TB HEMAPTOE
A. Pengertian
1
melalui zona konduksi. Zona konduksi berakhir di bronkiolus
terminal.(Tortora,2012)
2
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi HIV).
3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (mis.
Diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass
gastrektomi atau yeyunoileal)
5. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Afrika, Amerika Latin, Karibia)
6. Setiap individu yang tinggal di institusi (mis, fasilitas perawatan jangka
panjang, institusi psikiatrik, penjara)
7. Individu yang tinggal di daerah perumahan substandar kumuh
8. Petugas kesehatan
C. Etiologi
Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah bakteri
batang aerobik tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan
sinar ultraviolet. Mycobacteriumtuberculosis kompleks terdiri dari strain
limaspesies yaitu M. tuberkulosis, M.canettii, M.africanum, M. microti, dan
M.bovisdan duasubspesies yaitu M. capraedan M.Pinnipedii. Mikobakteriini
ditandai dengan99,9% kesamaan pada tingkat nukleotida dan hampir identik
dengan urutan 16SrRNA tetapi berbeda dalam halinangtropisme, fenotipe dan
patogenisitas(Jurdao & Otilia VV, 2011).M. Bovis dan M. Avium pernah, pada
kejadian yang jarang, berkaita dengan terjadinya infeksi tuberkulosis
Hemaptoe adalah gejala pernafasannon-spesifik dan memiliki hubungan
yang signifikan denganTB paru. Etiologi hemaptoe antara lain :
1. Infeksi: penyakit paru inflamasi kronis (bronkhitis akut/ kronis,
bronchiectasis (fibrosis cystic), abses paru, aspergilloma, tuberkulosis.
2. Neoplasma: karsinoma bronchogenik, metastase pulmonal, adenoma
bronkial, sarcoma.
3. Benda asing/ trauma: aspirasi benda asing, fistula trakeovaskular, trauma
dada, broncholith.
3
4. Pembuluh darah pulmonal/ cardiac: gagal ventrikel kiri, stenosis katup
mitral, infark/emboli pulmonal, perforasi arteri pulmonal (komplikasi dari
kateter arteri pulmonal).
5. Alveolar hemoragik: sindrom Goodpasteur, vasculitide sistemik/ penyakit
vaskular kolagen, obat-obatan (nitrofurantoin, isocyanate, trimellitic
anhydrid, D-penicillamine, kokain), koagulopati.
6. Iatrogenik: post biopsi paru, rupturnya arteri pulmonal dari kateter Swan-
Ganz
7. Lain-lain: malformasi arterivenous pulmonal, bronkial telangiectasia,
pneumoconiosis.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaaan laboratorium (Hb, Ht)
2. Bronkoskopi
3. CT scan dada. Mendeteksi adanya aneurysm dan malformasi arterivenous
atau bronchiectasis yang terkadang tidak terlihat pada radiografi dada.
4. X-Ray dada. Bermanfaat untuk menentukan sumber lokasi perdarahan jika
terdapat masa, lesi atau alveoli hemoragik.
5. Sputum sitologi
F. Penatalaksanaan Medis
4
Dalam kasustuberkulosis, yang merupakan masalahkesehatan nasional,
rejimenyang tepat dariobat anti-TBC dapat diberikan (Nakhoda N, 2012).ada
umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya
berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah (Anonimous, 2011):
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport
kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang
merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis
masif (Anonimous, 2011).
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam
saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat
kegawatan hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang
multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat
menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan
hipovolemik (Anonimous, 2011).
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah (Anonimous,
2011):
1. Terapi konservatif
a. Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
b. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
c. Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran
saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
d. Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
e. Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),
misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
f. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
5
g. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang
terjadi.
h. Pemberian oksigen.
i. Tindakan selanjutnya bila mungkin:
1) Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
2) Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan
bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan:
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian
pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan
tindakan operasi.
c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe
yang berulang dapat dicegah.
G. Masalah Keperawatan
Pengkajian (Anonimous, 2011)
1. Jumlah dan warnadarah
2. Lamanya perdarahan
3. Batuknya produktif atau tidak
4. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
5. Sakit dada
6. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakanfisik, posisibadan dan
batuk
7. Wheezing
8. Riwayat penyakit parua tau jantung terdahulu
9. Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
10. Perokok berat dan telah berlangsung lama
11. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
6
12. Hematuria yang disertai dengan batuk darah
13. Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat
digunakan petunjuk sebagai berikut :
H. Diagnosa Keperawatan
7
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas (sekresi
dibronkus, mukus yang berlebihan); fisiologis (infeksi).
2. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik).
3. Kurang pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi.
4. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi
(hemaptoe).
5. Gangguan rasa nyaman
6. PK infeksi
8
PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN
9
1 Ketidakefektifan kebersihan jalan Tujuan : Manajemen Jalan Napas (3140)
nafas yang berhubungan dengan Setelah diakukan asuhan keperawatan selama Aktivitas :
sekresi yang tertahan 2 x 24 jam, Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas O : - Identifikasi pasien pasien perlunya
teratasi peasangan alat bantu buatan
Kode Diagnosa N : - Posisikan pasien untuk meminimalisir sesak
Keperawatan : 00031 Kriteria Hasil : - Keluarkan secret dengan batuk atau suction
1) Status Pernapasan (042505) -Auskultasi suara napas, apakah ada suara
Kode Indikator S.A S.T napas tabahan atau tidak
041502 Irama 3 4 E : Ajarkan pasien batuk efektif
bernapasan C :Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya
041504 Suara auskutlasi 2 5
napas
041531 Batuk 2 5
Keterangan :
1 = Deviasi berat dar kisaran normal
2 = Deviasi cukup berat dari kisaran normal
3 = Deviasi sedang dari kisaran normal
4 = Deviasi ringan dari kisaran normal
5 = Tidak ada deviasi kisaran normal
10
Keterangan (untuk indicator 041531)
1 = Sangat berat
2 = Berat
3 = Cukup
4 = Ringan
5 = Tidak ada
11
tindakan dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan
pengurangan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
(nyeri) tanpa nonfarmakologi sesuai kebutuhan
anagesik
160513 Melaporkan 2 5
perubahan
terhadap
gejala nyeri
pada
professional
kesehatan
Keterangan :
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang - kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Secara konsisten menunjukkan
12
Daftar Pustaka
Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based
Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.
O’Regan P. 2009. Nutrition for Patients in Hospital. Nurs Stand; 23 (32): 35-41.
13
-268.
Wong M, Elliot M. 2009. The Use of Medical Orders in Acute Care Oxygen
Therapy. Br J Nurs; 18 (8): 462-464.
14