10[
[ Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 7 - 17
anak mempengaruhi kepuasan perkawinan. penelitian dari Aisia (2003) menunjukkan
Dengan demikian, pasangan yang mengalami bahwa isteri yang mengalami infertilitas akan
infertilitas akan berkurang kepuasan mengalami stres yang cukup berat. Menurut
perkawinannya. Hal ini dapat ditinjau dari jenis Ratna (2000) stres dirasakan sejak bulan-bulan
infertilitas yang dialami maupun stres yang pertama pernikahan hingga menunggu hasil
timbul sebagai dampak dari infertilitas. pengobatan yang sudah mereka jalani. Tingkat
Pasangan infertil ditujukan bagi pasangan stres yang dirasakan oleh pasangan bervariasi
yang sudah berhubungan intim secara teratur, dan dipengaruhi oleh strategi coping dan
tidak menggunakan alat kontrasepsi, dan telah penyesuaian yang dilakukan.
menikah selama satu tahun tetapi isteri tidak Pasangan infertil akan mengalami stres
pernah hamil (Kaannegiesser, 1988). jangka panjang (kronis) yang umumnya
Secara medis, infertilitas dapat berlangsung secara periodik yaitu tiap bulan.
dibedakan menjadi infertilitas primer dan Hal ini berkaitan dengan siklus menstruasi
infertilitas sekunder. Pasangan dipertim- yang dialami oleh pihak isteri. Tingkat stres
bangkan memiliki infertilitas primer bila pihak semakin memuncak apabila haid yang tidak
isteri belum pernah hamil sama sekali. Adapun diharapkan kemunculannya akhirnya datang
infertilitas sekunder ditujukan bagi pasangan juga, yang nota bene menunjukkan bahwa
yang pihak isteri pernah hamil meskipun isteri tidak hamil (Malpani, 2004).
akhirnya terjadi keguguran (abortus) atau Kasdu (2002) menjelaskan bahwa stres
kematian bayi lahir (Mullens, 1990). yang timbul sebagai dampak dari infertilitas
Dikaitkan dengan kepuasan ini bersumber dari beberapa hal, yang dapat
perkawinan, pasangan yang mengalami dibedakan menjadi stres internal dan stres
infertilitas sekunder memiliki kepuasan eksternal. Stres internal berupa diperlukannya
perkawinan yang lebih tinggi didasarkan biaya pengobatan yang ting gi, har us
beberapa perbandingan sebagai berikut: meluangkan waktu khusus, dan disiplin yang

Tabel 1. Perbandingan antara wanita infertil primer dan Sekunder

No. Wanita infertil primer Wanita infertil sekunder

1. Belum terbukti bisa hamil Sudah terbukti bisa hamil


2. Faktor penyebab lebih sulit ditemukan Faktor penyebab lebih mudah ditemukan
3. Harapan memiliki anak lebih rendah Harapan memiliki anak lebih tinggi
4. Merasa belum lengkap sebagai wanita Merasa sebagai wanita normal
normal
5. Tidak dijumpai Anak yang gugur/mati cukup menjadi
penghibur (dianggap sebagai tabungan di
akhirat)

Infertilitas yang dialami baik oleh salah harus dipatuhi untuk menjalani serangkaian
satu atau kedua pihak dari pasangan suami pemeriksaan dan pengobatan, serta harapan
isteri akan memberikan beberapa konsekuensi yang terlalu tinggi untuk mempunyai anak.
psikologis, di antaranya ialah stres. Stres ini Sebagai contoh dapat dilihat Q.S. Maryam: 4-
disebut sebagai stres infertilitas. Hasil 5 tentang kegelisahan Nabi Zakaria a.s. karena
Perbedaan Kepuasan Perkawinan ......... (Nurul Hidayah, Noor Rochman Hadjam) \ 11[
[
belum dikaruniai keturunan, yang termanifes Holmes dan Rahe (1967), cukup banyak
dalam do’a yang beliau panjatkan kepada sumber stres yang berasal dari hasil interaksi
Allah SWT. Adapun stres eksternal berasal dari dengan pasangan, misalnya problem seksual,
tuntutan lingkungan yang mengharuskan masalah keuangan, masalah dengan mertua,
pasangan untuk mempunyai anak biologis. dan percekcokan dengan pasangan. Stres yang
Rosenfeld (dalam Laswell dan Laswell, timbul akibat problem seksual, seperti individu
1987) memprediksikan tahap-tahap emosional yang tidak memperoleh kepuasan seksual dari
pasangan infertil berupa: (a) denial, yaitu pasangannya akan menghambat kepuasan
penolakan terhadap infertilitas yang dialami, perkawinan seperti yang telah dijelaskan di atas.
(b) menyalahkan diri sendiri, (c) kesenjangan Demikian pula stres yang timbul akibat
komunikasi dengan pasangan, dan (d) marah- masalah keuangan. Pasangan infertil yang
marah dan depresi. memutuskan untuk menjalani pengobatan
Menurut Harkness (1987), Stanton dan secara medis akan dihadapkan pada tuntutan
Dunkel-Schetter (1991) serta Malpani (2004) biaya pengobatan yang tinggi.
pasangan yang menjalani pengobatan Stres yang timbul akibat problem yang
mengalami beberapa bentuk stres. Pertama, dialami dengan mertua akan mempengaruhi
stres secara fisik. Kedua, stres secara finansial. kepuasan perkawinan karena hubungan
Ketiga, stres secara psikologis. Berikut ini dengan keluarga besar merupakan salah satu
beberapa kesempatan yang biasanya sangat aspek kepuasan perkawinan (Clayton, 1975).
menimbulkan stres (stressful): (a) saat Sebagai contoh, wanita yang mengalami
berhubungan intim yang lebih ditujukan untuk infertilitas sering disalahkan oleh pihak mertua
memperoleh bayi daripada menikmati karena tidak kunjung hamil sehing ga
kehidupan seksual; (b) menunggu muncul menimbulkan stres tersendiri.
tidaknya menstruasi (tiap bulan); (c) harus Berdasarkan pendekatan psikoneu-
menjawab pertanyaan dari kerabat maupun roimunologi, hasil penelitian dari Kiecolt-Glaser
teman-teman yang dirasakan sangat sensitif dan Ba (2003) menunjukkan bahwa ada asosiasi
dan menyinggung perasaan; (d) memutuskan antara peningkatan hormon-hormon stres
untuk mengunjungi dokter; (e) memilih jenis (epinephrine, norepinephrine, dan ACTH) dengan
tritmen medis yang akan dijalani; dan (f) peningkatan konflik perkawinan. Perubahan
menunggu hasil pemeriksaan/pengobatan. imunologik merupakan prediktor yang baik bagi
Menurut Braham (1990) stres akan penurunan kepuasan perkawinan. Tingkat
berpengaruh negatif terhadap hubungan perubahan fisiologis ini lebih tinggi pada wanita
interpersonal. Bagi individu yang sudah dibandingkan dengan pria sehingga wanita
menikah, stres akan mempengaruhi kualitas memiliki penilaian yang lebih negatif terhadap
hubungan interpersonal dengan pasangan, interaksi perkawinan mereka.
misalnya munculnya problem dalam hubungan Secara singkat, hubungan antar variabel-
seksual. Demikian pula stres yang dialami variabel tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
pasangan infertil. Salah satu aspek stres Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
infertilitas adalah sexual concern. Stres ini untuk mengetahui perbedaan kepuasan
menunjukkan kenikmatan seksual atau harga perkawinan antara wanita yang mengalami
diri seksual yang berkurang karena hubungan infertilitas primer dan infertilitas sekunder,
seksual lebih ditujukan supaya isteri cepat dengan mempertimbangkan stres infertilitas.
hamil (Newton dkk, dalam Peterson dkk, 2003) Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
Merujuk pada rangking stresor dari adalah: dengan mengendalikan stres infertilitas,

\ 12[
[ Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 7 - 17
Jenis
Infertilitas

Infertilitas
Primer

Infertilitas
sekunder Kepuasan
perkawinan

Stres
Infertilitas

Gambar 1. Hubungan antara jenis infertilitas,


stres infertilitas dan kepuasan perkawinan

ada perbedaan kepuasan perkawinan antara tinggal serumah dengan suami.


wanita yang mengalami infertilitas primer dan Ada dua kelompok subjek penelitian
infertilitas sekunder. Kepuasan perkawinan yaitu kelompok subjek yang mengalami
pada wanita yang mengalami infertilitas infertilitas primer dan kelompok subjek yang
sekunder lebih tinggi daripada wanita yang mengalami infertilitas sekunder. Jumlah subjek
mengalami infertilitas primer.” keseluruhan adalah 50 orang, yang terdiri dari
34 subjek infertil primer dan 16 subjek infertil
Metode Penelitian
sekunder.
Variabel-variabel pada penelitian ini
meliputi kepuasan perkawinan sebagai variabel Hasil Penelitian dan Pembahasan
terikat, jenis infertilitas sebagai variabel bebas, Berdasarkan hasil Analisis Kovariansi 1-
dan stres infertilitas sebagai variabel sertaan. jalur diperoleh nilai F sebesar 0,341 dan
Alat pengumpul data yang digunakan ialah p=0,562 (p>0,05). Rerata kepuasan
Angket Infertilitas, Skala Kepuasan perkawinan kelompok infertil primer = 154,76
Perkawinan, Skala Stres Infertilitas, dan sedangkan rerata kepuasan perkawinan
dokumentasi berupa catatan medis pasien. kelompok infertil sekunder = 156,50. Hal ini
Penelitian ini menggunakan subjek menunjukkan bahwa dengan mempertimbang-
penelitian pasien rawat jalan pada klinik dokter kan variabel stres infertilitas, tidak ada
praktek swasta dr. Kasirun Kasim Putranto, perbedaan yang signifikan kepuasan
Sp.OG, yang beralamat di Jl. Gedong Kuning perkawinan antara subjek yang mengalami
106 Yogyakarta, yang didiagnosis mengalami infertilitas primer dengan subjek yang
infertilitas secara medis. Subjek penelitian ini mengalami infertilitas sekunder. Dengan
diseleksi berdasarkan kriteria sebagai berikut: demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis
(1) wanita; (2) kelompok usia subur (15-49 penelitian yang diajukan ditolak.
tahun); (3) status perkawinan menikah dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
usia perkawinan minimal satu tahun; dan (4) dengan mengendalikan variabel stres

Perbedaan Kepuasan Perkawinan ......... (Nurul Hidayah, Noor Rochman Hadjam) \ 13[
[
infertilitas, tidak ada perbedaan yang kunjung tiba, ada pula yang cukup puas dengan
signifikan kepuasan perkawinan antara subjek perkawinan yang dijalani. Kelompok yang
yang mengalami infertilitas primer dan disebut terakhir ini disebut pasangan infertil
infertilitas sekunder. Hasil penelitian ini yang congruence karena pihak suami maupun
didukung oleh Jones (1997) yang isteri memiliki penilaian yang sama terhadap
membandingkan reaksi psikologis antara infertilitas yang dialami. Hasil penelitian dari
pasangan yang mengalami infertilitas primer Peterson dkk (2003) menunjukkan bahwa
dengan infertilitas sekunder. Pasangan yang pasangan yang congruence dalam menghadapi
mengalami infertilitas primer ternyata memiliki infertilitas, tanpa memperhatikan jenis
rasa kehilangan dan intensitas kesedihan yang infertilitas yang dialami, mengalami kepuasan
sama dengan pasangan yang mengalami perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan
kehilangan anak karena keguguran atau pasangan yang kurang congruence dalam
kematian bayi. Pasangan infertil primer menghadapi infertilitas.
mengalami kesedihan dalam jangka waktu
Variabel jenis infertilitas primer-sekunder
lama. Demikian pula pada pasangan infertil
ternyata tidak berhubungan dengan kepuasan
sekunder kesedihan dapat berlangsung selama
perkawinan. Banyak faktor lain yang
beberapa bulan, bahkan bertahun-tahun.
mempengaruhi kepuasan perkawinan. Faktor
Apalagi kalau wanita infertil sekunder ini tidak
lain yang secara teoritis mempengaruhi
kunjung hamil lagi.
kepuasan perkawinan adalah kualitas
Kesedihan yang dialami kedua komunikasi. Broderick dkk (1979) menyatakan
kelompok ini juga sama rumitnya. Pada bahwa komunikasi dalam perkawinan yang
pasangan infertil primer, ada ambivalensi
memuaskan adalah komunikasi yang
antara masa menanti kehamilan yang tidak
mengandung unsur keterbukaan, kejujuran,
kunjung muncul dengan masih adanya harapan
saling percaya, empatik, dan mendengarkan
untuk memiliki anak. Adapun pada pasangan
secara aktif.
infertil sekunder, pasangan siap-siap menerima
kebahagiaan berupa kelahiran bayi namun Rollins dan Feldman (dalam Clayton,
ternyata tiba-tiba mereka dihadapkan pada 1975) menjelaskan bahwa tahap perkembangan
kenyataan harus kehilangan (calon) bayi. Di keluarga juga mempengaruhi kepuasan
sisi lain muncul juga harapan hadirnya calon perkawinan. Berkurangnya kepuasan perkawinan
bayi lain sebagai pengganti. bersumber dari adanya perubahan pola interaksi
Perbedaan antara kedua kelompok ini suami-isteri, perubahan pembagian tugas, dan
terletak pada obyek kesedihan. Pada pasangan persepsi subjektif terhadap kualitas perkawinan
infertil primer kesedihan yang dialami tidak yang mereka rasakan.
terfokus karena tidak dapat dipusatkan pada Kepuasan perkawinan juga dipengaruhi
seseorang maupun peristiwa tertentu. Adapun oleh kualitas pelaksanaan tugas yang telah
pasangan infertil sekunder memiliki obyek dibagi bersama antara suami isteri. Kepuasan
kesedihan yang jelas berupa bayi yang gagal perkawinan pada isteri dipengaruhi oleh
lahir ke dunia dengan selamat. keterlibatan suami dalam membantu tugas-
Dalam menghadapi kesedihan ini, tugas rumah tangga. Sementara kepuasan
termasuk pengaruhnya terhadap kepuasan perkawinan pada suami dihubungkan dengan
perkawinan yang dijalani, semuanya berpulang kesadaran isteri untuk mengerjakan pekerjaan
kepada pasangan yang bersangkutan. Ada yang rumah tangga yang lebih banyak dibandingkan
merasa tidak puas dengan perkawinan yang suami (Yoger dan Brecht, dalam Baruch dan
dijalani karena anak yang diharapkan tidak Barnett, 1986).

\ 14[
[ Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 7 - 17
Baik pasangan yang mengalami infertilitas pengertian kepada kliennya bahwa
primer maupun infertilitas sekunder memiliki kebahagiaan keluarga tidak hanya
peluang yang sama untuk menjalani perkawinan ditentukan oleh faktor keberadaan anak.
yang memuaskan atau tidak. Apabila mereka Yang perlu diperbaiki adalah kualitas
menghadapi infertilitas ini dengan berpikir positif, komunikasi dan meningkatkan congruence
stres infertilitas tidak akan terlalu tinggi sehingga dengan pasangan.
perkawinan yang dijalani tetap memuaskan. 2. Bagi peneliti selanjutnya supaya meneliti
Sebaliknya apabila mereka menghadapi variabel-variabel psikologis lain yang
infertilitas ini dengan berpikir negatif, stres berkaitan dengan infertilitas, seperti nilai
infertilitas yang dialami cenderung tinggi anak, kecemasan, depresi, dukungan
sehingga menurunkan kepuasan perkawinan. sosial, dan penyesuaian diri. Akan lebih
Sebagian subjek dan pasangannya sama- baik apabila topik ini diteliti menggunakan
sama meyakini bahwa ketidakhadiran anak pendekatan kualitatif. Subjek penelitian
dianggap sebagai takdir Tuhan. Adanya sebaiknya kuga diperluas, tidak terbatas
kesamaan prinsip ini terungkap dari hasil pada pasien infertil yang berobat secara
pengisian skala, yaitu tidak adanya perbedaan medis.
prinsip antara subjek dengan suaminya,
terutama dalam masalah agama maupun tata Daftar Pustaka
cara peribadatan. Menurut Clayton (1975) Albreth, G. L., Fitzpatrick, R., dan Scrimshaw,
adanya kesamaan ideologi tersebut merupakan S. C. 1997. Handbook of Social Studies
salah satu aspek kepuasan perkawinan. in Health Medicine. London: Sage
Kesimpulan dan Saran Publications.
Al-Ghazali, I. 1997. Perkawinan Sakinah.(terj.
Kesimpulan yang dapat diambil dari Kholila Marhijanto). Surabaya: Tiga Dua.
penelitian ini adalah: dengan mempertimbangkan
variabel stres infertilitas, tidak ada perbedaan yang Anonim. 22 Juni 2005. Female Genital
signifikan kepuasan perkawinan antara wanita Mutilation. http://www.cirp.org./
yang mengalami infertilitas primer dengan wanita library/disease/HIV/brady1.
yang mengalami infertilitas sekunder. Badan Penasehat Perkawinan dan
Faktor-faktor lain yang lebih Penyelesaian Perceraian. 1974.
mempengaruhi kepuasan perkawinan pada Undang-undang Republik Indonesia No. 1
wanita yang mengalami infertilitas adalah tentang Perkawinan. Jakarta: BP4 Pusat.
congruence sang isteri dengan pasangannya Bahr, S. J., Chappell, C. B., dan Leigh, G. K.
dalam menghadapi infertilitas yang dialami, 1983. Age at marriage, role enactment,
kualitas komunikasi dengan pasangan, serta role consensus and marital satisfaction.
kesamaan ideologi. Journal of Marriage and the Family, Vol.
Adapun saran yang dapat diberikan 45, 793-803.
adalah sebagai berikut:
Braham, B. J. 1990. Calm Down: How to Manage
1. Bagi para psikolog, konselor, maupun
Stress at Work. Illinois: Scolt, Foresman,
penasehat keluarga dan perkawinan di
and Co.
dalam membantu pasangan suami isteri
yang mengalami permasalahan perkawinan Broderick, Carlfred dan Smith, J. 1979.
sehubungan dengan ketidakhadiran anak, Contemporary Theories About the Family,
diharapkan dapat memberikan saran dan Vol. 2. New York: Free Press.

Perbedaan Kepuasan Perkawinan ......... (Nurul Hidayah, Noor Rochman Hadjam) \ 15[
[
Burns, L. H. dan Covington, S. 1999. Infertility Kasdu, D. 2002. Kiat Sukses Pasangan
Counseling: A Comprehensive Handbook for Memperoleh Keturunan. Jakarta: Pustaka
Clinicians. New York: Parthenon. Pembangunan Swadaya Nusantara.
Callan, V. J. 1987. The personal and marital Kiecolt-Glaser, J. K. dan Ba, C. 2003. Love,
adjustment of mother and of marriage, and divorce: Newlyweds’
Voluntarity and Involuntarity Childless stress hormone foreshadow relationship
Wive. Journal of Marriage and the Family, changes. Journal of Consulting and Clinical
847-856. Psychology, 71, No. 1, 16-188.
Clayton, R. R. 1975. The Family, Marriage and Laswell, M. dan Laswell, T. 1987. Marriage and
Social Change. Massachusets: D.C. the Family. California: Wadsworth
Health Company. Publishing Company.
Domar, A. D., Clapp, D., Slawsby, E., Kessel, Listyorini, A. M. 2005. Fase Dewasa Perkawinan.
B., Orav, J., dan Freizinger, M. 2000. http://www.tembi.org.,
The impact of group psychological Malpani. 2004. Stress and infertility. http://
interventions on distress in infertile www.infertility.adoption.com.
women. Health Psychology, 19, 568-575.
Mullens, A. 1990. Missed Conceptions: Overcoming
Glenn, N. D. dan Weaver, C. N. 1978. A Infertility. Toronto: McGraw-Hill
multivariate, multy survey study of Ryerson.
marital happiness. Journal of Marriage
and the Family, 269-281. Peterson, B. D., Newton, C. R., dan Rosen, K.
H. 2003. Family Process. Spring.
Harkness, C. 1987. The Infertility Book: A
Comprehensive Medical and Emotional Rahmani, D. P. dan Abrar, A. N. 1999.
Guide. San Francisco: Volcano Press Infertilitas dalam Perspektif Jender.
Inc. Yog yakarta: Pusat Penelitian
Kependudukan UGM.
Holmes, T. H. dan Rahe, R. H. 1967. Social
readjustment rating scale. Journal of Ratna, J. M. J. 2000. The influence of causative
Psychosomatic Res., 1967, 11, 213-218. factors on coping strategy and level of
depression among Indonesian Couples
Hull, T.H. dan Tukiran. 1976. Regional receiving a diagnosis of infertility.
variations in the prevalence of Jurnal Psikologi Indonesia Anima, Vol. 15
childlessness in Indonesia. The No. 4, 303-331.
Indonesian Journal of Geography, 6, 32.
Roach, A. J., Frazier, L. P., dan Bowden, S. R.
Jones, M. 1997. Ingin Mempunyai Anak? Terj. 1981. The marital satisfaction scale:
Rasti Saraswati. Jakarta: ARCAN. development of a measure for
Judson. 1963. Building a Successful Marriage. New inter vention research. Journal of
Jersey: Englewood Cliffs. Marriage and the Family, 537-546.
Kaannegiesser, H. 1988. Conception in the yest Snyder, D. K. 1979. Multidimensional
tube. The IVF story: How Australia Leads assesment of marital satisfaction. Journal
the World. Melbourne: Macmillan of Marriage and the Family, 813-823.
Company. Stanton, A. L. dan Dunkel-Schetter, C. 1991.
Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita. Bandung: Infertility: Perspectives from stress and coping
CV. Mandar Maju. research. New York: Plenum Press.
\ 16[
[ Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 7 - 17
Sujono, E. T. 1991. Hubungan antara
pemantauan diri dengan kepuasan
perkawinan. Skripsi (tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Sumapraja, S. 1980. Beberapa penelitian klinik
pasangan infertil. Tesis (tidak diterbitkan).
Jakarta: Universitas Indonesia.
Ummi Edisi 5/XV/2003. Sabar Menanti Si
Buah Hati.
Williams, L., Bischoff, R., dan Ludes, J. 1992.
A biopsychosocial model for treating
infertility. Contemporary Family Therapy,
14, 309-322.
Wismanto, Y. B. 2004. Kepuasan perkawinan
ditinjau dari komitmen perkawinan,
penyesuaian diadik, kesediaan
berkorban, kesetaraan pertukaran dan
persepsi terhadap perilaku pasangan.
Disertasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Fakultas Psikologi UGM.

Perbedaan Kepuasan Perkawinan ......... (Nurul Hidayah, Noor Rochman Hadjam) \ 17[
[

Anda mungkin juga menyukai