Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar
Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini
bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi
jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran
kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya
sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses
terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(Sunaryo, 2013).
1.2 Fisiologi
Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina.
kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu
atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan
pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi
penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina
berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi
permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi
lebih nyaman bagi wanita. (Wida, 2014)
1.3 Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses
terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh
sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit
menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya
ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses
ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran
Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi
dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat
berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum
abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun
Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan
mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran
Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari
infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab
umum kista dan abses tersebut (Wida, 2014)
1.4 Patofisiologi
Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan
retensi dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan
kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang
dalam kelenjar. Kelenjar Bartholin sangat sering terinfeksi dan dapat
membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses
bartholin seringkali dibedakan secara klinis.
Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga
menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.Sumbatan ini
biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau
trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cms eringkali asimptomatik.
Sedangkan kistayang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan
dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari
kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya
mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan
progresif. Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial
(Pamungkas, 2014)
1.5 Pathway KISTA

Kel.bartolini tdkdpt mensekresi Prosedur tatalaksana

cairan vagin tindakan pembedahan atau marsupialisasi

informasi terkait penyakit

terjadi pembengkakan Perubahan perkembangan penyakit kurang

menekan saraf yang ada

di area kel. bartolini Kurang Cemas


pengetahuan (anxietas

mengeluarkan mediator kimia

(prostaglandin,bradikinin,histamin)

Nyeri Akut
Gangguan Citra
tubuh
1.6 Gejala klinis
Menurut (Pamungkas, 2014) Pasien dengan kista dapat memberi gejala
berupa pembengkakan labial tanpa disertai nyeri, pasien dengan abses dapat
memberikan gejala sebagai berikut:
a. Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.

b. Dispareunia
c. Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
d. Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge (
sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)

1.7 Penatalaksanaan
Menurut Nuzulul (2015), pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala
pasien. Suatu kista tanpa gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista
yang menimbulkan gejala dan abses kelenjar memerlukan drainase.
a. Tindakan Operatif
Beberapa prosedur yang dapat digunakan:
1) Insisi dan Drainase
Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan
mudahdilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien,
namun prosedur iniharus diperhatikan karena ada kecenderungan
kekambuhan kista atau abses.Ada studiyang melaporkan, bahwa
terdapat 13% kegagalan pada prosedur ini.
2) Kateter
Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an.
Merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat
digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya
digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholin. Panjang dari
kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French
Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung
sekitar 3-4 mL larutan saline
3) Marsupialisasi
Alternatif pengobatans selain penempatan Wordcatheter adalah
marsupialisasi dari kista Bartholin . Prosedur ini tidak boleh
dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut.
Gambar 8. Marsupialisasi Kista Bartholin (kiri) Suatu incisi
vertikal disebut pada bagian tengah kista, lalu pisahkan mukosa
sekiar; (kanan) Dinding kista dieversi dan ditempelkan pada tepi
mukosa vestibular dengan jahitan interrupted
Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi
lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat
incisivertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan
bagian luar dari hymenal ring.Incisi dapat dibuat sepanjang 1.5
hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista. Setelah kista diincisi,
isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan larutan
saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista
ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular
mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang
absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah
prosedur dilakukan. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur
marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.
4) Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien
yang tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus
dilakukan saat tidak ada infeksi aktif.
Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka
sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan
anestesi umum. Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy.
Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yangmemanjang sesuai
ukuran kista pada vestibulum dekat ujung medial labia minora
dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati – hati
saat melakukan incisikulit agar tidak mengenai dinding
kista.Struktur vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista
terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini,
diseksi harus dimulai dari bagian bawahkista dan mengarah ke
superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan
tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat
dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena
dan vestibular bulb danuntuk menghindari trauma pada rectum.
Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi
utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat.
Lalu dipotong dan diligasi dengan benangchromic atau benang
delayed absorbable 3-0.
Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi
nyeri, pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu,
dapat dianjurkan sitz bath hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi
nyeri post operasi dan kebersihan luka.
b. Pengobatan Medikamentosa
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular
seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan
chlamydia. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan
insisi dan drainase. Beberapa antibiotikyang digunakan dalam pengobatan
abses bartholin:
1) .Ceftriaxone
Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad
spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah
terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap
bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-
binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri
dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125
mg IM sebagai single dose .
2) Ciprofloxacin
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik
tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh
sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi
DNA-gyrase pada bakteri.Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali
sehari
3) Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara
berikatan dengan 30S dan50S subunit ribosom dari bakteri.
Diindikasikan untuk Ctra chomatis.
Dosisyang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari
4) Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedangyang
disebabkan oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi
untukC trachohomatis.
Dosisyang dianjurkan: 1 g PO 1x

1.8 Komplikasi
a. Komplikasi yang paling umum dari absesBartholin adalah kekambuhan.
b. Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan
drainase abses.
c. Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati (Parker, 2013).

1.9 Konsep Dasar Askep


a. Data focus
Pembesaran kalenjar bartolini, merah, nyeri dan lebih panas didaerah
sekitarnya / perineum, ada nanah, kadang dirasakan sebagai benda berat
dan atau menimbulkan kesulitan pada koitus, iritasi vulva, dapat terjadi
abses yang kadang-kadang dapat sebesar telur bebek.
b. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1) Nyeri berhubungan dengan peradangan kalenjar bartolin ditandai
dengan pembesaran kalenjar bartolin, nyeri dan lebih panas didaerah
perineum / sekitarnya, iritasi vulva, kadang terasa seperti benda berat.
2) Cemas b.d krisis situasional (prosedur insisi), ancaman terhadap
konsep diri, perubahan dalam status kesehatan, stres.
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
sekunder terhadap penyakit kronis ditandai dengan pembesaran
kalenjar bartholin, nyeri dan lebih panas didaerah sekitarnya /
perineum, ada nanah, kadang dirasakan sebagai benda berat,ada abses
yang kadang-kadang dapat sebesar telur bebek.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit; keterbatasan kognitif (dilihat dari tingkat
pendidikan); misinterpretasi dengan informasi yang diberikan ; dan
tidak familiar dengan sumber informasi.
DAFTAR PUSTAKA

Sunaryo.D.2012.GynecologicMyomectomy Http://www.emedicine.com/med/topic
331 9.html.
Wida yua MD, 2014 Christopher P & Kenneth R. Lee MD. Tumors of the
Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology.
Boston : Elsevier Saunders
Pamungkas T. 2014. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau
Miomektomi. Farmacia. Jakarta
Nuzlul JG. 2012. Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Hipokrates
Parker WH. 2013 . Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas.
Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of
Medicine. California : American Society for Reproductive Medicine
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KOLABORASI
Nyeri akut berhubungan dengan NOC : Kontrol Nyeri NIC
agen injuri biologis (kanker Setelah dilakukan pemberian asuhan 1. Manajemen Nyeri
serviks) dan agen injuri fisik keperawatan selama …..x 24 jam, a. Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi:
(jika dilakukan terapi diharapkan respon nyeri pasien dapat lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
pembedahan) terkontrol dengan kriteria hasil sebagai intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor
berikut : pencetus
a. Klien mampu mengenal faktor-faktor b. observasi isyarat-isyarat verbal dan non verbal dari
penyebab nyeri, beratnya ringannya ketidaknyamanan, meliputi ekspresi wajah, pola
nyeri, durasi nyeri, frekuensi dan letak tidur, nasfu makan, aktitas dan hubungan sosial.
bagian tubuh yang nyeri c. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan
b. Klien mampu melakukan tindakan anjuran. Pemberian analgetik harus memperhatikan
pertolongan non-analgetik, seperti napas hal-hal sebagai berikut : prinsip pemberian obat 6
dalam, relaksasi dan distraksi benar (benar nama, benar obat, benar dosis, benar
c. Klien melaporkan gejala-gejala kepada cara, benar waktu pemberian, dan benar
tim kesehatan dokumentasi)
d. Klien mampu mengontrol nyeri d. Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat
e. Ekspresi wajah klien rileks mengekspresikan nyeri
f. Klien melaporkan adanya penurunan e. Kaji pengalaman masa lalu individu tentang nyeri
tingkat nyeri dalam rentang sedang f. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan
(skala nyeri: 4 sampai 6) hingga nyeri mengontrol nyeri yang telah digunakan
ringan (skala nyeri : 1 sampai 3) g. Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
g. Klien melaporkan dapat beristirahan h. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab,
dengan nyaman berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
h. Nadi klien dalam batas normal (80- i. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi
100x/menit) (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi musik,
i. Tekanan darah klien dalam batas normal dan distraksi)
(120/80 mmHG) j. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan
j. Frekuensi pernafasan klien dalam batas respon pasien
normal (12 – 20 x/menit) k. Anjurkan klien untuk meningkatkan tidur/istirahat
l. Anjurkan klien untuk melaporkan kepada tenaga
kesehatan jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
keluhan lain

Cemas b.d krisis situasional ( NOC: Kontrol Cemas NIC


marsupialisasi dan insisi), Setelah dilakukan asuhan keperawatann Menurunkan cemas:
ancaman terhadap konsep diri, kepada pasien selama …... x 24 jam, a. Tenangkan pasien dan kaji tingkat kecemasan pasien
perubahan dalam status diharapkan pasien dapat mengkontrol cemas b. Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada pasien
kesehatan, stres dengan kriteria hasil sebagai berikut: dan perasaan yang mungkin muncul pada saat
a. Perawat memonitor tingkat kecemasan melakukan tindakan
pasien c. Berusaha memahami keadaan pasien (rasa empati)
b. Klien mampu menurunkan penyebab- d. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan
penyebab kecemasan tindakan dengan komunikasi yang baik
c. Perawat dan keluarga dapat menurunkan e. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan
stimulus lingkungan ketika pasien dan meningkatkan kenyamanan
cemas f. Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi
d. Klien mampu mencari informasi tentang perasaannya
hal-hal yang dapat dilakukan untuk g. Ciptakan hubungan saling percaya
menurunkan kecemasan h. Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa
e. Klien manpu menggunakan strategi menimbulkan kecemasan
koping yang efektif i. Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang
f. Klien melaporkan kepada perawat membuat cemas dan dengarkan dengan penuh
penurunan kecemasan perhatian
g. Klien mampu menggunakan teknik j. Ajarkan pasien teknik relaksasi
relaksasi untuk menurunkan cemas k. Anjurkan pasien untuk meningkatkan ibadah dan
h. Klien mampu mempertahankan berdoa
hubungan social, dan konsentrasi l. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-
i. Klien melaporkan kepada perawat tidur obatan yang mengurangi kecemasan pasien
cukup, tidak ada keluhan fisik akibat
kecemasan, dan tidak ada perilaku yang
menunjukkan kecemasan

NOC NIC
Gangguan citra tubuh Meningkatkan citra tubuh, Peningkatan citra tubuh
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatann a. Kaji penerimaan pasien tentang kondisinya saat
pembedahan dan perubahan kepada pasien selama …... x 24 jam, ini
perkembangan penyakit diharapkan citra tubuh atau gambaran b. Bantu klien untuk mendiskusikan perubahan tubuh
tubuh pasien meningkat dengan kriteria akibta penyakit
hasil sebagai berikut: c. Bantu klien untuk mendiskusikan fungsi tubuh
a. Pasien mengungkapkan penerimaan yang terganggu
citra tubuh secara verbal maupuan non d. Kaji perasaan klien ketika berinteraksi dengan
verbal orang lain
b. Pasien mampu mempertahankan e. Kaji persepsi klien dan keluarga tentang perubahan
kontak mata ketika berkomunikasi tubuh yang terjadi
c. Pasien mampu melakukan komunikasi f. Kaji strategi mengatasi masalah (koping) yang
terbuka digunakan
Pasien menunjukkan tingkat kepercayaan g. Kaji apakah perubahan gambaran diri
diri mempengaruhi hubungan sosial klien
h. Bantu klien mengidentifikasi bagian tubuh lain
yang bernilai positif.
Kurang pengetahuan NOC NIC
berhubungan dengan kurangnya Pengetahuan : proses penyakit 1. Pembelajaran : proses penyakit
informasi tentang penyakit; Setelah dilakukan asuhan keperawatann a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
keterbatasan kognitif (dilihat dari kepada pasien selama …... x 24 jam, b. Jelaskan nama penyakit, proses penyakit, faktor
tingkat pendidikan); diharapkan pasien dapat menjelaskan penyebab atau faktor pencetus, tanda dan gejala,
misinterpretasi dengan informasi kembali tentang proses penyakit dan cara meminimalkan perkembangan penyakit,
yang diberikan ; dan tidak prosedur perawatan dengan kriteria hasil komplikasi penyakit dan cara mencegah komplikas
familiar dengan sumber sebagai berikut: c. Berikan informasi tentang kondisi perkembangan
informasi a. Pasien mengenal nama penyakit, proses klien
penyakit, faktor penyebab atau faktor d. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala
pencetus, tanda dan gejala, cara kepada petugas kesehatan
meminimalkan perkembangan penyakit,
komplikasi penyakit dan cara mencegah
komplikasi
b. Pasien mengetahui prosedur perawatan,
tujuan perawatan dan manfaat tindakan.

Anda mungkin juga menyukai