Namun, Islam menuntun manusia untuk melawan hawa negatif semacam itu.
Salah satu solusinya adalah dengan mengembangkan tradisi berpikir positif.
Paling tidak, ada tiga hikmah yang bisa dipetik dari berpikir positif.
Pertama, bahwa ternyata orang lain seringkali tidak seburuk yang kita kira.
Contoh terbaik dalam konteks ini ialah kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa
AS. Nabi Khidir mau menerima Nabi Musa sebagai murid dengan syarat
tidak terburu-buru berburuk sangka selama bersamanya. Hal ini dikisahkan
dalam AlQur’an ;
Kedua, berpikir positif dapat menyelamatkan hati dan hidup kita. Sebab,
hati yang bersih adalah hati yang senantiasa tidak menyimpan wak
prasangka. Hati yang tenteram adalah hati yang yang senantiasa tidak
memendam apriori terhadap orang lain.
Ketiga, berpikir positif bisa membuat hidup kita lebih menerima dan sabar
dalam kebaikan, karena sebenarnya Allah SWT sering menyiap-kan rencana-
rencana yang mengejutkan bagi hamba-Nya. Karena tidak sedikit
keberhasilan didapatkan tanpa terduga sebelumnya, tentunya disertai taqwa
yang baik. Hal ini Allah diungkapkan dalam Al Qur’an ;
Demikian uraian singkat dalam hikmah khutbah jum'at pada kesempatan ini,
berpikirlah selalu positif, semoga kiranya Allah senantiasa memberkahi,
serta merahmati kita semua, amien ya Robbal 'Alamiin.
By Kang Dae
Di antaranya, seperti dikisahkan Jurnal 1001 Kisah Teladan Muslim, Nabi
yang menerima wahyu melalui mimpi itu, pada suatu malam bermimpi
mendapat perintah. Perintah tersebut berbunyi: “Esok engkau dikehendaki
keluar dari rumah pada waktu pagi menghala ke barat.” Begitu bunyi bait
pertama kepada Nabi Khidir.
Masih di dalam tidurnya, Nabi Khidir menerima lima perintah yang harus
dikerjakannya dengan segera jika ingin mendapatkan ridha Allah SWT.
“Engkau juga dikehendaki berbuat, pertama apa yang engkau lihat (hadapi)
maka makanlah, kedua engkau sembunyikan, ketiga engkau terimalah,
keempat jangan engkau putuskan harapan, dan yang kelima larilah engkau
daripadanya.”
Pada keesokan harinya, Nabi Khidir itu pun keluar dari rumahnya menuju
ke barat. Baru beberapa kilo keluar dari rumahnya, Nabi Khidir
dipertemukan dengan perintah pertama.
Naum Nabi Khidir bingung karena yang diperintahkan pertama itu adalah
memakannya. Sementara yang ia temui adalah sebuah bukit. Karena
kebingungan itu ia bergumam dalam hatinya.
Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk
memakannya. Ketika ia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan
diri sehingga menjadi sebesar buku roti.
Maka Nabi Khidir itu pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Bila
ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Ia pun mengucapkan syukur.
Kemudian burung kecil yang terlihat kelelahan itu menghampiri Nabi Khidir
dan berkata. “Wahai Nabi Allah, tolonglah aku,” pintanya dengan napas
tersengal-sengal .
Mendengar permintaan burung yang memelas itu. Nabi Khidir pun langsung
meraih burung itu dan masukkan ke dalam bajunya agar tidak diterkam
burung elang yang sedang lapar itu.
Setelah mendapat daging itu, elang pun terbang dan burung kecil tadi dan
melepaskannya ke alam bebas.
Tidak lama setelah berdoa Nabi tertidur dan kembali bermimpi. Dalam
kesempatan mimpi kali ini, ia mendapatkan jawaban atas keseluruhan
perintah yang ditujukan kepadanya itu.
“Yang pertama engkau makan itu ialah marah. Pada mulanya tampak besar
seperti bukit tetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengawal serta
menahannya, maka marah itu pun
<
1
2