MODUL V
MEMAHAMI KONSEP HUKUM MENDEL
DISUSUN OLEH
LABORATORIUM BIOSITEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
OKTOBER,2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Ilmu yang mempelajari tentang mekanisme pewarisan sifat dari induk kepada
keturunannya disebut ilmu genetika ( berasal dari bahasa latin yaitu genos =
asal usul ). Pengetahuan tentang adanya sifat menurun pada makhluk hidup
sebenarnya sudah lama berkembang hanya belum di pelajari secara sistematis.
Penelitian mengenai pola-pola penurunan sifat baru di ketahui pada abad ke -
19 oleh Gregor Johamm Mendell (campbell 2002).
2.1 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
George johann Mendel merupakan pencetus berbagai prinsip dasar genetika. Pada
akhir abad kesembilan belas, beliau mengenali adanya unit informasi yang di
wariskan untuk pembentukan sifat yang dapat di amatai pada organisme.
Selanjutnya Mendel menunjukan bahwa sifat diwariskan ke generasi baru dalam
kondisi terpisah. Terobosan Mendel masih belum di akui saat ia meninggal pada
tahun 1884, namun di temukan kembali awal abad ke -20 oleh para ilmuan yang
sedang menyelidiki pewarisan sifat. Faktor – faktor mendel di beri nama baru,
yaitu gen. Ini merupakan konsep pertama tentang gen dan penelitian mendel
kemudian menjadi dasar ilmu genetika (Bresnic, 2003).
Mendel adalah seorang yang jenius dan telah berhasil dalam percobaan-
percobaanya pada bidang Hibridasi. Mendel telah berhasil menyusun beberapa
postulatnya, seperti sifat materai herediter yang berupan benda atau partikel dan
bukan berupa cairan atau harmoni, sifat tersebut berpasangan dan sifat yang
tertutup dapat mncul kembali, yang artinya sifat yang resesif akan terlihat
ekspresinya dalam keadaan tertentu. Semua hasil percobaan mendel ini kemudian
di rumuskan kedalam dua hukum atau aturan, yaitu hukum mendel I dan hukum
mendel II (walker, 2008).
Hukum mendel I disebut juga dengan hukum segregasi atau pemisahan gen-gen
yang sealel. Menurut hukum mendel l, setiap organisme memiliki dua alel untuk
setiap sifat. Selama pembrntukan gamet, dua alel berpisah sehingga masing –
masing gamet hanya mengandung satu alel umtuk satu sifat, jika dua gamet
bertemu pada fertilisasi, keturunan yang berbentuk mengandung dua alel yang
mengendalikan satu sifat. Hukum mendel l tersebut sesuai dengan teori pewarisan
sifat kerena alal - alel tersebut menjelaskan mengapa hukum mendel l dapat di
buktikan dengan persilangan monohibrid (persilangan dengan satu sifat beda)
(Pujiyanto, 2016).
Dalam ilmu genetika di kenal dua macam persilangan, yaitu persilangan
monohibrid dan persilangan dihibrid. Dalam kondisi normal, persilangan
monohibrid menurut hukum mendel I akan menghasilakn perbandingan individu
keturunan 3 : 1 atau 1 : 2 : 1. Sedangkan menurut hukum mendel II akan
menghasilkan individu keturunan 9 : 3 : 3: 1 akan tetapi dalam percobaan –
percobaan genetika, para ahli sering menemukan rasio fenotip yang ganjil, seakan
– akan tidak mengikuti hukum mendel. Misalnya pada perkawinan antara 2
individu dengan 2 sifat beda (dihibrid), ternyata rasio fenotipe F2 tidak selalu 9 :
3 :3 :1. Seringkali di jumpai perbandingan – perbandingan yang berbeda dari
aturan mendel, seperti 9 : 7, 12 : 3 : 1, 15 : 1, 9 : 3 : 4 dan lain-lain. Bila diteliti
dengan seksama angka – angka perbandingan di atas, ternyata juga merupakan
penggabungan angka-angka perbandingan di atas, ternyata juga merupakan
penggabungan angka – angka perbandingan mendel 9 : 7 = 9 : ( 3 + 3 + 1),12 : 3 :
1=(9 + 3) : 3 : 1, 15 : 1 = ( 9 + 3 + 3) : 1, 9 : 3 : 4 = 9 : 3 : ( 3 + 1 ) dan seterusnya.
Oleh karena itu adanya perbedaan pada perbandingan fenotipe, maka hal ini di
sebut sebagai penyimpangan semua hukum mendel, karena masih mengikuti
hukum mandel (stanfield, 1991).
Penyimpangan semua pada hukum mandel dapat terjadi karena adanya beberapa
gas yang saling mempengaruhi dalam menghasilkan fenotipe, meskipun demikian,
perbandingan fenotipe tersebut masih mengikuti prinsip – prinsip hukum mendel.
Salah satu contoh penyimpangan semua hukum mendel yaitu epitasi hipotesis.
Epitasis adalah sebuah atau sepasang gen yang menutupi atau mengalahkan
ekspresi gan lain yang tidak selokus (seales). Sedangkan hipotesis adalah gen
yang tertutupi oleh sebuah atau sepasang gen lain yang tidak selokus ( yang bukan
alelnya). Ada beberapa macam bentuk epistasis antara lain epitasi dominan,
epitasi resesif, epitasi dominan resesif, epitasi dominan duplikat, epitasi resesif
duplikat, dan gen duplikat dengan efek kumulatif (suryo, 2008).
Peristiwa epitasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gas dominan
yang bukan alelnya. Perbandingan fenotipe pada generasi F2 dengan adanya
epitasis dominan adalah 12 : 3 : 1. Angka perbandingan tersebut merupakan
variasi dari perbandingan di hibrid 9 : 3 : 3 : 1. Peristiwa epistasis dominan dapat
di lihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar ( cucurbita pepo).
Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning dan
alelnya yang menyebabkan buah buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang
menghalangi pigmentasi dan W yang tidak menghalangi pigmentasi. Misalnya,
persilangan antara wuluh putih ( WWYY) dan wuluh hijau (wwyy) menghasilkan
generasi F2 berwarna putih, kuning dan hijau dengan perbandingan 12 : 3 : 1
(suryo, 2008).
Peristiwa epitesis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menetupi ekpresi gen
lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan di peroleh
perbandingan fenotipe 9 : 3 : 4 yang merupakan variasi dari persilangan dihibrid.
Contoh : epistasis resesif dapat di lihat pada pewarisan warna bulu mencit ( mus
musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengukur warna bulu pada
mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan
bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c
menyebabkan tidak ada pigmentasi. Jika mencit berbulu kelabu (AACC) di
silangkan dengan albino rasio fenotipe yaitu 9 : 3 : 3 (suryo, 2008).
Epitesis dominan resesif dapat terjadi apabila gen dominan dari pasangan gan I
epitesis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari
psangan gen II ini juga epitesis terhadap pasangan gen I. Epitesis ini
menghasilkan perbandingan fenotipe 13 : 3 pada generasi F2. Contoh peristiwa
epistesis dominan resesif dapat di lihat pada pewarisan warna bulu ayam ras.
Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi dan alelnya
i, yang tidak menghalangi pigmentasi selain, terdapat gen C, yang menimbulkan
pigmentasi dan alelnya, c yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan
terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i (Standfield, 1991).
Epistasi dominan duplikat apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis
terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari
pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang
terjadi di namakan epistasis dominan duplikat. Kedua gen ini berada bersama-
sama dan fenotipnya merupakan gabungan dari kedua sifat gen – gen dominan
tersebut. Epistasis ini menghasilkan perbandingan fenotipnya merupakan
gabungan dari kedua sifat gen –gen dominan tersebut. Epistasis ini ini
menghasilkan perbandingan fenotipe 15 : 1 pada generasi F2 contoh peristiwa
epistasis dominan duplikat dapat di lihat pada pewarisan bentuk buah capsella.
Ada dua macam bentuk buah capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga di
sebabkan oleh gen dominan C dan D, sedangkan bentuk oval di sebabkan oleh gen
resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan
terhadap C dan c (james, 1994).
Epistasis resesif duplikat terjadi apabila dari suatu pasangan gen, katakanlah gen
I, epistasis terhadap pasangan gen II, yang bukan alelnya,sementara gen resesif
dari pasangan gen II ini juga epistasis terhadap pasangan gen I, maka epistasis
yang terjadi di namakan epistasis resesif duplikat. Epistasis ini menghasilkan
perbandingan fenotipe 9 : 7 pada generasi F2. Sebagai contoh peristiwa epistasis
resesif ganda dapat di kemukakan pewarisan kandungan HCN pada tanaman
Trifolium repens. Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis
perubahan bahan dasar menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alel 1
menghalangi pembentukan enzim L. Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H
yang mengkatalisis perubahan glukosida sianogenik menjadi HCN, sedangkan
gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan demikian I epistasis terhadap
H dan h, sementara h epistasis terhadap L dan I. Persilangan dua tanaman dengan
kandungan HCN sama – sama rendah tetapi genotipenya berbeda ( LLhh dengan
IIHH) akan menghasilkan keturunan dengan tingkat HCN tinggi (9) dan tingkat
HCN rendah (7) (suryo, 2008).
Gen duplikasi dengan efek kumulatif Peristiwa gen duplikat yang mempunyai
efek kumulatif data terjadi bila keberadaan gen – gen yang resesif memberi efek
yang sama, misalnya gen aa dan bb akan menghasilkan sifat fenotipe yang sama.
Epistasi ini akan menghasilkan perbandingan fenotipe, yaitu 9 : 6 : 1. Sebagai
contoh, pada cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram,
bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur permunculan fenotipe tersebut ada dua
pasang, masing – masing B dan b serta L dan l. Apabila pasa suatu individu
terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen tersebut,
maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara
itu apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut
berada pada suatu individu, maka fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa
buah berbentuk lonjong (standfield, 1991).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 09 Oktober 2019 pukul
13.00 WITA sampai selesai Tempat pelaksanaan di Laboratorium
Biosistematika Tumbuhan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universita Tadulako.
3.2 1 Alat :
3.2 .1 Bahan :
Bahan yang di gunakan pada praktikum kali ini adalah kancing baju
berjumlah 100 buah. kancing baju berwarna merah 50 buah dan
kancing baju berwarna putih 50 buah.
Dari percobaan yang telah kami lakukan hasil yang kami dapat adalah :
1. P1 : MM x mm
( Merah ) ( putih)
G : M m
F : Mm
(Pink)
P2 : Mm x Mm
G2 : M M
m m
F2 :
/ M m
M MM Mm
m Mm MM
3 : 1
2. P : MM x mm
( Merah ) ( putih)
G : M m
F :
/ M m
M MM Mm
m Mm MM
Genotipe : MM : Mm : mm
1 : 2 :1
4.3 Pembahasan
Hukum mendel I disebut juga dengan hukum segregasi atau pemisahan gen-
gen yang sealel. Menurut hukum mendel l, setiap organisme memiliki dua
alel untuk setiap sifat. Selama pembrntukan gamet, dua alel berpisah
sehingga masing – masing gamet hanya mengandung satu alel umtuk satu
sifat, jika dua gamet bertemu pada fertilisasi, keturunan yang berbentuk
mengandung dua alel yang mengendalikan satu sifat. Hukum mendel l
tersebut sesuai dengan teori pewarisan sifat kerena alal - alel tersebut
menjelaskan mengapa hukum mendel l dapat di buktikan dengan persilangan
monohibrid (persilangan dengan satu sifat beda) ( Pujiyanto, 2016).
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang kami lakukan, maka dapat di simpulkan bahwa :
Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang keturunan dan pewarisan
sifat pada makhluk hidup. Gen memiki bentuk alternatif yang mengatur
variasi pada karakter keturunannya. Gen juga berfungsi menyampaikan
informasi genetika kepada generasi berikutnya. Ada dua persilangan dalam
materi genetika yaitu Persilangan monohibrid dan persilangan dihibrid
dimana persilangan monohibrid adalah perkawinan antara dua individu
dengan fokus perhatian pada satu sifat yang beda. Persilangan dihibrid
adalah perkawinan antara dua individu dengan memperhatikan dua sifat atau
lebih.
5.2 Saran
Dalam melakukan praktikum perlu kerja sama dengan baik antara teman
sekelompok. sebaiknya sebelum melakukan praktikum kita perlu mencari
referensi dari berbagai sumber agar hasil yang kita peroleh itu sesuai dengan
literatur.
.
DAFTAR PUSTAKA