Anda di halaman 1dari 26

Politeknik Negeri

Sriwijaya
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik[3]


Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem
distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik
besar (bulk power source) sampai ke konsumen. Energi listrik dibangkitkan pada
pembangkit listrik seperti PLTU, PLTA, PLTG, PLTD maupun PLTN. Jenis
pembangkit tenaga listrik yang digunakan pada umumnya tergantung dari jenis
bahan bakar yang digunakan. Pembangkit tenaga listrik biasanya membangkitkan
energi listrik pada tegangan menengah, yaitu antara 6 dan 20 kV.
Pada umumnya, pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pengguna
tenaga listrik oleh karena itu energi listrik tersebut perlu di transmisikan melalui
saluran transmisi. Untuk mentransmisikan energi listrik tersebut tegangannya
harus dinaikkan dari tegangan menengah (TM) menjadi tegangan tinggi 70/150
kV (TT) ataupun tegangan ekstra tinggi 500 kV (TET). Tegangan yang lebih
tinggi ini diperoleh dari transformator penaik tegangan (Step-up transformer).
Pemakaian tegangan tinggi ini diperlukan untuk berbagai alasan efisiensi,antara
lain, penggunaan penampang penghantar menjadi efisien, karena arus yang
mengalir akan menjadi lebih kecil ketika tegangan tinggi diterapkan.
Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 KV dengan
transformator penurun tegangan (step-down transformer) pada gardu induk
distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik
dilakukan oleh saluran distribusi primer untuk disalurkan ke gardu - gardu
distribusi (GD) atau pemakai TM untuk diturunkan tegangannya dengan
transformator distribusi menjadi sistem tegangan rendah (TR), yaitu 220/380 Volt.
Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen. Dengan ini
jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga
listrik secara keseluruhan.

5
6

Politeknik Negeri
Sriwijaya

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik[3]

2.2 Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik[12]


Secara umum, saluran tenaga listrik atau saluran distribusi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2.1 Menurut nilai tegangannya:
a. Saluran distribusi Primer.
Terletak pada sisi primer transformator distribusi, yaitu antara titik
Sekunder transformator substation (G.I.) dengan titik primer transformator
distribusi. Saluran ini bertegangan menengah 20kV. Jaringan listrik 70 kV
atau 150 kV, jika langsung melayani pelanggan, bisa disebut jaringan
distribusi.
b. Saluran Distribusi Sekunder,
Terletak pada sisi sekunder transformator distribusi, yaitu antara
titik sekunder dengan titik cabang menuju beban.
2.2.2 Menurut bentuk tegangannya:
a. Saluran Distribusi DC (Direct Current) menggunakan sistem tegangan
searah.
b. Saluran Distribusi AC (Alternating Current) menggunakan sistem
tegangan bolak-balik.
2.2.3 Menurut jenis/tipe konduktornya:
a. Saluran udara, dipasang pada udara terbuka dengan bantuan support
(tiang) dan perlengkapannya, dibedakan atas:
- Saluran kawat udara, bila konduktornya telanjang, tanpa isolasi
pembungkus.
- Saluran kabel udara, bila konduktornya terbungkus isolasi.
b. Saluran Bawah Tanah, dipasang di dalam tanah, dengan menggunakan
kabel tanah (ground cable).
c. Saluran Bawah Laut, dipasang di dasar laut dengan menggunakan kabel
laut (submarine cable).
2.2.4 Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:
a. Konfigurasi saluran horisontal:
Bila saluran fasa terhadap fasa yang lain/terhadap netral, atau
saluran positip terhadap negatip (pada sistem DC) membentuk garis
horisontal.

Gambar 2.2 Konfigurasi saluran Horisontal[12]


b. Konfigurasi saluran vertikal :
Bila saluran-saluran tersebut membentuk garis vertikal

Gambar 2.3 Konfigurasi Saluran Vertikal[12]

c. Konfigurasi saluran Delta:


Bila kedudukan saluran satu sama lain membentuk suatu segitiga
(delta).

Gambar 2.4 Konfigurasi Saluran Delta[12]

2.3 Distribusi Primer (Jaringan Tengangan Menengah)


Jaringan Pada Sistem Distribusi tegangan menengah (Primer 20kV) dapat
dikelompokkan menjadi lima model, yaitu Jaringan Radial, Jaringan hantaran
penghubung (Tie Line), Jaringan Lingkaran (Loop), Jaringan Spindel dan Sistem
Gugus atau Kluster.
a. Jaringan Radial
Sistem distribusi dengan pola radial adalah sistem distribusi yang paling
sederhana dan ekonomis. Pada sistem ini terdapat beberapa penyulang yang
menyuplai beberapa gardu distribusi secara radial.
Trafo Trafo Trafo
Distribusi Distribusi Distribusi

150 kV 20 kV
Trafo
Distribusi
Trafo Daya

PMT 150 kV PMT 20 kV PMT 20 kV

Trafo Trafo
Distribusi Distribusi

Gambar 2.5 Konfigurasi Jaringan Radial

Dalam penyulang tersebut dipasang gardu-gardu distribusi untuk


konsumen. Gardu distribusi adalah tempat dimana trafo untuk konsumen
dipasang. Bisa dalam bangunan beton atau diletakan diatas tiang. Keuntungan dari
sistem ini adalah sistem ini tidak rumit dan lebih murah dibanding dengan sistem
yang lain.
Namun keandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem
lainnya. Kurangnya keandalan disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama
yang menyuplai gardu distribusi, sehingga apabila jalur utama tersebut mengalami
gangguan, maka seluruh gardu akan ikut padam. Kerugian lain yaitu mutu
tegangan pada gardu distribusi yang paling ujung kurang baik, hal ini dikarenakan
jatuh tegangan terbesar ada diujung saluran.

b. Jaringan Hantaran Penghubung (Tie Line)


Sistem distribusi Tie Line digunakan untuk pelanggan penting yang tidak
boleh padam (Bandar Udara, Rumah Sakit, dan lain-lain).
Sistem ini memiliki minimal dua penyulang sekaligus dengan tambahan
Automatic Change Over Switch / Automatic Transfer Switch, setiap penyulang
terkoneksi ke gardu pelanggan khusus tersebut sehingga bila salah satu penyulang
mengalami gangguan maka pasokan listrik akan di pindah ke penyulang lain.
Jaringan hantaran penghubung (tie line) dapat dilihat pada gambar 2.6
20 kV Pemutus Pemutus 20 kV
Tenaga Tenaga

PMT 20 kV PMT 20 kV
150 kV

Trafo Daya
Gardu
Konsumen
Penyulang
PMT 150 kV PMT 20 kV

Gardu Induk

Gambar 2.6 Konfigurasi Jaringan Hantaran Penghubung

c. Jaringan Lingkar (Loop)


Pada Jaringan Tegangan Menengah Struktur Lingkaran (Loop)
dimungkinkan pemasokannya dari beberapa gardu induk, sehingga dengan
demikian tingkat keandalannya relatif lebih baik.
Sakelar Sakelar
20 kV Seksi Seksi
Otomatis Otomatis

Trafo Trafo Trafo


150 kV
PMT Distribusi Distribusi Distribusi
Trafo Daya 20kV

Pemutus
Beban

PMT 150 kV PMT 20 kV PMT


Sakelar
20kV Trafo Trafo
Seksi
Otomatis Distribusi Distribusi
Trafo Trafo

Distribusi Distribusi

Gambar 2.7 Konfigurasi Jaringan Loop

d. Jaringan Spindel
Sistem Spindel adalah suatu pola kombinasi jaringan dari pola Radial dan
Ring. Spindel terdiri dari beberapa penyulang (feeder) yang tegangannya
diberikan dari Gardu Induk dan tegangan tersebut berakhir pada sebuah Gardu
Hubung (GH).
20 kV
PMT 20 kV Trafo Distribusi Pemutus Beban
150 kV
Trafo Daya
Trafo Distribusi
Gardu
Penyulang Langsung Hubung

PMT 150 kV PMT 20 kV

Trafo Distribusi

Trafo Distribusi

Gambar 2.8 Konfigurasi Jaringan Spindel

Pada sebuah spindel biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif dan
sebuah penyulang cadangan (express) yang akan dihubungkan melalui gardu
hubung. Pola Spindel biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah
(JTM) yang menggunakan kabel tanah/saluran kabel tanah tegangan menengah
(SKTM). Namun pada pengoperasiannya, sistem Spindel berfungsi sebagai sistem
Radial. Di dalam sebuah penyulang aktif terdiri dari gardu distribusi yang
berfungsi untuk mendistribusikan tegangan kepada konsumen baik konsumen
tegangan rendah (TR) atau tegangan menengah (TM).

e. Sistem Gugus atau Sistem Kluster


Konfigurasi Gugus banyak digunakan untuk kota besar yang mempunyai
kerapatan beban yang tinggi. Dalam sistem ini terdapat Saklar Pemutus Beban,
dan penyulang cadangan.
Trafo Distribusi
20 kV PMT
20kV
Trafo
Trafo Distribusi Distribusi
150 kV

Trafo Daya
Trafo
Distribusi
Trafo Trafo
Distribusi Distribusi
PMT 150 kV PMT 20 kV

Pemutus
Beban

Penyulang Cadangan

Gambar 2.9 Konfigurasi Sistem Kluster


penyulang ini berfungsi bila ada gangguan yang terjadi pada salah satu
penyulang konsumen maka penyulang cadangan inilah yang menggantikan fungsi
suplai kekonsumen.

2.4 Distribusi Sekunder (Jaringan Tegangan Rendah)


Sistem distribusi sekunder merupakan salah satu bagian dalam sistem
distribusi, yaitu mulai dari gardu trafo sampai pada pemakai akhir atau konsumen.

Gambar 2.10 Hubungan tegangan menengah ke tegangan rendah dan konsumen


Melihat letaknya, sistem distribusi ini merupakan bagian yang langsung
berhubungan dengan konsumen, jadi sistem ini selain berfungsi menerima daya
listrik dari sumber daya (transformator distribusi), juga akan mengirimkan serta
mendistribusikan daya tersebut ke konsumen. Mengingat bagian ini berhubungan
langsung dengan konsumen, maka kualitas listrik selayaknya harus sangat
diperhatikan.
Konstruksi jaringan tegangan rendah ini dibagi menjadi dua yaitu :
a. Saluran Udara Tegangan Rendah
Saluran ini merupakan penghantar yang ditempatkan diatas tiang
(diudara). Ada dua jenis penghantar yang digunakan, yaitu penghantar tak
berisolasi (kawat) dan penghantar berisolasi (kabel). Dengan karakteristik
elektris seperti pada tabel 2.1 berdasarkan SPLN 42-10.
Tabel 2.1 Karakteristik Twisted Kabel Aluminium (NFA2X)[11]

b. Saluran Kabel Tegangan Rendah


Saluran ini menempatkan kabel dibawah tanah. Tujuan utama penempatan
kabel dibawah tanah pada umumnya karena alasan estetika, sehingga
penggunaan SKTR umumnya adalah kompleks perumahan dan daerah
perindustrian. Jenis kabel yang dipakai adalah jenis kabel bawah tanah
berpelindung mekanis NYFGBY.
Keuntungan penggunaan kabel NYFGBY adalah estetika yang lebih indah,
tidak terganggu oleh pengaruh-pengaruh cuaca. Kelemahan kabel ini adalah
jika terjadi gangguan sulit menemukan lokasinya.
2.5 Gardu Distribusi[5]
Gardu distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem
distribusi yang berfungsi untuk menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk
membagikan/mendistribusikan tenaga listrik pada beban/konsumen baik
konsumen tegangan menengah maupun konsumen tegangan rendah.
Gardu Distribusi merupakan kumpulan/gabungan dari perlengkapan
hubung bagi baik tegangan menengah dan tegangan rendah. Jenis perlengkapan
hubung bagi tegangan menengah pada gardu distribusi berbeda sesuai dengan
jenis konstruksi gardunya.
Secara garis besar gardu distribusi dibedakan atas :
a. Jenis pemasangannya :
a) Gardu pasangan luar : Gardu Portal, Gardu Cantol
b) Gardu pasangan dalam : Gardu Beton, Gardu Kios
b. Jenis Konstruksinya :
a) Gardu Beton (bangunan sipil : Batu, beton)
b) Gardu Tiang : Gardu Portal dan Gardu Cantol
c. Gardu Kios Jenis Penggunaannya :
a) Gardu Pelanggan Umum
b) Gardu Pelanggan Khusus

2.5.1 Macam-macam gardu distribusi[6]


1. Gardu Beton, Seluruh komponen utama instalasi yaitu transformator dan
peralatan switching/proteksi, terangkai di dalam bangunan sipil yang di
rancang, di bangun dan difungsikan dengan konstruksi pasangan batu dan
beton.

Gambar 2.11 Gardu Beton


2. Gardu Portal adalah gardu listrik tipe terbuka (out-door) dengan memakai
konstruksi dua tiang atau lebih. Tempat kedudukan transformator
sekurang–kurangnya 3 meter di atas tanah dan ditambahkan platform
sebagai fasilitas kemudahan kerja teknisi operasi dan pemeliharaan.

Gambar 2.12 Gardu Portal

3. Gardu Distribusi tipe cantol, transformator yang terpasang adalah jenis


CSP (Completely Self Protected Transformer) yaitu peralatan switching
dan proteksinya sudah terpasang lengkap dalam tangki transformator.

Gambar 2.13 Gardu Cantol[6]

4. Gardu Kios, kotak tempat peralatan listrik terbuat dari bahan besi. Gardu
kios bukan merupakan gardu permanen tetapi hanya merupakan gardu
sementara, sehingga dapat mudah untuk dipindah-pindahkan.
Gambar 2.14 Gardu Kios

5. Gardu Hubung disingkat GH atau Switching Subtation adalah gardu yang


berfungsi sebagai sarana manuver pengendali beban listrik jika terjadi
gangguan aliran listrik, program pelaksanaan pemeliharaan atau untuk
maksud mempertahankan kontinuitas pelayanan. Isi dari instalasi Gardu
Hubung adalah rangkaian saklar beban (Load Break switch – LBS), dan
atau pemutus tenaga yang terhubung paralel. Gardu Hubung juga dapat
dilengkapi sarana pemutus tenaga pembatas beban pelanggan khusus
Tegangan Menengah. Konstruksi Gardu Hubung sama dengan Gardu
Distribusi tipe beton. Pada ruang dalam Gardu Hubung dapat dilengkapi
dengan ruang untuk Gardu Distribusi yang terpisah dan ruang untuk
sarana pelayanan kontrol jarak jauh. Ruang untuk sarana pelayanan
kontrol jarak jauh dapat berada pada ruang yang sama dengan ruang
Gardu Hubung, namun terpisah dengan ruang Gardu Distribusinya.

2.6 Transformator
2.6.1 Pengertian transformator[13]
Transformator adalah suatu peralatan listrik yang dapat
mentransformasikan energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke
rangkaian listrik yang lain melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan
prinsip induksi-elektromagnet. Transformator banyak digunakan secara luas, baik
dalam bidang tenaga listrik maupun elektronika. Penggunaannya dalam sistem
tenaga memungkinkan dipilihnya tegangan yang sesuai dan ekonomis untuk tiap-
tiap keperluan. Misalnya, untuk kebutuhan akan tegangan tinggi dalam
pengiriman daya listrik jarak jauh.
Dalam bidang tenaga listrik pemakaian transformator dikelompokkan
menjadi :
1. Transformator daya
Transformator daya memiliki peranan sangat penting dalam sistem
tenaga listrik. Transformator daya digunakan untuk menyalurkan daya dari
generator bertegangan menengah ke transmisi jaringan distribusi.
Kebutuhan transformator daya bertegangan tinggi dan berkapasitas besar,
menimbulkan persoalan dalam perencanaan isolasi, ukuran bobotnya.[8]
2. Transformator distribusi.
Transformator distribusi digunakan untuk mengubah tegangan
menengah menjadi tegangan rendah. Sebagaimana halnya dengan
komponen-komponen lain dari rangkaian distribusi, rugi-rugi energi dan
turun tegangan yang disebabkan arus listrik mengalir menuju beban
merupakan penentuan untuk pemilihan dan lokasi transformator. [2]
3. Transformator Instrumen/Pengukuran
Dalam prakteknya tidaklah aman menguhubungkan instrumen, alat
ukur atau peralatan kendali langsung ke rangkaian tegangan tinggi.
Transformator Instrumen umumnya digunakan untuk mengurangi
tegangan tinggi dan arus hingga harga aman dan dapat digunakan untuk
kerja peralatan demikian.
Transformator instrumen melakukan dua fungsi yakni : (1)
digunakan sebagai alat perbandingan (ratio device) yang memungkinkan
digunakannya alat ukur dan instrumen tegangan rendah dan arus rendah
baku. (2) digunakan sebagai alat pemisah (insulating device) untuk
melindungi peralatan dan operator dari tegangan tinggi. Ada dua macam
tranformator instrumen yaitu transformator tegangan dan transformator
arus.[7]
2.6.2 Transformator tanpa beban[10]
Transformator disebut tanpa beban jika kumparan sekunder dalam keadaan
terbuka (Open Circuit) perhatikan gambar 2.15

Gambar 2.15 Transformator Tanpa Beban[10]


Dalam keadaan ini, arus Io yang mengalir pada kumparan primer adalah
sangat kecil. Arus ini disebut arus primer tanpa beban atau arus penguat.
Arus Io adalah terdiri dari arus pemagnit (IM) dan arus tembaga (IC). Arus
IM inilah yang menimbulkan flux magnit bersama yang dapat menimbulkan rugi
histerisis dan rugi eddy current (arus pusar). Rugi histerisis dan rugi eddy current
inilah yang menimbulkan rugi inti sedangkan adanya arus tembaga akan
menimbulkan rugi tembaga. Secara vektoris hubungan antara arus penguat, flux
magnit bersama dan gaya gerak listrik primer ditunjukkan pada gambar 2.16

Gambar 2.16 Hubungan antara Io, ϕ dan E1[10]


Dari gambar 2.16 terlihat bahwa :
Io = IC + IM .......................................................................................................................... (2.1)
Jika beda phase antara Ic dan Io adalah sebesar θ, maka :

IC = Io Cos θ ........................................................................................... (2.2)

IM = Io Sin θ
Io = √IC2 + IM2 ..................................................................................... (2.3)
Pada umumnya R >> X , sehingga I << I dianggap I = 0, maka besar θ =
C M C M C
90°. Dengan demikian pada transformator tersebut hanya ada rugi inti sebesar :
IM2.XM = I o2.XM.................................................................................................................. (2.4)

2.6.3 Transformator berbeban[13]


Apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban ZL, I2 mengalir
pada kumparan sekunder, dimana :
V2
I2 = ...................................................................................... (2.5)
ZL

Gambar 2.17 menunjukkan rangkaian transformator dengan keadaan


berbeban.

Gambar 2.17 Transformator Berbeban[13]


Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnit (ggm) N2 I2 yang
cenderung menentang fluks (ϕ) bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan
IM. Agar fluks bersama tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus
mengalir I2’, yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus beban I2, hinggga
keseluruhan arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi :
I1 = I0 + I2’................................................................................ (2.6)
Bila rugi besi diabaikan (IC diabaikan) maka I0 = IM
I1 = IM + I2’ .............................................................................. (2.7)
Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan
oleh arus pemagnetan IM saja, berlaku hubungan :
N1 . IM = N1 . I1 – N2 . I2 ............................................................ (2.8)
N1 . IM = N1 (IM + I2’) – N2 . I2 .................................................. (2.9)
Sehingga,
N1 . I2’ = N2 . I2 ........................................................................ (2.10)
Karena nilai IM dianggap kecil, maka I2’ = I1
Jadi,
I1 N 2.................................................. (2.11)
N1 . I1 = N2 . I2 atau =

Dimana : I2 N1

I0 = Arus Penguat (A)


I1 = Arus Primer (A)
I2 = Arus Sekunder (A)
IM = Arus Rugi-rugi inti (A)

2.6.4 Rangkaian ekivalen transformator[10]


Flux magnit bersama yang dihasilkan oleh arus pemagnit IM, tidak
seluruhnya tercakup oleh kumparan primer maupun kumparan sekunder. Dengan
kata lain, terjadi flux magnit bocor baik pada kumparan primer maupun pada
kumparan sekunder. Adanya flux magnit bocor pada kumparan primer dinyatakan
oleh hambatan primer dan reaktansi primer, sedangkan pada kumparan sekunder
dinyatakan oleh hambatan sekunder dan reaktansi sekunder. Dengan demikian
rangkaian ekivalen transformator dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.18 Rangkaian Ekivalen Transformator[10]

Keterangan :

R1 = Hambatan Primer
X1 = Reaktansi Primer
R2 = Hambatan Sekunder
X2 = Reaktansi Sekunder
RC = Hambatan Inti
XM = Reaktansi Magnit
Jika ditinjau pada bagian primer dari gambar 2.18 maka :
V1 = I1.R1 + I1.X1 + E1 ...........................................................................................
(2.12)

2.6.5 Transformator Tiga Fasa[1]


Transformator tiga fasa digunakan karena pertimbangan ekonomi,
dikarenakan pemakaian inti besi pada transformator tiga fasa akan jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan pemakaian tiga buah transformator fasa tunggal.
Kumparan primer ataupun kumparan sekunder dari transformator tiga fasa dapat
dihubungkan secara bintang, delta ataupun zig-zag.
1. Hubungan Bintang (Y)
Hubungan bintang ialah hubungan transformator tiga fasa dimana ujung-
ujung awal atau akhir dari lilitan disatukan. Titik dimana tempat penyatuan
dari ujung lilitan merupakan titik netral. Hubungan bintang transformator tiga
fasa mempunyai ciri-ciri :
- Arus fasa IA, IB, IC masing-masing berbeda fasa 120°

- Besarnya arus fasa sama dengan arus line


Gambar 2.19 Hubungan Bintang[13]
Dari gambar 2.19 menunjukkan :
IN = IA + IB + IC ................................................................. (2.13)
VAB = VAN – VBN ................................................................. (2.14)
VBC = VBN – VCN.................................................................. (2.15)
VCA = VCN – VAN ................................................................. (2.16)
2. Hubungan Delta
Suatu hubungan transformator 3 fasa dimana cara penyambungan nya
ialah ujung akhir lilitan fasa pertama disambung dengan ujung mula lilitan
kedua dan akhir fasa kedua disambung dengan ujung mula fasa ketiga atau
boleh juga awal lilitan dari fasa pertama dengan akhir fasa kedua, awal fasa
kedua dengan akhir fasa ketiga dan awal fasa ketiga dengan akhir fasa
pertama.
Hubungan delta mempunyai ciri-ciri antara lain :
- Tegangan tiga fasa masing-masing berbeda fasa 120°
- Tegangan fasa sama dengan tegangan line atau Vp = VL

Gambar 2.20 Hubungan Delta[13]

Dari gambar 2.20 dapat ditentukan harga dari :


VAB + VBC + VCA = 0 ............................................................. (2.17)
Jika beban seimbang maka berlaku :
IA = IAB – ICA .......................................................................... (2.18)
IB = IBC – IAB .......................................................................... (2.19)
IC = ICA – IBC .......................................................................... (2.20)

3. Hubungan Zig-zag
Masing masing lilitan tiga fasa pada sisi tegangan rendah dibagi menjadi
dua bagian dan masing masing dihubungkan pada kaki yang berbeda.
Hubungan silang atau zig-zag digunakan untuk keperluan khusus seperti
distribusi dan transformator.
Gambar 2.21 Hubungan Zig-zag[13]

2.6.6 Kelompok Hubungan[13]


Vektor tegangan primer dan sekunder suatu transformator dapat dibuat
searah atau berlawanan dengan mengubah cara melilit kumparan. Untuk
transformator 3 fasa, arah tegangan akan menimbulkan perbedaan fasa. Arah dan
besar fasa tersebut mengakibatkan adanya berbagai kelompok hubungan pada
transformator.
Dalam menentukan kelompok hubungan diambil beberapa patokan sebagai
berikut:
a. Notasi untuk hubungan delta, bintang, dan hubungan zig-zag, masing-masing
adalah D, Y, dan Z untuk sisi tegangan tinggi dan d,y,z untuk sisi tegangan
rendah.
b. Untuk urutan fasa dipakai notasi U, V, W untuk tegangan tinggi dan u, v, w
tegangan sekunder sebagai tegangan rendah.
c. Tegangan Primer dianggap sebagai tegangan tinggi dan tegangan sekunder
dianggap sebagai tegangan rendah.
d. Angka jam menyatakan bagaimana letak sisi kumparan tegangan tinggi
terhadap sisi tegangan rendah.
e. Jarum jam panjang selalu dibuat menunjuk angka 12 dan dibuat berhimpit
(dicocokkan) dengan vektor fasa VL tegangan tinggi line to line.
f. Bergantung dari perbedaan fasanya, vektor fasa tegangan rendah (u, v, w)
dapat dilukiskan, letak vektor fasa v1 tegangan rendah line to line menunjukkan
arah jarum jam pendek.
g. Sudut antara jarum jam panjang dan pendek adalah pergeseran antara vektor
fasa V dan v.
Sedangkan kelompok hubungan transformator yang lazim digunakan
sesuai dengan normalisasi pabrik (VDE 0532) adalah :
a. Angka jam 0 atau group A, kelompok hubungan Dd0, Yy0, Dz0.
b. Angka jam 6 atau group B, kelompok hubungan Dd6, Yy6, Dz6.
c. Angka jam 5 atau group C, kelompok hubungan Dy5, Yd5, Yz5.
d. Angka jam 11 atau group D, kelompok hubungan Dy11, Yd11, Yz11.

Gambar 2.22 Kelompok Hubungan Dy11[13]


Dengan melihat contoh pada Gambar 2.22 dan memperlihatkan pedoman
yang telah diberikan di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan fasa pada
transformator mempunyai kelompok hubungan Dy11.

2.7 Transformator Distribusi[9]


Transformator distribusi adalah suatu peralatan listrik utama yang
berperan penting untuk penyaluran daya listrik dalam suatu sistem distribusi yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan distribusi primer yang merupakan tegangan
menengah menjadi tegangan rendah pada sisi sekunder.
Transformator Distribusi yang umum digunakan adalah transformator
step down 20/0,4 kV, tegangan fasa-fasa sistem JTR adalah 380 Volt, karena
terjadi drop tegangan maka tegangan rak TR dibuat diatas 380 Volt agar tegangan
pada ujung beban menjadi 380 Volt.
Pada kumparan primer akan mengalir arus jika kumparan primer
dihubungkan ke sumber listrik bolak-balik, sehingga pada inti transformator yang
terbuat dari bahan feromagnet akan terbentuk sejumlah garis-garis gaya magnet
(flux = ᶲ). Karena arus yang mengalir merupakan arus bola-balik maka flux
terbentuk pada inti akan mempunyai arah dan jumlah yang berubah-ubah. Jika
arus yang mengalir berbentuk sinus maka flux yang terjadi akan berbentuk sinus
pula. Karena flux tersebut mengalir melalui inti yang mana pada inti tersebut
terdapat lilitan primer dan lilitan sekunder maka pada inti primer dan sekunder
tersebut akan timbul ggl (gaya gerak listrik ) induksi, tetapi arah dari ggl induksi
primer berlawanan dengan arah ggl induksi sekunder sedangkan frekuensi
masing-masing tegangan tersebut sama dengan frekuensi sumbernya. Hubungan
tranformasi tegangan adalah sebagai berikut:
E1 N1
= = a ................................................................... (2.21)
E2 N2
Dimana :
E1 = Ggl induksi di sisi primer (V)
E2 = Ggl induksi di sisi sekunder (V)
N1 = Jumlah belitan sisi primer
N2 = Jumlah belitan sisi sekunder
a = Perbandingan transformasi

2.7.1 Rugi-rugi Transformator Distribusi[4]


Berdasarkan SPLN D3.002-1 : 2007 rugi-rugi transformator tanpa beban
(rugi-rugi besi) dan rugi-rugi transformator berbeban (rugi-rugi belitan) dapat
dilihat dari tabel 2.2 dan tabel 2.3
Tabel 2.2 Rugi-rugi transformator fase tunggal

Daya

kVA
1
10
16
25
50
Tabel 2.3 Rugi-rugi transformator fase tiga

Daya

Kva
1
25
50
100
160
200
250
315
400
500
630
800
1000
1250
1600
2000
2500
Batas rugi-rugi maksimum transformator tanpa beban adalah + 5%, sedangkan
untuk transformator berbeban adalah + 10%.

2.7.2 Tegangan Impedansi dan Kelompok Vektor


Nilai tegangan impendansi untuk masing-masing trasformator adalah :
a. Transformator fase tunggal : 2,5 %
b. Transformator fase tiga :
 ≤ 630 kVA : 4 %
 800 kVA : 4,5 %
 1000 kVA : 5 %
 1250 kVA : 5,5 %
 1600 kVA : 6 %
 ≥ 2000 kVA : 7%
Sedangkan untuk kelompok vektor transformator dibagi menjadi :
a. Untuk sistem distribusi JTM 3 kawat dibagi menjadi 2 kelompok vektor yang
biasa digunakan yaitu :
1. Kelompok vektor Yzn5, dipakai untuk transformator ≤ 160 kVA.
2. Kelompok vektor Dyn5, dipakai untuk transformator > 160 kVA.
b. Untuk sistem distribusi JTM 4 kawat kelompok vektor adalah YNyn0.
Tabel 2.4 Vektor Grup dan Daya Transformator
NO Vektor Group

3 Ynyn0

2.8 Perhitungan Arus Beban Penuh Transformator[2]


Daya transformator bila ditinjau dari sisi tegangan tinggi (primer) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
S = √3 x V x I......................................................................... (2.22)
dimana:
S = Daya transformator (kVA)
V = Tegangan sisi primer transformator (kV)
I = Arus jala-jala (A)
Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat menggunakan
rumus :
S .................................................................... (2.23)
IFL =
dimana: √3 x V

IFL = Arus beban penuh (A)


S = Daya transformator (kVA)
V = Tegangan sisi sekunder transformator (kV)

2.9 Losses (rugi-rugi) Akibat Adanya Arus pada Penghantar Netral


Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada
sisi sekunder transformator (fasa R, fasa S, fasa T) mengalirlah arus di netral
transformator. Arus yang mengalir pada penghantar netral transformator ini
menyebabkan losses (rugi-rugi). Losses pada penghantar netral transformator ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
P = I . R ........................................................................
N N2 N
(2.24)
Dari persamaan diatas didapat juga persamaan persentase losses akibat adanya
arus netral pada penghantar adalah :
PN
%PN = x 100 % ................................................................. (2.25)

dimana: P

PN = Losses pada penghantar netral trafo (Watt)

IN = Arus yang mengalir pada netral trafo (A)

RN = Tahanan penghantar netral trafo (Ω)


2.10 Ketidakseimbangan Beban
Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan di mana :
• Ketiga vektor arus / tegangan sama besar.
• Ketiga vektor saling membentuk sudut 120º satu sama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah
keadaan di mana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi.
Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada 3 yaitu:
• Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.
• Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120º satu sama lain.
• Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuK sudut 120º satu sama lain.

(a) (b)
Gambar 2.23 Vektor Diagram Arus
Gambar 2.23 (a) menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan
seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR ,IS ,IT )
adalah sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (IN ).
I⃗N⃗ = ⃗I⃗R + I⃗S + I⃗T = 0 ......................................................... (2.26)
Sedangkan pada Gambar 2.23 (b) menunjukkan vektor diagram arus yang
tidak seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya

(IR ,IS ,IT ) tidak sama dengan nol sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral
(IN ) yang besarnya bergantung dari seberapa besar faktor ketidakseimbangannya.
IN =
⃗ ⃗ ⃗⃗IR
⃗ + IS⃗ + IT⃗ ................................................................. (2.27
Dimana :
IN = Arus yang mengalir pada penghantar fasa N (A)
)

IR = Arus yang mengalir pada penghantar fasa R (A)

IS = Arus yang mengalir pada penghantar fasa S (A)

IT = Arus yang mengalir pada penghantar fasa T (A)


2.11 Penyaluran dan Susut Daya
Misalnya daya sebesar P disalurkan melalui suatu saluran dengan
penghantar netral. Apabila pada penyaluran daya ini arus-arus fasa dalam keadaan
seimbang, maka besarnya daya dapat dinyatakan sebagai berikut:
P = 3 . [V] . [I] . cos ��.............................................................. (2.28)
dengan:
P = Daya pada ujung kirim
V = Tegangan pada ujung kirim
cos 𝜑 = Faktor daya
Daya yang sampai ujung terima akan lebih kecil dari P karena terjadi
penyusutan dalam saluran. Jika [I] adalah besaran arus fasa dalam penyaluran
daya sebesar P pada keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama
tetapi dengan keadaan tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan
dengan koefisien a, b dan c sebagai berikut :

[ IR ] = a [ I ]

[ IS ] = b [ I ] ....................................................................... (2.29)

[ IT ] = c [ I ]

dengan IR , IS dan IT berturut-turut adalah arus di fasa R, S dan T.


Bila faktor daya di ketiga fasa dianggap sama walaupun besarnya arus
berbeda, besarnya daya yang disalurkan dapat dinyatakan sebagai :
P = (a + b + c) . [V] . [I] . cos 𝜑 ............................................... (2.30)
Apabila persamaan (2.29) dan persamaan (2.30) menyatakan daya yang besarnya
sama, maka dari kedua persamaan itu dapat diperoleh persyaratan untuk koefisien
a, b, dan c yaitu :
� + � + � = 3 .......................................................................... (2.31)
dimana pada keadaan seimbang, nilai a = b = c = 1

Anda mungkin juga menyukai