Anda di halaman 1dari 3

Strategi Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

1. Pengunaan Metode Improve


Hal ini sesuai dengan penelitian Hawa Liberna Unversitas Indrapasta PGRI dengan
judul “Peningkataan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa melalui Penggunaan
Metode Improve pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel”
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar matematika rata-rata baik karena
terdapat 75% siswa mendapat nilai diatas 60, yaitu yang KKM yang digunakan oleh SMPN 248
Jakarta. Perhitungan penelitian kemampuan berpikir kritis matematis SMPN 248 Jakarta
diperoleh nilai rata – rata adalah 47.71, nilai modus adalah 46.19 median adalah 44.25, standar
deviasi adalah 7.65, nilai maksimum adalah 61, nilai minimum adalah 31. Dari hasil hasil
perhitungan diatas menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis rata – rata baik.

2. Penggunaan Pendekatan Metacognitive Instruction


Hal ini sesuai dengan penelitian Mega Achdisty Noordyana STKIP Garut dengan judul
“Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa melalui Pendekatan
Metacognitive Instruction”
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah dilakukan perhitungan dengan SPSS
hasilnya apat dilihat pada tabel 4.18 diperoleh nilai sig. (1-tailed) sebesar 0,000 < a =
0,05 maka hipotesis nol ditolak, artinya peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Metacognitive
Instraction secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan metode konvensional (ekspositori).
3. Penggunaan Pendeatan Contextual Teaching and Learning
Hal ini sesuai dengan penelitian Ali Syahbana Universitas Muhammadiyah Bengkulu
dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui
Pendekatan Contextual Teaching and Learning”
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Hasil analisis data melalui uji statistik
menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan pada peningkatan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan
pendekatan CTL dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
matematika dengan pendekatan konvensional. Ini menunjukkan bahwa dengan
pendekatan CTL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP
Negeri 17 Palembang.
4. Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi
Konflik Kognitif
Hal ini sesuai dengan penelitian Dasa Ismaimuza FKIP Universitas Tadulako Palu
dengan judul “Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Ditinjau dari Pngetahuan Awal
Siswa”
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan kritis matematis siswa
yang memperoleh pembelajaran PBLKK dengan PAM tinggi = 92,50, sedang = 71,69
dan rendah = 61,52. Rata-rata ini masih lebih tinggi dari rata-rata kemampuan kritis
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran KV dengan PAM tinggi = 87,500,
sedang = 64,64 dan rendah = 48,85. Jadi siswa yang memperoleh pembelajaran PBLKK
lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berdasarkan PAM
siswa.
5. Pengembangan E-Modul
Hal ini sesuai dengan penelitian I M. Suarsana & G. A. Mahayukti Universitas
Pendidikan Ganesha dengan judul “Pengembangan E-Modul Berorentasi Pemecahan
Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa”
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada uji coba siklus 1, tergolong sedang,
berarti belum sesuai dengan harapan. Berdasarkan hasil pengamatan, hal ini terjadi
karena dalam mengikuti perkuliahan, utamanya perkuliahan online banyak mahasiswa
mengalami kendala teknis dan belum tahu fitur-fitur yang tersedia dalam portal
elearning yang dalam hal ini digunakan learning management system (LMS) moodle.
Dengan perbaikan tersebut kembali diadakan uji coba siklus 2 untuk topik Suku
Banyak. Hasil tes keterampilan berpikir kritis menunjukkan terjadi peningkatan baik
secara kuantitas maupun kualitas yaitu dari rata-rata 27,6 (sedang) menjadi 31,4
(tinggi). Hasil ini telah memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan.
6. Pembelajaran dengan Scaffolding
Hal ini sesuai dengan artikel Ary Woro Kurniasih FMIPA UNNES dengan judul
“Scaffolding sebagai Alternatif Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Matematika”
Hasil tulisannya mengatakan bahwa salah satu upaya yang perlu dikembangkan oleh
guru agar kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar matematika dapat
ditingkatkan adalah dengan pemberian scaffolding. Scaffolding dapat diberikan kepada
siswa dapat berupa memodelkan perilaku tertentu (modeling of desired behaviors),
menyajikan penjelasan (offering explanations), mengundang partisipasi siswa (inviting
student participation), verifikasi dan klarifikasi pemahaman siswa (verifying and
clarifying student understandings), dan mengajak siswa memberikan petunjuk/kunci
(inviting students to contribute clues). Pada prinsipnya scaffolding diberikan kemudian
pemberian scaffolding dikurangi dan pada akhirnya dihilangkan setelah siswa
benarbenar memperoleh pemahaman.
7. Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah
Hal ini sesuai dengan artikel Desti Haryani Universitas Palangkaraya dengan judul
“Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah untuk
Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”
Hasil tulisannya mengatakan bahwa pembelajaran matematika dengan pemecahan
masalah di samping akan melatih siswa menjadi pemecah masalah yang baik juga akan
melatih atau akan “menumbuhkembangkan” kemampuan berpikir kritis siswa karena
setiap tahapan dalam pemecahan masalah memerlukan kemampuan berpikir kritis dari
siswa. Dengan terlatihnya siswa untuk menggali berpikir kritisnya dalam pembelajaran
matematika dengan pemecahan masalah diharapkan siswa akan dapat
mengimplementasikan berpikir kritis dalam berbagai bidang kehidupan baik pada masa
sekarang maupun di masa yang akan datang.
8. Penggunaan Pendekatan Indukti-Deduktif dengan Strategi Think-Pair-Square-
Share
Hal ini sesuai dengan penelitian Enung Sumaryati & Utari Sumarno STKIP Siliwangi
Bandung dengan judul “Pendekatan Induktif-Deduktif dengan Strategi Think-Pair-
Square-Share untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis serta
Disposisi Matematis Siswa SMA”
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pretes kemampuan pemahaman dan
kemampuan berikir kritis siswa pada kedua kelas pembelajaran tidak berbeda dan
tergolong sangat rendah yaitu 7,2% dan 6,1% dari skor ideal tes pemahaman matematis
dan 9,36% dan 10,1% dari skor ideal tes berpikir kritis. Setelah pembelajaran
kemampuan pemahaman dan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat
pembelajaran induktif-deduktif disertai strategi Think-Pair-Square-Share (berturut-
turut 53,4% dan 44,4%, dengan gain 0,50 dan 0,39) meningkat lebih baik dari
kemampuan siswa yang mendapat pembelajaran biasa (berturut-turut 39,9% dan 32,8%
dengan gain 0,36 dan 0,25). Namun demikian pencapaian kemampuan pemahaman dan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kedua kelas pembelajaran masih
tergolong belum memuaskan.
Dihubungkan dengan capaian kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis
yang masih tergolong kurang (antara 32,8 dan 53,4% dari skor ideal), terdapat
kesesuaian dengan temuan capaian disposisi matematis (102,05 dan 104,55 dari skor
ideal 175) yang tergolong sedang atau netral. Beberapa kegiatan dan pendapat terhadap
proses-proses matematis yang tergolong belum memuaskan antara lain adalah dalam
hal rasa percaya diri, sifat fleksibel, rasa ingin tahu, dan mengaplikasikan matematika
ke bidang lain.

Anda mungkin juga menyukai