Disusun oleh :
Nim : 62019040049
A. PENGERTIAN
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang di
sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute
maupun relative (Soegondo,2009).
B. ETIOLOGI
Menurut (Smeltezer, C. Suzzane, 2011) Penyebab resistensi insulin pada diabetes
sebenarnya tidak begitu jelas tetapi faktor yang banyak berperan antara lain :
1. Kelainan genetik
2. Usia
3. Gaya hidup misalnya stres
4. Pola makan yang salah misalnya kurang gizi atau kelebihan berat badan
5. Obesitas karena sel beta mengalami hipertropi
6. Infeksi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya
gangren kaki diabetikdibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen
a. Genetik, metabolik.
b. Angiopati diabetik.
c. Neuropati diabetik.
2. Faktor ekstrogen
a. Trauma.
b. Infeksi.
c. Obat.
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa haus yang berlebihan (
Polidipsi ), Rasa lapar berlebihan ( Polifagia ) dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan. Penyakit pada penderita diabetes bagian kaki dengan gejala dan
tanda sebagai berikut :
a. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
b. Adanya kalus ditelapak kaki
c. Nyeri saat istirahat.
d. Kerusakan jaringan (necrosis).
D. PATOFISIOLOGI
DM type 1 ditandai dengan adanya defisiensi insulin yang terjadi karena kerusakan
imunologi pada sel beta pankreas. Sebagian pasien DM tipe 1 juga mengalami resistensi
insulin (Sargowo, 2015).
DM tipe 2 terjadi karena adanya resistensi insulin, yang sering dihubungkan
dengan obesitas sentral, peningkatan produksi glukosa hepar dan penurunan fungsi sel
beta yang progresif. Gangguan fungsi sel beta DM tipe 2 bukan disebabkan oleh proses
imunologi (Sargowo, 2015).
Hiperglikemia terjadi akibat kerusakan sel β-pankreas yang menimbulkan
peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Pengeluaran glukosa oleh hati meningkat
karena proses-proses yang menghasilkan glukosa yaitu glikogenolisis dan
glukoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada (Wendy, 2016).
Ketika kadar glukosa darah meningkat sampai jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi
kapasitas, sehingga sel-sel tubulus melakukan reabsorbsi, maka glukosa akan timbul di
urin (glukosuri). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang menarik air bersamanya,
menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih) (Wendy,
2016).
Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi, sehingga dapat
menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun secara mencolok.
Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki, dapat menyebabkan kematian karena aliran
darah ke otak turun atau dapat menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi
yang tidak kuat(Wendy, 2016).
Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat
perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstra sel yang hipertonik. Sel-sel otak
sangat peka karena timbul gangguan fungsi sistem saraf yaitu polineuropati (Wendy,
2016).
Gejala khas lain pada diabetes melitus adalah rasa haus berlebihan yang meruoakan
mekanisme kompensasi tubuh untuk mengatasi dehidrasi akibat poliuria. Karena terjadi
defisiensi glukosa intra sel, maka kompensasi tubuh merangsang syaraf sehingga nafsu
makan meningkat dan timbul pemasukan makanan berlebihan (polifagia) (Wendy, 2016).
Akan tetapi walaupun terjadi peningkatan pemasukan makanan, berat tubuh
menurun secara progresif akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan
protein. Sintesa gliserida menurun saat lipolisis meningkat sehingga terjadi mobilisasi
asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi
alternatif (Wendy, 2016).
E. PATHWAY
Terlampir
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Arora (2009), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula
darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan
diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral.
4. Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan
diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum
cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
5. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample
darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin
glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang
dapat dilakukan dirumah.
6. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )
7. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.
G. PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Soegondo (2010), penatalaksanaan medis pada pasien dengan
Diabetes Mellitus meliputi:
1. Obat hiperglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. Pemicu sekresi insulin.
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin.
c. Penghambat glukoneogenesis.
d. Penghambat glukosidase alfa.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat.
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c. Ketoasidosis diabetik.
d. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa
darah.
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Usaha Perawatan luka dengan mengompreskan lukadengan larutan klorida atau
larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500
mg dan penutupan lukadengan kassa steril. Tujuan utama penatalaksanaan terapi
pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa
darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Gangren Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak..
b. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
c. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
d. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.
e. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren
diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula
darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi
dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula
darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
f. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.
H. PENGKAJIAN
Menurut (Padilla, 2012), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus
meliputi:
a. Usia
b. Pendidikan dan pekerjaan
c. Keluhan utama
d. Riwayat penyakit sekarang
e. Riwayat kesehatan daahulu
f. Riwayat kesehatan keluarga
g. Pola pengkajian kebutuhan menurut Virginia Henderson
1) Kebutuhan napas
2) Kebutuhan nutrisi
3) Kebutuhan eliminasi
4) Kebutuhan gerak dan keseimbangan
5) Kebutuhan istirahat dan tidur
6) Kebutuhan berpakaian
7) Mempertahankan temperatur atau sirkulasi
8) Kebutuhan personal hygiene
9) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
10) Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekspresikan emosi
11) Kebutuhan spiritual
12) Kebutuhan bekerja
13) Kebutuhan bermain dan rekreasi
14) Kebutuhan belajar
h. Pemeriksaan fisik
1) Status penampilan kesehatan
2) Tingkat kesadaran
3) Tanda-tanda vital
4) Berat badan melalui penampilan dan pengukuran
5) Kulit
6) Mata dan kepala
7) Telinga
8) Hidung
9) Mulut dan faring
10) Leher
11) Toraks dan paru (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
12) Dada
13) Aksila
14) Sistem kadiovakuler
15) Abdomen (inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi)
16) Ginjal (apakah ada nyeri tekan sudut kosta vertebral)
17) Genetalia
18) Sistem muskuloskeletal
19) Sistem neurosensori
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dispepsia (00132)
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrisi (00002)
c) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes mellitus (00204)
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
Andyagreeni. 2010. Tanda Klinis Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : CV Trans Media.
Bulecheck, Gloria M., Dkk. 2013. NIC (Nursing Interventions Classification). Edisi 6.
Indonesia : Mocomedia
Corwin, Elizabeth J. 2009. Hanbook of pathophysiology 3 rd Fd. penerjemah : Nike Budhi, S.
Egi Kamora Y (Eds). Jakarta : EGC.
Moorhead, Sue Dkk. 2013. NOC (Nursing Outcome Clasification). Edisi 5. Bahasa
Indonesia. Indonesia : Mocomedia
Nanda International Inc.2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi &Klasifikasi 2015-2017.
Editor T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru; Alih Bahasa Budi Anna Keliat Et Al. :
Editor Penyelaras, Monica Ester. Ed. 10. Jakarta : EGC
Padilla. 2012. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Sargowo, Djanggan. 2015. Disfungsi Endotel. (Online). Malang : Universitas Brawijaya
sPress (UB Press).
Soegondo, 2010. Penyuluhan Sebagai Komponen Terapi Diabetes dan Penatalaksanaan
Terpadu. Jakarta : FKUI.
Smeltzer C, Suzzane. 2011. Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
Wendy F.A. 2016. Diabetes Melitus Patofisiologi Klasifikasi dan Manifestasi Klinis. (Online).
Diakses dari www.apotekers.com/2016/11/dm-patofisiologi-klasifikasi-
Manifestasi.html?m=1. Pada tanggal 28 Oktober 2018 pukul 09.30 wib.