Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks
pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran
informasi diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran.
Metodenya antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis,
menari, bercerita dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya
penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi
juga gerakan tubuh atau gesture (non-verbal), adalah komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan,
yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi
dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi
informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak
berguna (menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan
berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun
suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana
melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh
seseorang menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak
sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan
merasakan kebahagiaan.
Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam
komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim
pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media kepada komunikan
(penerima pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain
itu, komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga
terciptalah suatu komunikasi yang lebih lanjut.
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh
perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk
mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-
mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring,
memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien.
Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara efektif akan
lebih mampu dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi),
mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan, melakukan perubahan untuk
meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan
dengan proses keperawatan.
Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan
antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan
bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli
terhadap pasien, seseorang (perawat) yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah
berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan
merugikan orang lain (pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang
perawat dengan pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni
komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan
dalam Poter dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga tahapan
yakni komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi
antara dua orang atau kelompok kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien itu ?

1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga
medis dapat konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien.

1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan langsung
dalam proses keperawatan hususnya tentang konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran
intrapersonal perawat-klien.

BAB II
PEMBAHASAN
 Konsep komunikasi terapeutik.
2.1 Definisi komunikasi terapeutik.
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien.
Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI,
1997). Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998)
menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat
dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama
dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990)
menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar
menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang
terapeutik.
Definisi komunikasi menurut para ahli :
Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001) mengatakan bahwa
terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal yang
menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat
melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan
rencana tindakan keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila
terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and give antara perawat
dan klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima.

Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan
pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini
harus ada unsur kepercayaan. (Mundakir, 2006)

Heri Purwanto (1994) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah


komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dalam kegiatannya difokuskan
untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada
tujuan untuk penyembuhan pasien (Mundakir, 2006)

Mulyana (2000) mengatakan komunikasi terapeutik termasuk komunikasi


interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan
setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun
non verbal. (Mundakir, 2006)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan


dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk
komunikasi interpersonal.

Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan


perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis,
dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.

Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpesonal antara


perawat dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan pasien memperoleh pengalaman
belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat – klien yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain.
Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin
dicapai tanpa komunikasi (Budi Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)

Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat
yang diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat – klien,
yaitu:
- Tindakan diawali perawat
- Respon reaksi dari perawat
- Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
- Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan

Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya antara


perawat – klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien
harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi
keluhannya, demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan
yang telah dimiliki dari aspek kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan
kemampuan yang dimiliki perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan
atas kualitas pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan skeptis
dalam menjalani proses pelayanan keperawatan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.

2.2 Tujuan komunikasi terapeutik.


Peaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas dan
mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah situasi yang
ada apabila pasien percaya pada hal hal yang diperlukan. Membantu dilakukanya tindakan
yang efektif, mempererat interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara
profesional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah
klien.Komunikasi terapeutik juga mempunyai tujuan untuk memotivasi dan mengembangkan
pribadi klien ke arah yang lebih kontruktif dan adaptif.

Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut ini.
a. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri,
setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang klien tentang dirinya dan masa
depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan komunikasi
yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani,
2005)
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah membimbing klien dalam
membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan kemampuan klien memenuhi kemampuan
dirinya.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien. Klien
yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan
juga memiliki harga diri yang rendah. Perawat diharapkan membantu klien untuk
meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri klien melalui komunikasinya.

Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan
berusaha menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya dan
menumbuhkan rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses interaksi dapat berjalan
dengan baik.

Tujuan personal yang realistis dari komunikasi terapeutik.


Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan:
a. Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal
yang diperlukan
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan
derajat kesehatan

d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.

Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
b. Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.
c. Kemampuan untuk menjadi contoh peran
d. Altruistik
e. Rasa tanggung jawab etik dan moral
f. Tanggung jawab

2.3 Fungsi komunikasi terapeutik.


Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha
mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan
yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang
lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada
klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak
memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang
memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial
biasa.
Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa manfaat atau fungsi komunikasi
terapeutik adalah:

 Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien


 Mengidentivikasi,atau mengungkap perasan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yg di lakukan perawat.
 Memberikan pengertian tingkalaku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang di
hadapi.
 Mencegah tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien

2.4 Prinsip-prinsip komunikasi.


Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya
hubungan yang konstruktif diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial,
komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan
dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami
prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut ini;
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini
tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi
hubungan antara manusia yang bermartabat (Dult-Battey,2004).
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,
memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga,
budaya, dan keunikan setiap individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri
klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah
kunci dari komunikasi terapeutik.

Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
dalam membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :
1.Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
2.Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya
dan keunikan tiap individu.
3.Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.
4.Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.

Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1.Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2.Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3.Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4.Kerahasiaan klien harus dijaga.
5.Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6.Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah
laku klien dan memberi nasehat.
7.Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional.
8.Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
9.Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10.Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
terapeutik.

2.5 Karakteristik
Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain
itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya
membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan
yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan
dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang
kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara
perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai
penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk
mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik,
yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara
yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan
kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat
penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena
apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi,
membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi
nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian
akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap
hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan
ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau
ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat
membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya
(Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat
dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut
berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis
dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang
sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat
harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata
dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan
dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada
kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan
sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan
interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang
diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien,
apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan
klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi
ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat
ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
G. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau
tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.

Dalam litelatur yang lain disebutkan ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri

komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).

1. Keiklasan ( genuineness)
Dalam rangka membantu klien, perawat perawat harus menyadari tentang nilai, sikap,
dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan
tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan kepada individu
baik secara verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukan rasa iklasnya
mempunyai kesadaran tentang sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga bisa belajar
untuk mengkomunikasikannya dengan tepat. Klien tidak akan menolak segala bentuk persaan
negatif yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya
perawat akan mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan
dengan cara menyalahkan atau menghukum klien.

2. Empati (emphathy)
Empati merupakan perasaan “ pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap
perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi klien”. Empati
merupakan sesuatu yang jujur, sensitive, dan tidak dibuat buat( objektif) didasarkan apa yang
dialami orang lain. Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecendrungan
berpikir atau merasakan apa yang sedang atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati
lebih bersifat subjektif dengan melihat “dunia orang lain” untuk mencegah perspektif yang
lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang sedang dialami seseorang.

3. Kehangatan (warmth)
Hubungan yang saling percaya ( helping relationship) dibuat untuk memberikan
kesempatan klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Dengan
kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide ide dan
menuangkanya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikofrontasi. Suasana
yang hangat, permisif, dan tanpa danya ancaman menunjukan adanya rasa menerima perawat
terhadap pasien. Sehingga pasien akan mengekspresikan perasaanya secara lebih mendalam.
Kondisi ini akan membuat perawat mempunyai kesempatan untuk mengetauhi kebutuhan
klien. Kehangatan juga bisa dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan yang tenang,
suara yang meyakinkan, dan pegangan tangan yang halus menunjukan rasa belas kasihan atau
kasih sayang perawat pada pasienya.

2.6 Unsur-unsur komunikasi.


Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator,
komunikan, pesan yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi berlangsung.
(syakira-blog.blogspot.com).
 Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi
dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan
dalam mengirim.
 Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa
verbal maupun non verbal.
 Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang
disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.
 Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran
penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.
 Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan, pengecap
dan perabaan.

Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur sebagai
berikut:
 Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau tindakan.
 Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Pesan
mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis. kata-kata yang diucapkan,
ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Kendalanya tidak semua symbol memiliki makna yang
universal, oleh karena itu kesulitan dalam komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila
pengirim tidak waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.
 Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media komunikasi.
 Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk membawa pesan,
seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin banyak saluran yang
digunakan oleh seorang perawat untuk menyampaikan pesan secara tepat dan efektif, maka
hubungan terapeutik akan semakin mudah terjalin antara perawat dan pasien.
 Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk mengungkapkan
apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat penting dalam menjalin
komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang disampaikan oleh klien maupun
perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut pesan tersebut.
 Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi terapeutik untuk
menjaga privasi klien.

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik.


Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ( Kariyoso, 1994 ) :
Ditinjau dari komunikator :
- Kecakapan komunikator
- Sikap komunikator
- Pengetahuan komunikator
- Sistem sosial
- Pengarah komunikasi

Ditinjau dari komunikan :


- Kecakapan
- Sikap
- Pengetahuan
- Sistem sosial
- Saluran ( pendengaran, penglihatan ) dari komunikasi
Faktor yang menghambat komunikasi (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002) :
1. Tahap perkembangan
2. Jenis kelamin
3. Peran dan hubungan
4. Karakteristik sosiokultural
5. Nilai persepsi
6. Ruang dan teritorial
7. Lingkungan
8. Kesesuaian
9. Sikap interpersonal

Faktor penghambat komunikasi (Kariyoso, 1994) :


a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan
reseptor berjauhan
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri,
1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda.
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati, 2000:21) :


- Perkembangan.
- Persepsi.
- Nilai.
- Latar belakang sosial budaya.
- Emosi.
- Pengetahuan.
- Peran dan hubungan.
- Lingkungan.
- Jarak.
- Citra Diri.
- Kondisi Fisik.

2.8 Hambatan komunikasi terapeutik.


Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri
dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul
dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya
menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu
hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk
lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.

1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang
dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang.
Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan
untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama
fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.

2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat
yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama
reaksi bermusuhan dan tergantung.

3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens
merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam
isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi
ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat
bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon
terhadap resisten klien.

Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan
perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998).
Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik
dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang
perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan
dampak negative pada proses terapeutik.

2.9 Teknik komunikasi terapeutik.


Dua persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif (Stuart dan Sundeen, 1998),
yaitu

1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan

2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum
memberikan saran, informasi maupun masukan.

Komunikasi terapeutik akan menjadi efektif hanya melalui pengguanaan dan latihan yang
sering. Artinya dengan melatih diri dengan menggunakan komunikasi yang bersifat
terapeutik akan meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya
klien. Selain itu dalam komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih mengerti akan keinginan
yang dibutuhkan klien.

Setiap kilen memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu,
diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien. Teknik komunikasi
berikut ini, yang dikutip dari artikel Purba, J.M. (2008) terdiri atas beberapa komponen
berikut ini.

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian


Dalam hal ini perawat berusaha memahami klien dengan cara mendengarkan masalah yang
disampaikan klien. Satu- satunya orang yang dapat menceritakan perasaan, pikiran, dan
persepsi klien terhadap perwat adalah klien itu sendiri.Mendengarkan klien menyampaikan
pesan verbal dan non-verbal mengandung arti bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan
dan masalah klien. Perawat yang mendengarkann dengan penuh perhatian merupakan salah
satu upaya agar dapat mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang
disampaikan klien.

2. Menunjukkan Penerimaan
Arti menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan dengan tingkah laku yang
menunjukan ketertarikan dan tidak menilai. Perlu diketahui bahwa menerima tidak berarti
menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan dan ketidaksetujuan. Sebagai seorang perawat kita tidak harus menerima semua
perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan ketidak setujuan terhadap sesuatu, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala yang menandakan tidak percaya.
Tuju cara memfasilitasi agar memperoleh “penerimaan” ( Bolton Cit.R,1999)

1. Tidak seorangpun dapat menerima secara sempurna

2. Beberapa orang cendrung diterima dari pada orang lain

3. Tingkah penerimaan seseorang terus menerus berganti

4. Adalah ssuatu yang alami mempunyai sesuatu yang difavoritkan

5. Setiap orang dapat lebih menerima

6. Penerimaan yang hanya pura pura merupakan suatu hal yang berbahaya untuk hubungan
interpersonal
7. Penerimaan tidak sama dengan persetujuan.

Berikut ini sikap perawat yang menunjukkan rasa percaya.

a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.

b. Membarikan umpan balik verbal kepada klien dengan cara yang baik.

c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal sesuai dengan komunikasi verbal.

d. Menghindari perdebatan, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah


pikiran klien. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau berkata,”Ya” atau, “Saya
mengikuti apa yang Anda ucapkan”.

Penerimaan juga digunakan untuk membangun rasa percaya dan mengembangkan empati (
Boyt & Nirhat, 1998)

Misalnya:

Klien : “Saya telah melakukan beberapa kesalahan”

Ners : “ Saya ingin mendengar itu, tidak apa jika anda ingin mendiskusikan hal itu dengan
saya”

3. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan


Menanyakan pertanyaan yang berkaitan bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topikk yang
dibicarakan dan menggunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Pertanyaan
hendaknya disampaikan secara berurutan selama pengkajian.

4. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan kata-Kata Sendiri


Dengan mengulang kembali ucapan klien berarti perawat membarikan umpan balik sehingga
klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
Namun, perawat harus berhati-hati ketika menggunakan teknih ini, sebab pengertian bisa
rancu jika pengulangan ucapan mempunyai arti yang berbeda. Sebagai contoh, seorang klien
mengatakan, “ Saya tidak dapat tidur, semalam saya terjaga”, lalu perawat menjawab, “Anda
mengalami kesulitan untuk tidur tadi malam...”.
5. Memberi Kesempatan kepada Klien memulai Pembicaraan
Perawat sebaiknya memberikan kesempatan kepada klienuntuk berinisiatif dan mmemilih
temapembicaraan. Klien yang merasa ragu tentang perannya dalam berinteraksi dapat
diberikan stimulus untuk mengambil inisiatif, sehingga klien tersebut merasa bahwa ia
diharapkan dapat membuka pembicaraan. Misalnya “Adakah sesuatu yang ingin Anda
sampaikan?” atau “Apakah yang sedang Anda pikirkan?”.
6. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasikan pikiran
masing-masing. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri
dalam memproses informasi yang ada. Penggunaan teknik diam memerlukan keterampilan
dan ketetapan waktu, karena jika tidak demikian maka akan menimbulkan perasaan tidak
enak. Diam berguna pada saat klien harus mengambil keputusan.
Arti diam ( Miyers & Miyers Cit.R,1999)

· Saat seseorang marah dan frustasi tetapi menolak mengungkapkanya

· Saat seseorang mendengarkan dengan penuh perhatian untuk sesuatu yang penting

· Saat seorang bosan

· Saat seseorang tidak dapat berpikir apa yang akan dikatakanya

· Saat seseorang berpikir tentang hal yang penbicara katakana

· Saat seseorang tidak memahami yang dikatakan pembicra

· Saat seorang melihat pandangan yang indah sehingga membuat seseorang tidak bicara.

Diam digunakan saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu cara
melakukanya/menyampaikan hal tersebut ( Boyd & Nihart,1998)

Msalnya:

Klien : “ Saya marah”

Ners : (Diam)

Klien : “orang tua saya tidak perhatian lagi sama saya”

7. Klarifikasi
Jika terjadi kesalahpahaman sebaiknya perawat menghentikan pembicaraan sejenak untuk
mengklarifikasi dan menyamakan pemahaman, karena keakuratan informasi sangat penting
dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan. Perawat perlu membarikan contoh yang
konkret agar pesan mudah dimengerti klien dan tidak ada kesalahpahaman.
Contoh:
Klien : “Saya kurang yakin apakah bisa mengikuti apa yang Anda sampaikan.”
Perawat : “Apa yang Anda katakan tadi adalah.....”
8. Memfokuskan
Teknik ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik
dan dimengerti. Perawat seharusnya tidak memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan
masalah yang penting, kecuali jika pemnicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
Misalnya, “Hal ini sangat penting, nanti kita bicarakan lebih lanjut.”
9. Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan respons kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya,
sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan baik dan benar. Perawat menguraikan
kesan yang ditimbulkan melalui syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan
perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.
Contoh:

“ Anda kelihatan tegang...”


“ Apakah Anda merasa cemas apabila Anda...”

10. Menawarkan Infornasi


Pemberian tambahan informasi dapat dijadikan sebagai pendidikan kesehatan bagi klien dan
juga bisa menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Jika ada informasi yang ditutupi
oleh dokter, seorang perawat hendaknya mengklarifikasi alasannya. Perawat dalam
memberikan informasi tidak boleh terkesan seperti memberikan nasihat melainkan
memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan
11. Meringkas
Meriingkas adalah mengulang ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Teknik
ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek
penting dalam interaksinya. Sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik lain yang
berkaitan. Misalnya, “Selama kurang lebih 2 jam, Anda dan saya telah membicarakan
tentang...”
12. Memberikan Penghargaan
Memberikan penghargaan terhadap klien dapat dilakukan dengan cara seperti menyambutnya
dengan salam dan menyebutkan namanya. Dengan melakukan hal tersebut perawata dapan
menunjukkan kesadarannya tentang perubahan yang terjadi selain itu juga dapat
menunjukkan bahwa perawat menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai
hak dan tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Namu penghargaan tersebut
jangan sampai menjadi beban baginya,dengan kata lain penghargaan tersebut jangan sampai
membuat klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau
persetujuan atas perbuatannya. Misalnya” Selamat siang, Bapak Jaya”, “Assalamualaikum”
atau “Selamat datang Ibu, Ibu sangat tepat waktu sesuai janji.”
Dengan agama islam, memberi salam dan penghargaan merupakan aklak terpuji, dengan
begitu berarti orang tersebut telah mendoakan orang lain agar memperoleh rahmat dari Allah
SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah.
13. Menawarkan Diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain. Sering kali
perawat hanya menawarkan kehadirannya dan ketertarikannya tenpa mempertimbangkan
kondisi klien. Sesungguhnya teknik komunikasi ini harus dilakukan dengan tulus ikhas.
Misalnya, “Saya mengharapkan Anda merasa tenang dan nyaman.”

14. Mempersilakan Untuk Meneruskan Pembicaraan


Teknik ini mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan
selanjutnya respek dengan apa yang akan dibicarakan. Sikap perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan pembicaraan. Misalnya, “...lanjutkan...!”, “... dan
terus...?”, atau “Ceritakan kepaa saya...”.
15. Menganjurkan Klien untuk Menjelaskan Persepsinya
Jika perawat ingin mengerti klien lebih jauh, maka perawat tersebut harus melihat klien
dengan sesungguhnya dari segala perspektif. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan
atau menjelaskan persepsinya tentang sesuatukepada perawat. Perawat harus mewaspadai
adanya ansietas saat klien menceritakan pengalamannya. Misalnya, “Ceritakan kepada saya
bagaimana perasaan Anda ketika akan dilakukan pemasangan infus”, “Atau apa yang sedang
Anda lihat.”
16. Refleksi
Refleksi adalah suatu teknik yang menganjurkan klien untukmengemukakan dan menerima
ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Jika klien bertanya apa yang harus
ia pikirkan atau kerjakan dan apa yang harus ia rasakan, maka perawat dapat
menjawab,”bagaimana menurut Anda?” atau “Bagaimana perasaan Anda”. Kemudian
perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak
melakukan hal tersebut, selanjutnya klien pun akan berfikir bahwa dirinya adalah individu
yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan. Misalnya,”Apakah menurut Anda, saya harus menyampaikannya kepada
dokter?” atau “Apakah menurut Anda, Anda yang harus menyampaikannya?”.

2.10 Sikap komunikasi terapeutik.

Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang
ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika
sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :

1. Berhadapan dengan lawan bicara

Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).

2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)

Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung
terciptanya komunikasi.

3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara

Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).

4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural

Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan


komunikasi.

5. Bersikap tenang

Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa
tubuh yang natural.

Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non
verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal,
yaitu :

1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal
misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.

3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang
seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.

4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini
didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.

5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling
personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar
belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

2.11 Tahapan komunikasi terapeutik.


Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat
fase yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase
terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus
terselesaikan.

a.Fase preinteraksi

Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas
perawat pada fase ini yaitu :

1). Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;

2). Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk
memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu
belajar kembali, diskusi teman kelompok;

3). Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu
dengan klien.

b.Fase orientasi

Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali
bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan
merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat
pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan
penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-
tugas perawat pada tahap ini antara lain :

1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi


terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur,
ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik
pertemuan.

3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong
klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan
terbuka.

4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi.
Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi
(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)

Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :

1).Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan


2). Memperkenalkan diri perawat

3). Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk


berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.

4). Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan
tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.

5). Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang
membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus
pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan
kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.

6).Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien


mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.

Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan
orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan
klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.

c.Fase kerja.

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini
perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien
mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan
menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan
pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang
sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi,
berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani,
2005).
d.Fase terminasi.

Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya
sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa
kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu
atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses
keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses
dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan
akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:

1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;

2). Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
menyeluruh.

Tugas perawat pada fase ini yaitu :

a). Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut
evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan
dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).

b). Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah
berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.

c). Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut
pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan
interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan
tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.

d). Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah
topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi
akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah
dicapai selama interaksi.

Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa tahapan komunikasi terapeutik meliputi :
1.PRAINTERAKSI
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya
ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
- Takut ditolak klien
- Cemas karena merupakan pengalaman baru
- Memperhatikan klien secara berlebihan
- Meragukan kemampuan diri
- Takut dilukai klien secara fisik
- Gelisah melakukan komter
- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
- Takut disakiti secara psikologis

Analisi diri
- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak
kooperatif saya menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan
dengan klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan
bila saya melakukan kekeliruan?

2.ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan  dasar pengkajian
keperawatan dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien

Kontrak pertama dimulai :


- Memperkenalkan diri perawat dan klien
- Menyebutkan nama
- Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun perawat
dengan menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).
- Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup perawat –
klien serta konflik)

Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan
untuk menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang
lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin
tidak menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang
terpenting adalah membawa suatu perubahan

3.KERJA
Selama fase ini
- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan perkembangan
insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan)
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup
klien
- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan
tanggung jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif.
(Fokus fase ini : perubahan perilaku secara nyata)

4.TERMINASI
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
- Saling tukar pikiran dan memori
- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan keperawatan)
- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama perawatan
- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi

Tugas perawat dalam tiap-tiap fase :


Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.
Menganalisa kemamp. & kekurangan diri
Mengumpulkan data klien (bila mungkin)
Merencanakan pertemuan pertama dgn klien

Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuan


Membangun trust, menerima, dan membuka komunikasi
Bersama-sama membuat kontrak
Mengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klien
Mengidentifikasi masalah klien
Menetapkan tujuan dgn klien

Kerja :Mengekplorasi stressor yg berkaitan


Meningkatkan insight dan mekanisme koping klien

Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapai


Mengekplorasi perasaan satu sama lain;rejeksi,
kehilangan, kesedihan, dan kemarahan dan dihubungan dgn perilaku.

Tahapan strategi komunikasi keperawatan secara sigkat


Contoh :
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
A. PROSES KEPERAWATAN
1.Kondisi klien…………………………………………………………...
2.Diagnosis perawatan…………………………………………………...
3.Tindakan keperawatan…………………………………………………
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKANKEPERAWATAN
·ORIENTASI…………………………………………………………….
§ Salam terapeutik………………………………………………………..
§ Evaluasi / validasi………………………………………………………
§ Kontrak :
o Topik…………………………………………………………………..
oWaktu…………………………………………………………………..
o Tempat…………………………………………………………………
· KERJA (Langkah – langkah tindakan keperawatan)
1.………………………………………………………………………….
2.………………………………………………………………………….
· TERMINASI
a. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan
ü Evaluasi subjektif…………………………………………………..
ü Evaluasi objektif……………………………………………………
b. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan) : ………………………....................................................
c. Kontrak yang akan datang
· Topik……………………………………………………………….
· Waktu………………………………………………………………
· Tempat……………………………………………………………...
Contoh Analisis Kasus
Situasi
Seorang ibu bernama Neni, 25 tahun, post-partum (anak pertama) ingin mengetahui tentang
perawatan tali pusat pada bayi, dimana ners Irma sebelumnya sudah melakukan interaksi dan
menjalin hubungan saling percaya dengan ibu Neni. Dalam hal ini yang digunakan adalah
teknik komunikasi wawancara (tanya jawab).
Fase Orientasi
1. Ners Irma : “Assalaualaikum Bu.../ selamat pagi bu” (sambil mengulurkan tangan untuk
berjabat tangan).
Bu Neni : “walaikumsalam, pagi juga ners Irma,” (sambil tersenyum dan menjabat tangan).
2. Ners Irma: “Bagaimana perasan Ibu Neni sekarang, adakah sesuatu yang ingin
disampaikan Ibu Neni ketika menemani si kecil selama kita tidak bertemu, coba Ibu
sampaikan?” (sambil memegang bahui kanan Ibu Neni).
Bu Neni : “Alhamdulillah, saya sanga senang Ners, setelah lahirnya sibuah hati yang kami
tunggu-tunggu. Oh, ya Ners ... saya masih kurang jelas mengenai perawatan tali pusat, saya
agak khawatir jangan-jangan nanti terjadi infeksi?”.
3. Ners Irma : “O...ya, Ibu sesuai dengan perjanjian kita kemarin,hari ini saya akan jelaskan
apa saja yang belum Ibu pahami dan saya juga akan jelaskan semua hal yang ingin Ibu
tanyakan, yaitu tentang perawatan tali pusat yan gbenar, begitukah bu?”
Bu Neni: “ Ya Ners, saya masih bingung!”
4. Ners Irma : “Baiklah, saya akan coba menjelaskan tentang perawatan tali pusat pada bayi,
tetapi tolong Ibu perhatikan betul! Sekarang apakah Ibu sudah siap untuk
mendengarkannya?”
Bu Neni : “ya ners, saya siap”
Fase Kerja
1. Ners Irma :”Baiklah Bu, perawatan tali pusat pada bayi sangatlah penting kita ketahui dan
kita pahami agar bayi kita terbebas dari infeksi tetanus.”
Bu Neni :”Infeksi tetanus pada bayi bisa terjadi..., ya Ners?”
2. Ners Irma :” Benar Bu Neni, tetanus bisa berakibat kematian pada bayi. Jadi, perawatan
tali pusat kita laksanakan pada pagi hari setelah kita memandikan bayi kita dan kita harus
benar-benar menjaga kebersihannya”.
Bu Neni :”Berarti ners, setelah kita memandikan bayi kita, kita juga malkukan perawatan tali
pusat”.
3. Ners Irma :”Ya, sangat benar sekali Bu Neni, sebelum kita melaksanakannya, kita terlebih
dahulu mempersiapkan alat-alatnya”. (Sambil memmpraktikkannya).
Bu Neni :”Apa saja persiapan alatnya Ners?”
4. Ners Irma :”Kita harus menyiapkan alat-alat yang akan dipakai seperti kapas lidi,
trypleday, kassa steril semuanya diletakkan pada tempatnya masing-masing lalu disusun pada
baki.” (sambil memegang dan menunjukkan alat tersebut)
Bu Neni :”Terus caranya bagaimana ners...?” (Klien menganggukkan kepala).
5. Ners Irma :” Pertama-tama setelah bayi selesai dimandikan, kita ambil kapas lidi lalu
diolesi trypleday kemudian kita mulai membersihkannya dari sekeliling pangkal tali pusat
sampai bagian ujung. Sampai disini ada yang mau ditanyakan Bu Neni?” Bu Neni
:”O...ya ners, apakah kapas lidi tersebut tidak boleh kita bolak-balik?”
6. Ners Irma :”Benar sekali Bu Neni, jadi setiap kita membersihkan bagian tali pusat, kita
tukar dengan yang baru lagi dan jangan lupa juga Bu, sebelum kita melakukannya tangan ibu
harus bersih atau cuci tangan sebelum melakukan tindakan tersebut. Pokoknya kebersihan
herus dijaga sebaik-baiknya.”
Bu Neni :”Selanjutnya bagaimana ners...?”
7. Ners Irma :”Oh...ya, maaf Bu..., tadi pembicaran kita sampai dimana?”
Bu Neni :”Sampai...membersihkan tali pusat sampai bagian ujung.”
8. Ners Irma :”Kemudian dilanjutkan dengan membungkus tali pusat, bagaimaan Bu Neni,
tidak sulit bukan?”
Bu Neni :”Sepertinya saya bisa, ya... saya bisa melakukannya, ners.”
Fase Terminal
1. Ners Irma :”Bagaimana Bu Neni, apakah sudah mengerti denganpenjelasan tadi?” Bu Neni
:”Sudah, Ners.”
2. Ners Irma :”Apakah Bu Neni bisa mengulang kembali apa yang telah saya jelaskan?”
Bu Neni :”Insya Allah bisa Bu. Saya akan mencoba Ners, pertama-tama setelah bayi selesai
dimandikan, kita ambil kapas lidi lalu kita olesi tryplady setelah itu kita mulai membersihkan
tali pusat dari pangkal dan sekelilingnya sampai keujung, kemudian kita bungkus dengan
kain kassa steril yang kering. Terakhir baru kita rapikan dan baju bayi kita pasangkan.
Bagaimana Ners?”
3. Ners Irma :”Bagus Bu Neni, sepertinya Ibu telah mengerti dengan apa yang telah saya
sampaikan, apakah masih ada yang ingin Ibu tanyakan?”
Bu Neni :” Tidak ners, saya pikir sudah cukup!”
4. Ners Irma :”Oke...”(tersenyum).
Bu Neni :”Saya sangat berterima kasih karena Ners telah meluangkan waktu untuk saya.”
5. Ners Irma :”Sama-sama Bu Neni, itu semua sudah kewajiban saya.”
Bu Neni :”Terus saya ingin mengetahui bagaimana cara menyusui yang baik dan benar.”
6. Ners Irma : (tersenyum)”...baiklah Bu Neni. Insya Allah, saya akan datang lagi kesini
besok untuk menjelaskan bagaimana cara menyusui yang baik dan benar. Ibu mau saya
datang jam berapa?”
Bu Neni :”Sama seperti hari ini saja, ners.”
7. Ners Irma :”Baik Bu sampai ketemu besok, ya!”
Bu Neni :”Ya, ners.”
8. Ners Irma :” Kalau begitusaya permisi dulu ya Bu Neni. Selamat siang...,
Assalamualaikum!” (tersenyum).
Bu Neni :”Siang ners...walaikumsalam.”

2.12 Komunikasi terapeutik dalam proses keperawatan.


Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)

1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.

2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau kelompok.

3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau
ekspresi wajah.

4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada
penerima/ sasaran.

5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut dituju.

6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.

Proses komunikasi terapeutik dalam perawatan.

1. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)

- Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.

- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.

- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.

- Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.

- Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa


realistik.

- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.

- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang


dibutuhkan.

2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)

- Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.

- Sesi perencanaan tim kesehatan.

- Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.

- Membuat rujukan.
3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)

- Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).

- Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

- Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.

- Meningkatkan harga diri pasien.

- Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.

- Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.

4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)

- Memperkenalkan diri kepada pasien.

- Memulai interaksi dangan pasien.

- Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.

- Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.

- Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.

5. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)

- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan


sendiri.

- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.

- Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.

2.13 Komunikasi efektif.


Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap
(attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi.
Tujuan dari Komunikasi Efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan dalam
memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi
sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat
dimengerti dan dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain
dari Komunikasi Efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back
dapat seinbang sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih
penggunaan bahasa nonverbal secara baik.
Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp mengatakan bahwa komunikasi yang efektif
dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya
antara komunikator dan komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif
terjadi apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap dan
bahasa. Komunikasi dapat dikatakan efektif apa bila komunikasi yang dilakukan dimana :
1. Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh
pengirimnya.
2. Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti
dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim.
3. Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk
menindaklanjuti pesan yang dikirim.
Di dalam konsep komunikasi terapeutik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar komunikasi terapeutik berjalan dengan efektif antara lain :

Upaya meningkatkan komunikasi terapeutik :


a. Pihak komunikator ( perawat ).
1) Harus menguasai metoda / cara penyampaianpesan baik verbal maupun non verbal.
2) Harus bersikap tegas , penuh penerimaan dan penghargaan , jangan
menunjukan kesombongan , ragu-ragu dan menunjukan ketidak percayaan dihadapan
klien.
3) Dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi selama melakukan komunikasi.
4) Jamgam memaksa budaya sendiri dalam melakukan komunikasi dengan klien.
Pesan disampaikan hendaknya dengan cara :
Ø Mengulang pengertian –pengertian pokok.
Ø Mengemukakan ide-ide yang sulit diterjemahkan kedalam kalimat yang dimengerti klien.
Ø Memberi alasan lebih luas bila klien kurang mengerti.

b. Pihak komunikan (Klien).


1) Diupayakan agar dapat menangkap seluruh pesan yang disampaikan baik verbal maupun
non verbal.
2) Sikap /rasa curiga , acuh tak acuh terhadap komunikator harus dihilangkan.
3) Pengalaman klien berpengaruh terhadap proses komunikasi oleh karena itu perlu
diperhatikan.
4) Klien yang mempunyai masalah dengan panca indera menjadi hambatan dalam
komunikasi harus dicari cara lain.
5) Jarak antara perawat dengan klien 0,4 m sampai 1,2 m.
6) Klien diupayakan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan perawatan
Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang
ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika
sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung
terciptanya komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa
tubuh yang natural.

 Kesadaran intrapersonal perawat-klien.


2.7 Kesadaran diri.
Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami
dirinya sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri. Untuk dapat mengetahui
sampai dimana kesadaran diri sendiri, maka perawat haruslah dapat menjawab pertanyaan
“Siapakah saya ?” perawat seperti apakah saya ?” (Nurjannah, 2005).
Ada empat komponen kesadaran diri yang saling berkaitan terdiri dari komponen
psikologis, fisik , lingkungan dan psikologis :
1. Komponen psikologis, meliputi pengetahuan tentang emosi, motivasi, konsep diri dan
kepribadian.
2. Komponen fisik, terdiri dari pengetahuan tentang kepribadian dan fisik secara umum yang
meliputi juga sensasi tubuh, gambaran diri dan potensi fisik.
3. Komponen lingkungan, terdiri dari lingkungan sosiokultural, hubungan dengan orang lain,
dan pengetahuan tentang hubungan antara manusia dan alam.
4. Komponen filosofi, mencakup arti hidup bagi sesorang , komponen filosofi akan
menjelaskan tentang arti hidup itu bagi seseorang.
Keempat komponen tersebut secara bersama – sama digunakan sebagai alat untuk
meningkatkan keesadaran diri dan pertumbuhan bagi perawat dan klien.
Gambaran kesadaran diri ditunjukkan oleh jendela Johari yang terdiri dari 4 kuadran :
Gambaran kesadaran diri menurut Jendela Johari
1. Diketahui diri sendiri dan orang lain 2. Hanya diketahui oleh orang lain
4. Tidak diketahui diri sendiri dan
3. Hanya diketahui diri sendiri orang lain
Setiap kuadran terdiri dari tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang.
1. Kuadran satu disebut kuadran terbuka karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh diri sendiri dan orang lain.
2. Kuadran kedua disebut kuadran buta karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh orang lain tapi dirinya sendiri tidak tahu.
3. Kuadran ketiga adalah kuadran tersembunyi karena tingkah laku, perasaan dan pikiran
seseorang tentang diri, dimana hanya individu sendiri yang tahu.
4. Kuadran keempat adalah kuadran yang tidak diketahui yang berisi aspek yang tidak
diketahdiketahui oleh diri dan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).

Ada tiga prinsip yang dapat diambil dalam memperluas kesadaran diri (Keliat, 1996).
(1). Meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, karena dapat menurunkan
ancaman dari sikap perawat terhadap klien dan membantu klien memperluas dan menerima
semua aspek kepribadiannya, Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
1). Tindakan penerimaan yang tidak kaku.
2). Dengarkan klien.
3). Dorong mendiskusikan perasaan dan pikiran klien.
4). Beri respon yang tidak menghakimi.
5). Tunjukkan bahwa klien adalah individu berharga yang bertanggung jawab terhadap
dirinya dan dapat membantu diri sendiri.
(2). Bekerja dengan klien pada tingkat kemampuan yang dimiliki klien, karena tingkat
kemampuan klien seperti kemampuan menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego
diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan
diantaranya :
1) Identifikasi kemampuan yang dimiliki klien
2) Petunjuk asuhan untuk klien dengan kemampuan minimal :
a) Mulai dengan penegasan identitas
b) Memberi dukungan untuk menurunkan tingkat kepanikan (cemas)
c) Pendekatan yang tidak menuntut
d) Terima dan coba mengklarifikasi komunikasi verbal dan non verbal
e) Cegah isolasi social
f) Beri batasan pada perilaku yang tidak sesuai
g) Orientasi ke realitas
h) Beri pujian dan pengakuan pada perilaku yang tepat
i) Secara bertahap tingkatkan aktivitas dan tugas
(3). Memaksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik, karena kerjasama penting
bagi klien untuk menerima tanggung jawab terhadap dirinya dan respon koping yang
maladaptive, tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya
a) Secara bertahap tingkatkan peran serta klien dalam mengambil keputusan tentang
asuhannya.
b) Tunjukkan bahwa klien orang yang bertanggung jawab.

2.14 Klarifikasi nilai.


Perawat harus mampu menjawab, apa yang penting untuk saya? Kesadaran membantu
perawat untuk sayang dan tidak menjauhi pasien dan membantu sesuai dengan kebutuhannya.
Walaupun hubungan perawat – klien merupakan hubungan timbal balik, tetapi kebutuhan
klien selalu di utamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman
yang cukup, sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.
Jika perawat mempunyai konflik, ketidakpuasan, sebaiknya perawat menyadari dan
mengklarifikasi agar tidak mempengaruhi keberhasilan hubungan perawat – klien.
Dengan menyadari sistem nilai yang dimiliki perawat, misalnya kepercayaan, seksual,
ikatan keluarga, perawat akan siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem
nilai yang dimiliki.
Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal – hal yang
pantas dilakukan (Stuart & Sundeen, 1998). Konsep tersebut dibentuk sebagai hasil dari
pengalaman dengan keluarga , teman, budaya, pendidikan, kerja, relaksasi dan lainnya
(Nurjannah, 2005).
Yang dimaksud dengan klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan
nilai- nilainya sendiri dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai – nilai pribadi
dan bagaimanan nilai tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
Pemahaman tentang nilai diri diklarifikasikan oleh nilai individu dengan cara mengkaji,
eksplorasi, imajinasi, serta merujuk pada tujuan akhir (Covey, 1997, dikutip dari Nurjannah,
2005).
Perawat dapat melakukan klarifikasi nilai dengan beberapa tahap sebagai berikut
(Taylor dkk, 1997, dikutip dari Nurjanna, 2005):
Pemilihan
1). Kebebasan untuk memilih kepercayaan
2). Mengenal dan mengakui bahwa seseorang mempunyai pilihan lain
3). Kepercayaan bahwa menghargai setiap orang akan memberikan konsekuensi terbaik bagi
dirnya dan untuk semua masyarakat

Penilaian
1) Merasa bebas dan bahagia dengan pilihannya
2) Dapat mempertahankan nilai

Tindakan
1) Mengaplikasikan nilai – nilai ini pada praktek
2) Berusaha secara konsisten untuk menghargai orang lain dalam kehidupan pribadi dan
professional

2.15 Eksplorasi perasaan.


Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan
dapat mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart &
Sundeen, 1987, dikutip dari Keliat, 1996).
Eksplorasi diri merupakan kesadaran diri perawat bagaimana cara memperlihatkan
model pada klien sehingga tidak memberi efek negatif pada saat hubungan perawat klien
(Keliat, 1996).
Ada 4 (empat) prinsip yang dapat diambil dalam mengeksplorasi diri perawat :
Membantu klien untuk menerima perasaan dan pikirannya, karena jika perawat
memperlihakan perhatian dan penerimaannya terhadap perasaan dan pikiran klien, maka
klien juga melakukannya.
1) Dorong klien mengekspresikan emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran secara verbal dan
non verbal.
2) Gunakan respon terapeutik dan respon empati
3) Catat pikiran logi dan tidak logis
Menolong klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungan dengan orang lain melalui
keterbukaan – keterbukaan, karena keterbukaan dan pengertian tentang persepsi sendirilah
prasyarat untuk berubah. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain :
1) Peroleh persepsi tentang kekuatan dan kelemahan
2) Bantu klien untuk menguraikan ideal diri
3) Identifikasi kritik diri
4) Bantu untuk menguraikan hubungannya dengan orang lain
Sadari dan kontrol perasaan anda atau perawat, karena kesadaran diri perawat
merupakan cara untuk memperlihatkan model pada klien sehinggga tidak memberikan efek
negatif pada hubungan perawat klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
1) Terbuka pada perasaan sendiri
2) Mengungkapkan diri secara terapeutik dengan cara:
a) Mengungkapkan perasan dengan klien
b) Verbalisasi bagaimana perasaan orang lain
c) Bercermin pada persepsi dan perasan klien
Memberi respon empati bukan simpati dan tekankan bahwa kekuatan untuk berubah
ada pada klien karena simpati menguatkan pandangan negatif klien. Perawat harus
mengatakan bahwa kehidupan klien harus dibawah kontrolnya. Tindakan keperawatan yang
dilakukan antara lain:
1) Pakai cara – cara empati , evaluasi diri tentang simpati
2) Menguatkan klien bahwa dia berguna dalam memecahkan masalahnya
3) Tunjukkan secara verbal dan perilaku bahwa klien bertanggung jawab terhadap
perilakunya termasuk perilaku maladaptif dan adaptif.
4) Diskusikan cakupan pilihan, area kekuatan, dan sumber – sumber yang tersedia untuk
klien
5) Pakai sumber daya keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi penyelidikan klien
6) Bantu klien untuk mengerti sifat konfilik dan cara maladaptive yang dilakukan klien untuk
mengatasinya.
2.16 Role model.
Kemampuan menjadi model juga berarti bahwa perawat mampu melaksanakan nilai –
nilai yang telah ditetapkan sebagai standarnya, dimana nilai – nilai itu sesuai dengan prinsip
yang benar. Perawat dapat menjadi model apabila perawat tersebut dapat memenuhi dan
memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasikan oleh konflik, distress, atau
pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat.
Perawat yang mempunyai masalah pribadi, seperti ketergantungan obat, hubungan
interpersonal yang terganggu, akan mempengaruhi hubungannya dengan klien (Stuart dan
Sundeen, 1987, h.102)
Perawat mungkin menolak dan mengatakan ia dapat memisahkan hubungan
profesional dengan kehidupan pribadi. Hal ini tidak mungkin pada asuhan kesehatan jiwa
karena perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam menolong klien.
Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memenuhi dan memuaskan
kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan
memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan bertanggung
jawab atas perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.
Ciri perawat yang dapat menjadi role model :
Puas akan hidupnya,tidak didominasi oleh stres,mampu kembangkan kemampuan,
Adaptif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien
dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang
adaptif dan positif.
Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami
dirinya sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri.
klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan nilai- nilainya sendiri
dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai – nilai pribadi dan bagaimanan nilai
tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan
dapat mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart &
Sundeen, 1987, dikutip dari Keliat, 1996).
3.2 Saran.
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat.
Komunikasi terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk
mendukung proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya
dengan baik dan efektif diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi
sehingga efek terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki
untuk melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa komunikasi
terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi
juga bagi dirinya sendiri.
Perawat merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat.
Tidak hanya itu perawat bahkan dapat dijumpai sampai pelosok tanah air. Oleh karena itu
perawat hidup ditengah masyarakat haruslah menjadi panutan/contoh (Role Model) dalam
berkehidupan di masyarakat. Karena perawat merupakan publik figure yang ada di tengah
masyarakat Indonesia, maka semua perilaku atau kebiasaan perawat akan menjadi contoh di
masyarakat. Terlebih lagi kebiasaan dalam bidang kesehatan, misal perilaku hidup bersih dan
sehat, ini akan menjadi sorotan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

Potter & Perry (2005). Fundamental keperawatan, Edisi 5 . Jakarta : EGC

Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC

http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-komunikasi.html

(Diakses tanggal 11 Mei 2014).

http://www.scribd.com/doc/45819001/Pengertian-Komunikasi-Terapeutik#download

(Diakses tanggal 11 Mei 2014).


http://nurseviliansyah.blogspot.co.id/2015/07/konsep-komunikasi-terapeutik.html#.WcGxQ1h_fIU

Anda mungkin juga menyukai