Anda di halaman 1dari 7

VERTIKULTUR SEBAGAI ALTERNATIF BAGI LAHAN SEMPIT

Lahan yang sempit memang membuat kegiatan berkebun jadi kurang leluasa, namun
dengan memanfaatkan ruang secara vertikal, berkebun menjadi lebih menyenangkan
dengan kuantitas yang dapat ditingkatkan. Vertikultur adalah pola bercocok tanam yang
menggunakan wadah tanam vertikal untuk mengatasi keterbatasan lahan. Pada
kesempatan ini saya tertarik mencoba vertikultur dengan bambu berdiri sebagai
wadahnya. Karena skalanya percobaan, saya hanya menggunakan dua batang bambu.
Tidak semua jenis tanaman bisa atau cocok untuk vertikultur. Untungnya, hampir semua
jenis sayuran bisa digunakan, yang kebetulan juga memang sesuai keinginan saya
berkebun sayur mayur untuk kepentingan dapur. Dalam hal ini saya memilih tomat dan
cabe merah. Untuk media tanam saya gunakan campuran tanah, kompos, dan sekam.
Saya menggunakan bahan dan pola organik dalam bercocok tanam.

Pembuatan wadah tanam

Wadah tanam yang akan saya buat adalah dua batang bambu yang masing-masing
panjangnya 120 cm, dengan pembagian 100 cm untuk wadah tanam dan 20 cm sisanya
untuk ditanam ke tanah. Pada setiap bambu akan dibuat lubang tanam sebanyak 10 buah.
Saya mulai dengan memilih bambu yang batangnya paling besar, lalu dipotong sesuai
dengan ukuran yang ditetapkan. Semakin bagus kualitas bambu, semakin panjang pula
masa pakainya. Di bagian 20 cm terdapat ruas yang nantinya akan menjadi ruas terakhir
dihitung dari atas. Semua ruas bambu kecuali yang terakhir saya bobol dengan
menggunakan linggis supaya keseluruan ruang dalam bambu terbuka. Di bagian inilah
nantinya media tanam ditempatkan. Untuk ruas terakhir tidak dibobol keseluruhan,
melainkan hanya dibuat sejumlah lubang kecil dengan paku untuk sirkulasi air keluar
(atusan).

Potong bambu dan bobol semua ruas kecuali yang terakhir

Selanjutnya saya membuat lubang tanam di sepanjang bagian 100 cm dengan


menggunakan bor listrik. Anda tentu saja bisa menggunakan alat lain seperti pahat, atau
apa saja yang Anda punya untuk membuat lubang. Lubang dibuat secara selang-seling
pada keempat sisi bambu (saya asosiasikan permukan bambu dengan bidang kotak). Pada
dua sisi yang saling berhadapan terdapat masing-masing tiga lubang tanam, pada dua sisi
lainnya masing-masing dua lubang tanam, sehingga didapatkan 10 lubang tanam secara
keseluruhan. Setiap lubang berdiameter kira-kira 1,5 cm, sedangkan jarak antar lubang
saya buat 30 cm.

Buat lubang tanam sesuai ukuran bambu dan karakteristik tanaman

Jika diilustrasikan dengan permukaan datar, posisi lubang-lubang tanam akan tampak
seperti gambar di bawah ini.

Ilustrasi posisi lubang pada permukaan datar

Kini saatnya menanam bambu dengan memasukkan 20 cm bagian bawah ke dalam tanah.
Saya menempatkan kedua batang bambu pada jarak satu meter lebih, walaupun 40-50 cm
barangkali masih memadai. Batang bambu tidak ditancapkan begitu saja, melainkan
dibuatkan lubang dulu seperlunya.
Posisi wadah bambu yang telah ditanam di tanah

Pengadaan media tanam

Media tanam adalah tempat tumbuhnya tanaman untuk menunjang perakaran. Dari media
tanam inilah tanaman menyerap makanan berupa unsur hara melalui akarnya. Media
tanam yang saya gunakan adalah campuran antara tanah, pupuk kompos, dan sekam
dengan perbandingan 1:1:1. Setelah semua bahan terkumpul, dilakukan pencampuran
hingga merata. Tanah dengan sifat koloidnya memiliki kemampuan untuk mengikat unsur
hara, dan melalui air unsur hara dapat diserap oleh akar tanaman dengan prinsip
pertukaran kation. Sekam berfungsi untuk menampung air di dalam tanah sedangkan
kompos menjamin tersedianya bahan penting yang akan diuraikan menjadi unsur hara
yang diperlukan tanaman.

Campuran media tanam kemudian dimasukkan ke dalam bambu hingga penuh. Untuk
memastikan tidak ada ruang kosong, dapat digunakan bambu kecil atau kayu untuk
mendorong tanah hingga ke dasar wadah (ruas terakhir). Media tanam di dalam bambu
diusahakan agar tidak terlalu padat supaya air mudah mengalir, juga supaya akar tanaman
tidak kesulitan “bernafas”, dan tidak terlalu renggang agar ada keleluasaan dalam
mempertahankan air dan menjaga kelembaban.
Persiapan bibit tanaman dan penanaman

Jauh sebelum saya berencana membuat wadah vertikal, saya telah mulai mempersiapkan
sejumlah bibit tanaman, tadinya untuk ditanam langsung ke tanah. Ketika tanaman sudah
mencapai umur siap dipindahkan, barulah saya menetapkan ide untuk menanam secara
vertikal. Jadi dalam hal ini, kebetulan waktunya tepat. Pada dasarnya ada tiga tahap
dalam proses ini, yaitu persemaian, pemindahan, dan penanaman.

Seperti halnya menanam, menyemaikan benih juga memerlukan wadah dan media tanam.
Wadah bisa apa saja sepanjang dapat diisi media tanam seperlunya dan memiliki lubang
di bagian bawah untuk mengeluarkan kelebihan air. Di sini saya menggunakan wadah
khusus persemaian benih yang disebut tray dengan jumlah lubang 128 buah (tray lain
jumlah dan ukuran lubangnya bervariasi). Saya juga menggunakan sebuah pot ukuran
sedang dan sebuah bekas tempat kue. Adapun untuk media tanamnya adalah media tanam
dari produk jadi yang bersifat organik.

Jika menggunakan tray, jumlah benih yang dapat disemaikan sudah terukur karena setiap
lubang diisi sebuah benih (walaupun bisa juga diisi 2 atau 3). Jika menggunakan wadah
lain maka jumlah benih yang dapat disemaikan disesuaikan dengan ukuran wadahnya,
dalam hal ini jarak tanam benih diatur sedemikian rupa agar tidak berdempetan. Dua-tiga
minggu setelah persemaian benih sudah berkecambah dan mengeluarkan 3-4 daun.
Idealnya, benih yang sudah tumbuh daun berjumlah 4-5 helai sudah layak
dipindahtanamkan. Karena waktu itu saya belum berencana untuk menanamnya di tanah,
juga belum terpikir tentang vertikultur, bibit-bibit tadi saya pindahkan ke polybag dan
wadah-wadah lain yang bisa saya gunakan.

Bibit tanaman yang saya pindahkan ke wadah bambu sudah berumur lebih dari satu
bulan, daunnya pun sudah bertambah. Karena saya hanya memiliki total 20 lubang tanam
dari dua batang bambu, maka saya cukup leluasa untuk memilih 20 bibit terbaik. Saya
memilih 10 bibit tanaman cabe merah dan 10 bibit tomat. Sebelum bibit-bibit ditanam di
wadah bambu, terlebih dahulu saya menyiramkan air ke dalamnya. Saya menyiram
hingga jenuh, ditandai dengan menetesnya air keluar dari lubang-lubang tanam. Setelah
saya rasa cukup, saya pun mulai menanam bibit satu demi satu. Setiap lubang tanam saya
bolongi lagi tanahnya untuk memasukkan akar. Semua bagian akar dari setiap bibit harus
masuk ke dalam tanah. Setiap jenis bibit (cabe merah dan tomat) saya kelompokkan di
wadah bambu terpisah. Kini saya memiliki dua “kebun vertikal”.

Perkembangan dan pemeliharaan

Pada hari pertama setelah penanaman, sejumlah daun menguning dan beberapa di
antaranya malah berguguran. Namun, 2-3 hari kemudian, daun-daun muda bermunculan.
Satu bulan kemudian batang semakin besar, cabang bertambah, dan daun semakin
rimbun, menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan meskipun tidak sepesat pola
tanaman normal yang ditanam di tanah, atau setidaknya di pot.

Seperti halnya tanaman konvensional, tanaman vertikultur harus disiram dan dipupuk
secara berkelanjutan, juga dilakukan penyemprotan untuk mencegah dan/atau membunuh
hama pengganggu. Dan seperti juga tanaman dalam wadah lainnya, pemupukan harus
lebih sering karena tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang umumnya terdapat
secara alami di dalam tanah. Karena posturnya yang jangkung dan wadah yang sebagian
besar tertutup, saya berpikir bahwa yang cocok digunakan adalah pupuk cair. Saya
memilih salah satu produk pupuk cair organik yang saat ini sudah banyak beredar di
pasar. Untuk pengusir hama, saya juga menggunakan produk berbahan organik dari pasar
yang selain untuk mengusir hama juga memiliki fungsi untuk mempercepat penguraian
bahan pupuk organik.
Saya menyukai kenyataan walaupun awalnya agak aneh, bahwa untuk menyiram, saya
hanya “memasukkan” air dari atas lubang bambu. Begitupun ketika mengaplikasikan
pupuk cair. Selain itu saya juga mencipratkan air dan pupuk cair langsung ke daun
tanaman, atau dengan menggunakan semprotan. Satu hal lagi yang meringankan saya
dalam memelihara tanaman vertikultur adalah saya tidak perlu membersihkan gulma,
karena memang (sejauh ini) belum ada gulma yang tumbuh. Bandingkan jika ditanam di
tanah atau di pot yang memungkinkan gulma tumbuh sangat rajin. Hari ini dibersihkan,
dua hari kemudian sudah muncul lagi.

Batang membesar, cabang bertambah, daun makin rimbun

Bentuk-bentuk veltikultur

Model dan bahan untuk membuat wadah vertikultur sangat banyak, tinggal disesuaikan
dengan kondisi dan keinginan. Selain bambu dapat juga digunakan paralon, kaleng bekas,
bahkan lembaran karung beras pun bisa. Ada beberapa model lain yang ingin dan telah
saya coba, dengan bahan bambu yang sangat dominan. Saya hanya ingin memanfaatkan
sisa-sisa bahan bangunan yang digunakan waktu renovasi, karena saya percaya bahwa
salah satu filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar
kita.
Model 1: rak mini Model 2: Bambu
tingkat

Model 3: Rak Model 4: Rak


bertingkat sederhana

Anda mungkin juga menyukai