Anda di halaman 1dari 5

NAMA : IREN MANALU

NIM : 201910115217

MATA KULIAH : CHARACTER BUILDING

ADVERSITY QUOTIENT

Jakarta, November 2019


ADVERSITY QUOTIENT
Setiap manusia diberikan keistimewaan oleh Tuhan, yaitu memiliki akal dan pikiran.
Manusia disebut sebagai makhluk sempurna karena memiliki 2 hal ini.
Setiap akal dan pikiran akan menimbulkan suatu hal yang ajaib dan mengagumkan yang pernah
ada, hal itu adalah sebuah kecerdasan. Pada kali ini saya akan membahas tentang adversity
quotient atau kecerdasan dalam menghadapi tantangan. Cerdas (IQ) saja belum tentu bisa
sukses. Matang secara emosional pun (EQ) demikian. Ada satu lagi faktor utama : AQ
(Adversity Quotient). AQ adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan
dan sanggup untuk bertahan hidup.

Fakta menunjukkan bahwa anak cerdas (IQ tinggi) belum tentu bisa sukses.Ada kasus
seorang anak bernama Ted Kaczynski yang begitu cerdas sehingga dia lulus dari Harvard
University dalam usia 20 tahun dan meraih doktor dalam ilmu matematika. Profesi sebagai dosen
di Harvard ditinggalkannya ketika dia tertarik pada teknologi bom. Kejeniusannya akhirnya
membuat dia terpuruk di penjara karena dia menewaskan dua orang dan mencederai 22 orang
lainnya. Selain itu ada penelitian menunjukkan bahwa pemilik perusahaan umumnya adalah
orang yang drop-out dari pendidikan, tetapi para eksekutif di bawahnya adalah mereka yang
berpendidikan tinggi dan terpelajar.

AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat
menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh mana sikap, kemampuan dan kinerja
Anda terwujud di dunia. Menurut Stoltz, orang yang memiliki AQ tinggi akan lebih mampu
mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih rendah. Adversity quotient
merupakan bentuk kecerdasan yang melatar belakangi kesuksesan seseorang dalam
menghadapi sebuah tantangan disaat terjadi kesulitan atau kegagalan. Penelitian tentang
adversity quotient ini, dikembangkan berawal dari keberagaman dunia kerja yang cukup
kompleks dengan persaingan yang cukup tinggi, sehingga banyak individu merasa stres
menghadapinya. Individu yang mengalami hal tersebut di karenakan kendali diri yang kurang kuat
dalam menghadapi kesulitan dan permasalahan yang dirasa cukup sulit dalam hidupnya,
biasanya berakhir dengan kegagalan sehingga menjadi individu yang tidak kreatif dan kurang
produktif.

Stoltz menyimpulkan bahwa ada faktor lain berpengaruh dalam kesuksesan seseorang :
AQ. Dengan AQ, seseorang diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan hidup.
Faktor dominan pembentuk AQ adalah sikap pantang menyerah. AQ akan menjadi faktor penentu
sukses, jika orang lain gagal, sementara kesempatan dan peluang yang dimiliki sama. Secara
garis besar konsep kecerdasan adversity menawarkan beberapa manfaat yang dapat diperoleh,
yaitu:

1. kecerdasan adversity merupakan indikasi atau petunjuk tentang seberapa tabah


seseorang dalam menghadapi sebuah kemalangan.
2. kecerdasan adversity memperkirakan tentang seberapa besar kapabilitas seseorang
dalam menghadapi setiap kesulitan hidup dan ketidakmampuannya dalam menghadapi
kesulitan.
3. kecerdasan adversity memperkirakan siapa yang dapat melampaui harapan, kinerja,
serta potensinya, dan siapa yang tidak.
4. kecerdasan adversity dapat memperkirakan siapa yang putus asa dalam menghadapi
kesulitan dan siapa yang akan bertahan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Adversitas Paul G. Stoltz dalam bukunya


menggambarkan potensi dan daya tahan individu dalam sebuah pohon yang disebut pohon
kesuksesan. Aspek-aspek yang ada dalam pohon kesuksesan tersebut yang dianggap
mempengaruhi kecerdasan adversitas seseorang, diantaranya (Stoltz, 2000):

1) Faktor Internal

a) Genetika Warisan genetis tidak akan menentukan nasib seseorang tetapi pasti ada pengaruh
dari faktor ini. Beberapa riset-riset terbaru menyatakan bahwa genetika sangat mungkin
mendasari perilaku. Yang paling terkenal adalah kajian tentang ratusan anak kembar identik
yang tinggal terpisah sejak lahir dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Saat mereka
dewasa, ternyata ditemukan kemiripan-kemiripan dalam perilaku.

b) Keyakinan Keyakinan mempengaruhi seseorang dalam mengahdapi suatu masalah serta


membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup.

c) Bakat Kemampuan dan kecerdasan seseorang dalam menghadapi suatu kondisi yang tidak
menguntungkan bagi dirinya salah satunya dipengaruhi oleh bakat. Bakat adalah gabungan
pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan keterampilan.

d) Hasrat atau kemauan Untuk mencapai kesuksesan dalam hidup diperlukan tenaga pendorong
yang berupa keinginan atau disebut hasrat. Hasrat menggambarkan motivasi, antusias,
gairah, dorongan, ambisi, dan semangat.

e) Karakter Seseorang yang berkarakter baik, semangat, tangguh, dan cerdas akan memiliki
kemampuan untuk mencapai sukses. Karakter merupakan bagian yang penting bagi kita untuk
meraih kesuksesan dan hidup berdampingan secara damai.

f) Kinerja Merupakan bagian yang mudah dilihat orang lain sehingga seringkali hal ini sering
dievaluasi dan dinilai. Salah satu keberhasilan seseorang dalam menghadapi masalah dan
meraih tujuan hidup dapat diukur lewat kinerja.

g) Kecerdasan Bentuk-bentuk kecerdasan kini dipilah menjadi beberapa bidang yang sering
disebut sebagai multiple intelligence. Bidang kecerdasan yang dominan biasanya
mempengaruhi karier, pekerjaan, pelajaran, dan hobi.

h) Kesehatan Kesehatan emosi dan fisik dapat memepengaruhi seseorang dalam menggapai
kesuksesan. Seseorang yang dalam keadaan sakit akan mengalihkan perhatiannya dari
msalah yang dihadapi. Kondisi fisik dan psikis yang prima akan mendukung seseorang dalam
menyelesaikan masalah.
2) Faktor Eksternal

a) Pendidikan Pendidikan dapat membentuk kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat,


perkembangan watak, keterampilan, hasrat, dan kinerja yang dihasilkan. Penelitian yang
dilakukan Gest. Dkk.. (1999 dalam McMillan dan Violato, 2008) menyebutkan bahwa meskipun
seseorang tidak menyukai kemalangan atau kesengsaraan yang diakibatkan oleh pola
hubungan dengan orang tua, namun permasalahan orang tua secara langsung ikut berperan
dalam perkembangan ketahanan remaja. Salah satu sarana dalam pembentukan sikap dan
perilaku adalah melalui pendidikan.

b) Lingkungan Lingkungan tempat individu tinggal dapat mempengaruhi bagaimana individu


beradaptasi dan memberikan respon kesulitan yang dihadapinya. Individu yang terbiasa hidup
dalam lingkungan sulit akan memiliki adversity quotient yang lebih tinggi. Menurut Stoltz,
individu yang terbiasa berada di lingkungan yang sulit akan memiliki adversity quotient yang
lebih besar karena pengalaman dan kemampuan beradaptasi yang lebih baik dalam
mengatasi masalah yang dihadapi.

Paul G. Stolz membagi AQ menjadi tiga kategori dimana ketiga kategori ini juga
diidentikkan menjadi tiga tingkatan AQ, yaitu :

1. AQ Tinggi

Ciri-cirinya adalah mampu untuk mengendalikan setiap kesulitan, secara positif mampu
mempengaruhi situasi tersebut dan cepat pulih dari penderitaan, individu merasa perlu untuk
memperbaiki setiap kesulitan yang ada tanpa mempermasalahkan dan menyalahkan siapa yang
menyebabkan kesulitan tersebut. Kesulitan yang muncul pada satu aspek kehidupan tidak
meluas pada aspek kehidupan yang lain. Individu memandang kesulitan yang ada sebagai situasi
yang sifatnya sementara sehingga kesulitan dapat cepat berlalu, serta mampu memandang apa
yang ada dibalik tantangan. Individu dengan AQ yang tinggi diidentikkan sebagai orang yang
mendaki (climber).

2. AQ Sedang

Ciri-cirinya adalah individu mempunyai pengendalian yang cukup. Saat kesulitan yang
menumpuk, terkadang individu menjadi kurang mampu untuk mengendalikan tersebut yang pada
akhirnya kesulitan itu membuat individu menjadi kerepotan. Individu juga memiliki rasa
kepemilikian yang cukup sehingga jika individu tersebut berada dalam keadaan yang sangat lelah
atau tegang maka ia cenderung untuk menyalahkan orang lain. Pada AQ yang sedang ini, jika
individu mengalami kesulitan pada satu aspek kehidupan maka kesulitan tersebut cenderung
dapat mempengaruhi aspek kehidupan yang lainnya sehingga membuat individu tersebut
cenderung terbebani oleh kesulitan tersebut. Individu cukup mampu memandang kesulitan
sebagai situasi yang sifatnya sementara dan cepat berlalu, tetapi ketika kesulitan tersebut
semakin menumpuk, membuatnya cenderung putus harapan dan cenderung memandang
kesulitan tersebut akan berlangsung lama atau menetap. Individu dengan AQ sedang
diidentikkan dengan manusia tipe campers (berkemah).
3. AQ Rendah

Ciri-cirinya adalah individu memiliki sedikit pengendalian terhadap kesulitan sehingga


apabila kesulitan semakin menumpuk, individu itu cenderung menyerah dan tidak berdaya.
Individu itu cenderung menyerah dan tidak berdaya. Individu juga cenderung untuk menyalahkan
orang lain atas kesulitan yang timbul tanpa merasa perlu untuk memperbaiki situasi tersebut.
Kesulitan yang ada cenderung mempengaruhi semua aspek kehidupan individu sehingga ia
merasa kehidupannya dikelilingi oleh kesulitan. Individu tersebut memandang kesulitan sebagai
situasi yang berlangsung lama bahkan menetap sehingga membuat individu itu menjadi putus
asa dan menyerah. Individu dengan AQ yang rendah diidentikkan sebagai orang yang terhenti
(quitters).

Untuk memberikan gambaran, terminologi para pendaki gunung. Dalam hal ini, Stoltz
membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk bertahan hidup). Mereka ini gampang
putus asa dan menyerah di tengah jalan. Menolak untuk mendaki lebih tinggi Lagi
Gaya hidupnya tidak menyenangkan atau datar dan tidak “lengkap” Bekerja sekedar
cukup untuk hidup cenderung menghindari tantangan berat.
b. Camper (berkemah di tengah perjalanan) Para camper lebih baik, karena biasanya
mereka berani melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yang
terukur dan aman.
c. Climber yakni mereka yang dengan segala keberaniannya menghadapi risiko, akan
menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses menuju keberhasilan,
walau mereka tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yang menghadang.
Namun, di balik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan

AQ mempunyai tiga bentuk yaitu:

1. AQ sebagai suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan
meningkatkan semua jenis kesuksesan.
2. merupakan suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap kesulitan.
3. merupakan serangkaian peralatan dasar yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki
respon terhadap kesulitan.

Prestasi belajar sebagian besar bergantung pada AQ sebagai kecerdasan/kemampuan


daya juang dalam menghadapi kesulitan atau persoalan untuk mencapai prestasi belajar yang
optimal. Tingkatan AQ akan memengaruhi kemampuan belajar siswa. Dalam pengelolaan dan
mengembangkan AQ pada dasarnya bermuara pada diri siswa itu sendiri. Sejauh mana ia
mampu merespons dengan tepat segala kesulitan dan kendala yang ada dalam perjuangannya
untuk mencapai prestasi belajar. Tentu saja dalam prosesnya AQ sangat berperan penting dalam
pembentukan sudut pandang individu dalam memandang masalah atau persoalan. Dengan kata
lain AQ yang baik akan meningkatkan prestasi belajar yang dimiliki individu. Sebaliknya AQ yang
rendah akan merosotkan prestasi belajar.

Anda mungkin juga menyukai