Anda di halaman 1dari 13

Bab I

Pendahuluan
A. Pengertian Etika.
Dalam kamus hukum Bahasa Indonesia WJS Poerwadarminta mengemukakan
bahwa pengertian etika adalah Ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak. 1
Menurut Verkuyl, perkataan etika berasal dari perkataan “ethos” sehingga
muncul kata-kata etika.2
Dr. James J. Spillane SJ. Mengungkapkan bahwa etika adalah memperhatikan
atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral.
Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan
objektivitas untuk menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku
seseorang terhadap orang lain.3
Menurut Ensiklopedia pendidikan, dijelaskan bahwa etika adalah filsafat tentang
nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk, kecuali etika mempelajari nilai-nilai, ia juga
merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. 4
Secara historis, Aristoteles dalam bukunya “Ethika Nichomacheia” menguraikan
bagaimana tata pergaulan, dan penghargaan seseorang manusia kepada manusia
yang lainnya, yang tidak didasarkan kepada egoism atau kepentingan individu , akan
tetapi didasarkan atas hal-hal yang bersifat altruistis, yaitu memperhatikan orang
lain.

B. Hubungan Etika Dan Profesi Hukum.


Menurut Pasal 1 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor
17/0/1993 tentang Kurikulum yang berlaku secara Nasional Pendidikan Tinggi
Program Sarjana Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum, tujuan pendidikan tinggi

1 Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,


Jakarta, 1986, hal. 278.

2 Pasiribu, Rudolf, Teori Etika Praktis, Pieter Medan, 1988, hal. 2.

3 Susanto, Budi dkk, Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, Kanisius,


Yogyakarta, 1992, hal. 42.

4 Poerbakawatja, Soegarda, Ensiklopedia Pendidikan, Gunung Agung,


Jakarta, 1976, hal 82.

1
dimaksudkan untuk menyiapkankan peserta didik atau mahasiswa menjadi sarjana
hukum yang :
1. Menguasai hukum Indonesia,
2. Menguasai dasar-dasar ilmiah dan dasar-dasar kemahiran kerja untuk
mengembangkan ilmu hukum dan hukum.
3. Mengenal dan peka akan masalah-masalah keadilan dan masalah-masalah
kemasyarakatan.
4. Mampu menganalisa masalah-masalah hukum dalam masyarakat.
5. Mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan masalah-
masalah kemasyarakatan dengan bijaksana dan tetap berdasar pada prinsip-
prinsip hukum.
Tujuan pendidikan yang disebut di atas tidaklah lengkap tanpa adanya etika. Hal
tersebut tidaklah mengherankan apabila saat ini di kalangan penegak hukum ada
penurunan etika dalam menjalankan profesinya.
Etika profesi adalah sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk
memberikan pelayanan professional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan
keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan
tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan
hukum dengan disertai refleksi yang seksama, dan oleh karena itulah di dalam
melaksanakan profesi terdapat kaidah-kaidah pokok berupa etika profesi. 5
Kaidah-kaidah pokok tersebut :
1. Profesi harus dipandang sebagai suatu pelayanan.
2. Profesi harus mendahulukan kepentingan penghadap.
3. Profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan.
4. Adanya semangat solidaritas antara sesame rekan seprofesi.

5 Kiesser, B, Etika Profesi, Majalah BASIS No. :XXXV/5, 1986, hal. 170-171.

2
Bab II
Profesi Hukum

A. Pengertian Profesi.
Muhammad Imaduddin Abdulrahim mengemukakan bahwa : Profesionalisme
biasanya dipahami sebagai suatu kualitas, yang wajib dipunyai setiap eksekutif yang
baik, yang mempunyai ciri-ciri :
1. mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang.
2. mempunyai ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisa suatu
masalah.
3. mempunyai sikap berorientasi ke hari depan.
4. mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi. 6

Menurut Ensiklopedia Pendidikan, suatu profesi mempunyai ciri-ciri :


1. suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan
berkembang dan diperluas.
2. suatu teknik intelektual.
3. penerapan praktis dari teknik intelektual.
4. adanya suatu periode untuk pelatihan dan sertifikasi.
5. mempunyai standar etika.
6. kemampuan memimpin.
7. tergabung dalam asosiasi profesi.
8. pengakuan sebagai profesi.
9. mempunyai tanggung jawab atas profesinya.
10. mempunyai hubungan erat dengan rekan seprofesi.

6 Abdulrahim, Imaduddin, Profesionalisme Dalam Islam, Jurnal Ulumul


Qur’an Nomor 2 Vol IV, 1993.

3
B. Profesi Hukum dan Etika Profesi Hukum.
Dalam menjalankan profesi hukum, ada wadah organisasi yang menjadikan para
profesional hukum sebagai anggotanya. Organisasi ini dalam pelaksanaannya
bersifat nirlaba (tidak mencari keuntungan), dan bersifat mengontrol dan mengawasi
para profesi hukum terutama yang berhubungan dengan etika dari para anggotanya.
Rumusan-rumusan etika tersebut kemudian dikodifikasikan menjadi kode etik.
Beberapa organisasi yang menjadi wadah dari profesi hukum antara lain Ikatan
Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN). Dalam
pelaksanaannya organisasi-organisasi tersebut mempunyai kode etik masing-masing
dalam mengontrol perilaku dan kebiasaan para anggotanya.
Tujuan dari adanya kode etik bagi para professional hukum adalah
1. Kemampuan untuk kesadaran etis (ethical sensibility).
Para profesional hukum dapat menempatkan diri dengan kesadaran beretika
bukan dengan paksaan.
2. Kemampuan untuk berpikir secara etis (ehical reasoning).
Berpikir secara etika, dimaksudkan agar setiap pemikiran yang dilakukan oleh
professional hukum selalu dilandasi etika.
3. Kemampuan untuk bertindak secara etis (ethical conduct).
Sebagai bentuk manifestasi dari kesadaran dan berpikir secara etis, yang
diperlihatkan dalam bentuk tindakan yang beretika dalam mengambil keputusan.
4. Kemampuan untuk kepemimpinan etis (ethical leadership).
Berkaitan dengan pelaksanaan etika yang dilakukan sebagai pemimpin.
Selain itu ada beberapa faktor yang turut berperan dalam menumbuhkan etika
dari profesi hukum itu sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi :
1. Keutamaan moral.
Keutamaan moral terdiri dari kebijaksanaan dan keadilan.
2. Keutamaan Theologikal.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, disebutkan bahwa
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
atau berdasarkan Undang-Undang lainnya”. Jadi notaris sebagai pejabat umum
mempunyai kewenangan untuk membuat akta autentik yang meliputi antara lain

4
semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
atau oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Sebagai pejabat umum, maka hasil pekerjaan notaris mempunyai akibat hukum
tidak hanya bagi para pihak yang disebutkan di dalam suatu akta autentik tapi juga
bagi notaris itu sendiri. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan akibat
hukumnya di kemudian hari, maka INI sebagai wadah organisasi notaris
sebagaimana disebutkan dalam pasal 82 ayat 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014
Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris mengatur dan mengawasi para anggota organisasinya dengan Kode Etik
Notaris INI.
Dalam Kode Etik Notaris INI, diatur beberapa hal yang menjadi pegangan notaris
dalam menjalankan jabatannya. Hal-hal tersebut meliputi :
1. Bab I Ketentuan Umum.
Dalam bab ini berisi pejelasan dari berbagai istilah yang digunakan dalam Kode
Etik Notaris INI.
2. Bab II Ruang Lingkup Kode Etik.
Dalam bab ini menjelaskan tentang ruang lingkup diberlakukannya Kode Etik
Notaris INI.
3. Bab III Kewajiban, Larangan dan Pengecualian.
Aturan dalam bab ini membahas tentang apa yang menjadi kewajiban notaris
dalam melaksanakan jabatannya, hal-hal yang dilarang dan hal-hal yang boleh
dijalankan sebagai bentuk pengecualian.
4. Bab IV Sanksi.
Berisi penjelasan tentang sanksi yang akan diberikan kepada notaries yang
melanggar larangan yang diatur dalam Bab III Kode Etik Notaris INI.
5. Bab V Tata Cara Penegakan Kode Etik.
Mengatur tentang tata cara pengawasan, pemeriksaan, penjatuhan sanksi serta
banding dalam pelaksanaan Kode Etik Notaris INI.
6. Bab VI Pemecatan Sementara.
Sanksi yang diberikan bagi notaris yang telah terbukti melanggar kode etik dan
dinyatakan bersalah serta dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
7. Bab VII Kewajiban Pengurus Pusat.

5
Kewajiban Pegurus Pusat untuk memberitahukan sanksi pemecatan sementara
(schorsing) demikian sanksi (onzetting) maupun pemberhentian tidak hormat
kepada Majelis Pengurus Daerah dengan tembusan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia.

8. Bab VIII Ketentuan Penutup.


Bab ini menjelaskan tentang semua anggota INI wajib untuk mematuhi Kode Etik
Notaris INI.
Notaris merupakan jabatan umum yang dijalankan dengan berlandaskan
kepercayaan, serta termasuk profesi yang mulia (officium nobile). Namun demikian
dalam pelaksanaannya sehari-hari sering ditemukan adanya penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan dengan berbagai alasan. Padahal penyimpangan-
penyimpangan tersebut sudah diatur dalam Bab III Kode Etik Notaris INI tentang
Kewajiban, Larangan dan Pengeculian. Hal ini bisa terjadi karena dalam
pelaksanaan jabatan notaris tidak bersumber dari kesadaran.
Mochtar Kusumaatmadja dalam tulisannya “Pembaharuan Pendidikan Hukum
dan Pembinaan Profesi” mengemukakan pendapat bahwa “Pendidikan keterampilan
teknis tanpa disertai pendidikan tanggung jawab professional dan etika adalah
bahaya”.7 Penyandang jabatan profesi yang dalam pelaksanaannya tidak
menyertakan tanggung jawab dan etika akan merusak citra profesi hukum secara
keseluruhan.

7 Kusumaatmada, Mochtar, Pembaharuan Pendidikan Hukum dan


Pembinaan Profesi, Majalah Hukum dan Pengetahuan Masyarakat,
Padjadjaran, Jilid V Nomor 3-4, 1974, hal. 17.

6
Bab III
Baik dan Buruk
Pengertian baik dan buruk dalam Ensiklopedia Indonesia : “Suatu hal dikatakan
baik, bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang atau bahagia,
jadi sesuatu yang dikatakan baik bila ia dihargai secara positif.” 8 Sedangkan
pengertian buruk : “adalah segala yang tercela, lawan baik, pantas, bagus dan
sebagainya. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-
norma masyarakat yang berlaku.”9
Baik dan buruk suatu tindakan akan sangat tergantung dari orang yang
menilainya, disebabkan karena baik dan buruk terikat pada ruang dan waktu.
Beberapa sudut pandang yang digunakan untuk menilai baik dan buruk.
1. agama;
Mengamalkan ajaran agama berarti mengetahui apa yang bisa diperbuat dan
apa yang dilarang oleh agama.
2. adat Kebiasaan;
Setiap suku atau bangsa mempunyai adat istiadat yang diwariskan dari satu
generasi ke generasi yang lain. Barang siapa yang patuh kepada adat istiadat
tersebut maka orang yang bersangkutan dapat dipandang baik, dan sebaliknya
bagi siapa yang melanggar adat istiadat tersebut, maka yang bersangkutan
dipandang telah berbuat buruk.
3. hedonisme;
Aliran yang memandang baik dan buruk sebagai kebahagiaan yang sama
dengan kenikmatan yang diperoleh.

8 Ensiklopedia Indonesia I : 362.

9 Ensiklopedia Indonesia I : 557.

7
4. instuisi;
Instuisi adalah kekuatan batin yang dapat mengidentifikasi apakahh suatu
perbuatan itu baik atau buruk tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang
ditimbulkan perbuatan itu.
5. evolusi;
Paha mini berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini selalu
berangsur-angsur mengalami perubahan. Begitupun dengan kesenangan dan
kebahagiaan, akan selalu berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi sosial.

6. Utilitarianisme;
Paham ini menilai ukuran baik dan buruk didasarkan kepada “apakah perbuatan
tersebut berguna atau bermanfaat?”
7. eudemonisme
Aliran yang memandang baik dan buruk sebagai kebahagiaan yang sama
dengan kebaikan tertinggi, bukan kenikmatan sebagaimana pandangan
hedonism.
8. pragmatism
Pragmatism adalah paham yang menilai baik dan buruk itu dari manfaat yang
diberikan kepada seorang individu tanpa mempedulikan individu yang lain,
manfaat tersebut bisa bersifat moril maupun materiil;
9. positivisme;
Aliran yang memandang baik dan buruk dari kesesuaian kepentingan individu
dan kepentingan masyarakat. Jika kepentingan individu tidak bertentangan
dengan kepentingan masyarakat, maka hal itu dikatakan baik dan sebaliknya.
10. natularisme;
Naturalisme adalah paham yang menilai baik dan buruk dari kesesuaian dengan
alam. Jika suatu tindakan yang dilakukan tidah merusak atau bertentangan
dengan alam, maka hal itu dikatakan baik dan sebaliknya.
11. idealism;
Paham yang menilai baik dan buruk itu dari pikiran sebagai sumber dari idea.
Aliran ini berpendapat bahwa yang baik itu hanya apa yang ada dalam idea itu
sendiri. Segala yang ada hanyalah tiada sebab perwujudan dari alam tiruan
(bersifat tiruan).

8
Bab IV
Keadilan
A. Pengertian.
Keadilan itu erat kaitannya dengan sila kelima Pancasila yang berbunyi :
“Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Berikut ini beberapa definisi
keadilan :
1. Menurut W J S Poerwadarminta pengertian adil itu : 10
(1).tidak berat sebelah;
(2). sepatutnya, tidak sewenang-wenang.
2. Drs Kahar Masyhur dalam bukunya “Mengemukakan Pendapat-Pendapat
Tentang Apakah Yang Dinamakan Adil Tersebut” :11
(1).adil ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya;
(2). adil ialah menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa
kurang;
(3). Adil ialah memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap, tanpa lebih
tanpa kurang antara sesama yang berha, dalam keadaan yang sama, dan
penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan
kesalahan dan pelanggarannya.

B. Adil dan Keadilan Sosial.

10 Poerwadarminta, W J S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,


Jakarta , 1986, hal . 16.

11 Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, Kalam Mulia, Jakarta, 1985,
hal. 71.

9
Setiap individu yang mampu berlaku adil akan melahirkan suatu keadilan sosial
pada masyarakat umumnya. Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang
antara hak dan kewajiban.
Dalam hubungan bermasyarakat, keadilan sosial dapat diartikan sebagai : 12
(1).Mengembalikan hak-hak yang hilang kepada yang berhak;
(2). Menumpas keaniayaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha-pengusaha.
(3). Merealisasikan persamaan terhadap hukum antara setiap individu pengusaha-
pengusaha, dan orang-orang mewah yang didapatnya dengan tidak wajar.
Keadilan sosial menyangkut kepentingan masyarakat luas, dengan sendirinya
setiap individu harus mengesampingkan kebebasan individunya untuk kepentingan
individu yang lainnya.
Bab V
Hak Asasi
A. Pengertian Hak Asasi.
Hak berasal dari kata recht (bahasa Belanda), deroit (bahasa Perancis), lus
(bahasa Latin). Hak adalah izin atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Jadi
Hak asasi adalah mutlak, yaitu hak yang seharusnya diberikan kepada seseorang
tertentu untuk melakukan sesuatu perbuatan.
Hak asasi adalah sekumpulan hak-hak yang tidak dapat dipisahkan (unalienable)
dari badannya dan tidak dapat diganggu oleh siapapun. Hak asasi juga sering
disebut sebagai hak dasar manusia.

B. Hak Asasi Manusia (HAM).


Kekuasaan raja yang absolut dan otoriter, sering menyebabkan suatu keadaan
yang timpang bagi rakyat. Keadaan itu mengganggu ketertiban umum yang pada
akhirnya mengesampingkan sekaligus mengabaikan hak-hak dari rakyat.
Di barat, beberapa peristiwa yang merupakan tonggak lahirnya hak asasi
manusia :
1. Piagam Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris.
2. Hobeas Corpus Act pada tahun 1679 di Inggris.
3. Glorious Revolution dan Bill of Right pada tahun 1689 di Inggris.

12 Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, Kalam Mulia, Jakarta, 1985,
hal. 71.

10
4. Virginia Bill of Right pada tahun 1776 di Amerika.
5. Declaration of Independence di Amerika.
6. Declaration des driot de I’homme et du Citoyen pada tahun 1789 di Perancis.

Pengakuan hak asasi manusia diawali dengan lahirnya Piagam Magna Charta di
Inggris pada tahun 1215 M. Magna Charta adalan bentuk pengakuan raja Jhon
Lockland yang absolute dan otoriter terhadap hak-hak asasi yang meliputi :
1. Kemerdekaan seseorang tidak bebas disandera atau dirampas selain
berdasarkan Undang-Undang atau Keputusan Hakim.
2. Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan kalau hanya berdasarkan atas perintah
raja.
Pada tahun 1679 dengan perantaraan parlemen, dikukuhkan hak-hak kebebasan
dengan ditetapkannya “Hobeas Corpus Act” yang dalam salah satu poinnya
mengatur bahwa apabila pejabat polisi menahan orang dan orang tersebut tidak
terbukti kesalahannya, maka kepada orang yang bersangkutan harus dibayar 500
Poundsterling.
Glorious Revolution di Inggris pada tahun 1689 adalah suatu gerakan untuk lebih
membatasi kekuasaan penguasa, hak-hak parlemen ditambah dan jaminan
kemerdekaan bagi warga negara Inggris. Glorious Revolution kemudian melahirkan
Bill of Rights, yang merupakan tonggak awal kebebasan mengeluarkan pendapat di
Barat.
Presiden AS ketiga, Thomas Jefferson dalam Declaration of Independence
menyebutkan bahwa “Semua orang diciptakan-Nya dalam keadaan merdeka dan
mempunyai derajat yang sama serta dianugerahi-Nya sesuatu hak yang tidak dapat
dipisahkan dari diri setiap orang antara lain : Hak untuk hidup, Hak atas
kemerdekaan, Hak untuk mengejar kemerdekaan”.
Pada tahun 1789, sebelum dimulainya revolusi Perancis, dibuat suatu Hak Asasi
Manusia yang dicantumkan dalam Declaration des driot de I’homme et du Citoyen.
Franklin D Roosevelt (Presiden AS ketika itu) di tahun 1944, menyebutkan ada 4
macam Hak Asasi Manusia :
1. Freedom of speech.
2. Freedom of want.
3. Freedom of religion.

11
4. Freedom of fear.
Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia tercantum di dalam UUD 1945,
yaitu :
Pasal 27
(1). Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
(2). Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.

Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
Pasal 29
(1). Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.

Pasal 30
(1). Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara.
(2). Syarat-syarat tentang pembelaan diatur oleh Undang-Undang.

Pasal 31
(1). Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2). Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 32
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

Pasal 33
(1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.

12
(2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3). Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Daftar Pustaka

Abdulrahim, Imaduddin, Profesionalisme Dalam Islam, Jurnal Ulumul Qur’an Nomor


2 Vol IV, 1993.
Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, Kalam Mulia, Jakarta, 1985.
Kiesser, B, Etika Profesi, Majalah BASIS No. :XXXV/5, 1986.
Kusumaatmada, Mochtar, Pembaharuan Pendidikan Hukum dan Pembinaan Profesi,
Majalah Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Padjadjaran, Jilid V Nomor 3-4,
1974.
Pasiribu, Rudolf, Teori Etika Praktis, Pieter Medan, 1988.
Poerbakawatja, Soegarda, Ensiklopedia Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta, 1976.
Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1986.
Susanto, Budi dkk, Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, Kanisius, Yogyakarta,
1992.
Ensiklopedia Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai