Anda di halaman 1dari 62

PRAKTIKUM I

SUSU KENTAL MANIS

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu merupakan sumber protein dengan mutu yang sangat tinggi, dengankadar protein

dalam susu segar 3.5 %, dan mengandung lemak yang kira-kira samabanyaknya dengan

protein. Karena itu, kadar lemak sering dijadikan sebagai tolokukur mutu susu, karena secara

tidak langsung menggambarkan juga kadar proteinnya.Beberapa jenis sapi perah, mampu

memproduksi susu dengan kadar lemak mendekati 5 %. Gula dalam susu disebut laktosa atau

gula susu, kadarnya sekitar 5 - 8 %.Laktosa.

Mikroorganisme yang berkembang didalam susu selain menyebabkan susu menjadi

rusak juga membahahakan kesehatan. Disamping itu penanganan susu yang benar juga dapat

menyebabkan daya simpan susu menjadi singkat, harga jual murah yang pada akhirnya juga

akan mempengaruhi pendapatan peternak sebagai produsen susu.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah kerusakan susu yaitu dengan

mengolahnya menjadi susu kental manis. Proses pengolahan susu bertujuan untuk memperoleh

susu yang beraneka ragam, berkualitas tinggi, berkadar gizi tinggi, tahan simpan,

mempermudah pemasaran dan transportasi, sekaligus meningkatkan nilai tukar dan daya guna

bahan mentahnya.

1.2 Tujuan Praktikum

Mengetahui bagaimana cara membuat susu kental manis dan bagaimana sifat

organoleptik susu kental manis.

1.3 Waktu dan Tempat Praktikum

Hari/tanggal : Rabu, 02 Oktober 2019

Waktu : 10.00-12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran


2. TINJAUAN PUSTAKA

Susu kental manis atau biasa disebut sweetened condensed milk adalah susu segar atau

susu evaporasi yang telah dipekatkan dengan menguapkan sebagian airnya dan kemudian

ditambahkan gula sebagai pengawet. Susu kental manis dapat ditambah lemak nabati dan

vitamin. Susu kental manis dapat juga tidak dari susu segar atau susu evaporasi, yang disebut

susu kental manis rekonstitusi. Susu kental manis rekonstitusi terbuat dari bahan-bahan seperti

susu bubuk skim, air, gula, lemak, vitamin dan lain-lain, sehingga diperoleh susu dengan

kekentalan tertentu (Wardana, 2012).

Badan Standardisasi Nasional (1998) menyatakan bahwa susu kental manis (SKM)

adalah produk olahan susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan atau

menguapkan sebagian air dari susu segar atau hasil rekonstitusi susu bubuk berlemak penuh,

atau hasil rekombinasi susu bubuk tanpa lemak dengan lemak susu atau lemak nabati, yang

telah ditambah gula, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan

makanan lain yang diizinkan. Susu kental manis dapat diklasifikasikan menjadi dua macam,

yaitu susu kental manis tanpa ganda rasa dan susu kental manis dengan ganda rasa (Badan

Standardisasi Nasional, 1998).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (2006) mendefinisikan susu kental manis sebagai

produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari

campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu, atau merupakan hasil

rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan lain.

Susu kental manis bukan produk steril, tetapi pengawetannya tergantung pada kandungan

gulanya yang tinggi (Newstead dkk., 2005). Ketersediaan air bebas yang rendah dan

kandungan gula yang tinggi mencegah pertumbuhan mikroorganisme (Walstra dkk., 2006).

Konsentrasi laktosa dalam susu kental manis di atas titik jenuhnya akan menyebabkan

terjadinya kristalisasi. Kristalisasi ini harus dikontrol untuk menjamin bahwa kristal yang

terbentuk ukurannya sangat kecil. Jika kristalisasi tidak dikontrol, maka akan menyebabkan

tekstur produk menjadi kasar atau dikenal dengan cacat produk sandiness (Newstead dkk.,

2005).
Susu Kental Manis mengandung energi sebesar 336 kilokalori, protein 8,2 gram,

karbohidrat 55 gram, lemak 10 gram, kalsium 275 miligram, fosfor 209 miligram, dan zat besi
0 miligram. Selain itu di dalam Susu Kental Manis juga terkandung vitamin A sebanyak 510

IU, vitamin B1 0,05 miligram dan vitamin C 1 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan

penelitian terhadap 100 gram Susu Kental Manis, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak

100 %. Informasi Rinci Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Susu Kental Manis (Godam,

2012)

3. ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

1. Alat pemanas, berupa kompor, untuk proses penguapan sebagian air yang terkandung

dalam susu

2. Wajan/katel, untuk menjadi wadah dalam proses pembuatan susu kental manis

3. Alat pengaduk dari kayu, untuk mengaduk dan menghomogenkan susu dan gula hingga

mengental

4. Botol dengan penutup, sebagai tempat penimpanan susu kental manis

5. Susu segar, sebagai bahan utama proses pembuatan susu kental manis

6. Gula pasir, untuk memberikan rasa manis, meningkatkan viskositas, dan umur simpan

susu

3.2 Prosedur Kerja

1. Susu kental manis dibuat dengan perbandingan susu segar dengan produknya sekitar

2,8 : 1 atau 1 liter susu segar dan gula sebanyak 200 gram.

2. Susu segar yang telah disiapkan dipanaskan hingga suhu 60-65°C (tidak mendidih)

sambil diaduk, sesudah mencapai suhu yang diinginkan, suhu tetap dipertahankan

selama penguapan.

3. Susu ditambahkan dengan gula sebanyak 200 gram

4. Susu terus diaduk untuk mencegah perubahan warna.

5. Susu terus diaduk hingga volumenya menjadi 1/3 liter susu kental manis atau sebanyak

300 ml.

6. Susu kental manis sudah jadi lalu didinginkan dan dipindahkan ke dalam botol lalu
dilakukan pengamatan
4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Organoleptik Susu Kental Manis

No. Yang diamati Hasil

Sifat organoleptik

1 Warna Putih kekuningan

2 Cita rasa Manis

3 Aroma Susu

4 kekentalan Tinggi/sangat kental

Rendemen

1 Volume awal susu 1 liter

2 Volume akhir susu 250 ml

4.2 Pembahasan

Praktikum membuat susu kental manis ini dilakukan agar mahasiswa mengetahui

bagaimana proses pengolahan susu agar dapat menambah daya simpan susu tersebut. Susu

kental manis yang ditambahkan dengan gula akan menambah daya simpan susu tersebut karena

gula memiliki fungsi sebagai pengawet, karena sebagian besar mikroba kecuali bakteri

osmofilik tak dapat hidup pada konsentrasi gula yang tinggi.


Proses pembuatan susu kental manis yang pertama adalah memasukkan susu segar

sebanyak 1 liter ke dalam wajan, lalu dipasteurisasi dengan cara dipanaskan pada suhu 65°C

dan jangan sampai mendidih. Pemanasan ini penting, karena akan menstabilkan susu dan

menghancurkan organisme patogen dan enzim tidak akan diinaktifkan pada prosedur

penguapan susu selanjutnya. Kemudian ditambahkan dengan gula sebanyak 200 gram.

Penambahan gula disini adalah sebagai penambah rasa dan membantu terjadinya pengentalan

susu kental manis selama penyimpanan, juga yang terpenting adalah sebagai pengawet.

Kemudian pemanasan terus dilakukan sambil dilakukan pengadukan. Pada pemanasan ini

juga terjadi proses evaporasi susu, dimana evaporasi merupakan suatu proses penguapan

sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan. zat cair pekat yang konsentrasinya lebih
tinggi. Susu diaduk hingga mengental dan mencapai volume 1/3 liter susu. Setelah proses

evaporasi/penguapan, susu kental manis harus langsung didinginkan agar membentuk larutan
jenuh dan tidak terjadi kristalisasi laktosa. Inti laktosa ini akan tumbuh menjadi kristal

yangberukuran makroskopis yang cukup keras dan terasa kasar yang akan menimbulkanrasa

sepeti pasir yang dapat mengurangi mutu produk susu

Warna yang dihasilkan dari pembuatan susu SKM ini yaitu warna putih kekuningan.

Menurut Elita (2007) warna susu SKM dipengaruhi oleh kepekatan warna kuning pada

produk. Warna kuning sendiri berasal dari warna kuning yang terbentuk dapat disebabkan oleh

adanya reaksi Maillard yaitu reaksi pencoklatan yang terjadi karena gula pereduksi bereaksi

dengan senyawa yang mengandung NH2 (protein, peptida, asam amino, dan

amonium) dalam keadaan panas.

Rasa yang dihasilkan dari pembuatan susu SKM ini yaitu manis. Rasa pada susu kental

manis selain dipengaruhi oleh proses pemanasan juga dipengaruhioleh penambahan larutan

gula. Selain sebagai pengawet dan membantu proses pengentalan susu kental manis, gula juga

berfungsi sebagai pembangkit aromadan citarasa pada susu kental manis (Warner, 2002).

Aroma yang dihasilkan yaitu aroma susu. Aroma produk olahan dapat dipengaruhi

oleh jenis, lama dan temperatur pemasakan (Soeparno, 1994).

Kekentalan yang dihasilkan yaitu tinggi. Viskositas atau kekentalan merupakan suatu

parameter penting pada proses evaporasi. Adanya penurunan Ka dan peningkatan suhu

mengakibatkan tingkat kekentalan susu evaporasi semakin bertambah. Tingkat viskositas susu

sapi segar biasanya sebesar 6,3 cP, kekentalan akan semakin meningkat setelah susu diuapkan

yaitu sebesar 28,6 cP pada 60°C dan 13,3 cP pada 50°C (Gaman, dkk., 1992)

Waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuatan susu kental manis ini yaitu selama 1

jam 3 menit. Hal tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang dituliskan yaitu selama 30 menit,

karena pada saat proses penguapannya, waktu 30 menit tidak cukup untuk menguapkan hinggal

mencapai volume 1/3 liter. Hal tersebut dapat disebabkan karena suhu yang tidak stabil pada

saat pemanasan atau penguapan.

5. KESIMPULAN

1. Mengetahui cara membuat susu kental manis yang diawali dengan memanaskan susu
dengan suhu 65°C sebanyak 1 liter (tidak sampai mendidih), lalu ditambahkan dengan gula
sebanyak 200 gr lalu diaduk sampai susu mencapai volume 1/3 dari volume awal. Setelah itu

susu didinginkan dan dipindahkan ke dalam wadah

2. Setelah dilakukan praktikum pembuatan susu, diketahui volume akhir susu yaitu 250

gram dari volume awal sebanyak 1 liter dan juga diketahui hasil organoleptik yaitu warna putih

kekuningan, citarasa manis, memiliki aroma susu, dan memiliki kekentalan yang sangat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2006. Kategori Pangan. Direktorat Standarisasi
Produk Pangan, Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 1998. Susu Segar. SNI 01-3141-2011. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.

Elita. 2007. Kolostrum, Susu Istimewa Untuk Bayi Baru Lahir. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama

Gaman, P. M, dan K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University. Press.
Yogyakarta.

Godam, 2012. Isi Kandungan Gizi Gelatin-Komposisi Nutrisi Bahan Makanan.


http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-gelatin- komposisi-nutrisi-
bahan-makanan. (21 November 2019 pukul 18.56)

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press

Warner, K. 2002. Chemistry of Frying Oil. New York: Marcell Dekker. Inc

Wardana, Setya Agung. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Surakarta: Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Slamet Riyadi. Surakarta.
PRAKTIKUM II
KARAMEL
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karamel merupakan salah satu olahan produk susu yang dibuat dengan cara

menggumpalkan susu hingga berwarna kecoklatan dan beraroma khas karamel. Karamel dapat

digunakan sebagai perisa dalam puding, sebagai isian permen atau cokelat, atau pun sebagai

topping es krim.

Susu yang digunakan untuk pembuatan karamel tidak memerlukan persyaratan mutu

yang tinggi. Oleh karena itu, pemanfaatan susu untuk diolah menjadi karamel merupakan salah

satu alternatif untuk memanfaatkan susu yang bermutu rendah. Dalam praktikum ini akan

dilakukan pembuatan karamel menggunakan susu, sehingga dapat diketahui sifat organoleptik

dari produk karamel yang dihasilkan.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui proses pembuatan karamel menggunakan susu.

2. Mengetahui sifat organoleptik dari produk karamel.

1.3 Waktu dan Tempat Praktikum

Hari/tanggal : Rabu, 02 Oktober 2019

Waktu : 10.00-12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

2. TINJAUAN PUSTAKA

Permen karamel susu adalah suatu produk berwarna coklat yang bahan asalnya adalah

susu dengan bahan tambahan makanan yang diizinkan atau tanpa penambahan bahan tambahan

makanan lain dan berbentuk semi padat (Dewi, 2009). Bahan tambahan makanan yang umum

digunakan adalah pati termodifikasi dan gelatin. Fungsi dari bahan tambahan ini adalah untuk

pembentukan tekstur sehingga teksturnya menjadi elastis atau sebagai bahan pengental atau
sebagai bahan pengisi permen karamel susu (Faridah, 2008).
Pemasakan permen karamel susu tidak memerlukan suhu pemasakan sampai 170oC,

karena pada suhu yang lebih rendah warna coklat pada permen karamel susu telah terbentuk.

Warna coklat produk ini disebabkan oleh terbentuknya karamel, serta reaksi antara susu dan

gula selama pemanasan. Rasa dan aroma yang khas pada karamel timbul, karena terjadinya

reaksi antara protein susu dan gula pada proses pemanasan yang umum dikenal sebagai reaksi

Maillard atau karamelisasi. Disamping itu, aroma yang khas dan enak dari karamel susu

tersebut juga timbul sebagai hasil dekomposisi lemak pada saat pemanasan dalam lingkungan

gula (Wahyuningsih, 2004). Susu yang digunakan untuk pembuatan permen susu tidak

memerlukan persyaratan mutu tinggi. Pembuatan permen karamel merupakan suatu alternatif

pengolahan untuk memanfaatkan susu yang berkualitas rendah (Buckle dkk., 1987).

3. ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat

Kompor : sebagai alat pemanas susu segar

Wajan : sebagai wadah ketika memanaskan susu segar

Alat pengaduk : sebagai alat untuk mengaduk susu agar tidak

menggumpal

Pisau : sebagai alat untuk memotong caramel menjadi

bagian kecil

Nampan : sebagai wadah karamel

Kertas aluminium foil : sebagai wadah karamel

Timbangan : Untuk mengukur berat karamel

3.2 Bahan

Susu segar 1L : sebagai bahan dasar pembuatan karamel

Gula pasir 200 gram : sebagai pemberi flavour dan pengawet

Glukosa 20 gram : agar karamel yang dihasilkan tidak terlalu keras

3.3 Prosedur Kerja

1. Memanaskan susu segar hingga mendidih sambil melakukan pengadukan, sesudah


mencapai suhu tertentu, tetap mempertahankan suhu selama penguapan.

2. Menambahkan gula pasir sambil terus melakukan pengadukan.


3. Menambahkan glukosa sambil terus melakukan pengadukan.

4. Setelah mengental, menuangkan adonan ke atas kertas alumunium foil lalu

meratakannya.

5. Selanjutnya memotong dan mengemas karamel.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Warna : Coklat

Cita rasa : Manis

Aroma : Karamel

Konsistensi : Tinggi

Volume awal susu : 1 Liter

Berat akhir : 292 gram

4.2 Pembahasan

Hasil dari praktikum pembuatan karamel didapatkan cita rasa yang manis dengan

aroma khas karamel dan konsistensi yang tinggi serta berwarna coklat. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Wahyuningsih (2004) bahwa rasa dan aroma yang khas pada karamel timbul,

karena terjadinya reaksi antara protein susu dan gula pada proses pemanasan yang umum

dikenal sebagai reaksi Maillard atau karamelisasi.

Volume awal susu yang digunakan dalam pembuatan karamel yaitu 1 Liter. Setelah

dilakukannya proses pembuatan karamel dengan pemanasan, didapatkan bera akhir sebesar

292 gram. Hal ini dapat terjadi karena adanya proses penguapan dan pemadatan karena

dilakukannya pemanasan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sundari (2015) bahwa semakin

lama pemanasan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air pada bahan pangan dalam

jumlah banyak.

5. KESIMPULAN

1. Setelah dilakukan praktikum diketahui bahwa proses pembuatan caramel diawali

dengan memanaskan susu segar hingga mendidih sambil melakukan pengadukan, sesudah

mencapai suhu tertentu, tetap mempertahankan suhu selama penguapan. Lalu menambahkan
gula pasir sambil terus melakukan pengadukan. Kemudian menambahkan glukosa sambil terus

melakukan pengadukan. Setelah mengental, menuangkan adonan ke atas kertas alumunium foil

lalu meratakannya.

2. Setelah dilakukan praktikum pembuatan karamel menggunakan susu sebanyak 1 liter,

didapatkan berat akhir sebesar 292 gram. Hasil uji organoleptik dari karamel yang telah

didapatkan yaitu karamel dengan warna coklat, cita rasanya yang manis, aroma khas karamel,

dan konsistensi yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A, R., Edward, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta. (Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono).

Dewi, A. P. 2009. Teknologi Pengolahan Susu (Karamel Susu). Universitas Pasundan.


Bandung.

Faridah, A., Kasmita, S. P., Asmar, Y., dan Liswarti, Y. 2008. Teknologi Pengolahan Permen
dan Coklat. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Sundari, D., Almasyhuri., dan Lamid, A. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan terhadap
Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media Litbangkes. Vol. 25 No.4.

Wahyuningsih, W. 2004. Analisa Strategi Pemasaran Industri Kecil Permen Karamel Susu di
Daerah Pangalengan, Jawa Barat. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
PRAKTIKUM III

YOGHURT

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Yoghurt merupakan produk olahan fermentasi susu yang telah lama dikenal dan

memiliki rasa asam yang spesifik. Yoghurt juga merupakan minuman yang kaya akan gizi dan

memiliki harga yang relative murah. Fermentasi susu adalah salah satu bentuk pengolahan susu

dengan melibatkan aktivitas beberapa mikroorganisme yang dikehendaki. Fermentasi susu

menjadi yoghurt juga merupakan cara agar susu dapat lebih awet atau memiliki daya simpan

yang lebih lama. Hal tersebut dikarenakan asam laktat pada yogurt berfungsi seperti pengawet

alami.

Yoghurt memiliki kelebihan yang tidak ada pada susu yaitu cocok untuk orang yang

intoleran terhadap susu,jika dikonsumsi secara rutin akan menghambat kadar kolestrol dalam

darah dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh karena yogurt banyak mengandung bakteri

baik serta membuat usus lebih sehat dengan pH yang sesuai sehingga bakteri pathogen tidak

dapat berkembang biak. Yoghurt juga memilki kekurangan yaitu bagi beberapa orang, kadar

asam pada yogurt dapat menyebabkan nyeri pada lambung.

Yoghurt memiliki berbagai variasi tekstur dan rasa serta aroma yang khas. Berdasarkan

banyaknya manfaat yoghurt bagi kesehatan maka diperlukannya mahasiwa fakultas peternakan

untuk mengetahui berbagai jenis yoghurt dan cara pembuatannya sehingga ilmunya dapat

bermanfaat untuk masyarakat.

1.2 Maksud dan Tujuan

Untuk mengetahui cara pembuatan set dan stirred yoghurt dan dapat membedakan

antara dua jenis yoghurt tersebut.

1.3 Waktu dan Tempat

Hari/tanggal : Rabu, 02 Oktober 2019

Waktu : 10.00-12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan


Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
2. TINJAUAN PUSTAKA

Yoghurt adalah salah satu produk fermenatasi berbahan dasar susu. Proses

pembentukannya adalah susu difermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus dan didalamnya terdapat kultur aktuf bakteri tersebut (Widowati

dan Misgiyarta, 2009). Lama proses fermentasi akan berakibat pada turunnya pH yoghurt

dengan rasa asam yang khas, selain itu dihasilkan asam asetat, asetal dehid dan bahan lain yang

mudah menguap. Komposisi yoghurt secara umum yaitu protein 4-6%, lemak 0,1-1%, laktosa

2-3%, asam laktat 0,6-1,3% dan pH 3,8-4,6% (Susilorini dan Sawitri, 2007).

Yoghurt merupakan produk susu yang mengalami fermentasi oleh bakteri asam laktat

pada suhu 37-45oC. Yoghurt sangat bermanfaat bagi tubuh baik untuk memperoleh nilai nutrisi

juga memberikan manfaat kesehatan bagi pencernaan dimana bakteri-bakteri yoghurt yang

masuk akan menyelimuti dinding usus sehingga dinding usus menjadi asam dan kondisi ini

menyebabkan bakteripatogen tidak dapat berkembang biak (Surono, 2004).

Jenis yoghurt berdasarkan teksturnya terbagi dalam beberapa jenis, yaitu set yoghurt,

stirred yoghurt dan drink yoghurt. Set yoghurt merupakan yoghurt dengan tekstur sangat

kental, umumnya warna putih dan terasa sangat asam. Stirred yoghurt, teksturnya lebih encer

dibandingkan set yoghurt tetapi masih terasa kental mirip dengan ice cream dan sudah

mengalami penambahan pemanis, perasa atau buah-buahan pelengkap. Drink yoghurt

merupakan yoghurt berbentuk cair sama seperti susu cair dapat langsung diminum. Yoghurt

yang kental mengandung jumlah padatan yang lebih banyak dibandingkan dengan yogurt yang

agak kental dan yoghurt cair (Legowo, dkk., 2009).

3. ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

Alat :

1. Kompor

2. Wajan/Katel

3. Alat pengaduk dari kayu


4. Thermometer

5. Incubator
6. Beaker glass

7. Aluminium foil

8. Batang pengaduk

Bahan :

1. Susu segar 2L

2. Susu skim

3. Starter l plain yoghurt

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Set Yoghurt

1. Susu segar 1L yang telah disiapkam ditambahkan susu skim sebanyak 8% lalu

dipanaskan (pasteurisasi) dengan suhu 80oC selama 30 menit, sambal dilakukan

pengadukan (homegenisasi).

2. Setelah dipanaskan, susu didinginka hingga mencapai suhu 45oC.

3. Tambahkan starter sebanyak 5% dari jumlah susu pada kemasan yoghurt.

4. Lakukan pengadukan hingga merata.

5. Simpan pada incubator dengan suhu 37oC selama 12 jam.

6. Setelah terjadi koagulasi, lakukan pengadukan, lalu simpan pada suhu 2-5oC

(refrigator).

7. Yoghurt siap dikonsumsi, untuk menambah rasa dapat ditambhakan flavor sesuai

selera.

3.2.2 Stirred Yoghurt

1. Susu segar 1L yang telah disiapkam ditambahkan susu skim sebanyak 3% lalu

dipanaskan (pasteurisasi) dengan suhu 80oC selama 30 menit, sambal dilakukan

pengadukan (homegenisasi).

2. Setelah dipanaskan, susu didinginka hingga mencapai suhu 45oC.

3. Tambahkan starter sebanyak 5% dari jumlah susu.

4. Lakukan pengadukan hingga merata.

5. Simpan pada incubator dengan suhu 37oC selama 12 jam.


6. Setelah diinkubasi yoghurt dipindahkan ke dalam kemasan.
7. Setelah terjadi koagulasi, lakukan pengadukan, lalu simpan pada suhu 2-5oC

(refrigator).

8. Yoghurt siap dikonsumsi, untuk menambah rasa dapat ditambhakan flavour sesuai

selera.

4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 2. Organoleptik Set dan Stirred Yoghurt

No. Pengamatan Set Yoghurt Stirred Yoghurt

1 Warna Putih kekuningan Putih kekuningan

2 Cita rasa Asam seperti yoghurt Seperti asam keju

pada umunya

3 Aroma Menyengat seperti Kurang Menyengat

aroma tape

4 Kekentalan Sangat kental Kental tapi banyak air

5 Waktu inkubasi 11.03 (02/10/19) – 09.52 (02/10/19) – 09.30

09.30 (03/10/19) (03/10/19)

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas mengenai perbedaan jenis yoghurt dilihat dari metode

pembuatannya, yaitu set dan stirred yoghurt. Sampel yang digunakan adalah susu sapi segar

sebanyak 1L, susu skim dengan komposisi yang berbeda antara set yoghurt 8% dari volume

susu dan pada stirred yoghurt sebanyak 3% dan juga starter sebanyak 5% yang kemudian

diinkubasi dengan suhu 37OC selama 12 jam. Pada set yoghurt proses inkubasi dan

pendinginannya dilakukan di dalam kemasan. Sedangkan stirred yoghurt diinkubasi di dalam

wadah/toples, lalu dilakukan pengadukan untuk memecahkan koagulan. Setelah diaduk

yoghurt dipindahkan ke dalam kemasan dan kemudian didinginkan ke dalam refrigator.

Susu segar yang sudah ditambahkan skim kemudian dilakukan dipanasakan


(pasteurisasi) dengan suhu selama. Menurut Legowo, dkk. (2009) tujuan pasteurisasi untuk

membunuh mikroba pathogen dan mikroba awal dalam susu yang tidak diinginkan sehingga

kultur yoghurt dapat tumbuh secara optimum, menguapkan sebagian air dan membebaskan
sebagian oksigen yang dapat menciptakan kondisi anaerobik bagi kultur selama fermentasi,

memecah beberapa komponen susu dan mendenaturasi serta mengkoagulasi albumin dan

globulin susu. Saat susu dipanaskan maka susu juga dilakukan pengadukan (homogenisasi).

Menurut Suprihana (2012) homegenisasi bertujuan untuk memperkecil globula lemak (lemak

yang menggumpal). Setelah itu susu didinginkan, ditambah starter, diinkubasi dan di simpan

dalam pendingin dengan suhu 5oC.

Hasil dari set yoghurt yaitu berwarna putih kekuningan. Warna asli yoghurt adalah

putih, akan tetapi seperti terlihat ada warna kekuningan karena dalam kemasan ada sedikit air.

Air yang dihasilkan dari yoghurt merupakan whey protein. Hal ini terjadi karena waktu

inkubasi yang terlalu lama, yaitu sekitar 22 jam dan menurut Suprihana (2012) adanya whey

protein dengan warna kuning keputihan juga disertai gelembung-gelembung udara karena

adanya aktivitas bakteri asam laktat. Teksturnya sangat kental, sebagaimana tekstur set yoghurt

menurut Legowo, dkk. (2009) bahwa set yoghurt memiliki tekstur sangat kental dan rasa yang

sangat asam. Tekstur yang lebih kental dibandingkan stirred yoghurt karena penambahan susu

skim yang lebih banyak. Rasa asam seperti rasa yoghurt pada umumnya tetapi memiliki aroma

yang sangat menyengat atau seperti aroma tape. Menurut Anna (2007) hal tersebut dikarenakan

proses inkubasi yang terlalu lama sehingga aktivitas mikroba meningkat, jumlah mikroba

semakin banyak, pembentukan asam laktat terhambat kemudian muncul bau alkohol dari yeast

(mikroba lain) dan pH yang menurun.

Hasil dari stirred yoghurt yaitu berwarna putih kekuningan. Warna asli yoghurt adalah

putih, akan tetapi seperti terlihat ada warna kekuningan karena dalam toples terdapat air (whey

protein) yang lebih banyak dibandingkan air pada set yoghurt. Hal ini terjadi karena waktu

inkubasi yang terlalu lama, yaitu hampir 24 jam. Yoghurt yang baik tidak sampai menghasilkan

whey protein dan waktu inkubasi yang tepat yaitu 12 jam dengan suhu 37oC, walaupun menurut

Dendy (2016) sebenarnya whey protein mempunyai nutrisi yang cukup lengkap dan banyak

dipakai di industry pangan sebagai pangan fungsional. Teksturnya agak kental dan lembut,

sebagaimana tekstur stirred yoghurt yaitu terasa kental mirip dengan ice cream tetapi lebih

encer dari set yoghurt (Legowo, dkk., 2009). Rasa stirred yoghurt ini seperti keju asam dan
memiliki aroma asam khas yoghurt yang tidak menyengat.
5. KESIMPULAN

Perbedaan dari set dan stirred yoghurt yaitu saat inkubasi set yoghurt sudah di dalam

kemasan dan memiliki tekstur yang sangat kental, sedangkan stirred yoghurt proses

pengemasan setelah yoghurt diinkubasi dan diaduk dengan tekstur agak kental. Hasil dari

proses pembuatan kurang baik karena proses inkubasi yang terlalu lama menyebabkan

keluarnya whey protein yang banyak dan menimbulkan aroma seperti tape, bukan aroma

yoghurt yang khas.

DAFTAR PUSTAKA
Anna, Muawanah. 2007. Pengaruh Lama Inkubasi dan Variasi Jenis Starter Terhadap Kadar
Gula, Asam Laktat, Total Asam dan pH Yoghurt Susu Kedelai. Program Studi Kimia.
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Dendy P., P., A. 2016. Kajian Pembahasan Skim dan Santan Terhadap Karakteristik Yoghurt
dari Whey. Tugas Akhir. Fakultas Teknik. Teknologi Pangan. Universitas Pasundan.

Legowo, A. M., S. Mulyani dan Kusrahayu. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Suprihana. (2012). Pengaruh Lama Penundaan dan Suhu Inkubasi Terhadap Sifat Fisik dan
Kimia Yoghurt dari Susu Sapi Kadaluwarsa. Universitas Widyagama. Malang.

Surono, Inggrid. 2004. Susu Fermentasi dan Kesehatan. http://www.eurekaindonesia.org.


Diakses pada 19 November 2019 pukul 17.36

Susilorini, T.E. dan M.E. Sawitri, 2007. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Widowati dan Misgiyarta, 2009. Efektifitas Bakteri Asam Laktat (BAL) Dalam Pembuatan
Poduk Fermentasi Berbasis Protein/Susu Nabati. Balai Penelitian Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetik Pertanian. Bogor.
PRAKTIKUM IV

MENTEGA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mentega adalah lemak dari susu dapat dipisahkan dari komponen lain dengan baik

melalui proses pengocokan atau churning yaitu proses pemecahan emulsi minyak dalam air.

Mentega merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air terdispersi di dalam

80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi (emulsifier)

Mentega dapat dibuat dari lemak susu yang manis atau yang asam. Lemak susu dapat

dibiarkan menjadi asam secara spontan atau dapat diasamkan dengan menambah biakan

murni bakteri asam laktat pada lemak susu yang manis yang telah dipasteurisasikan, sehingga

memungkinkan terjadinya respirasi.

Metega yang sudah beredar di pasaran tersedia dalam berbagai jenis atau merk, oleh

karena itulah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu dari mentega tersebut dengan

cara menentukan kadar asam lemak bebas dan kadar air yang terkandung di dalamnya. Dalam

hal ini, pemerintah telah memberikan batasan standar kadar asam lemak bebas yang

terkandung dalam bahan pangan sebanyak 0,5%. Dalam penetapan kadar asam lemak bebas

yang
2 terkandung dalam mentega sebagai bahan pangan digunakan metode secara alkalimetri.

Kadar asam lemak bebas dapat digunakan sebagai gambaran umur simpan dari
lemak. Semakin lama umur simpan lemak maka nilai asam lemak bebas akan semakin
meningkat. Keadaan ini disebabkan adanya kontaminasi mikroba yang menghasilkan enzim
lipase yang dapat menghidrolisis lemak netral (trigliserida) menjadi asam lemak bebas.
Namun kecepatan peningkatan kadar asam lemak bebas dipengaruhi juga oleh kadar air
dalam lemak, ada tidaknya penambahan zat pengawet anti oksidan dan kondisi penyimpanan
seperti intensitas kontak dengan cahaya serta oksidan yang akan mempercepat proses
kerusakan lemak. Asam lemak bebas walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan
rasa tidak lezat, bau tengik, dan dapat meracuni tubuh. Asam lemak bebas juga bisa
mengakibatkan karat dan warna gelap jika lemak dipanaskan dalam wajan besi. Asam
lemak bebas sangat berkaitan dengan mutu suatu minyak. Kandungan asam lemak bebas
yang tinggi menyebabkan mutu minyak menjadi rendah. Oleh karena itulah penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui mutu dari mentega dengan cara menentukan kadar asam
lemak bebas berdasarkan SNI 01-3744-1995.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mengetahui proses pembuatan mentega menggunakan susu.
2. Mengetahui sifat organoleptik dari produk mentega
1.3 Waktu dan Tempat Praktikum

Hari/tanggal : Rabu, 16 Oktober 2019

Waktu : 10.00-12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

2. KAJIAN PUSTAKA

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah produk

makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya,

dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang diizinkan, serta minimal

mengandung 80 persen lemak susu. Selain garam dapur, ke dalam mentega juga

ditambahkan vitamin, zat pewarna, dan bahan pengawet (misalnya sodium benzoat). Emulsi

pada mentega merupakan campuran 18 persen air yang terdispersi pada 80 persen lemak,

dengan sejumlah kecil protein (maksimal 1%) yang bertindak sebagai zat pengemulsi dan

Bahan Kering Tanpa Lemak (Milk Solids-Non-Fat) tidak lebih dari 2 %.

Mentega adalah produk yang terbuat dari lemak susu dimana kedalamnya dapat

ditambahkan garam untuk mendapatkan rasa yang lebih baik dan untuk menjaga mutu.

Warna kuning pada mentega disebabkan zat warna β karoten yang terdapat dalam krim

(cream). Sebagian dari kita menghindari mentega dan margarin karena takut pada kandungan

lemaknya.
Padahal, banyak zat gizi lain yang terdapat pada bahan makanan itu. Selain vitamin

A dan D, juga terdapat zat besi, fosfor, natrium, kalium serta omega-3 dan omega-6. Lemak

dan minyak merupakan zat gizi penting untuk menjaga kesehatan manusia. Selain itu, lemak

dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat

dan protein. Sumbangan energi per gram lemak, protein, dan karbohidrat masing-masing 9,

4, dan 4 kkal.

Kata mentega selalu berkaitan dengan susu sapi, jadi mentega itu adalah produk

minyak hewani, bukan produk nabati. Inilah bedanya mentega dengan margarine. Margarine

adalah produk tiruan mentega yang dibuat dari minyak nabati, jadi dapat berasal dari minyak

kelapa, kelapa sawit, minyak kedelai, jagung dan sebagainya.

3. ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR

3.1 Alat

Churn atau botol bermulut : sebagai wadah pembuatan mentega

Gelas Ukur : sebagai alat mengukur banyaknya

kandungan yang digunakan

Alat pengulian
Alumunium Foil : sebagai alat untuk membungkus mentega

Timbangan : Untuk mengukur berat mentega

3.2 Bahan

Cream pastuerisasi suhu 10°C : sebagai bahan dasar pembuatan mentega

Garam meja : sebagai bahan untuk mengumpalkan

mentega

Es Batu : sebagai bahan untuk mengumpalkan

mentega
3.3 Prosedur Kerja
1. Masukkan cream ke dalam churn atau botol sebanyak 1/3 atau % volume (suhu
cream 10°C) lalu dikocok-kocok, hingga butir-butir lemak berkumpul
membentuk bakal mentega.
2. Lakukan pencucian, bila "butter milk" atau serum susu telah terpisah ukur
volumenya lalu buang dan ganti dengan menggunakan air es (suhu 10°C) dengan
volume yang sarna lalu goyang-goyangkan untuk mencuci bakal mentega.
Pencucian dapat dilakukan 2 kali.
3. Pengulian; untuk membuat bakal mentega menjadi massa yang kompak maka
dilakukan pengulian dan pada saat ini ditambahkan garam meja sebanyak 0,52%.
4. Pembungkusan; bahan pembungkus yang digunakan sebaiknya bersifat kedap air
maupun kelembaban, misalnya plastik polyethylene atau alumunium foil.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Warna : putih

Cita rasa : sedikit asin

Aroma : mentega

Berat akhir : 49gram

4.2 Pembahasan

Hasil dari praktikum pembuatan mentega didapatkan cita rasa yang sedikit asin

dengan aroma khas mentega. Mentega diperoleh dan dibuat dari cream melalui proses yang

disebut “churning”. Cream tersebut diaduk dan dikocok, sehingga menghancurkan lapisan

membran yang menyelubungi butir-butir lemak. Terjadilah pemisahan dua phase, yaitu fase

lemak terdiri dari lemak mentega, dan phase air yang melarutkan berbagai zat yang terdapat

dalam susu. Gumpalan-gumpalan lemak susu dipisahkan bagian lain dan dicuci dengan air

dingin yang beberapa kali diganti dengan air baru untuk menghilangkan susunya. Cara ini

merupakan proses pemecahan emulsi minyak dalam air dengan pengocokan (Winarno,

1997).
Proses churning dilakukan pada suhu dingin degnan tujuam agar lemak lebih

banyak terbentuk, karena tingkat pengadukan ditentukan juga oleh suhu adukan. Bahwa

lemak akan meleleh atau rusak dalam keadaan suhu yang tinggi. Kecepatan oksidasi lemak

akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan adanya penurunan suhu

(Keraten, 1986).

Setelah melakukan proses churning dilakukan proses pencucian dengan air dingin,

hal ini ditujukan untuk menghilangkan rasa asam dan protein sebanyak mungkin. Kemudian

dilakukan pengulian dengan penambahan garam sebagai rasam dan pemberian aluminium

foil. Tujuan pengulian adalah untuk menghilangkan sisa air, membuat gumpalan lemak, agar

garam terbagi rata dan mengeluarkan sisa susu tumbuk. Bakal mentega ini dibungkus dengan

aluminium foil agar tidak terkena panas, cahaya, oksigen, yang dapat mempengaruhi proses

ketengikan pada lemak juga agar bentuknya tidak berubah. Ketengikan terjadi diakibatkan

oleh adanya proses oksidasi oleh oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak

yang terjadi pada suhu kamar atau saat proses pengolahan produk. Cahaya merupakan

akselator terhadap timbulnya ketengikan, dan kombinasi antara cahaya dan udara dapat

mempercepat proses oksidasi. Ketengikan terjadi karena adanya dekomposisi peroksida

dalam lemak (Ketaren, 1986). Berat akhir yang didapat dalam pembuatan mentega ini
didapat sebanyak 49gram.

5. KESIMPULAN

Kesimpulan dari percobaan pembuatan mentega ini adalah didapatkan hasil


mentega dengan berat akhir 49gram, berwarna putih, beraroma khas mentega, dengan cita
rasa sedikit asin. Untuk mendapatkan hasil mentega yang baik, pembuatan mentega dapat
dilakukan melalui proses pengocokan, pencucian, penggaraman, dan penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A, R., Edward, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta. (Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono).
Dewi, A. P. 2009. Teknologi Pengolahan Susu (Karamel Susu). Universitas Pasundan.
Bandung.

Faridah, A., Kasmita, S. P., Asmar, Y., dan Liswarti, Y. 2008. Teknologi Pengolahan
Permen dan Coklat. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Keraten, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Sundari, D., Almasyhuri., dan Lamid, A. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan terhadap
Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media Litbangkes. Vol. 25 No.4.

Wahyuningsih, W. 2004. Analisa Strategi Pemasaran Industri Kecil Permen Karamel Susu
di Daerah Pangalengan, Jawa Barat. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
PRAKTIKUM V

KEJU MOZZARELLA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keju merupakan suatu produk pangan yang berasal dari olahan susu dengan

cara melalui proses penggumpalan (koagulasi) dari protein susu. Komponen susu

yang ikut menggumpal pada saat koagulasi seperti lemak, mineral, dan vitamin

yang larut dalam lemak terbawa pada gumpalan kasein. Keju mozzarella

merupakan salah satu jenis keju dengan karakteristik fisik elastis. Tahapan

pembuatan keju mozzarella secara umum meliputi pengasaman, penggumpalan,

pemisahan dadih dan whey dan pematangan. Pematangan keju dilakukan untuk

mengontrol proses keju dari aktivitas bakteri dan enzim yang menghasilkan

pembentukan komponen rasa dan perubahan tekstur. Berdasarkan uraian tersebut,

maka dilakukan praktikum mengenai pembuatan keju untuk pengujian tingkat

penambahan skim pada keju dengan mengamati pH awal, pH setelah penambahan

sitrat, berat curd, whey, berat dari keju.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Praktikan dapat mengetahui fungsi bahan yang digunakan dalam pembuatan

keju.

2. Praktikan mengetahui proses pembuatan keju.

3. Praktikan dapat mengetahui perbedaan dari penambahan skim pada keju.

1.3 Waktu dan Tempat Praktikum

Waktu : Rabu, 16 Oktober 2019

Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.


2. TINJAUAN PUSTAKA

Susu merupakan bahan pangan yang terdiri berbagai nutrisi dengan proporsi

yang seimbang. Penyusun utamanya adalah air, protein, lemak, laktosa, mineral,

dan vitamin-vitamin. Kandungan nutrisi yang tinggi ini akan mudah rusak karena

adanya kontaminasi mikrobi. Pada sisi lain, kandungan nutrisi tinggi dapat

dimanfaatkan sebagai substrat bagi mikrobia bakteri asam laktat untuk

menghasilkan produk yang diinginkan seperti keju (Widodo, 2003). Susu

dihasilkan dari hewan ternak seperti sapi, kerbau dan kambing. Di Indonesia,

banyak terdapat sentra penghasil susu sapi. Namun produksi susu dari peternak

didistribusikan ke pabrik susu dan diolah sendiri menjadi susu cair siap minum.

Susu yang dihasilkan peternak hanya dapat dijual ke koperasi/pabrik susu dan

diolah sendiri menjadi susu siap minum. Susu siap minum memiliki daya tahan susu

yang rendah/ mudah rusak, posisi tawar peternak terhadap harga susu lemah dan

sedikitnya daya serap produksi susu oleh pabrik/koperasi. Menanggulangi tersebut

diadakannya pengolahan susu.

Pengolahan susu bertujuan untuk menciptakan aneka ragam produk dan

selera, selain itu tujuan utamanya yaitu mengawetkan susu agar lebih lama bila

disimpan. Salah satu proses pengolahan susu adalah pembuatan keju yang dapat

memberikan dampak positif bagi kesehatan dan secara ekonomis dapat

meningkatkan nilai jual susu (Susilorini, 2006). Keju merupakan alternatif yang

dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewan (Hidayati, 2003).

Mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam starter, khususnya starter

keju adalah kelompok bakteri asam laktat (BAL) yang menghasilkan asam, 3

terutama asam laktat dengan memfermentasikan laktosa. Galur-galur bakteri asam

laktat yang biasa digunakan sebagai kultur untuk starter keju adalah spesies-spesies
yang termasuk genus Streptococcus (Daulay, 1991). Namun disisi lain keberadaan

bakteri ini sulit ditemukan dan harganya mahal. Sehingga perlu dicari alternatif

lainya yaitu dengan penggunaan jamur.

Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mempunyai kandungan

protein cukup tinggi. Produksi keju di Indonesia dirasakan masih kurang, hal ini

terlihat dari sebagian besar keju di Indonesia yang ternyatamerupakan produk

impor. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan produk olahan susu ini, agar

produk keju yang dihasilkan dapat diterima konsumen (Kusumawati, Ardhana dan

Radiati, 1995). Keju olahan (processed cheese) adalah salah satu jenis keju yang

dibuat dengan mencampur dan menghancurkan keju alami disertai dengan

pemanasan, sehingga menghasilkan suatu produk yang seragam dan lentur. Bahan-

bahan tambahan makanan yang biasa digunakan dalam pembuatan keju olahan

adalah garam-garam pengemulsi, pewarna, air, dan flavor savori (Caric dan Kalab,

1996). Keju olahan ditandai dengan badan yang kompak, tekstur yang lembut dan

bebas dari lubang-lubang gas. Keju olahan dapat diiris tanpa meremas atau melekat,

dan dengan pemanasan akan mencair secara seragam dan lembut, tanpa pemisahan

antara fase lemak dan fase protein.


Menurut Winarno (1993), keju merupakan salah satu produk olahan susu

yang telah banyak dikenal karena rasanya yang enak dan bergizi tinggi. Di

Indonesia, keju biasanya dibuat dengan bahan baku susu sapi. Tetapi, di beberapa

negara, susu dari ternak lain juga dapat digunakan seperti keju yang terkenal dengan

nama french rojuefar cheese terbuat dari susu domba. Keju di Norwegia dibuat dari

susu kambing dengan nama gietost dan keju di Italia dari susu kerbau murrah yang

dikenal dengan nama keju mozzarella. Keju mozzarella adalah keju lunak yang

proses pembuatannya tidak dimatangkan (unrippened) atau disebut juga keju segar

(fresh cheese). Ciri-ciri keju mozzarella yaitu elastis, berserabut, dan lunak

(Willman dan Willman, 1993). Keju mozzarella dimanfaatkan sebagai topping


pizza, karena kelelehan keju mozzarella yang mampu membentuk serabut-serabut

ketika dipanaskan tidak dapat digantikan oleh keju lain. Keju mozzarella

mengandung bakteri asam laktat yang berasal dari susu dan dapat bermanfaat baik

bagi kesehatan dan berfungsi sebagai agen probiotik. Bakteri probiotik adalah

bakteri hidup yang dapat bermanfaat baik bagi mikroflora usus. Selain itu,

penambahan bakteri probiotik dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen

(Maheswari dkk., 2008). Lactobacillus adalah salah satu bakteri probiotik yang

utama digunakan pada produk-produk komersial dewasa ini seperti Lactobacillus

casei dan Lactobacillus bulgaricus (Heller, 2001 dalam Cahyanti, 2008 ).

Berdasarkan hasil penelitian Djoko dkk (2008), probiotik yang diamati yaitu

Lactobacillus paracasei yang terdapat pada keju lunak putih “kesong puti”, bakteri

tersebut mampu bertahan hidup jika disimpan pada suhu dingin dalam jangka waktu

seminggu, jumlah bakteri yang tumbuh yaitu 3,0 x 109 CFU/g, dan 4,9 x106 CFU/g.

Akan tetapi, jumlah bakteri menurun setelah seminggu. Hal ini disebabkan oleh

kandungan air keju mozzarella yang tinggi menyebabkan pertumbuhan mikroba

pembusuk menjadi cepat. Hal ini akan mengakibatkan mutu keju tidak bagus dan

daya simpannya rendah. Untuk menghindari hal tersebut maka dilakukan berbagai
cara untuk menghambat dan mencegah kerusakan keju, diantaranya adalah

pemberian bahan pengawet dan mengatur suhu penyimpanan. Menurut Fox dkk

(2000) keju lunak lebih baik disimpan pada suhu 5-10°C. Menurut pelaku usaha,

keju Mozzarella susu sapi akan bertahan selama 2 bulan jika disimpan pada suhu -

20°C (pembekuan).

3. ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat, Bahan, dan Prosedur kerja

3.1.1 Alat

1. Panci stainless : untuk tempat untuk proses pembuatan keju.


2. Kain saring : untuk memisahkan curd dengan whey.

3. Gelas ukur : tempat untuk menyimpan dan mengukur volume

whey.

4. Pisau : untuk memotong bagian curd.

5. Alumunium foil : untuk membungkus keju.

6. Alat pengaduk : untuk mengaduk bahan pada percobaan

7. pH meter : untuk mengukur Ph

8. Thermometer : untuk mengukur suhu

9. Mikropipet, 1 ml : untuk mengambil sampel.

10. Timbangan analitik:untuk menimbang bahan yang digunakan

3.1.2 Bahan

1. Susu : sebagai sampel dalam pembuatan keju.

2. CaCl₂ : sebagai bahan campuran untuk memperpendek waktu koagolasi

3. Rennet : sebagai koagulan pada proses pembuatan keju.

4. Asam sitrat: sebagai bahan untuk menurunkan pH susu.

3.2 Prosedur Kerja

1. Susu segar ditambahkan skim (1, 2, dan 3 %) selanjutnya ukur pH susu


tersebut.

2. Tambahkan asam sitrat (0,05%) dan ukur pH susu.

3. Selanjutnya susu dipanaskan sehingga suhu susu tercapai 370C.

4. Selanjutnya ditambahkan CaCl2 dengan ketentuan ( 5 g CaCl2 / 5 L susu).

5. Rennin ditambahkan setelah dilarutkan dalam 10 mL aquadest steril dengan

ketentuan 1 tablet per 10 litter susu.

6. Setelah rennin dimasukkan dan dihomogenkan (diaduk) selanjutnya

didiamkan selama 30 menit, dan amati terbentuknya koagulasi susu.

7. Dilakukan pemotongan curd secara bertahap dan dan dilakukan

pembuangan whey.
8. Tampung whey yang terbentuk dan ukur volumenya (ml).

9. Upayakan sebanyak mungkin whey yang terlepas dari curd.

10. Timbang curd yang terbentuk (gram).

11. Tambahkan Asam Sitrat (0,1% ), Natrium Sitrat (1%), dan NaCl (1,5%),

aduk hingga merata.

12. Lakukan streching pada suhu 1000C dengan api tidak kontak langsung

dengan panci.

13. Cetak dan timbang keju mozarella yang terbentuk (gram).

4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 3. Keju Mozzarella
Perlakuan
pH pH setelah Berat
penambahan Whey Berat
Awal penambahan curd Rasa
susu skim (mL) Mozzarella
Susu asam sitrat (gram)
(%)
2 6,50 6,20 222 1120 182 Gurih
4.2 Pembahasan

Keju Mozzarella adalah keju yang berasal dari susu dan memiliki tekstur

khas seperti elastis, berserabut dan lunak. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Kusumawati, Ardhana dan Radiati (1995) yang menyatakan Keju adalah salah satu

produk olahan susu yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi. Menurut

Willman dan Willman (1993), ciri-ciri keju mozzarella yaitu elastis, berserabut, dan

lunak. Karena memiliki ciri tersebut keju mozzarella dimasukan dalam jenis keju

lunak.

Pembuatan keju Mozzarella diawali dengan pengecekan pH awal susu.

Rata- rata pH susu yang digunakan sebagai bahan baku Mozzarella memenuhi

standard SNI oleh BSN (2011) yaitu berkisar 6,30-6,80. Namun ada pH susu yang

tidak sesuai dengan standard yaitu susu yang pH awalnya 5,85. Penyebab

rendahnya pH disebabkan karena tingginya asam laktat yang diproduksi oleh


bakteri. pH yang rendah ini mengindikasikan bahwa susu yang digunakan

mengandung bakteri yang masih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Sasongko, dkk (2012) bahwa jumlah bakteri dalam susu akan berpengaruh terhadap

pH susu, semakin banyak bakteri yang mencemari susu maka kualitas susu akan

menurun dan ditunjukkan dengan kecenderungan nilai pH susu menuju ke arah

asam.

Penambahan asam sitrat dalam pembuatan keju Mozzarella untuk

mengganti peran starter dalam pengasaman susu. Pengasaman susu dilakukan untuk

memenuhi kondisi optimal untuk penambahan enzim rennin. Enzim rennin

merupakan enzim protease asam yaitu enzim yang keaktifannya pada pH asam.

Enzim rennin stabil dalam pH 5,3 – 6,3 dan optimum pada pH 6,0. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Al-Awwaly, dkk (2008) yang menyatakan aktivitas optimum

enzim rennin dicapai pada pH 6,0 yaitu sebesar 0,09599 unit/ml/menit.

Pembuatan keju dengan penambahan enzim rennin untuk

mengkoagulasikan protein susu. Protein susu yang menjadi substrat enzim rennin

adalah kasein. Penambahan susu skim dalam pembuatan keju Mozzarella akan

meningkatkan substrat. Oleh sebab itu, pada data hasil pengamatan terdapat
kenaikan jumlah curd yang terbentuk dari susu yang ditambahkan susu skim. Susu

skim yang ditambahkan dalam pembuatan keju Mozzarella selain berfungsi sebagai

substrat enzim juga merupakan bahan tambahan untuk meningkatkan BKTL yang

akan mempengaruhi nilai rendemen keju. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bylund

(2003) Skim Milk Powder (SMP) atau susu skim bubuk berfungsi sebagai penambah

kadar padatan bukan lemak (milk solid non fat). Menurut Komar, dkk (2009) nilai

rendemen keju mozzarella yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi curd itu

sendiri yaitu persentase lemak, bahan kering tanpa lemak, garam, air serta kadar

protein.
Penambahan susu skim sebanyak 2% terjadi penurunan jumlah curd

Mozzarella. Penurunan ini terjadi karena susu skim sebagai substrat sudah terlalu

banyak menyebabkan kejenuhan dalam aktivitas enzim rennin dan menyebabkan

kecepatan reaksi enzim menurun. Saat kecepatan enzim rennin menurun sebagian

substrat tidak dapat dibentuk menjadi produk sehingga curd yang terbentuk menjadi

lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kuchel dan Gregory (2002), pada

keadaan konsentrasi substrat yang berlebihan mengakibatkan terjadinya kejenuhan

pembentukan kompleks enzim substrat yang mengakibatkan sebagian besar

substrat tidak diubah menjadi produk.

5. KESIMPULAN
1. Bahan-bahan pemvuatan keju yaitu susu sebagai bahan utama; susu skim

berfungsi sebagai penstabil emulsi, pengikat air dan koagulasi; asam sitrat

berfungsi untuk memberikan rasa asam sehingga enzim rennet bekerja

dengan optimal dan mempercepat penggumpalan protein; enzim rennet

berfungsi mengkoagulasi protein susu; NaCl membantu untuk menghambat

aktivitas mikroorganisme, meningkatkan rasa, dan tekstur.

2. Proses pembuatan keju diawali dengan susu segar ditambahkan skim (2%),

tambahkan asam sitrat (0,05%) panaskan sampai suhu 37oC; setelah itu

masukan CaCl dan renin yang sudah di cairkan, setelah dimasukan renin

diamkan sampai terjadi koagulasi; lakukan pemotongan curd dan pisahkan


cairan whey; tambahkan asam sitrat (0,1%), Natrium Sitrat (1%), dan NaCl

(1,5%); lakukan stretching pada suhu 100oC dengan api tidak kontak

langsung; cetak keju.

3. Penambahan skim berpengaruh terhadap berat akhir dari keju yang

dihasilkan semakin banyak penambahan skim maka keju yang dihasilkan

semakin banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyanti, A. N., 2008. Kajian Pertumbuhan Probiotik Lactobacillus acidophilus


dan Kandungan Asam Lemak dalam Susu Kambing fermentasi Selama
Penyimpanan. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, 5 (72-80).

Caric, M. and M. Kalab. 1996. Processed Cheese Products. In Fox, P. F. Cheese:


Chemistry, Physics amd Microbiology. 2 Edn. Vol. 2. Chapman &
Hall. London

Daulay, Djundjung. 1991. Fermentasi Keju. IPB. Bogor Winarno, F.G. 1993.
Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.

Fox. P. F., T. P. Guinee, T. M. Cogan dan P. L. H. McSweeney., 2000.


Fundamentals of Cheese Science. Gaithersburg M. D. Aspen
Publisher,Inc. Ireldan.

Hidayati, D. 2003. Pembentukan Conjugated Linoleic Acid ( CLA) Oleh Bakteri


Asam Laktat Selama Fermentasi Susu Kedelai. Tesis. Prodi Ilmu dan
Teknologi Pangan. Program Pasca Sarjana jurusan Ilmu Pertanian
UGM. Yogyakarta.

Kusumawati, D. Ardhana, M.M dan Radiati, L.E. 1995. Pengaruh Penggunaan


Starter Yakult Komersial dan Enzim Renin Mucormeihei Terhadap
Mutu Keju Cottage. J Ilmu-ilmu Peternakan. No. (10): 24-28.

Maheswari, RRA, Afianti, F, Yopi. 2014. Pemanfaatan Bakteri Probiotik


Indigenues Dalam Pembuatan Keju Lunak. Teknologi Industri Pangan.
Vol.25 No.1 : 7

Susilorini, T.E. dan Sawitri, M.E. 2006. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya.
Yogyakarta.

Widodo, 2003. Mikrobiologi Pangan Dan Industri Hasil Ternak. Lacticia press,
Yogyakarta.

Willman, C. dan N. Willman. 2003. Home Cheese Making. The Australian Dairy
Corporation. Melbourne. Australia.

Winarno, F.G. 1993. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.


Al-Awwaly, K.U., Mustakim, dan Rachmat, A.B. 2008. Karakteristik Ekstrak
Kasar Enzim Renin Mucor pusillus Terhadap Lingkungan. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Hasil Ternak. Vol 3, No. 2 : 1-7.

Badan Standarisasi Nasonal (BSN). 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI)


3141:2011. Susu Segar Sapi. Badan Standarisasi Nasonal. Jakarta.
Bylund G. 2003. Dairy Processing Handbook. 2nd ed. Tetra Pak Processing
System AB. Lund, Sweden. 436 hlm.

Komar, N., L. C. Hawa dan R. Prastiwi. 2009. Karakteristik Termal Produk Keju
Mozzarella (Kajian Konsentrasi Asam Sitrat). Jurnal Teknologi
Pertanian 10 (2):78-87.

Kuchel, P.W. and B.R. Gregory. 2002. Biokimia. Erlangga. Jakarta. 49-56.

Sasongko, D.A., T.H. Suprayogi dan S.M. Sayuthi. 2012. Pengaruh Berbagai
Konsentrasi Larutan Kaporit (CaHOCl) untuk dipping putting susu
kambing perah terhadap total bakteri dan pH susu. Journal of Animal
Agriculture. 1(2) :93-99.
PRAKTIKUM VI
ES KRIM

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Es krim merupakan salah satu produk olahan susu bersifat semi padat yang

biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan, teksturnya yang lembut banyak

disukai oleh segala kalangan dari anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Eskrim

dibuat melalui proses pembekuan dan agitasi dengan prinsip membentuk rongga

udara pada campuran bahan es krim (Ice Cream Mix/ ICM) sehingga dihasilkan

pengembangan volume es krim. ICM pada es krim dapat dibuat dari campuran susu,

bahan pemanis, bahanpenstabil, pengemulsi dan flavour (Susilorini, 2006). Es krim

memiliki nilai gizi yang tinggi dibandingkan dengan jenis minuman lain, karena

terbuat dari bahan dasar susu. Komposisi gizi per 100 gram es krim yang menonjol

adalah energi 207 kkal, protein 4gram, dan lemak 12,5 gram (Astawan, 2008).

Pembuatan es krim menggunakan bahan tambahan yaitu bahan pengembang dan

bahan penstabil. Bahan pengembang dapat digunakan baking powder (natrium

bikarbonat) yang merupakan bahan pengembang dan dipakai untuk meningkatkan

volume dan memperingan tekstur bahan makanan antara lain es krim. Fungsi lain

bahan pengembang jika ditambahan dengan adonan es krim karena natrium

bikarbonat bereaksi dengan asam juga digunakan sebagai obat untuk menetralkan

asam lambung berlebihan.

Setelah mengikuti Praktikum Teknologi Pengolahan Susu dan Telur

mahasiswa diharapkan untuk mengetahui pengertian es krim, melakukan

pembuatan es krim, dan melakukan uji organoleptik terhadap kualitas es krim yang

dihasilkan.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui persentase overrun yang dihasilkan pada proses pembuatan es


krim.
2. Mengetahui kualitas organoleptik es krim yang dibuat.

1.3 Waktu dan Tempat Praktikum

Hari/Tanggal : Rabu, Oktober 2019

Waktu : 10.00 - 12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan,

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Es Krim

Es krim merupakan salah satu produk olahan susu yang dibuat dengan cara

membekukan dan mencampur bahan baku secara bersama-sama. Bahan yang

digunakan dalam proses pembuatannya biasanya adalah kombinasi susu dengan

satu atau lebih bahan tambahan lain seperti gula dan madu dengan atau tanpa

stabilizer. Campuran tersebut akan membentuk sistem emulsi beku. Oleh karena

itu, mutu es krim yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan dan

bahan baku termasuk stabilizer yang digunakan (Sinuratet al.,2006). Jumlah protein

di dalam es krim cukup tinggi. Protein tersebut sebagian besar berasal dari susu
yang mengandung protein hewani yang sangat baik dan sisanya berasal dari bahan

penstabil. Beberapa jenis es krim komersial diklasifikasikan menjadi nonfat ice

cream, lowfat ice cream, light ice cream, reduced fat ice cream, soft serve ice

cream, economy ice cream, deluxe ice cream, sherbet, danice (Marshall dan

Arbuckle, 2000). Komposisi dari beberapa jenises krim tersebut sangat bervariasi,

menurut Mc Sweeney & Fox (2009), komposisi es krim paling baik adalah 12%

lemak, padatan susu tanpa lemak 11%, gula 15%, bahan penstabil dan pengemulsi

0,3% dan total padatan 38,3%.

Proses pembuatan es krim melalui beberapa tahapan yang cukup panjang.

Tahapan pembuatan es krim meliputi tahap pasteurisasi, homogenisasi,


pematangan es krim dengan penyimpanan dalam lemari es, serta pembekuan dan

pengadukan (Saleh, 2004). Tahap pasteurisasi bertujuan untuk mematikan

mikroba patogen, tahap homogenisasi untuk menyeragamkan adonan serta

meningkatkan kekentalan adonan. Tahap pendinginan bertujuan untuk

menghentikan pemanasan, selanjutnya adonan es krim akan mengalami

pembekuan dan pengadukan. Bahan dasar dalam membuat es krim adalah susu,

gula, stabilizer, emulsifier, dan flavour (Chan, 2008).

2.2. Bahan Pembuat Es Krim

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat es krim mempengaruhi sifat

eskrim. Jumlah bahan yang digunakan menentukan total padatan pada es krim.Total

padatan yang rendah menyebabkan jumlah air yang membeku semakinbesar

sehingga udara yang terperangkap pada es krim sedikit dan pengembanganes krim

akan terbatas, akibatnyaoverrunes krim rendah (Arbuckle, 1986).Bahanbakuyang

digunakan dalam proses pembuatan es krim antara lainsusu, lemaksusu, bahan

pemanis, dan bahan penstabil.

3. ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA


3.1. Alat

1) Alat Pemanas (berupa kompor), untuk memanaskan panci.

2) Panci, tempat untuk memasak adonan es krim.

3) Mixer, untuk mengaduk dalam pembuatan es krim (pengganti ice cream

maker)

4) Alat Pengaduk, untuk mengaduk bahan baku pembuatan es krim.

5) Thermometer, untuk mengukur suhu air dan bahan

6) Timbangan, untuk menimbang bahan yang digunakan dalam pembuatan es

krim.

7) Beaker Glass, untuk mengukur overrun yang terbentuk.


3.2. Bahan

1) Susu segar (Cream), sebagai bahan baku pembuatan es krim.

2) Susu skim, untuk penambah bahan kering.

3) Gula pasir, sebagai penambah rasa.

4) Stabilizer, sebagai bahan penstabil emulsi yang dihasilkan dalam

pembuatan es krim.

5) Kuning telur, sebagai bahan tambahan dalam pembuatan es krim.

6) Garam kasar, ditambahkan ke es balok agar tidak cepat mencair.

7) Es balok, membantu dalam proses pendinginan pada saat pembuatan es

krim.

3.3. Prosedur Kerja

1) Memanaskan air hingga 45ºC, dimasukan susu sebanyak 250 ml dengan

wadah yang terpisah dengan air namun masih dalam satu kompor, lalu

ditambahkan dengan susu skim sebanyak 18 gram kemudian diaduk hingga

merata.

2) Dilakukan pengadukan sambil ditambahkan gula, kuning telur, dan

stabilizer.
3) Memanaskan bahan baku yang telah dicampurkan tersebut hingga 65ºC

selama 30 menit.

4) Proses selanjutnya adalah pembekuan dengan cara konvensional, yaitu

dengan cara pengocokan dalam wadah menggunakan mixer yang di wadah

luarnya diberi es balok dan garam kasar.


4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

1) Pengamatan rendemen dari produk yang dihasilkan

Diketahui :

Volume adonan (A) = 500 ml

Volume ice cream (B) = 450 ml

𝐵 − 𝐴
% Overrun = × 100
A
450 − 500
% Overrun = × 100
500
% Overrun = −10%

2) Pengamatan organoleptik
Tabel 4. Orgenoleptik Es Krim
Parameter Keterangan
Warna Putih susu

Cita rasa Manis sekali

Aroma Wangi susu

Tekstur Cair

4.2. Pembahasan

Nilai overrun es krim merupakan nilai selisih antara volume adonan es krim

dengan volume es krim setelah dilakukan pembekuan dan pengocokan.

Berdasarkan praktikum pembuatan es krim dihasilkan volume adonan sebanyak

500 ml dan volume es krim sebanyak 450 ml, sehingga didapatkan persentase

overrun sebanyak –10 %. Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Susilorini dan

Sawitri, 2007 standar overrun yang baik untukskala rumah tangga sekitar 35-50%

sedangkan untuk skala industri sekitar 70-80%. Besarnya nilai overrun ditentukan

dari bahan dan teknik pengocokan yang benar.


Pengematan organoleptik menghasilkan warna es krim yang putih susu,

menurut Winarno, 2002 pemberian konsentrasi gula yang tinggi dan adanya

oksigen akan memberikan efek yang lebih besar pada kerusakan pigmen warna.

Rasa yang dihasilkan yaitu manis sekali, hal ini terjadi karena pada saat pembuatan

es krim ditambahkan gula sebagai bahan penambah rasa. Aroma yang dihasilkan

yaitu aroma susu, hal ini disebabkan karena bahan dasar pembuatan es krim sendiri

berupa susu dan pada proses pembuatannya es krim ini tidak diberikan bahan

tambahan aroma apapun. Aroma juga digunakan sebagai indikator terjadinya

kerusakan pada suatu produk yang dihasilkan. Tektur es krim yang dihasilkan

yaitu cair, ini menunjukan es krim yang dihasilkan kualitasnya buruk karena

teksturnya cair. Hal tersebut dikarenakan pada proses pembuatan hanya 45 menit

sedangkan yang diperlukan yaitu 1 jam atau 60 menit.

5. KESIMPULAN

1. Overrun yang dihasilkan yaitu sebesar –10 %.

2. Uji organoleptik pada es krim menghasilkan warna yang putih susu, rasa

manis sekali, aroma seperti susu, serta tekstur yang cair.

DAFTAR PUSTAKA
Arbuckle, W.S. 1986. Ice Cream. Second Edition. The A VI Publishing Company,
Inc. Westport Connecticut.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3713-1995 Es Krim. Jakarta.

Campbell, J. R., dan R. T. Marshall. 1975. The Science of Providing Milk for Men.
McGraw Hill Book Co. Inc. New York.

Chan, L.A. 2008. Membuat Es Krim. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Frandsen, J. H., Arbuckle, W. S. 1981. Ice Cream and Related Products 6th Edition.
The A VI Publishing Company, Inc. Westport Connecticut.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil
Olahannya. Liberty. Yogyakarta.
Hartatie, E.S. 2011. Kajian Formulasi (Bahan Baku, Bahan Pemantap) dan Metode
Pembuatan terhadap Kualitas Es Krim. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.

Padaga, M., dan M. E. Sawitri. 2005. Es Krim yang sehat. Trubus Agrisarana.
Surabaya.

Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. http:
library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza.pdf (diakses pada 16 November
2019).

Susilorini, T.E., dan M.E. Sawitri. 2007. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya.
Surabaya.

Winarno, F. G. 2002. KimiaPangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta


PRAKTIKUM VII

MAYONAISE

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telur sebagai salah satu produk ternak merupakan suatu kapsul alami yang

padat gizi dan kaya akan protein bermutu tinggi. Telur unggas mempunyai banyak

manfaat bagi manusia antara lain sebagai pelengkap makanan pokok, kosmetik,

obat serta digunakan dalam industri pangan. Setiap bagian telur dapat digunakan

untuk pembuatan produk, misalnya putih telur dapat berfungsi untuk membentuk

gel dalam pembuatan puding, mencegah kristalisasi dalam pembuatan permen

ataupun dalam pengembangan roti, sedangkan kuning telur dapat digunakan

sebagai bahan pengemulsi atau emulsifier yang kuat dalam pembuatan mayonnaise

Produk olahan telur yang cukup popular di masyarakat adalah mayones.

Mayones merupakan salah satu saus yang popular dunia karena rasanya yang lezat

dan praktis. Mayones umumnya digunakan sebagai tambahan pada makanan seperti

salad atau sandwich. Produk ini dibuat dari minyak nabati dalam asam yang

distabilkan oleh lesitin dari kuning telur sehingga membentuk suatu sistem emulsi.

Terdapat beberapa bahan tambahan yang dapat digunakan untuk membuat mayones

untuk menambah cita rasa antara lain garam meja, gula, dan rempah-rempah.

1.2 Tujuan praktikum

Mengetahui cara pembuatan mayonaise

1.3 Waktu dan tempat praktikum

Hari/tanggal : Rabu, 30 Oktoker 2019

Waktu : 10.00-12.00 WIB


Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Telur merupakan salah satu jenis bahan pangan yang berguna sebagai

sumber protein yang terbesar bagi tubuh (Astawan & Astawan, 1988). Telur

dibagi atas tiga bagian utama, yaitu kulit telur, putih telur (albumin) dan kuning

telur (yolk). Struktur putih telur tersusun dari tiga lapisan yaitu lapisan encer,

lapisan kental, dan lapisan encer dalam, yang gunanya untuk mengikat kuning

telur agar tetap pada posisinya (Rasyaf, 1984).

Bagian telur yang biasa digunakan dalam membuat mayonnaise adalah

kuning telur. Komposisi yang ada pada kuning telur terdiri dari air, protein, lemak,

karbohidrat, mineral, dan vitamin. Protein yang ada pada kuning telur terdiri dari

dua macam, yaitu: ovovitelin dan ovolivetin. Sedangkan kandungan lemak dalam

kuning telur dapat dikatakan cukup besar, yaitu: kurang lebih 99%. Lemak yang

ada dalam kuning telur berupa trigliserida, fosfolipid, sterol, dan serebrosida.

Kebanyakan asam lemak pada kuning telur terdiri dari asam palmitat, oleat, dan

linoleat. Karbohidrat yang ada pada 5 kuning telur ada dalam bentuk glukosa,

galaktosa, polisakarida, dan glikogen (Sarwono, 1996). Dalam kuning telur terdapat

zat yang penting dalam proses mempertahankan emulsi adalah fosfolipida,

diantaranya adalah lesitin. Lesitin mempunyai gugus polar dan nonpolar. Gugus

polar yang terdapat pada ester fosfatnya bersifat hidrofilik dan mempunyai

kecenderungan larut dalam air, sedangkan gugus non polar yang terdapat pada ester

asam-asam lemaknya adalah lipofolik yang mempunyai kecenderungan untuk larut

dalam lemak dan minyak (Potter & Hotchkis, 1994).


3. ALAT ,BAHAN,DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat

 Beaker glass

 Gelas ukur

 Kompor gas

 Mixer

3.2 Bahan

 2 butir kuning telur

 1 sdt saus mustard,

 bila suka 1/2 sdt garam

 2 sdt gula pasir

 290 ml minyak zaitun/minyak jagung

 1 sdm air jeruk lemon

3.3 Prosedur Kerja

 Memisahkan yolk dan memasukkan kedalam beaker glass kemudian

dihomogenkan.

 Kocok kuning telur, mustard, garam, gula pasir dengan mixer kecepatan

rendah hingga lembut dan tercampur rata.

 Masih dengan mixer kecepatan rendah, tambahkan minyak setetes demi

setetes. Biarkan dulu setiap tetes tercampur rata, baru masukkan tetes

berikutnya. Lakukan hingga semua minyak tercampur rata.

 Jika adonan mayonaise sudah mengembang dan kaku, masukkan perasan air

jeruk lemon/cuka. Kocok hingga tercampur rata.


 Jangan kaget karena setelah air jeruk lemon tercampur rata, adonan akan

‘turun’. Jika adonan mayonnaise terlalu kental, tambahkan saja 1-2 sdm

air mendidih dan kocok hingga rata.

 Mayonnaise siap digunakan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 5. Uji Organoleptik Mayonnaise Hasil Praktikum


No Uji Hasil
1 Rasa Asam, sedikit asin
2 Warna Kuning
3 Aroma Asam
4 Kekentalan Lembut

4.2 Pembahasan

Mayonnaise merupakan produk emulsifikasi pH rendah pH sendiri

merupakan suatu zat/senyawa yang dipengaruhi oleh sifat dari zat/senyawa

tersebut. Mayonaise disukai oleh konsumen karena rasanya yang

khas. Mayonnaise terdapat rasa asam yang dikarenakan oleh penambahan cuka,

rasa manis yang dihasilkan gula, asin yang terdapat pada garam, memiliki rasa

sedikit pedas dan sedikit menyengat dilidah dan langit-langit mulut akibat

adanya mustard dalam mayonnaise tersebut (Bambang, 2000).

Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan diperoleh hasil uji organoleptik

pada mayonnaise menunjukkan bahwa mayonnaise (komersial) lebih disukai oleh

orang dikarenakan rasa yang lebih asin dan gurih, warna lebih menarik, tekstur lebih

kental, dan aroma khas. Hal ini dikarenakan dalam proses pembuatannya lebih steril

dan alat yang digunakan lebih canggih atau modern. Kekurangan

dari mayonnaise kontrol yaitu mengandung beberapa bahan pengawet didalamnya.


Berdasarkan uji organoleptik pada mayonnaise hasil praktikum

menunjukkan bahwa mayonnaise dari hasil praktikum juga disukai oleh orang

tetapi masih banyak kekurangan dalam hasil mayonnaise dari hasil praktikum ini

yaitu rasa lebih dominan telur, warna kurang menarik yaitu kuning, tekstur terlalu

padat/kental, rasa asam yang terlalu kuat dan aroma amis telur. Hal ini dikarenakan

pada proses pembuatan kurang steril dan alat yang digunakan sederhana. Kelebihan

dari mayonnaise tradisional ini yaitu tidak mengandung bahan pengawet dan dapat

dibuat sesuai dengan keinginan. Perbedaan antara mayonnaise komersial

dengan mayonnaise tradisional selain pada alatnya juga terdapat pada perbedaan

bahan-bahan penyusun lainnya.

5. KESIMPULAN

Mayones komersil lebih baik dari mayones praktikum, karena dari proses

pembuatan komersil lebih baik dari praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Audina. 2011. Perbandingan Mutu Mayonnaise Telur Ayam dan Mayonnaise Telur
itik. Institut Pertanian Bogor.

Hegenbart, S. 2006. Beyond Cultural Tradition. Available at http://www.food


product design.com/archive/1995/0895 DE.html-20k. (23 November 2019)

Hermanto, S., Muawanah, A., dan Wardhani P. 2011. Analisis Tingkat Kerusakan
Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan. Jurnal Kimia
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 42 : 262 – 268

Maxes, P.A. 1998. Ilmu Pangan. Gramedia. Jakarta.

Paundrianagari. 2011. Peranan Lemak dalam Mayonnaise. Universitas


Diponegoro. Semarang.
Riyanto, Bambang. 2000. Mempelajari Perubahan Kestabilan Asam Lemak
Omega-3 dalam Mayonnaise Sari Minyak Ikan Hasil Samping Pengalengan
Lemuru Selama Penyimpanan. Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.

Wenfuu. 2011. Bahan Makanan Antioksidan dan Sekuestran. Universitas


Hassanudin Makassar. Makassar.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
PRAKTIKUM VIII

TELUR PINDANG
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, telur teh diadopsi menjadi masakan tradisional Indonesia

dengan nama telur pindang. Bahan-bahan yang digunakan juga sedikit beda,

menggunakan garam dan kecap. Nama telur pindang berasal dari babak

pemindangan yang dilaksanakan dalam babak pembuatannya, yaitu telur dipindang

atau direbus dalam larutan garam. Selain menggunakan larutan teh, bahan pewarna

yang digunakan yaitu kulit bawang merah, daun jati, dan daun jambu biji.

Pemindangan merupakan salah satu bentuk pengolahan dengan kombinasi

penggaraman dan perebusan. Pemindangan dapat dilakukan dari bahan baku telur

dengan diberikan bumbu garam dan bawang merah. Bawang merah adalah tanaman

semusim dan memiliki umbi yang berlapis. Kulit adalah pembalut paling luar. Kulit

bawang merah yang digunakan adalah kulit bawang merah yang sudah benar - benar

tua. Bawang merah yang sudah benar-benar tua akan tahan lama untuk disimpan

dan tidak mudah busuk. Kulit bawang merah yang baik dan banyak berpotensi

menghasilkan zat warna alam setelah melalui proses ekstrasi.

Telur pindang merupakan produk olahan telur tradisional yang

menggunakan bahan penyamak protein. Protein akan terdenaturasi jika kontak

dengan bahan penyamak, misalnya tanin. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk

menyamak telur antara lain kulit bawang merah, daun jambu biji dan air teh.

Pemindangan telur dapat menyebabkan telur rebus tenebut sedikit lebih awet

daripada perebusan telur dalam air biasa.


Pada proses pemindangan telur digunakan daun jambu biji atau kulit

bawang merah yang menyebabkan warna kulit telur menjadi kecoklatan dan akan

memberikan citarasa yang khas. Selain itu daun jambu biji diduga mengandung

tanin yang benifat menyamak kulit telur sehingga memperpanjang umur simpan

telur. Tanin tersebut akan menyebabkan protein yang ada dipemukaan kulit telur

menggurnpal dan menutupi pori-pori telur, sehingga telur menjadi lebih awet

karena kerusakan telur dapat dihambat.

1.2 Tujuan Praktikum

(1) Mengetahui proses pengolahan telur pindang.

(2) Menentukan sifat organoleptik telur pindang .

1.3 Waktu dan Tempat Praktikum

Hari/tanggal : Rabu, 30 Oktoker 2019

Waktu : 10.00-12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telur

Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis

unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa. Telur sebagai sumber protein mempunyai

banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap

dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dan

lainnya. Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak

orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain
itu telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah

didapatkan (Yuwanta, 2010).

Telur ayam ras merupakan telur yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Telur ayam ras adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang populer dan

sangat diminati oleh masyarakat. Seluruh kalangan masyarakat dapat

mengkonsumsi telur ayam ras untuk memenuhi kebutuhan protein hewani(USDA,

2007). Beberapa zat nutrisi yang dikandung telur ayam per 100 g dapat dilihat pada

Tabel di bawah ini.

Tabel 6. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras.

Komposisi Telur Utuh Putih Telur Kuning Telur

Air (%) 73,70 88,57 48,50

Protein (%) 13,00 10,30 16,15

Lemak (g) 11,50 0,03 34,65

Karbohitrat (g) 0,65 0,65 0,60

Abu (g) 0,90 0,55 1,10

Sumber : Winarno dan Koswara (2002).


Sebutir telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membrane

kulit telur, putih telur (albumen),kuning telur (yolk), bakal anak ayam (germ spot)

dan kantung udara. Telur terdiri dari tiga bagian utama yaitu kerabang telur (egg

shell) 9-12%, putih telur (Albumen) ± 60 %, dan kuning telur (yolk) 30-33 %(Bell

and Weaver, 2002; Robert, 2004).

Menurut Komala (2008) Kandungan gizi telur terdiri dari : air 73,7%,

Protein 12,9%, Lemak 11,2% dan Karbohidrat 0,9%. Dan kadar lemak pada putih

telur hampir tidak ada. Ditambahkan Sudaryani (2003) bahwa hampir semua lemak
di dalam telur terdapat pada kuning telur, yaitu mencapai 32%, sedangkan pada

putih telur kandungan lemaknya sangat sedikit.

2.2 Telur Pindang

Proses pengolahan yang semakin berkembang dalam bidang pangan,

menghasilkan produk-produk olahan yang semakin beragam yang banyak beredar

dipasaran (Khatimah, dkk., 2018), pengolahan bahan pangan dengan tujuan

menciptakan warna, aroma dan kenampakan khas telur pindang harus dilakukan

dengan hati-hati karena hasil olahan tersebut harus bebas kuman, bakteri atau

jamur. Selain itu harus diusahakan agar nilai gizi yang terkandung dalam bahan

pangan tersebut tidak banyak berkurang karena proses pengolahan. Salah satu

pengolahan yang dapat menciptakan aroma, warna, dan kenampakan yang khas

adalah pemindangan.

Pemindangan telur merupakan salah satu bentuk pengolahan dengan

kombinasi herba-herba tertentu dan perebusan. Telur pindang merupakan produk

olahan telur tradisional yang menggunakan bahan penyamak protein. Protein akan

terkoagulasi jika kontak dengan bahan penyamak, misalnya tanin. Bahan-bahan

yang dapat digunakan untuk menyamak telur antara lain kulit bawang merah, daun

jambu biji dan air teh (Anonimus, 2009), Jambu biji mengandung vitamin C yang

paling tinggi, vitamin C sebagian besar terkonsentrasi pada kulit dan daging bagian

luarnya yang lunak dan tebal (Fitasari;dkk, 2018).

Telur pindang merupakan telur yang dimasak dengan bumbu-bumbu, yang

meliputi bawang merah, bawang putih, sereh, daun salam, dan garam secukupnya.

Warna merahpada kulit luar telur pindang dapat diperoleh dengan mencampurkan

kulit bawang merah ataupun daun jambu biji dalam proses perebusannyasehingga

telur pindang memiliki daya tarik khas(Suprapti, 2002).


Pada penelitian Citra (2014), telur pindang dilakukan dengan cara

perebusan dengan bumbu-bumbu. Perebusan telur pindang dibagi menjadi tiga

perlakuan yaitu perebusan tanpa daun jambu biji dengan peretakan kerabang telur,

perebusan dengan daun jambu biji dengan peretakan kerabang dan perebusan

dengan daun jambu biji tanpa peretakan kerabang. Hasil perebusan terbaik

diperoleh dari perlakuan perebusan dengan daun jambu biji yang kerabang telurnya

diretak.

Pembuatan telur pindang, seringkali kulit luar tersebut dibuat sedikit retak.

Tepat pada bagian yang retak-retak tersebut, akan muncul warna merah coklat yang

lebih tua dibandingkan dengan warnapada bagian yang tidak retak, sehinggaakan

mempercantik penampilan telur pindang setelah dikupas (Suprapti, 2002).Pada

penelitian Nastiti (2007),pengolahan telur pindang dilakukan dengan cara

perebusan menggunakan bumbu (bawang merah, kunyit, daun salam, sereh, cabe

merah, daun jambu biji dan garam). Perebusan telur pindang menggunaka 83

perlakuan yaitu 1 jam, 2 jam dan 3 jam menggunakan api sedang. Hasil perebusan

terbaik diperoleh pada perlakuan perebusan selama 2 jam.

Ketersediaan telur tidak mengenal musim, namun telur juga memiliki

kelemahan yaitu mudah mengalami kerusakan seperti telur unggas lainnya baik

secara fisik, kimia, maupun oleh mikroba (Salim;dkk, 2017 ), sehingga

membutuhkan pengolahan agar memiliki umur simpan yang lebih, salah satunya

adalah telur pindang. Proses pembuatan telur pindang dilakukan dengan tahap

perebusan awal, kemudian diretakkan kerabang telurnya dan perebusan dilanjutkan

hingga bumbu meresap. Peretakan kerabang bertujuan memberikan pola retakan

pada putih telur dan agar bumbu dapat meresap ke dalam telur.
3. ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat beserta fungsinya

1. Panci, sebagai tempat untuk merebus telur.

2. Kompor, sebagai sumber panas.

3. Baskom (wadah), sebagai wadah untuk menyimpan hasil produk.

3.2 Bahan dan fungsinya

1. Telur ras , berfungsi sebagai bahan baku pembuatan telur pindang.

2. Garam, kulit bawang merah, daun jambu batu, salam , berfungsi untuk

bahan campuran untuk telur pindang.

3.3 Prosedur Kerja

1. Telur dicuci.

2. Bumbu dimasukan kedalam panic yang sudah diisi air.

3. Masukan telur yang telah dicuci.

4. Rebus sampai matang semua telur yang telah dikupas, diretakan, dan dalam

keaadaan utuh.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 7. Hasil Organoleptik


Telur Warna Rasa Aroma Keterangan
1. Coklat Asin++ Telur Kupas
2. Coklat Asin++ Telur Kupas
3. Coklat Asin++ Telur Kupas
4. Coklat Asin++ Telur Kupas
5. Kuning, Pola coklat Asin+ Telur Diretakan
6. Kuning, Pola coklat Asin+ Telur Diretakan
7. Kuning, Pola coklat Asin+ Telur Diretakan
8. Putih Telur Telur Dibiarkan
9. Putih Telur Telur Dibiarkan
10. Putih Telur Telur Dibiarkan

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini, praktikan membuat telur pindang dengan tambahan

bumbu garam, kulit bawang merah, daun jambu batu, dan daun salam. Telur dan

bahan tambahan tersebut direbus selama kurang lebih 1 jam dengan perlakuan 4

butir dikupas, 3 butir diretakan, dan 3 butir dibiarkan utuh. Hal ini sesuai dengan

pendapat Citra (2014), telur pindang dilakukan dengan cara perebusan dengan

bumbu-bumbu. Perebusan telur pindang dibagi menjadi tiga perlakuan yaitu

perebusan tanpa daun jambu biji dengan peretakan kerabang telur, perebusan

dengan daun jambu biji dengan peretakan kerabang dan perebusan dengan daun

jambu biji tanpa peretakan kerabang. Tetapi hasil perebusan terbaik diperoleh dari

perlakuan perebusan dengan daun jambu biji yang kerabang telurnya dikupas hal

ini kurang sesuai dengan pendapat Citra yang menyatakan bahwa hasil terbaik

didapat oleh perlakuan telur yang diretakan.

Hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

lamanya perebusan telur tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Nastiti (2007),

bahwa pengolahan telur pindang dilakukan dengan cara perebusan menggunakan

bumbu (bawang merah, kunyit, daun salam, sereh, cabe merah, daun jambu biji dan
garam). Perebusan telur pindang menggunaka 83 perlakuan yaitu 1 jam, 2 jam dan

3 jam menggunakan api sedang. Hasil perebusan terbaik diperoleh pada perlakuan

perebusan selama 2 jam. Sehingga hasil yang didapat kelompok kami tidak sesuai

dengan literature yang ada karena lama perebusannya hanya 1 jam .


5. KESIMPULAN

1. Proses pembuatan telur pindang dengan cara merebus telur beserta bumbu

garam, kulit bawang merah, daun jambu batu, dan salam selama 1-2 jam dengan

perlakuan dikupas, diretakan , dan dibiarkan utuh.

2. Hasil organoleptik yang di peroleh tidak terlalu baik, karena faktor-faktor

sepirti lamanya perebusan yang kurang, bumbu yang kurang banyak, dan juga ke

uletan praktikan dalam melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Bell, D. D., and W. D. Weaver. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg
Production. 5thEdition. Springer Science and Business Media, Inc. New
York.

Citra. 2014. Pengaruh perebusan telur dengan daun jambu biji (Psidium guajava)
terhadap komposisi kimia dan mikrobia telur pindang. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Fitasari P, Syahir, M., Mustarin, A., 2018. Diversifikasi Produk Susu Pasteurisasi
Dengan Penambahan Sari Buah Jambu Biji Merah (Psidium Gujava Linn).
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 4 September Suplemen
(2018) : S69- S75. FT.UNM

Khatimah N, Kadirman, Fadilah, R., 2018. Studi Pembuatan Nugget Berbahan


Dasar Tahu Dengan Tambahan Sayuran. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian
Volume 4 September Suplemen (2018) : S59-S68. FT.UNM.

Kanisius.Yogyakarta Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit


Gramedia.Jakarta.Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002.Telur: Komposisi,
Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press.Bogor.

Komala, I. 2008. Kandungan GIzi Produk Peternakan. Student Master animal


Science, Fac. Agriculture-UPM.

Nastiti, D. 2007. Kadar tanin dan kecernaan in vitro telur pindang dengan lama
perebusan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Robert, J. R. 2004. Factor affecting eggs internal quality and eggs hell quality in
laying hens. Journal Poultry Science. 41: 161-177.

Salim E, Husain, H. dan Wijaya, M., 2017. Pengaruh Variasi WaktuPemeraman


Telur Asin Dengan Penambahan Abu Sabut Kelapa Terhadap Kandungan
Kadar Klorida, Kadar Protein Dan Tingkat Kesukaan Konsumen. Jurnal
Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : 107-116. FT.UNM

Yuwanta,T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.


PRAKTIKUM IX

TELUR ASIN

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telur merupakan salah satu produk unggas yang memiliki kandungan gizi

lengkap yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Telur yang banyak

dikonsumsi adalah telur bebek, telur ayam dan telur puyuh. Di Indonesia jumlah

telur yang tersedia sangat banyak yaitu sebesar 1,378 ton. Sumbangan telur terbesar

adalah dari jenis ayam petelur dengan total 69,57%. Telur ayam buras dan telur itik

menyumbang masing masing 12,16% dan 18,26%, tetapi dalam kenyataannya

telur–telur busuk sebelum dimanfaatkan atau dikonsumsi karena kurangnya masa

simpan dari telur-telur tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi masalah

pembusukan telur yaitu dengan membuat telur asin.

Telur asin merupakan teknologi hasil peternakan yang peminatnya cukup

banyak. Sebagian besar telur asin dibuat dari telur bebek. Hal ini disebabkan telur

bebek mempunyai pori-pori yang besar sehingga baik untuk telur asin. Dengan

pengasinan telur bebek menjadi tidak amis dan masa simpan telur lebih lama.

Semakin lama waktu pengasinan akan semakin tahan lama masa simpan telur.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui proses pembuatan telur asin.

2. Mengetahui sifat organoleptik dari produk telur asin.

1.3 Waktu dan Tempat Praktikum

Hari/tanggal : Rabu, 30 Oktober 2019

Waktu : 10.00-12.00 WIB


Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
2. TINJAUAN PUSTAKA
Telur asin adalah telur segar yang diolah dalam keadaan utuh dan

diawetkan, sekaligus diasinkan dengan menggunakan bahan utama garam

(Supriyadi, 2010). Telur asin adalah salah satu produk olahan telur yang

pembuatannya sangat mudah dikerjakan. Pada prinsipnya proses pembuatan telur

asin adalah penggaraman (Mayasari, 2007). Menurut Astawan (2003) rasa asin

pada telur dikarenakan adanya proses osmosis pada telur yaitu garam NaCl

mulamula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Larutan

garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian

putih, dan akhirnya ke kuning telur.

Pembuatan telur asin dibutuhkan larutan garam pekat dengan konsentrasi

antara 25%-40% (Sarwono, 1994). Makin tinggi kadar garam dalam telur asin akan

semakin meningkatkan daya simpan produk. Namun, di sisi lain akan menjadi tidak

disukai oleh konsumen, karena rasanya yang terlalu asin. Oleh karena itu, harus di

cari konsentrasi atau kadar garam yang tepat yang dapat memberikan daya simpan

yang optimal dengan rasa yang masih dapat diterima (Suprapti, 2002). Standar mutu

telur asin (SNI 01-4277-1996) menyatakan bahwa kadar garam telur asin minimal

2% .

3. ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR

3.1 Alat
Panci

Baskom

3.2 Bahan

Telur 10 butir

Abu Gosok

Garam
3.3 Prosedur Kerja

1. Telur itik dibersihkan

2. Dibuat adonan abu gosok dan garam (1:1) dengan pemberian air sampai

adonan dapat dicetak atau menempel pada telur

3. Telur masing masing dibungkus dengan adonan

4. Telur disimpan dalam suhu kamar selama 14 hari

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 8. Organoleptik Telur Asin

Nomor Telur Warna Rasa Aroma

1 Putih Asin+++ Telur

2 Putih Asin+++ Telur

3 Putih Asin+++ Telur

4 Putih Asin+++ Telur

5 Putih Asin+++ Telur

6 Putih Asin+++ Telur

7 Putih Asin+++ Telur

8 Putih Asin+++ Telur

9 Putih Asin+++ Telur

10 Putih Asin+++ Telur


4.2 Pembahasan

Seluruh permukaan telur berubah menjadi warna putuh. Terdapat perubahan

pada warna yolk yaitu menjadi sedikit pucat. Secara keseluruhan, tidak terdapat

perbedaan pada masing masing telur.

Aroma khas telur pada semua hasil perlakuan tidak berubah, hanya saja

terdapat sedikit amis. Aroma amis diperoleh dari telur itik yang digunakan dimana

telur itik memiliki aroma amis yang kuat dibanding dengan telur yang dihasilkan

oleh unggas lainnya.

Telur yang direndam dalam media garam akan mengalami osmosis yaitu

proses perpindahan molekul zat terlarut dari konsentrasi rendah (hipotonik) ke

konsentrasi lebih tinggi (hipertonik) sehingga telur menjadi asin.

Menurut Kautsar (2005), proses pengasinan telur memerlukan waktu selama

15-30 hari. Sedangkan proses pengasinan dengan larutan garam penuh memerlukan

waktu sekitar 7-10 hari. Lama waktu proses tersebut masih menjadi permasalahan

yang harus dipecahkan, karena selain lama perendaman erat kaitannya dengan

efisiensi waktu proses pengasinan telur, juga erat kaitannya dengan karakteristik

organoleptik telur asin yang dihasilkan.

5. KESIMPULAN

1. Setelah dilakukan praktikum diketahui bahwa proses pembuatan telur asin

adalah dengan membersihkan telur, kemudian membuat adonan abu gosok

dan garam yang ditambahkan air dan membungkus telur dengan adonan

tersebut. Proses penyimpanan telur adalah selama 14 hari.


2. Setelah dilakukan praktikum pembuatan telur asin, diperoleh hasil

organoleptic pada seluruh telur yaitu permukaan telur berwarna putih,

aroma tidak berubah tetap berbau telur, dan rasa yang berubah menjadi asin.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. W. dan Astawan, M. 2003. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani

Tepat Guna. CV. Akamedia Presindo, Jakarta.

Mayasari, N. 2007. Memilih Makanan yang Halal. Tanggerang. Quntum Media.

Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Suprapti, M. L. 2002. Pengawetan Telur. Kanisius. Yogyakarta

Supriyadi. 2010. Beternak itik Hibrida Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.


LAMPIRAN

Gambar 1. Susu Kental Manis Gambar 2. Set Yoghurt

Gambar 3. Es Krim Gambar 4. Mayonase

Gambar 5. Telur Pindang


Gambar 6. Karamel Gambar 7. Stirred Yoghurt Gambar 8. Keju Mozarella

Anda mungkin juga menyukai