Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat didunia
termasuk di Indonesia, yang terdiri dari hepatitis A, B, C, D dan E sering
muncul sebagai kejadian luar biasa, ditularkan secara fecal oral dan biasanya
berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, bersifat akut dan dapat
sembuh dengan baik. Sedangkan hepatitis B, C, dan D jarang di tularkan
secara parenteral, dapat menjadi kronis dan menimbulkan chirosis dan lalu
kanker hati. Virus Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di
dunia, sekitar 240 juta orang di antara menjadi pengidap hepatitis B kronik,
sedangkan untuk penderita hepatitis C di dunia di perkirakan 170 juta orang.
Sebanyak, 1,5 juta penduduk dunia meninggal tiap tahunnya karena hepatitis.
Indonesia merupakan Negara dengan endemisitas tinggi hepatitis B,
terbesar kedua di Negara Shout East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), study dan uji saring
darah donor PMI, maka diperkirakan dari 100 orang Indonesia, 10
diantaranya tealah terinfeksi virus B atau C. Sehingga saat ini diperkirakan
yang terinfeksi virus hepatitis B atau C dari 28 juta penduduk yaitu 1,4 juta
penduduk, dan dari 1,4 juta yang kronis berpotensi untuk menderita kanker
hati.
Untuk akselerasi program pengendalian hepatitis tingkat global,
berdasarkan evaluasi respon sejak keluarnya resolusi 63,18, maka Indonesia
bersama 14 negara lain, pada sidang WHA ( World Health Assembly) bulan
mei 2014, mengusulkan resolusi untuk pengendalian Hepatitis virus, yaitu
keluarlahresolusi 67,7 tentang aksi konkrit dalam pengendalian Hepatitis.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka ditemukan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa Anatomi dan fisiologi Hepatitis ?
2. Apa yang dimaksud dengan Hepatitis ?
3. Apa saja penyebab dari Hepatitis ?
4. Apa saja klasifikasi dari Hepatitis ?
5. Bagaimana patofisiologi dari Hepatitis?
6. Bagaimana Pathway dari Hepatitis?
7. Bagaimana tanda dan gejala dari penyakit Hepatitis?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit Hepatitis?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Hepatitis?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan untuk Hepatitis?
1.3 Tujuan
Tujuan disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalamandan pengetahuan tentang penyakit
Hepatitis
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien
hepatitis
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pasien hepatitis
c. Menyusun rencana Asuhan keperawatan pada pasien hepatitis
d. Melakukan implementasi dan evaluasi keperawatan pasien
hepatitis

2
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Untuk memahami dan mengetahui tentang Asuhan Keperawatan
Penyakit Hepatitis

1.4.2 Bagi institusi


Makalah ini bagi institusi pendidikan kesehatan adalah sebagai
tambahan referensi untuk menguji mahasiswa atau mahasiswinya
tentang Asuhan Keperawatan Penyakit Hepatitis
1.4.3 Bagi Masyarakat
Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan
tentang Asuhan Keperawatan Penyakit Hepatitis

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi

Hati (Hepar) merupakan kelenjar aksesori yang terbesar dalam tubuh,


berwarna cokelat, dan beratnya 1.000 – 1.800 gram. Hati terletak di dalam
rongga perut sebelah kanan atas dibawah diafragma, sebagian besar terletak
pada region hipokondria dan region epigastrium. Pada orang dewasa yang
kurus tepi bawah hati mungkin teraba satu jari di bawah tepi kosta. Hati
dibagi dalam empat lobus.
1. Lobus sinestra, terletak dari sebelah kiri dari bidang median.
2. Lobus dekstra, di sebelah kanan dari bidang median.
3. Lobus kaudatus, sebelah bawah bagian ekor.
4. Lobus kuadratus, di belakang berbatas dengan pars pilorika, ventrikula,
dan duodenum superior.

Fungsi hati meliputi :

1. Fungsi metabolic : metabolisme asimilasi karbohidrat, lemak, proteindan


vitamin. Serta produksi energy. Seluruh monosakarida akan di ubah
menjadi glukosa dan pengaturan glukosa dalam darah ini terjadi di hati.
Pembentukan samam lemak dan lipid, pembentukan fosfolipid terjadi di
hati. Mekanisme protein mengubah asam amino yang satu menjadi yang
lain, dan pembentukan albumin dan globulin juga taerjadi dihati.

4
2. Fungsi eksretori: produksi empedu oleh sel hati (bilirubin, kolesterol,
garam empedu). Kedalam empedu juga di ekresikan zat yang berasal dari
luar tubuhseperti logam-logam beratatau bermacam zat warna.
3. Fungsi pertahanan tubuh : detoksikasi racun siap untuk dikeluarkan,
melakukan fagositosis terhadap benda asing langsungmembentuk antai
bodi. Bila hati rusak maka berbagai racun akan meracuni tubuh.
Bermacam-macam cara mendetoksikasikan racun, misalnya
pembentukan urea dari amoniak atau zat beracun dioksidasi/ diredukasi/
dihidrolisis dengan zat-zat yang lain untuk mengurangi toksis dari racun
tersebut.
4. Pengaturan dalam peredaran darah : Berperan dalam membentuk darah
dan heparin di hati dan mengalirkan darah ke jantung. Dalam hati sel
darah merah akan merusak karena terdapat sel-sel sistem
retikoloenotelium (RES). Perusakan ini juga terdapat dalam limpa dan
sumsum tulang.
5. Hati membentuk asam empedu tearutama dari kolesterol yang
membentuk pigmen-pigmen empedu terutama dari hasil perusakan
haemoglobin.
6. Sintesis protein : mencakup protein-protein penting untuk pembekuan
darah serta mengangkut hormone tiroid, steroid dan kolestetol.
7. Detoksifikasi / degradasi : zat-zat sisa dan hormone serta obat dan
senyawa asing lainnya.

2.2 Definisi
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh
virus disertai nikrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan
kumpulan perubahan kinis, biokimia serta seluler yang khas. (Brunner &
Suddarth,2002 : 1169)
Hepatitis merupakan istilah umum yang berarti peradangan pada sel-sel
hati. Peradangan hati ini dapat disebabkan oleh infeksi, paparan alkohol, obat-
obatan tertentu, bahan kimia, atau racun, atau dari suatu kelainan dari sistem

5
kekebalan tubuh. Hepatitis infeksi oleh virus (HAV, HBV, HCV, HDV,
HEV) mempunyai perbedaan dalam rute transmisi. (Bennet, 2008).
Istilah hepapatis di pakai untuk semua jenis peradangan pasa sel-sel hati,
yang bias di sebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan
(termasuk obat tradisional), konsumsi alcohol, lemak yang berlebih, dan
penyakit autoimmune. Ada lima jenis hepatitis virus yaitu hepatitis A, B, C,
D, dan E. antara hepatitis satu dan yang lain tidak berhubungan.

2.3 Etiologi
1. Hepatitis A
Penyebab dari hepatitis A adalah virus hepatitis A. Penularan virus
ini melalui rute fekal-oral dan replikasi virus terjadi dalam hati. HAV ini
kemudian diekskresikan ke dalam empedu. Konsentrasi yang tertinggi di
dalam feses, khususnya selama 2 minggu sebelum ikterus muncul. Anak-
anak dari orang dewasa dapat diasumsikan noninfeksius satu minggu
setelah ikterus muncul (Dmochowski, 1976). Pada tahun 2006, insiden
tahunan nasional. Sebelum vaksinasi secara luas, tingkat berada di atas 9
kasus per 100.000 penduduk. Hampir sepertiga orang dewasa
mempunyai bukti serologi hepatitis A 56ml mengalami infeksi virus.
Kondisi yang lebih tinggi dihubungkan dengan status ekonomi rendah,
populasi yang padat, dan senitasi yang buruk. Penularan dapat terjadi
hubungannya dengan kebersihan makanan yang buruk atau konsumsi
makananan (Wasley, 2006). Hepatitis A tidak ada predileksi pada jenis
kelamin, homoseksual dapat memiliki risiko infeksi lebih tinggi daripada
laki-laki heteros Wasle , 2005).sumber penularan umum adalah dari
makanan atau air yang terkontaminasi dengan Hepatitis A terkonsentrasi
dan dapat tumbuh dekat dengan outlet pembuang.
2. Hepatitis B
Virus ini hadir dalam semua cairan tubuh, kecuali feses. Darah dan
cairan tubuh adalah media transmisi utama; virus juga dapat menyebar
melalui kontak dengan cairan tubuh, seperti air h’ur, keringat, air mata,
air susu ibu, air mani, dan cairan efusi. Sebagian besar infeksi HVB di

6
negara-negara maju hasil dari aktivitas seksual, penggmiaan narkoba
suntikan, atau paparan kerja.
Beberapa kelompok mengalami peningkatan risiko infeksi,
termasuk mereka yang menggunakan narkoba suntikan, pria
homoseksual, orang-orang yang memiliki hubungan heteroseksual,
kontak rumah tangga orang dengan infeksi kronis, orang dengan
hemolilia, pasien hemodialisis, dan staf atau profesi dengan tingkat
pajanan terhadap darah dan cairan tubuh yang infeksius (Dreesman,
2006). Eksaserbasi infeksi HBV kronis diamati lebih sering pada pria
daripada pada wanita. Walaupun alasan untuk perbedaan seks ini tidak
jelas, frekuensi eksaserbasi yang lebih tinggi pada laki-laki didapat dari
jumlah atau kejadian HBV dengan sirosis dan hepatoseluler karsinoma.
Sebagian besar infeksi HBV akut di Amerika Serikat terjadi di kalangan
dewasa muda, meskipun sekitar sepertiga dari pasien mendapatkan
infeksi kronis melalui perinatal dan eksposur anak usia dini. Prevalensi
meningkat dengan usia (Rugge, 2006). Secara patogenesis, terdapat
empat tahapan berbeda yang telah diidentiflkasi dalam sildus hidup virus,
yaitu sebagai berikut (Sharma, 2008).
a. Tahap pertama: toleransi imunitas. Lama tahap ini untuk orang
dewasa yang sehat adalah sekitar 2-4 minggu (termasuk masa
inkubasi). Pada tahap ini terjadi replikasi virus aktif walaupun
sedikitatau tidak ada elevasi di tingkat aminotransferase dan tidak
ada gejala penyakit.
b. Tahap kedua: pada tahap ini ada suatu reaksi inflamasi dengan efek
sitopatik. HBeAg dapat diidentiflkasi dalam serum, dan terlihat
penurunan tingkat DNA HBV. Lama tahap ini untuk pasien dengan
infeksi akut adalah sekitar 3-4 minggu (periode simtomatik) dan
untuk pasien dengan infeksi kronis akan 10 tahun atau lebih sampai
sirosis akan berkembang.
c. Tahap ketiga: selama tahap .ini host dapat menargetkan hepatosit
yang terinfeksi dan HBV, maka tidak ada lagi replikasi Virus dan
HBeAb yang dapat dideteksi. DNA HBV tingkat lebih rendah atau

7
tidak terdeteksi dan aminotransferase normal. Pada tahap ini sebuah
integrasi dari genom virus ke genom hepatosit host terjadi. HbsAg
masih positif.
d. Tahap keempat: virus tidak dapat dideteksi dan antibodi terhadap
berbagai antigen virus telah dihasilkan.

3. Hepatitis C
Penyebab hepatitis C adalah virus hepatitis C (HCV). HCV tidak
terkait dengan vuirus lain yang menyebabkan hepatitis. Virus hepatitis C
terutama di tularkan melalui kontak dengan darah atau produk darah.
Kontaminasi jarum intravena diantara pengguna narkoba, transfusi
produk darah yang terinfeksi, hemodialisa, dan transplantasi organ dari
donor yang terinfeksi merupakan vaktor predisposisi resiko transmisi
HCV. Predisposisi lain yang lebih jarang dapat terjadi adalah dari ibu ke
bayi pada saaat melahirkan, hubungan seksual dengan orang yang
terinfeksi, kontaminasi jarum suntik, kontaminasi dari pisau cukur,
gunting kuku, atau barang lain yang terkontaminasi.
4. Hepatitis D
HDV di tularkan parenteral khususnya resiko pengguna jarum suntik
dan beberapa transfusi darah. Transmisi seksual atau perinatal jarang
terjadi (Bean,2000). Infeksi HDV terjadi lebih sering terjadi di kalangan
orang dewasa daripada anak-anak.
5. Hepatitis E
Penyebab dari hepatitis E memiliki banyak kesamaan dengan
hepatitis A. Infeksi hepatitis E baru-baru ini telah di kaitkan dengan
hepatitis kronis pasca penerimaan transplantasi organ
(SCHWARTZ,2008). Hepatitis E virus adalah suatu infeksi interik virus
ini menyebar dari veses dan mengontaminasi air di dalam daerah
endemik. (skitmore,1999).
Hepatitis E adalah virus RNA genus hipervisus. Faktor-faktor
dominan pendistribusian dari hepatitis E yakni iklim tropis, sanitasi yang
kurang dan personal higien yang buruk. Kontaminasi air dengan kotoran

8
manusia hepatitis E terutama memengaruhi mereka yang berusia 15-
40.(WHO,2001)

2.4 Klasifikasi
1. Hepatitis A
Hepatitis A yang dahulu dinamakan hepatitis infeksiosa, disebabkan
oleh virus RNA dari famili enterovirus. Cara penularan penyakit ini adalah
melalui jalur fekal-oral, terutama lewat konsumsi makanan atau minuman
yang tercemar virus tersebut. Virus hepatitis A ditemukan dalam tinja
pasien yang terinfeksi sebelum gejalanya muncul dan selama beberapa hari
pertama menderita sakit. Secara khas, seorang pasien dewasa muda akan
terjangkit infeksi di sekolah dan membawanya ke rumah di mana
kebiasaan sanitasi yang kurang sehat menyebarkannya ke seluruh anggota
keluarga.
Hepatitis A lebih prevalen di negara-negara berkembang atau pada
populasi yang tinggalnya berdesakan dengan sanitasi yang buruk. . Penjaja
makanan yang terinfeksi dapat menyebarkan penyakit tersebut, dan
masyarakat dapat terjangkit melalui konsumsi air atau ikan dari sungai
yang tercemar limbah. Wabah hepatitis A dapat terjadi pada pusat-pusat
kesehatan dan panti akibat kurangnya kebersihan per-orangan. Kadang-
kadang penyakit ini ditularkan melalui transfusi darah. Masa inkubasi
hepatitis A 'diperkirakan berkisar dari 1 hingga 7 minggu dengan rata-rata
30 hari. Perjalanan penyakit dapat berlangsung lama, dari 4 hingga 8
minggu
2. Hepatitis B
Hepatitis B adalah peradangan pada sel-sel hati yang di sebabkan oleh
infeksi oleh virus hepatitis B(HBV). Hepatitis B dapat menyebabkan
penyakit hati akut dan kronis. Presentase klinis berkisar dari gejala
subklinis hepatitis dan, dalam kasus langka, fulminan hepatitis (Bennet,
2008).

9
3. Hepatitis C
Hepatitis C adalah suatu peradangan pada sel-sel hati yang di
sebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Apabila respons peradangan ini
berlanjut, maka akan menjadi kondisi hepatitis kronis, yang bisa serius
atau bahkan fatal.
4. Hepatitis D
Hepatitis D (sering di sebut hepatitis delta) adalah suatu peradangan
pada sel-sel hati yang di sebabkan oleh (HDV). Virus hepatitis D adalah
virus RNA yang secara struktural tidak terkait dengan virus hepatitis
A,B,atau C(rizzetto, 1997)
5. Hepatitis E
Hepatitis E adalah mengacu pada peradangan sel-sel hati yang di
sebabkan oleh virus hepatitis (HIV). HIV merupakan salah satu dari virus
yang menyebabkan hepatitis.
2.5 Patofisiologi
Infeksi virus Hepatitis A di tularkan melalui rute fekal-oral dan
menyebabkan cedera hati. Respon cedera ini terjadi pada sel-sel hati dan akan
mengarah pada kondisi nekrosis, terutama pada bagian sentrilobural, serta
peningkatan seluraritas di daerah portal. Daerah keleanjar getah bening dan
limpa dapat menjadi diperbesar. Cedera sel-sel hati di presentasikan dalam
bentuk sebagai berikut (Bennett, 2009).
1. Cedera Langsung pada sel-sel hati dengan meniefestasi peningkatan serum
enzim
2. Kolestasis yang menyebabkan icterus dan hiperbilirubinemia.
3. Tidak adekuatnya fungsi hati.
Infeksi virus hepatitis B di tularkan secara hematogen dan seksual. HBV
merupakan virus yang mereplikasi hepatotropik di hati dan menyebabkan
disfungsi sel-sel hati. Hasil dari infeksi ini adalah interaksi rumit host-virus
yang mengakibatkan gejala akut atau asimtomatik. Pasien mungkin dapat
menjadi kebal terhadap HBV atau justru mengembangkan carrier kronis ke
sisi lainnya(Mansoer,2007).

10
Kondisi patologis yang disebabkan oleh interaksi virus dan sistem
kekebalan tubuh akan menyerang hati dan menyebabkan cedera sel-sel hati.
Sebagai respons terhadap adanya cedera sel oleh berbagai antigen virus,
individu membentuk bermacam-macam antibodi. Respons aktivasi dari
limfosit untuk mengenali berbagai HBV di permukaan hepatosit dan
melakukan aktivasi reaksi imunitas. Sebagian antibodi terhadap HBV
menetap seumur hidup setelah pasien pulih dari penyakitnya. Apabila
seseorang terus mengidap virus hepatitis B seperti diperlihatkan oleh
menetapnya HbsAg, maka orang tersebut dapat mengalami hepatitis kronik.
Suatu gangguan reaksi imunitas (misalnya pelepasan sitokin, produksi
antibodi) atau toleransi feIatif status imunitas mengakibatkan hepatitis kronis
dan berakhir pada kondisi sirosis hepatis. Pada hepatitis kronik dengan
adanya toleransi imunitas, tidak dijumpai lagi antibodi terhadap HbsAg.
Dengan berlanjutnya penyakit akan terjadi regenerasi nodular den'gan
hilangnya struktur lobular sehingga dapat terbentuk kondisi sirosis dan
perkembangan hepatocellular carcinoma (Hepatoma).
Transmisi HCV dilatularkan dengan cara yang sama seperti HBV, tetapi
terutama melalui transfusi darah. Virus hepatitis C yang masuk ke dalam
sirkulasi mempunyai target invasi, yaitu hepatosit dan limfosit B. Pada
sebagian besar orang yang terinfeksi akan mengalami respons viremia,
respons inflamasi sistemik, dan fibrosis hepatik. Meskipun virus hepatitis C
mempunyai kemampuan untuk merusak sel-sel hati, 80% dari individu
dengan penyakit ini tidak memiliki gejala spesiflk yang berhubungan dengan
gangguan fungsi hati. Gejala mungkin tidak muncul selama 10-20 tahun,
keluhan masih asimtomatik, gejala seperti flu, mual, anoreksia merupakan
keluhan yang lazim. Pada saat gejala gangguan hati didapatkan, kerusakan
mungkin sudah sangat serius.
Dengan berkembangnya kerusakan pada hepatosit, maka fungsi hati
menurun dengan cepat. Respons cedera ini terjadi pada seluruh sel-sel hati
dan terjadi nekrosis pada sebagian besar hepatosit. Peningkatan selularitas di
daerah portal, tidak adekuatnya fungsi hati akan menurunkan kadar albumin
serum dan memperpanjang waktu prothrombin, serta gangguan regenerasi sel

11
hati. Kondisi ini meningkatkan kondisi hepatitis kronis dengan kerusakan
regenerasi nodular dengan hilangnya struktur lobular sehingga dapat
terbentuk kondisi g sirosis dan perkembangan karsinoma hepatoselular
(hepatoma) Kondisi infeksi virus hepatitis C memberikan berbagai masalah
keperawatan yang muncul pada pasien dan memberikan implikasi pada
asuhan keperawatan.
Infeksi HDV akut dan kronis melibatkan proses peradangan hati. HDV
dapat bereplikasi secara independen dalam hepatosit, tetapi membutuhkan
antigen permukaan hepatitis B (HbsAg) untuk memberikan respons
propagasi. Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi HBV
bertambah parah. Infelgsi oleh HDV juga dapat timbul kemudian pada
individu yang mengidap infeksi kronik HBV. Kematian sel-sel hati dapat
terjadi karena efek sitotoksik langsung HDV atau melalui mediasi respons
imunitas (Lacey, 2006). “ms hepatitis delta ini meningkatkan risiko
timbulnya hepatitis fulminan, kegagalan hati, clan kematian (Rosina, 1999).
Kondisi infeksi virus hepatitis D memberikan berbagai masalah keperawatan
yang muncul pada pasien dan memberikan implikasi pada asuhan
keperawatan.
Infeksi virus hepatitis E ditularkan meIaIui rute fecaI-oral. Setelah masuk
ke sirkulasi, maka target organ virus ini adalah sel-sel hepatosit dan
menyebabkan cedera pada seI-Sel hati. Respons cedera ini terjadi pada
seluruh seI-sel hati dan terjadi nekrosi.
Kondisi infeksi virus hepatitis E memberikan berbagai masalah
keperawatan yang muncul pada pasien.

12
2.6 Pathway

13
14
2.7 Maniefestasi Klinis
1. Hepatitis A
Banyak pasien tidak tampak ikterik (tidak memperlihatkan gejala
ikterus) dan tanpa gejala. Ketika gej alanya muncul, bentuknya bernpa
infeksi saluran napas atas yang ringan, seperti flu dengan panas yang
tidak begitu tinggi. Anoreksia merupakan gejala dini dan biasanya berat.
Gej ala ini diperkira. kan terjadi akibat pelepasan toksin oleh hati yang
rusak atau akibat kegagalan sel hati yang rusak tersebut untuk melakukan
detoksifikasi produk yang abnormal. Belakangan dapat timbul ikterus dan
urin yang berwama gelap.
Gejala dispepsia dapat terjadi dalam berbagai derajat yang ditandai
oleh rasa nyeri epigastrium, mual, nyeri ulu hati dan flatulensi. Pasien
biasanya menolak rokok, bau asap rokok atau bau-bau lain yang keras.
Semua gejala ini cenderung menghilang Segera setelah gejala ikterus
mencapai puncaknya, mungkin 10 hari sesudah kemunculan awal. Hati
dan limpa sering mengalami pembesaran moderat selama beberapa hari
setelah awitan penyakit; bila tidak, ada beberapa tanda fisik yang harus
dicari selain gejala ikterus. Meskipun gejala hepatitis A pada anak-anak
mungkin sangat ringan, namun pada pasien dewasa, penyakit ini
cenderung lebih bersifat simtomatik dengan gejala yang lebih berat dan
perjalanan penyakit yang lebih lama.
2. Hepatitis B
Secara klinis, penyakit ini sangat menyerupai hepatitis A. Namun,
masa inkubasinya jauh lebih lama (yaitu, antara 1 dan 6 bulan). Angka
mortalitasnya cukup besar berkisar dari 1% hingga 10%.
Gejala dan tanda-tanda hepatitis B dapat samar dan bervariasi. Panas
dan gejala pada pernapasan jarang dijumpai; sebagian pasien mungkin
mengeluhkan amalgia dan ruam. Pasien hepatitis B dapat mengalami
penurunan selera makan, dispepsia, nyeri abdomen, pegal-pegal yang
menyeluruh, tidak enak badan dan lemah. Gejala ikterus dapat terlihat
atau kadang-kadang tidak tampak. Apabila terjadi .ikterus, gejala jni akan
disertai dengan tinja yang berwama cerah dan urin yang berwama

15
gelap.Hati penderita hepatitis B mungkin terasa nyeri ketika ditekan dan
membesar hingga panjangnya meneapai 12 hingga 14 cm. Limpa
membesar dan pada sebagian kecil pasien dapat diraba; kelenjar limfe
servikal posterior juga dapat membesar.
3. Hepatitis C
Dikenal mulai dari hepatitis akut, fulminan, kronis, yang dapat
berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.
a. Infeksi Akut
Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanya
bergejala minimal. Hanya 20-30% kasus yang menunjukkan tanda-tanda
hepatitis akut 7 – 8 minggu (berkisar 2 – 26 minggu) setelah terjadinya
paparan.
Infeksi virus hepatitis terbagi 3 fase, yaitu fase prodormal, fase
ikterik, dan fase convalescent. Pada fase prodormal, onset terjadi pada
hari 1-14, namun rata-rata timbul pada hari 5-7 setelah paparan.
Keluhan yang sering yaitu malaise, fatique, mual dan muntah, kehilangan
selera makan, low grade fever, flu like symptoms, dan kebanyakan pasien
mengeluh adanya nyeri pada perut kanan atas.
Pada fase ikterik, gejala yang sering ditimbulkan yaitu warna
kuning pada mukosa sklera pada awalnya dan berlanjut pada perubahan
warna pada kulit. Durasi ikterik bervariasi, biasanya antara 4 hari sampai
beberapa bulan, namun rata-rata 2-3 minggu. Urin menjadi gelap, feses
berwarna seperti dempol (pucat). Selama fase ini, setengah penderita
menunjukkan gejala gatal-gatal.
Pada fase convalescent, kebanyakan gejala di atas menghilang
(resolve). Ikterik tidak ditemukan, warna pada kulit, urin dan feses
kembali ke warna yang semula. Kembalinya nafsu makan dan adanya
peningkatan berat badan menunjukkan sudah adanya tahap penyembuhan.
Umumnya secara klinik gejala HCV akut lebih ringan daripada hepatitis
virus akut lainnya. Masa inkubasi HCV terletak antara HAV dengan
HBV, yaitu sekitar 2 – 26 minggu, dengan rata-rata 8 minggu. Pada

16
penderita hepatitis akut ditemukan Anti HCV positif pada 75,5% HNANB
pasca-tranfusi, 35% pada HNANB sporadik dan hanya 2,4
Pada HBV. Sebagian besar penderita yang terserang HCV akut
akan menjurus menjadi kronis.
RNA virus hepatitis C dapat terdeteksi sebelum gejala muncul,
namun level dari viremia pada 6 bulan pertama dapat dorman dan
tidak terdeksi walaupun orang tersebut sedang dalam infeksi yang
persisten. Gejala awal yang ditunjukkan tergantung dari usia saat
terjadinya paparan, sistem imun penderita, adanya penyakit hati
sebelumnya dan tingkat inokulasi virus.
Level serum dari enzim hati seperti alanin aminotransferase (ALT)
meningkat 10 kali lebih tinggi dari pada normal, kemudian menurun, dan
untuk orang dengan infeksi yang persisten didapatkan kadar ALT naik
turun (fluktuatif). Serum bilirubin juga dapat meningkat setelah beberapa
minggu gejala pertama muncul, namun akhirnya kembali ke level yang
normal. Secara garis besar, angka mortalitas pada infeksi akut tergolong
rendah.
b. Infeksi kronis
Infeksi akan menjadi kronik pada 70 – 90% kasus dan sering kali
tidak menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hati
berjalan terus. Adapun kriteria dari hepatitis kronis adalah naiknya kadar
transaminase serum lebih dari 2 kali nilai normal, yang berlangsung lebih
dari 6 bulan. Hilangnya HCV setelah terjadinya hepatitis kronis sangat
jarang terjadi. Jangka waktu dimana berbagai tahap penyakit hati
berkembang sangat bervariasi. Diperlukan waktu 20 – 30 tahun untuk
terjadinya sirosis hati yang sering tejadi pada 15 – 20% pasien hepatitis C
kronis. Progresivitas hepatitis kronik menjadi sirosis hati tergantung
beberapa faktor resiko yaitu: asupan alkohol, ko-infeksi dengan virus
hepatitis B atau Human Immunodeficiency Virus (HIV), jenis kelamin
laki-laki, usia tua saat terjadinya infeksi dan kadar CD4 yang sangat
rendah. Bila telah terjadinya sirosis, maka risiko terjadinya karsinoma

17
hepatoselular adalah sekitar 1- 4% pertahun. Karsinoma hepatoseluler
dapat terjadi tanpa diawali dengan sirosis, namun hal ini jarang terjadi.
4. Hepatitis D
Infeksi hepatitis D seringkali bersifat asimptomatik (tidak
menimbulkan gejala) pada sekitar 90% penderitanya. Selain itu, infeksi
hepatitis D seringkali sulit dibedakan dari infeksi virus hepatitis lainnya
secara klinis, terutama gejala infeksi virus hepatitis B. Gejala hepatitis B
dan D sangat mirip sehingga sulit untuk menentukan virus mana yang
menimbulkan gejala pada penderita. Pada beberapa kasus, hepatitis D
dapat membuat gejala hepatitis B menjadi lebih buruk. Selain itu,
penderita hepatitis B dengan gejala asimptomatik dapat mengalami gejala
hepatitis B akibat infeksi hepatitis D. Periode inkubasi hepatitis D, yaitu
waktu yang dibutuhkan virus dari terpapar hingga menimbulkan gejala,
adalah sekitar 21-45 hari. Namun, dapat juga berlangsung lebih cepat,
terutama pada superinfeksi. Gejala hepatitis D yang umumnya ditemui
antara lain adalah Kulit dan mata menjadi kuning, Rasa lelah, Mual dan
muntah, Nyeri sendi, Nyeri perut, Kehilangan nafsu makan, Warna urine
berubah menjadi gelap seperti the, Gatal-gatal, Tampak bingung, Memar
dan perdarahan
5. Hepatitis E
Virus Hepatitis E memiliki masa inkubasi 15-60 hari (rata-rata 40
hari). Keadaan hepatitis virus akut dibagi dalam 3 stadium klinis, yaitu:
a. Fase prodromal
Fase ini terjadi 1-10 hari dengan gejala yang tidak spesifik seperti
malaise, kelelahan, demam, diare, nausea dan muntah.
b. Fase ikterik
Pada fase ikterik umumnya terjadi peningkatan kadar bilirubin dan
enzim transaminase.
c. Fase konvalesens
Selama fase kovalesens, penurunan berat badan segera terkoreksi,
tetapi rasa lelah akan terus terjadi selama beberapa bula.

18
2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengidap hepatitis dilakukan


untuk memastikan diagnosis, mengetahui penyebab hepatitis dan menilai fungsi
organ hati (liver). Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi hepatitis terdiri
dari atas tes serologi dan tes biokimia hati. Tes serologi adalah pemeriksaan kadar
antigen maupun antibodi terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan
untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis. Tes biokimia hati adalah
pemeriksaan sejumlah parameter zatzat kimia maupun enzim yang dihasilkan
jaringan hati (liver). Dari tes biokimia hati inilah dapat diketahui derajat
keparahan atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi organ hati (liver) dapat
dinilai. Beberapa jenis parameter biokimia yang diperiksa adalah AST (aspartat
aminotransferase), ALT (alanin aminotransferase), alkalin fostase, bilirubin,
albumin dan waktu protrombin. Pemeriksaan ini biasa dilakukan secara berkala
untuk mengevaluasi perkembangan penyakit maupun perbaikan sel dan jaringan
hati (liver).

1. Pemeriksaan serologi

a. Diagnosis hepatitis A

Tes serologi untuk mengetahui adanya immunoglobulin M


(IgM) terhadap virus hepatitis A digunakan untuk mendiagnosa
hepatitis A akut. IgM antivirus hepatitis A bernilai positif pada
awal gejala. Keadaan ini biasanya disertai dengan peningkatan
kadar serum alanin amintransferase (ALT/SGPT). Jika pasien telah
sembuh, antibodi IgM akan menghilang dan sebaliknya antibodi
lgG akan muncul. Adanya antibodi lgG menunjukkan bahwa
penderita pernah terkena hepatitis A. Secara garis besar, jika
seseorag terkena hepatitis A maka hasil pemeriksaan Iaboratorium
akan seperti berikut :

1) Serum IgM anti-VHA positif

19
2) Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT dan AST
meningkat

3) Kadar alkalin fosfate, gamma glutamil transferase dan total


bilirubin meningkat

b. Diagnosis hepatitis B

Diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui melalui


pemeriksaan sebagai berikut;

1) HBsAg (antigen permukaan virus hepatitis B) merupakan


material permukaan / kth VHB. HBsAg mengandung
protein yang dibuat oleh seI-sel hati yang terinfeksi VHB.
Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu tersebut
terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatitis B akut
maupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu
infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila
hasil tetap setelah Iebih dari terinfeksi VHB, karier VHB,
menderita hepatitis B akut maupun kronis. HBsAg bernilai
positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang
dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah Iebih dari 6 bulan
berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau
pasien menjadi karier VHB.

2) Anti-HBsAg (antibodi terhadap HBsAg) merupakan


antibodi terhadap HBsAg. Keberadaan anti-HBsAg
menunjukkan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini
memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B.
Jika tes anti-HBsAg bernilai positif berarti seseorang
pernah mendapat vaksin VHB ataupun immunoglobulin.
Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat
kekebalan dari ibunya. Anti-HBsAg positif pada
individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis

20
B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi
VHB.

3) HBeAg (antigen VHB), yaitu antigen e VHB yang berada


di dalam darah. HBeAg bernilai positif menunjukkan virus
VHB sedang aktif bereplikasi atau membelah /
memperbanyak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus
berlanjut. Apabila hasl positif dialami hingga 10 minggu
maka akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu
yang memiliki HBeAg positif dalam keadaan infeksius
atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain
maupun janinnya.

4) Anti-HBe (antibodi HBeAg) merupakan antibodi terhadap


antigen HBeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HBeAg
yang bernilai positif berarti VHB dalam keadaan fase
nonreplikatif.

5) HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti)


VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati
yang terinfeksi VHB. HBcAg positif menunjukkan
keberadaan protein dari inti VHB.

6) Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)


merupakan antibodi terhadap HBcAg. Antibodi ini
terdiri dari dua tipe yaitu lgM anti HBc dan IgG anti HBc.
lgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG
anti~HBc positif dengan IgM anti HBc negatif
menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang
tersebut pernah terinfeksi VHB.

c. Diagnosis hepatitis C

Diagnosis hepatitis C ditentukan dengan pemeriksaan


serologi untuk menilai kadar antibodi. Selain itu

21
pemeriksaan molekulerjuga dilakukan untuk melihat
partikel virus. Sekitar 80% kasus infeksi hepatitis C
berubah menjadi kronis. Pada kasus ini hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya enzim alanine
aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate
aminotransferase(AST). Pemeriksaan molekuler dilakukan
untuk mendeteksi RNA VHC. Tes ini terdiri dari tes
kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan
teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Tes yang
dapat mendeteksi RNA VHC ini dilakukan untuk
mengonflrmasi viremia (adanya VHC dalam darah)
dan juga menilai respons terapi. Tes ini juga berguna bagi
pasien yang anti HVC nya negatif tetapi memiliki
gejala klinis hepatitis C. Selain itu tes ini juga
dilakukan pada pasien hepatitis yang belum Pemeriksaan
molekuler dilakukan untuk mendeteksi RNA VHC. Tes ini
terdiri dari tes kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif
menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).
Tes yang dapat mendeteksi RNA VHCini dilakukan
untuk mengonfnrmasi viremia (adanya VHC dalam darah)
dan juga menilai respons terapi. Tes ini juga berguna bagi
pasien yang anti HVC nya negatif tetapi memiliki
gejala klinis hepatitis C. Selain itu tes ini juga
dilakukan pada pasien hepatitis yang belum teridentiflkasi
jenis virus penyebabnya.

Tes kuantitatif sendiri terbagi Iagi menjadi dua, yaitu


metode dengan teknik branched-chain DNA dan teknik
reverse-transcription PCR. Tes kuantitatif ini berguna untuk
menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif
ini pula dapat diketahui derajat viremia. Sedangkan
biopsi hati (pengambilan sampel jaringan organ hati)

22
dilakukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-
sel hati (liver).

2. Pemeriksaan biokimia hati

Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan


sebagai indikator terhadap adanya kerusakan sel hati (liver).
Keduanya sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit
pada hati (liver). Enzim-enzim tersebut adalah aspartat
aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase
(ALT/SGPT). Peningkatan kadar enzim-enzim tersebut
mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati (liver). Namun,
demikian derajat ALT Iebih dipercaya dalam menentukan adanya
kerusakan sel hati (liver) dibanding AST.

ALT ditemukan terutama di hati (liver), sedangkan AST


selain dapat ditemukan di hati (liver) juga dapat ditemukan di otot
jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel darah putih,
dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST bisa
jadi yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang
mengandung AST. Pada penyakit hati akut, kadar ALT lebih
tinggi atau sama dengan kadar AST.

1) Alkalin fosfate (ALP)

Enzim ALP ditemukan pada sel-sel hati (liver) yang berada


di dekat saluran empedu. Peningkatan kadar ALP
menunjukkan adanya penyumbatan atau pada saluran
empedu. Peningkatan kadar ALP biasanya disertai dengan
gejala flsik yaitu warna kuning pada kulit, kuku
ataupun bagian putih bola mata.

2) Serum protein

Ada beberapa serum protein yang dihasilkan oleh hati


(liver). Serum-serum tersebut antara Iain albumin, globulin

23
dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum-serum
protein tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi
biosintesis hati (liver). Adanya gangguan fungsi sintesis hati
(liver) ditunjukkan dengan menurunnya kadar albumin.
Namun, karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari),
serum protein ini kurang sensitif untuk digunakan sebagai
indikator kerusakan hati (liver). Globulin adalah protein
yang membentuk gammaglobulin. Kadar gammaglobulin
meningkat pada pasien penyakit hati kronis ataupun sirosis.
Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe sangat
membantu pendeteksian penyakit hati kronis tertentu.
Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah disintesis di
hati (liver). Umur faktor-faktor pembekuan darah lebih
singkat dibanding albumin, yaitu 5 hingga 6 hari.
Pengukuran faktor~faktor pembekuan darah lebih efektif
untuk menilai fungsi sintesis hati (liver). Ada lebih dari 13
jenis protein yang terlibat dalam pembekuan darah, salah
satunya adalah protrombin. Adanya kelainan pada
proteinprotein pembekuan darah dapat dideteksi dengan
menilai waktu protrombin. Waktu protrombin adalah
ukuran kecepatan perubahan protrombin menjadi trombin.
Lamanya waktu protrombin ini tergantung pada fungsi
sintesis hati (liver) serta asupan vitaminK. Adanya
kerusakan seI-sel hati akan memperpanjang waktu
protrombin. Hal ini dikarenakan adanya gangguan pada
sintesis protein-protein pembekuan darah. Dengan
demikian, pada kasus hepatitis kronis dan sirosis waktu
protrombin menjadi lebih panjang.

3) Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan oleh


pemecahan hemoglobin (Hb) di dalam hati (liver).

24
Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui
feses. Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu
bilirubin direct dan bilirubin indirect. Bilirubin direct larut
dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan
bilirubin indirect tidak larut dalam air dan terikat pada
albumin. Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin
direct dan indirect.Adanya peningkatan kadar bilirubin
direct menunjukkan adanya penyakit pada hati (liver) atau
saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubin indirect
jarang terjadi pada penyakit hati (liver).

4). SGOT dan SGPT

Dalam keadaan normal, SGOT dan SGPT berada di dalam


sel-sel organ, terutama sel hati. Nah, ketika organ, seperti
hati, mengalami kerusakan, maka kedua enzim ini akan
keluar dari sel dan kemudian masuk ke dalam pembuluh
darah. Hal ini yang membuat hasil SGOT dan SGPT
meningkat di dalam tubuh.

Namun, bila dalam tes darah diketahui keduanya memang


meningkat dan tidak normal, maka kemungkinan besar Anda
mengalami gangguan fungsi hati. Bila memang ada gangguan
pada hati Anda, biasanya akan dilakukan tes darah
lainnya yang terkait dengan fungsi hati, seperti:

a) Tingkat albumin, mengecek apakah tingkat albumin


(protein) tubuh normal atau tidak

b) Bilirubin, mengetes apakah zat kuning dalam darah


(bilirubin) normal atau tidak

c) Tes waktu protombin, yaitu melihat waktu yang


dibutuhkan tubuh dalam pembekuan darah

25
2.9 Penatalaksanaan
A. Medis
1. Terapi konservatif di perlukan karena tidak ada terapi khusus.
Antienteroviral dalam penelitian obat pleconaril (di soxaril;Viropharma)
tidak memiliki aktivitas terhadap virus hepatitis A(Bannet,2009).
2. Terapi rehidrasi pada fase akut
3. Obat dan zat yang bersifat hepatotoksik harius di hindari.
4. Vaksin. Diindikasikan untuk imunisasi primer untuk mencegah hepatitis
A.
B. Keperawatan

Rencana keperawatan disuun sesuai dengan toleransi individu untuk


intervensi nyeri dan kecemasan dapat di sesuaikan dengan masalah yang
sama pada gangguan gastrointestinal lainnya.

1. Kaji perubahan pada sistem syaraf pusat


2. Lakukan tirah baring, hususnya pada fase akut.
3. Berikan lingkungan fisiologis yang kondusif
4. Bantu aktifita sehari-hari pasien

26
2.10 Askep Teori
1. Pengkajian
A. Identitas
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan,pekerjaan pasien dalam asuransi
kesehatan.
B. Riwayat penyakit
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan suhu tubuh tinggi dan nyeri pada perut atas
kanan.
2. Riwayat penyakit sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual
muntah, demam, nyeri perut kanan atas.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit
yang pernah di derita sebelumnya, kecelakaan yang pernah
di alami termasuk keracunan, prosedur operasi dan
perawatan rumah sakit.
4. Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit
menular khususnya yang berhubungan dengan pernyakit
pencernaan.
5. Pemeriksaan fisik
Head To Toe :
a. Keadaan umum: kesadaran composmentis, wajah tampak
menyeringai kesakitan, konjungtiva anemis, suhu badan 38,5’
C
b. Kepala
Kebersihan kepala, bentuk kepala simetris, distribusi rambut
merata, rambut hitam, tidak ada lesi atau massa dan tidak ada
nyeri atau sakit kepala.

27
c. Mata
Konjungtiva anemis,sclera ikterik, pupil sama besarnya antara
kiri dan kanan, kornea bening, kemampuan penglihatan baik,
lensa mata tidak keruh.
d. Hidung
Tidak dapat peradangan, bentuk simetris, fungsi penciuman
baik, serta dapat membedakanbau minyak angin dan parfum
e. Mulut
Bentuk simetris, mukosa bibir kering, mulut bersih, bibir tidak
sianosis, lidah bersih, indra pengecapan baik
f. Telinga
Telinga simetris, fungsi pendengaran baik, dan tidak terdapat
nyeri
g. Leher
Leher terlihat simetris, leher bersih, tidak tampak kemerahan
maupun benjolan, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid,
tidak terdapat distensi vena jugoralis.
h. Thoraks
Thoraks terlihat simetris, pola pernafasan eupnea (normal),
bunyi jantung S-S2 tunggal regular
i. Abdomen
 Inspeksi: pada fase akut, icterus merupakan tanda
has, trauma pada skelera. Tanda fotofobia,batuk,
dan nyeri abdomen. Tanda spider angioma atau
spider nevi. Pada integument mungkin muncul
selama fase ikterik dan menghilang selama masa
penyembuhan. Urine gelap, warna kecoklatan,
seperti kola atau teh kental, pada fase kronis pasien
terlihat kelelahan(fatigue) dan terkadang di
dapatkan icterus yang ringan. Pada kondisi sirosis
hepatitis akan di dapatkan asites, ikterus, edema

28
perifer, serta di dapatkan perdarahaan dari
muntah(hematemesis) dan melena.
 Auskultasi ; biasanya bising usus normal
 Perkusi; nyeri ketuk pada kuadran kanan atas
 Palpasi: hepatosplenomegali, beriringan dengan
gejala ikterus. Nyeri palpasi kuadran dan kanan
mungkin ada.

j. Kulit
Inspeksi: Warna kulit, turgo kulit, tidak terdapat edema atau lesi
k. Genetalia
Tidak terdapat nyeri tekan.

2. Diagnosa
1) Kecemasan pemenuhan informasi
2) Nyeri dan ketidak nyamanan abdominal kanan
3) Resiko Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4) Resiko gangguan integritas integument
5) Hipertermi
6) Intoleransi Aktivitas
7) Ketidak efektifan Pola nafas
8) Penurunan perfusi perifer

Intervensi

a. Ansietas
a) Batasan Karakteristik
1) Gelisah
2) Distress
3) Gemetar

29
b) NOC
Indicator Keterangan 1 2 3 4 5
200701 Afek tenang
200720 Lingkungan fisik
200721 Suhu ruangan
200723 Relaksasi otot
200704 Suhu tubuh

c) NIC
1) Teknik menenangkan
a Berada di sisi klien
b Pertahankan sikap yang tenang dan berhati hati
c Yakinkan keselamatan dan keamanan klien
2) Pengurangan stress relokasi
a Dukung penggunaan strategi koping
b Nilai kebutuhan atau ke inginan individu dalam hal
dukungan social
c Eksplorasi jika individu telah berpindah sebelumnya
3) Manajemen prilaku menyakiti diri
a Tentukan motif atau alasan tingkah laku
b Pindahkan barang yang berbahaya dari lingkungan sekitar
pasien
c Komunikasikan resiko pada petugas ke sehatan lainnya

b. Nyeri akut
a) Batasan karakteristik
1) Dilatasi pupil
2) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya,
tampakkacau, gerakan mata terpancar atau tetap pada satu
focus, meringis)
3) Focus pada diri sendiri

30
4) Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek,
menangis, waspada)
b) NOC (Kriteria hasil)
Indikator Keterangan 1 2 3 4 5
210127 Ketidak nyamanan

210113 Gangguan pergerakan


fisik
210108 Gangguan konsentrasi

210119 Gangguan dalam


rutinitas

210115 Kehilangan nafsu


makan
Keterangan :

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

c) NIC (Intervensi)
1) Menejemen lingkungan: kenyamanan
a Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
b Sesuaikan suhu ruanganyang paling menyamankan individu,
jika memungkinkan
c Sesuaikan pencahayaan untuk memenuhikebutuhan kegiatan
individu, hindari cahaya langsung pada mata
2) Terapi Relaksasi
a Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi

31
b Gunakan suara yang lembut dengan irama yang lambat untuk
setiap kata
c Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada klien
3) Pemijatan
a Kaji keinginan klien untuk melakukan pemijatan
b Tatapkan lama waktu pemijatan untuk mencapai respon yang
di inginkan
c Tempatkan pada posisi yang aman untuk memfasilitasi
pemijatan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Code: 00002
Batasan katarateristik
 Gangguan sensasi rasa
 Penurunan berat badan dengan asupan adekuat
 Kurang minat pada makanan
NOC

Skala outcome 1 2 3 4 5

100401 Asupan gizi 1 2 3 4 5

100402 Asupan makanan 1 2 3 4 5

100408 Asupan cairan 1 2 3 4 5

Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak tergaggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
NIC

 Manajemen gangguan makan


o Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
mengembangkan rencana keperawatan dengan melibatkan
klien dan orang-orang terdekatnya dengan tepat

32
o Anjurkan pasien memilih aktivitas yang membangun
ketahanan
o Anjurkan tidur siang bila diperlukan
 Manajemen cairan
o Timbang berat badan dan memonitor status pasien
o Memonitor tanda-tanda vital pasien
o Berikan cairan dengan tepat
 Manajemen berat badan
o Dorong pasienuntuk membuat grafik mingguan berat
badannya
o Dorong pasien untuk mengkonsumsi air yang cukup setiap
hari
o Informasikan pasien jika terdapat komunitas manajemen
berat badan
d. Integritas kulit
1) Batasan karakteristik
 benda asing menusuk permukaan kulit
 gangguan volume cairan
 nutrisi tidak adekuat.
2) Noc (Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa)

Indikator Keterangan 1 2 3 4 5

110101 Suhu kulit

110103 Elastisitas

110104 Hidrasi

110106 Keringat

Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu

33
5. Tidak terganggu
3) NIC

a. Manajemen elekttolit/cairan
1. Pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang
memburuk atau dehidrasi (misalnya ronchi basah
dilapangan paru terdengar , poliuria atau oliguria,
perubahan perilaku, kejang, saliva berbusa dan
kental, mata cekung atau edema, nafas dangkal dan
cepat)
2. Timbang berat badan harian dan pantau gejala
3. Berikan cairan dan sesuai
4. Minimalkan pemberian asupan makanan dan
minuman dengan deuretik atau pencahar (misalnya
teh, kopi, plum, supplement herbal)
5. Jaga infuse intravena yang tepat, tranfusi darah, atau
laju aliran enteral, terutama jika tidak diatur oleh
pompa
6. Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
7. Monitor tanda tanda vital yang sesuai
b. Monitor cairan
1. Tentukan jumlah dan jenis inteke atau asupan cairan
atau serta kebiasaan eliminasi
2. Tentukan apakah pasien mengalami kehausan atau
gejala perubahan cairan (misalnya, pusing, sering
berubah pikiran, ngelamun, ketakutan, mudah
tersinggung, mual, berkedut)
3. Periksa turgot kulit dengan memegang jaringan
sekitar tulang seperti tangan atau tulang kering,
mencubit kulit dengan lembut pegang dengan kedua
lengan dan lepaskan ( dimana kulit akan turun
kembali dengan cepat jika pasien terhidrasi dengan
baik)
e. Hipertermi
1. Batasan Karakteristik :
a. Kulit terasa hangat

34
b. Takikardi
c. Kulit kemerahan
d. Takipnea
2. NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Merasa merinding saat dingin
2. Berkeringat saat panas
3. Mengigil saat dingin
4. Denyut jantung apikal
5. Denyut nadi radial
6. Tingkat pernapasan
7. Melaporkan kenyamanan suhu

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
3. NIC
a. Perawatan demam
1) Monitor warna kulit dan suhu
2) Mandikan (pasien) dengan spons hangat dengan hati-hati (yaitu
: berikan untuk pasien dengan suhu yang sangat tinggi tidak
memberikannya selama fase dingin, dan hindari agar pasien
tidak menggigil)
3) Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau pada orang tua,
karena hanya menunjukan demam ringan atau tidak demam
sama sekali selama proses infeksi

b. Manajemen lingkungan
1) Singkirkan bahaya lingkungan (misalnya, karpet yang longgar
dan kecil, furniture yang dapat dipindahkan)

35
2) Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman
3) Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien, jika suhu
tubuh berubah
4) Hindari dari paparan dan aliran udara yang tidak perlu, terlalu
panas atau terlalu dingin
c. Pengaturan suhu
1) Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari hipotermia
2) Instruksikan pasien bagaimana mencegah keluarnya panas dan
serangan panas
3) Instruksikan pasien, khsusunya pasien lansia, mengenai
tindakan untuk mencegah hipertemia karena paparan dingin.
f. Intoleransi Aktifitas
1. Batasan Karakteristik :
a. Keletihan
b. Dyspnea setelah beraktivitas
c. Ketida nyamanan beraktivitas
2. NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Saturasi oksigen ketika beraktivitas
2. Frekuensi nadi ketika beraktivitas
3. Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas
4. Kemudahan bernapas ketika beraktivitas
5. Tekanan darah sistolik ketika beraktivitas
6. Tekanan darah diastolik ketika beraktivitas
7. Temuan /hasil EKG (Elektrokardiogram)
8. Warna kulit
9. Kecepatan berjalan
10. Jalan berjarak
11. Toleransi dalam menaiki tangga
12. Kekuatan tubuh bagian atas
13. Kekuatan tubuh bagian bawah
Keterangan :
6. Sangat terganggu
7. Banyak terganggu
8. Cukup terganggu

36
9. Sedikit terganggu
10. Tidak terganggu
3. NIC:
b. Terapi aktivitas
1) Bantu pasien untuk mengeksplorasi tujuan personal dari
aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan (misalnya, bekerja) dan
aktivitas-aktivitas yang di sukai
2) Sarankan metode-metode untuk meningkatkan aktivitas fisik
yang tepat
3) Bantu pasien untuk memilih aktiviyas dan pecapain tujuan
melalui aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik,
fisiologis dan sosial
c. Manajemen energi
1) Bantu pasien untuk memahami prinsip konservasi energi
(misalnya, kebutuhan untuk membatasi aktivitas dan tirah
baring)
2) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai
dengan konteks usia dan perkembangan
3) Konsulkan dengan ahli gizi mengenai carameningkatkan asupan
energidari makanan
d. Peningkatan latih
1) Lakukan latihan bersamaindividu, jika di perlukan
2) Instruksikan individu untuk melakukan pemanasan dan
pendinginan dengan cukup padasaat latihan
3) Instruksikan individu terkait teknik yang digunakan untuk
menghindari cedera selama latihan

37
g. Ketidakefektifan pola nafas
Batasan karakteristik
 Dispnea
 Takipnea
 Fase ekspirasi memanjang
NOC
Nomor Indikator 1 2 3 4 5
041501 Frekuensi pernafasan 1 2 3 4 5
041502 Irama pernafasan 1 2 3 4 5
041503 Kedalaman inspirasi 1 2 3 4 5
041504 Suara auskutasi 1 2 3 4 5
nafas
041532 Kepatenan jalan 1 2 3 4 5
nafas
041505 Volume tidal 1 2 3 4 5
041506 Pencapaian tingkat 1 2 3 4 5
insentif
041507 Kapasitas vital 1 2 3 4 5

Keterangan :
1 : deviasi berat dari kisaran normal
2 : deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3 : deviasi sedang dari kisaran normal
4 : deviasi ringan dari kisaran normal
5 : tidak ada deviasi dari kisaran normal
A. NIC
1. Menejemen jalan nafas
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventiasi
b. Lakukan fisoterapi dada sebagaimana mestinya
c. Indentifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk
memasukkan alat membuka jalan nafas
2. Terapi oksigen

38
a. Periksa perangkat(alat)pemberian oksigen secara
berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi (yang
telah)ditentukan sedang diberikan.
b. Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan
kebutuhan mendapatkan terapi oksigen.
3. Monitor pernafasan
a. Monitor kecepatan,irama , kedalaman dan kesulitan
bernafas.
b. Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan
suara nafas tambahan.
c. Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan
kekurangan udara pada pasien.
4. Monitor tanda-tanda vital
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
pernafasan dengan tepat.
b. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-
tanda vital.
c. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk,
da berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi.
5. Fisioterapi dada
a. Gunakan bantal untuk menopang posisi pasien
b. Intruksikan pasien untuk mengeluarkan nafas dengan
teknik nafas dalam
c. Monitor kemampuan psien sebelum dan sesudah
prosedur(contoh: oksimetrinadi tanda vital, dan
tingkat kenyamanan pasien)

h. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


1. Batasan karakteristik
- Kelamabatan penyembuhan luka perifer.
- Parestesia
- Perubahan fungsi motorik

39
2. Kriteria hasil (NOC)
No Indikator 1 2 3 4 5
040715 Pengisian kapiler jari
040716 Pengisian kapiler jari kaki
040710 Suhu kulit ujung jari kaki dan tangan
040730 Kekuatan denyut nadi karotis (kanan)
040731 Kekuatan denyut nadi karotis (kiri)
040732 Kekuatan denyut brakiatatis (kanan)
040733 Kekuatan denyut brakiatatis (kiri)
040734 Kekuatan denyut radial (kanan)
040735 Kekuatan denyut radial (kiri)
040736 Kekuatan denyut femuralis (kanan)
040737 Kekuatan denyut femuralis (kiri)
040727 Tekanan darah sistolik
040727 Tekanan darah diastolic
040740 Nilai rata-rata tekanan darah
Keterangan :

1 = Deviasi berat dari kisaran normal.


2 = Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal.
3 = Deviasi sedang dari kisaran normal.
4 = Deviasi rinagan dari kisaran normal
5 = Tidak ada deviasi dari kisaran normal

3. Intervensi (NIC)
a. Monitor ekstremitas bawah
- Kaji reflek tendon dalam (misalnya, pergelanagan
kaki dan lutut, sesuai indikasi) .
- Monitor cara berjalan dan distribusi berat pada kaki
(misalnya observasi cara berjalan dan tentukan
bagaimana kebiasaan memakai sepatu).
- Monitor mobilisasasi sendi (misalnya dorso fleksi,
pergelanagan kaku, dan gerakan sendi subtalar)
b. Perawatan tirah baring
- Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring.

40
- Balikkan pasien sesuai dengan kondisi kulit.
- Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi, paling
tidak setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal yang
spesifik.
- Ajarkan latihan ditempat tidur dengan cara yang
tepat.
c. Menejemen sensasi perifer
- Instruksikan pasien dan keluarga untuk menjaga
posisi tubuh ketika sedang mandi, wuduk, berbaring,
atau merubah posisi.
- Instruksikan pasien dan keluarga untuk mengukur
suhu air dan thermometer.
- Letakkan bantalan pada bagian tubuh yang tergantung
untuk melindungi area tersebut.

41
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah hepapatis di pakai untuk semua jenis peradangan pasa sel-sel hati,
yang bias di sehepatitibabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan
(termasuk obat tradisional), konsumsi alcohol, lemak yang berlebih, dan
penyakit autoimmune. Ada lima jenis hepatitis virus yaitu
1. Hepatitis A terinfeksi oleh virus HAV
2. Hepatitis B terinfeksi oleh virus HBV
3. Hepatitis C terinfeksi oleh virus HCV
4. Hepatitis D terinfeksi oleh virus HDV
5. Hepatitis E terinfeksi oleh virus HEV
Antara hepatitis satu dan yang lain tidak berhubungan.

3.2 Saran
Dengan mempelajari makalah mengenai manajemen terpadu balita sakit
(MTBS), diharapkan mahasiswa khususnya perawat dapat mengurangi angka
kematin anak mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan jika
seorang dan memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan
anak

42
DAFTAR PUSTAKA

H.syariffudin.2016.Anatomi Fisiologi Edisi 4.Jakarta: EGC


Heather Herdman.2015.Diagnosa keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2016.
Jakarta : EGC
M.Dachterman Joanne, dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).
Elsevier:Jakarta
Moorhead, Sue, dkk.2016.Nursing outcome Classification (NOC). Elsevior:
Jakarta
Muttaqin Arif. 2013. Gangguan gastrointestinal aplikasi asuhan keperawatan
Medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika
Jean-Michel Pawlotsky. 2015. JOURNAL OF HEPATOLOGY. EASL
Recommendations on Treatment of Hepatitis
Gairy F. Hall, MDA. 2007. HEPATITIS A, B, C, D, E, G: AN UPDATE .

43

Anda mungkin juga menyukai