Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GANGGUAN PROSES PIKIR: WAHAM

Oleh:

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2018
I. KONSEP DASAR TEORI

A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakan
budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses
interaksi/informasi secara akurat (Iyus Yoseph, 2009).
Waham adalah suatu kenyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus,
teteapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006).
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien (Aziz R, 2003).

B. Etiologi
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi dari perubahan isi pikir: waham kebesaran dapat dibagi
menjadi 2 teori yang diuraikan sebagai berikut :
1. Teori Biologis
Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama
(orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain). Secara relatif yang menyatakan bahwa
kelainan skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir
terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan dari
sel-sel pramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia. Teori
biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmitter yang
dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas yang berlebihan dari
pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis.
2. Teori Psikososial
Teori sistem keluarga Bawen dalam Lowsend (1998), menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik
diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan
menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansietas dan suatu kondsi yang lebih
stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang
berkembang antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan
diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini
anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan dewasanya.
3. Teori Interpersonal
Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak menerima
pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dan orang tua tidak mampu
membentuk rasa percaya terhadap orang lain.
4. Teori Psikodinamik
Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang
lemah.Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling mempengaruhi antara
orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme pertahanan
ego pada waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya
sering kali merupakan penampilan dan segmen diri dalam kepribadian.

Faktor Presipitasi
1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan isi
informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.

2. Stres lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinterasksi
dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu, seperti : gizi
buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh
kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres gangguan dalam
berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan
sebagainya.

C. Klasifikasi, Tanda dan Gejala


Klasifikasi Tanda dan Gejala Contoh

Waham Meyakini bahwa, ia memiliki kebesaran “Saya ini titisan Bung Karno,
kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan berulang punya banyak perusahaan,
kali tetapi tidak sesuai kenyataan. punya rumah di berbagai
Negara, dan bisa
menyembuhkan berbagai
macam penyakit”

Waham Meyakini bahwa, ada seseorang atau “Banyak polisi yang


curiga kelompok yang berusaha merugikan atau mengintai saya, tetangga saya
mencederai dirinya, diucapkan berulang kali ingin menghancurkan hidup
tetapi tidak sesuai kenyataan. saya, suster akan meracuni
makanan saya”.

Waham Memiliki keyakinan terhadap suatu agama “Tuhan telah menunjuk saya
agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali menjadi wali, saya harus terus
tetapi tidak sesuai kenyataan menerus memakai pakaian
putih setiap hari, agar masuk
surga”

Waham Meyakini bahwa tubuh klien atau bagian ”Sumsum tulang saya
somatic tubuhnya terganggu, diucapkan berulang kosong, saya pasti terserang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan. kanker, dalam tubuh saya
banyak kotoran, tubuh saya
telah membusuk, tubuh saya
menghilang”
Waham Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di ”Saya sudah menghilang dari
nihilistic dunia atau meninggal, diucapkan berulang dunia ini, semua yang ada di
kali tetapi tidak sesuai kenyataan sini adalah roh-roh,
sebenarnya saya sudah tidak
ada di dunia”

D. Patopsikologi
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala, adanya rasa tidak aman,
membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini dapat berkembang
menjadi waham besar. Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam
harga diri dan keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham.
Selain itu kecemasan, kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai
perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga segala
sesuatu sukar lagi dibedakan, mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari
lingkungan.
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu biasanya
peka dan mudah tersinggung, sikap dingin dan cenderung menarik diri.Keadaan ini
seringkali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman, merasa benci, kaku,
cinta paa diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras kepala. Dengan seringnya
memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta mendambakan
sesuatu secara berlbihan, maka keadaan ini dapat berkembang menjadi waham. Secara
berlahan-lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri dari khayalan dan kemudian
meninggalkan dunia realitas.
(Budi Anna Keliat, 2009)

E. Rentang Respon
1) Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis.Secara fisik, klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status social dan ekonomi terbatas.Biasanaya klien sangat sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sangat mendorongnya
untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara social dan
ekonomi terpenuhi, tetapi kesenjangan antara reality dengan self idealsangat tinggi.
Misalnya, ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang yang
dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam
kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan, bahwa ia eksis di
dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang
(life span history).
2) Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
idealdan self reality (kenyataan dan harapan), serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi, sedangkan standar linkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya,
saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang
canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal, self reality-nya
sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi pengalaman, pengaruh, support
system, semuanya sangat rendah.
3) Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional, bahwa apa yang ia yakini atau apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadap kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting, dan diterima
linkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien, mencoba memberikan
koreksi bahwa, sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak
dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif, tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien kadang merugikan orang lain.
4) Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang
dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran, karena seringnya diulang-ulang.Dari
sinilah, mulai terjadinya kerusakan control diri dan tidak berfungsi normal (super
ego), yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5) Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungan.Selanjutnya
klien lebih sering menyendiri dan menghindari interaksisosial.
6) Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering
berkaitan dengan traumatic masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi.Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif, serta memperkaya keyakinan religiusnya
bahwa apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Selama pengkajian, perawat harus mendengarkan, memeprhatikan, dan
mendokumentasikan semua inforrmasi, baik melalui wawancara maupun observasi yang
diberikan oleh pasien tentang wahamnya.
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat perawat gunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien waham.
1. Apakah pasien memiliki pikiran atau isi pikiran yang berulang-ulang diungkapkan?
2. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien cemas
secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
3. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda di sekitarnya aneh dan tidak
nyata?
4. Apakah pasien pernah merasakan bahwa dia berada diluar tubuhnya?
5. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?
6. Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain
atau kekuatan dari luar?
7. Apakah pasien menyatakan bahwa dia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya
atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?

Isi pengkajian gangguan orientasi realita yang terfokus pada klien waham yaitu:
Alasan masuk atau dirawat
Umumnya pasien dengan gangguan orientasi dan realita dibawa kerumah sakit karena
mengungkapkan kaa-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal kepada seseorang.Klien
suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal marah atau
merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri.
Klien juga mengungkapkan sesuatu yang tidak realistic, flight of ideas, kehilangan
asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar.Serta klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. Biasanya klien tampak tidak mempunyai orang
lain, curiga, bermusuhan, merusak, (diri, orang lain, lingkungan) takut kadang panik,
sangat waspada, tidak dapat menilai lingkungan atau realitas, ekspresi wajah klien tegang,
mudah tersinggung.

B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir: Waham

C. Strategi Pelaksanaan
No. Perencanaan
Diagnosa
Keperawat
Kriteria Rasional
an Tujuan Intervensi
Evaluasi

Gangguan Pasien mampu: Setelah……… SP.1


proses pikir:  Berorientasi pertemuan (Tgl……………..)  Mengetahui
waham kepada realitas pasien dapat  Identifikasi kebutuhan pasien
secara bertahap memenuhi kebutuhan dapat
 Mampu kebutuhannya pasien memudahkan
berinteraksi perawat dalam
dengan orang menyusun
lain dan intervensi
lingkungan selanjutnya.
 Menggunakan  Bicara konteks  Membawa pasien
obat dengan realita (tidak pada orientasi
prinsip 6 benar mendukung realita
atau
membantah
waham pasien

 Latih pasien
 Memandirikan
untuk
memenuhi pasien dalam
kebutuhannya melakukan proses
keperawatan
 Masukkan  Jadwal harian
salam jadwal sebagai acuan
harian pasien dalam
melanjutkan
rencana
keperawatan
secara rutin.

Setelah……… SP.2
pertemuan (Tgl……………..)
pasien mampu:  Evaluasi  Mengetahui
 Menyebut kegiatan yang perkembangan
kan lalu (SP.1) dan tingkat
kegiatan kemampuan
yang sudah pasien dalam
dilakukan. menilai dirinya
 Mampu sesuai pada
menyebutk realitas.
an serta  Identifikasi  Mengetahui
memilih potensi/kemam potensi pasien
keinginan puan yang yang dapat
yang dimiliki. mendukung
dimiliki dalam mengenali
diri pasien.

 Pilih dan latih  Memotivasi


potensi/kemam pasien dalam
puan yang mengembangkan
dimiliki kemammpuannya
sehingga pasien
tidak berfokus
pada waham yang
dianutnya.
 Masukkan  Jadwal harian
dalam jadwal sebagai acuan
kegiatan pasien dalam
melanjutkan
rencana
keperawatan
secara rutin

Setelah……… SP.3 (Tgl………..)


pertemuan  Evaluasi  Mengetahui
pasien dapat kegiatan yang perkembangan
menyebutkan lalu (SP.1&2) dan tingkat
kegiatan yang kemampuan
sudah pasien dalam
dilakukan dan menilai dirinya
mampu sesuai pada
memilih realitas.
kemampuan
lain yang  Pilih dan latih  Memotivasi
dimiliki. potensi/kema pasien dalam
mpuan lain mengembangkan
yang dimiliki kemammpuannya
sehingga pasien
tidak berfokus
pada waham yang
dianutnya.
 Masukkan  Jadwal harian

dalam jadwal sebagai acuan

kegiatan dalam

pasien melanjutkan
rencana
keperawatan
secara rutin

Keluarga mampu: Setelah……… S.P1 (Tgl………)


 Mengidentifi- pertemuan  Identifikasi  Kesulitan dalam
kasi waham pasien mampu: masalah merawat pasien
pasien Mengidentifika keluarga memepengaruhi
 Memfasilitasi si masalah dalam perkembangan
pasien untuk menjelaskan merawat pasien dalam
memenuhi cara merawat pasien memahami
kebutuhannya pasien realitasnya.
 Mempertahan-
kan program  Jelaskan  Memudahkan
pengobatan proses keluarga dalam
pasien secara terjadinya mengenali
optimal waham. waham, sehingga
keluarga dapat
memahami yang
terjadi pada
pasien.

 Jelaskan  Mendorong
tentang cara keluarga dalam
merawat melakukan
pasien waham. tindakan sesuai
dengan
kebutuhan pasien.

 Latih  Memampukan
(simulasi) cara keluarga dalam
merawat merawat pasien.

 RTL keluarga/  Memudahkan

jadwal dalam tindakan

merawat selanjutnya demi

pasien pemulihan pasien


untuk kembali ke
realitas.

Setelah……… S.P 2 (Tgl……..)


pertemuan  Evaluasi  Mengetahui
pasien mampu kegiatan yang perkembangan
 Menyebutk lalu (S.P 1) dan tingkat
an kegiatan kemampuan
yang sesuai pasien dalam
dilakukan menilai dirinya
 Mampu sesuai pada
memperaga realitas.
kan cara
merawat  Latih keluarga  Memampukan
pasien cara merawat keluarga dalam
pasien merawat pasien.
(langsung ke
pasien)
 RTL keluarga  Memudahkan
dalam tindakan
selanjutnya demi
pemulihan pasien
untuk kembali ke
realitas.

Setelah……… S.P3
pertemuan (Tgl…………)
keluarga  Evaluasi  Mengetahui
mampu: kemampuan pengetahuan
 Mengidenti keluarga keluarga dalam
fikasi merawat pasien
masalah
dan mampu  Evaluasi  Mengetahui
menjelaska kemampuan perkembangan
n cara pasien pasien dalam
merawat melihat realitas.
pasien.
 RTL  Memudahkan
Keluarga: dalam tindakan
- Follow up selanjutnya demi
- Rujukan pemulihan pasien
untuk kembali ke
realitas.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Yosep, Iyus. 2009. Cet2. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.
Keliat, Budi Anna dan Akemat.2009.Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai