DEMAM TIFOID
Oleh :
Rahmi Ahmad 1840312457
Mutia Oktaviani 1840312634
Putri Sabila Hidayat 1840312649
Preseptor :
dr. Roza Mulyana, SpPD-KGER, FINASIM
1.1.Latar Belakang
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh demam yang
berkepanjangan, dan diperkuat dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel
fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan demam
enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan
demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini biasanya disebabkan oleh
spesies Salmonella enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam
tifoid maupun demam paratifoid.1,2
Istilah typhoid berasal dari kata Yunani typhos. Terminologi ini dipakai
pada penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang terganggu.
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan
lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah.2
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di
berbagai negara berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tidoid di dunia
sangat suakar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan
spektrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari
150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur
penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun
mencapai 91% kasus. Angka tersebut juga dilaporkan dari Amerika Selatan.1,4
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam
tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap
tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi
pada anak maupun dewasa. Di hampir semua daerah endemik, insidensi demam
tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun.2
Metode penulisan Case Report Session ini adalah dengan studi kepustakaan
dengan merujuk pada berbagai literature.
Manfaat penulisan Case Report Session ini adalah menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai demam tifoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b) Tes TUBEX
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang
berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan
menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada
Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena
hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam
waktu beberapa menit.
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX® ini,
beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal.
Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk
pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara
berkembang.7
Ada 4 interpretasi hasil:
Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam
tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.
Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid
Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid
b) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan
bila terdapat udara dirongga peritoneum yaitu pekak hati menghilang dan terdapat
udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
c) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang, dan
nyeri tekan.
b) Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhi minggu kedua
dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi kolesistitis maka
penderita cenderung untuk menjadi seorang karier.
c) Typhoid ensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa
kesadaran menurun, kejang – kejang, muntah, demam tinggi, pemeriksaan otak
dalam batas normal. Bila disertai kejang – kejang maka biasanya prognosisnya jelek
dan bila sembuh sering diikuti oleh gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.
d) Meningitis
Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering didapatkan
pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan gejala klinis tidak jelas
sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata peyebabnya adalah Salmonella
havana dan Salmonella oranemburg.
e) Miokarditis
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran klinis
tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun keatas serta sering
terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG dapat bervariasi antara lain
: sinus takikardi, depresi segmen ST, perubahan gelombangan I, AV blok tingkat I,
aritmia, supraventrikular takikardi.
g) Karier kronik
Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit
demam tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella typhosa di sekretnya. Karier
temporer- ekskresi S.typhi pada feces selama tiga bulan. Hal ini tampak pada 10%
pasien konvalesen. Relapse terjadi pada 5-10% pasien biasanya 2-3 minggu setelah
demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas
yang sama seperti semula. Faktor predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis
kelamin perempuan, pada kelompok usia dewasa, dan cholelithiasis. Pasien dengan
traktus urinarius yang abnormal, seperti schistosomiasis, mungkin memgeluarkan
bakteri pada urinya dalam waktu yang lama.
Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam
tifoid, berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
Sering cuci tangan.
Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari
penyebaran infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir)
dan sabun, kemudian gosoklah tangan selama minimal 30 detik, terutama
sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.
Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.
Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali
sehari.
Hindari memegang makanan.
Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai dokter berkata
bahwa anda tidak menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri makanan
atau fasilitas kesehatan, anda tidak boleh kembali bekerja sampai hasil tes
memperlihatkan anda tidak lagi menyebarkan bakteri Salmonella.
Gunakan barang pribadi yang terpisah.
Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan cuci
dengan menggunakan air dan sabun.
Pencegahan dengan menggunakan vaksinasi
Di banyak negara berkembang, tujuan kesehatan masyarakat dengan
mencegah dan mengendalikan demam tifoid dengan air minum yang aman,
perbaikan sanitasi, dan perawatan medis yang cukup, mungkin sulit untuk dicapai.
Untuk alasan itu, beberapa ahli percaya bahwa vaksinasi terhadap populasi berisiko
tinggi merupakan cara terbaik untuk mengendalikan demam tifoid.1,2
Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yakni:
Vaksin oral Ty 21a (kuman yang dilemahkan)
Vaksin yang mengandung Salmonella typhi galur Ty 21a. Diberikan per oral
tiga kali dengan interval pemberian selang sehari. Vaksin ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil, menyusui, penderita
imunokompromais, sedang demam, sedang minum antibiotik, dan anak
kecil 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun.
Lama proteksi dilaporkan 6 tahun.
Vaksin parenteral sel utuh (TAB vaccine)
Vaksin ini mengandung sel utuh Salmonella typhi yang dimatikan yang
mengandung kurang lebih 1 milyar kuman setiap mililiternya. Dosis untuk
dewasa 0,5 mL; anak 6-12 tahun 0,25 mL; dan anak 1-5 tahun 0,1 mL yang
diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Cara pemberian melalui
suntikan subkutan. Efek samping yang dilaporkan adalah demam, nyeri
kepala, lesu, dan bengkak dengan nyeri pada tempat suntikan. Vaksin ini di
kontraindikasikan pada keadaan demam, hamil, dan riwayat demam pada
pemberian pertama. Vaksin ini sudah tidak beredar lagi, mengingat efek
samping yang ditimbulkan dan lama perlindungan yang pendek.
Vaksin polisakarida
Vaksin yang mengandung polisakarida Vi dari bakteri Salmonella.
Mempunyai daya proteksi 60-70 persen pada orang dewasa dan anak di atas
5 tahun selama 3 tahun. Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 mL yang
berisi 25 mikrogram antigen Vi dalam buffer fenol isotonik. Vaksin
diberikan secara intramuskular dan diperlukan pengulangan (booster) setiap
3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif, hamil,
menyusui, sedang demam, dan anak kecil 2 tahun.
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn GF
No MR : 01014022
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Padang
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, hilang timbu meningkat
pada sore hari, demam tidak tinggi, tidak menggigil, tidak disertai keringat
Mual muntah ada, berisi makanan, frekuensi 2-3x, jumlah 2 sendok makan,
tidak disertai darah
Bintik perdarahan tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien
Tidak keluarga yang menderita penyakit hipertensi, DM dan penyakit
jantung.
Pasien swastawan
Pemeriksaan Umum
Kepala : normocephal
Toraks :
Paru : Inspeksi : bentuk normochest, simetris kiri = kanan secara
dinamis dan statis
Perkusi : sonor
Perkusi : timpani
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tes widal :
PEMERIKSAAN ANJURAN
DIAGNOSIS
Demam tifoid
DIAGNOSIS BANDING
Demam dengue
PENATALAKSANAAN
Tirah baring
Diet makanan cair
IVFD RL 8jam/kolf
Inj ceftriaxon 2x1gr
Inj lansoprazol 2x1
Paracetamol 3x500mg
RENCANA
FOLLOW UP
22/10/2019 :
S/ :sadar (+), demam(+), sakit kepala (+), mual muntah(-), nyeri ulu
hati (+)
T/38,0
A/ : demam tifoid
BAB IV
DISKUSI
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
ditandai oleh demam yang berkepanjangan, dan diperkuat dengan bakteremia tanpa
keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri. Gejala klinis
yang ditemukan berupa demam, bradikardia relatif, lidah berselaput, hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, bahkan gangguan mental. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah, uji
serologi, dan pemeriksaan bakteriologis. Penatalaksanaan dari penyakit ini terdiri
dari trilogi, yaitu tirah baring, diet dan terapi penunjang serta antibiotika.