Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, Good Governance dapat diartikan sebagai pemerintahan
yang baik, bersih dan berwibawa. Pemerintahan yang baik adalah sikap dimana
kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh berbagai tingkatan
pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya,
politik, serta ekonomi. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih (clean
governance) adalah model pemerintahan yang efektif, efesien, jujur, transparan,
dan bertanggung jawab.
Sejalan dengan prinsip diatas, pemerintahan yang baik itu berarti baik
dalam proses maupun hasil-hasilnya bergerak secara sinergis, tidak saling
berbenturan, dan memperoleh dukungan dari rakyat. Pemerintahan juga bisa
dikatakan baik jika pembangunan dapat dilakukan dengan biaya yang sangat
minimal namun dengan hasil yang maksimal. Faktor lain yang tak kalah penting,
suatu pemerintahan dapat dikatakan baik jika produktivitas bersinergi dengan
peningkatan indikator kemampuan ekonomi rakyat, baik dalam aspek
produktivitas, dayabeli, maupun kesejahteraan spritualitasnya.
Indonesia menghadapi kendala sangat serius dalam menciptakan good
governance yakni perilaku korupsi dikalangan penyelenggara negara, pegawai
pemerintah, maupun wakil rakyat. Hampir setiap hari masyarakat dibanjiri dengan
berita kasus-kasus penyalagunaan kekuasaan melalui tindakan uang rakyat.
Pengawasan yang dilakukan oleh sejumlah lembaga, seperti Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seakan belum cukup untuk
mengurangi tindakan korupsi di kalangan pejabat negara.
Korupsi merupakan tindakan yang merugikan kepentingan umum dan
masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Kasus-kasus
korupsi Indonesia tidaklah berdiri sendiri. Banyak kalangan korupsi kolektif yang
dilakukan oleh para politisi disaat mereka melakukan dan menentukan anggaran
pembangunan hingga penyelenggara tender proyek dan pelaksanaan proyek

1
pembangunan. Bisa dibayangkan berapa kerugian negara jika korupsi sudah
dilakukan oleh penyelenggara negara sejak dari hulu hingga ke hilir
pembangunan. Banyaknya fasilitas publik yang roboh sebelum waktunya dan,
suap menyuap yang dilakukan oleh masyarakat terhadap aparat hukum dan
pemerintahan dalam hal pelayanan publik merupakan diantara kejadian yang tidak
bisa dilepaskan dari praktik-praktik korupsi selama proses perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan. Tak mengherankan jika posisi Indonesia masih
tertinggal oleh banyak negara di dunia dalam hal pemberantasan korupsi.
Berbagai kasus yang terungkap dan yang disinyalir sebagai bentuk
penyalahgunaan kekuasaan, mengindikasikan terabaikannya norma-norma etika
dalam birokrasi pemerintahan yang termasuk dalam kriteria pembentukan good
governance. Masalah etika dalam administrasi publik menunjukkan kurangmya
perhatian atau dikesampingkannya etika dalam praktek penyelenggaraan
administrai publik serta prinsip dan karakteristik dalam pembentukan good
governance. Padahal semua itu merupakan unsur yang penting dalam penentuan
keberhasilan pelaksanaan kegiatan organisasi dan pemerintahan.
Berdasarkan latar belakang diatas, jelas bahwa korupsi, suap menyuap,
penyalahgunaan kekuasaan dan perilaku tidak etis lainnya yang dilakukan oleh
aparatur pemerintah telah melanggar prinsip dan karakteristik pembentukan good
governance, untuk itulah kelompok kami tertarik untuk menganalisis salah satu
penghambat dari pembentukan good governance yaitu kasus korupsi wisma atlet.

1.2 Identifikasi Masalah


Adapun rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini,
yaitu :
1. Bagaimana kasus korupsi wisma atlet?
2. Bagaimana analisis kasus korupsi wisma atlet?

1.3 Tujuan Makalah


Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu:
1. Memahami kasus korupsi wisma atlet.
2. Mengetahui analisis kasus korupsi wisma atlet.

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Kasus Korupsi Wisma Atlet


2.1.1 Latar Belakang Kasus Korupsi Wisma Atlet
Pembangunan wisma atlet untuk SEA Games 2011 di Jaka Baring,
Palembang - Sumatera Selatan diwarnai kasus suap dari direksi PT Duta Graha
Indah yang memenangkan tender proyek. Sekretaris Menteri Pemuda dan
Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharram resmi dijadikan tersangka karena
pengusutan KPK yang mendapati uang Rp 3,2 miliar dan uang ribuan dollar.
Wafid Muharram tidak hanya mendapatkan dana talangan dari petinggi PT Duta
Graha Indah, Mohamad El Idris, yang juga menjadi tersangka dalam kasus itu.
Tetapi juga pengusaha-pengusaha lain yang turut memberi dana talangan untuk
pelaksanaan SEA Games kepada Sekretaris Kemenpora itu.
Salah satu tersangka lain dalam kasus ini, Mindo Rosaline Manullang,
mengungkapkan, Wafid pernah meminta bantuannya untuk mencarikan dana.
Wafid, menurut Rosa, membutuhkan dana talangan untuk operasional SEA Games
ke-26 yang akan berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan. Dalam
penangkapan ketiganya, penyidik KPK menyita tiga cek senilai Rp 3,2 miliar
yang diduga sebagai uang suap. Wisma atlet yang dibangun di area kompleks
olahraga Jaka Baring, Pelembang, itu dipastikan menghabiskan dana Rp 200
miliar. Pada saat itu KPK terus memeriksa beberapa orang lainnya yang
dimungkinkan terlibat dalam kasus ini salah satunya adalah Nazaruddin, hingga
saat ini pengadilan telah memvonis Nazaruddin sebagai pelakunya.

2.1.2 Yang Terlibat dalam Kasus Wisma Atlet


a. Wafid Muharram (Tersangka) - Sekretaris Menteri Pemuda dan
Olahraga (Sesmenpora) yang tertangkap oleh petugas KPK. KPK menyita
uang Rp 3,2 miliar, juga mengamankan uang ribuan dollar dari ruangan
Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam. Pihak Wafid, menyebut uang
tersebut merupakan kumpulan tunjangan uang perjalanan ke luar negeri
yang dipilah-pilah dalam berbagai amplop. Penyelidik KPK Herry
Muryanto bersaksi untuk Wafid di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

3
(Tipikor). Bukti permulaan yang KPK peroleh berupa alat komunikasi
antara Dudung dan El Idris.
b. Mohammad El Idris (Tersangka) - Manager Marketing PT Duta Graha
Indah. Mohammad El Idris dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana
korupsi dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet. Ia dijatuhi
hukuman pidana penjara selama dua tahun penjara dan denda 200 juta.
Idris terbukti melanggar ketentuan pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 tahun
1999 jo UU No 20 tahun 2001 pasal 55 ayat 1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Majelis hakim menjelaskan kalau Idris terbukti memberikan sesuatu
kepada penyelenggara negara berupa cek kepada Seskemenpora Wafid
Muharram sebesar Rp 3,28M dan mantan anggota Komisi III DPR RI
Muhammad Nazaruddin sebesar Rp 4,34M.
c. Mindo Rosalina Manulang (Tersangka) - Marketing PT Anak Negeri.
Rosa ditetapkan menjadi tersangka karena dalam kesaksiannya di sidang
selalu menyebut bahwa uang itu diminta sebagai pinjaman untuk biaya
operasional kementrian karena anggaran DIPA belum cair. Mindo Rosalina
Manulang alias Rosa akhirnya divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp 200
juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Mantan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri itu dinyatakan terbukti
menyuap dua penyelenggara negara, Nazaruddin dan Wafid Muharram.
Dalam amar putusan itu, Rosa dinyatakan terbukti bersama saksi
Mohamad El Idris memberikan 3 lembar cek senilai Rp 3,2 miliar kepada
Sesmenpora Wafid Muharam untuk mengikutsertakan PT Duta Graha
Indah (DGI) sebagai pelaksana proyek pembangunan wisma atlet dan
gedung serbaguna di Provinsi Sumatra Selatan. Rosa bersama Idris juga
terbukti melakukan kesepakatan mengenai adanya komitmen fee sebesar
14 persen kepada anggota DPR, Muhammad Nazaruddin, dalam bentuk
pemberian 4 lembar cek senilai Rp 4,3 miliar atas ditetapkannya PT DGI
sebagai pelaksana proyek pembangunan wisma atlet di Palembang.
d. Muhammad Nazarudin (Tersangka) - Muhammad Nazarudin, mantan
bendahara umum Partai Demokrat ini ditetapkan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap proyek wisma atlet Sea
Games Palembang dan proyek pengadaan alat-alat kesehatan. Nazarudin

4
berpindah-pindah tempat, awalnya dalam sebuah lansiran berita
Nazaruddin diduga kuat berada di Singapura. Namun, kemudian
dikabarkan Nazaruddin berpindah-pindah negara bahkan disebut pernah
singgah di Argentina. Selama pelariannya, Nazaruddin kerap mengirim
pesan pendek atau Blackberry Messenger yang berisi tudingan korupsi
kepada sejumlah petinggi Partai Demokrat, termasuk ketua umumnya
Anas Urbaningrum. Nazaruddin bahkan menuding beberapa pimpinan
KPK juga terlibat korupsi.
e. Wayan Koster, Angelina Sondakh dan Mirwan Amir – Muhammad
Nazarudin menyebutkan bahwa politisi Angelina Sondakh, Mirwan Amir
dan Wayan Koster adalah orang yang mengatur pembagian uang di DPR,
hal tersebut diperiksa di TPF (Tim Pencari Fakta).
f. Anas Urbaningrum - Ketua Umum partai Demokrat ini dituding oleh
Muhammad Nazaruddin menerima uang hasil suap kemenpora yang juga
menjerat dirinya sebagai tersangkanya. Kasus ini tidak lepas dari
terungkapnya kasus suap proyek transmigrasi yang menyeret Nazarudiin
sebagai tersangkanya. Berdasarkan alat-alat bukti yang dimiliki oleh KPK
saat ini, Anas baru sebatas saksi.
g. Andi Mallarangeng - Berikut adalah pernyataan dari Muhammad
Nazarudin tentang keterlibatan Menpora pada tanggal 3 Oktober 2011 :
1). Apa yang dilakukan oleh Wafid Muharam, adalah berdasarkan instruksi
dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), hal ini dikarenakan semua
proyek yang berjumlah di atas Rp 50 M berdasarkan Keppres No. 80
Tahun 2003 beserta Perubahannya, harus mendapatkan persetujuan dari
Menteri dan yang bertanggung jawab atas proyek tersebut adalah Menteri
yang bersangkutan (yang pada saat itu dijabat oleh Andi Malarangeng
selaku Menpora). 2). Wafid Muharam hanya melaksanakan perintah dari
Menpora. Andi mengakui bahwa dirinya memang mendelegasikan
beberapa urusan di kementrian ke Wafid selaku Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) Kemenpora. Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU)
untuk Pemilu 1999 itu pun mengaku tak tahu tentang konsultan pelaksana
proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang.
h. M. Nasir - Adik dari Muhammad Nazarudin ini diperiksa sebagai saksi.

5
2.1.3 Penyebab dari Kasus Wisma Atlet
Penangkapan Sekretaris Menpora, Wafid Muharram dan dua tersangka
lainnya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games di
Palembang ternyata berawal dari penyadapan yang dilakukan KPK terhadap
percakapan telepon antara Direktur Utama PT Duta Graha Indah (PT DGI)
Dudung Purwadi dan tersangka Manager Marketing PT DGI, Mohammad El
Idris. Dalam rekaman penyadapan terjadi pembicaraan terkait adanya pemberian
ke Kemenpora dan Senayan. Selain itu, katanya, dalam pembicaraan juga ada soal
kontrak.
KPK melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) apa ada
proyek Rp 191M. Dari pulbaket itulah akhirnya diketahui peranan Seskemenpora
Wafid Muharram. Sehingga begitu mendapat informasi akan adanya pertemuan di
kantor Kemenpora, KPK bersama penyidik lainnya menuju lokasi dan menangkap
mantan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manullang, Manager
Marketing PT DGI Muhammad El Idris dan Seskemenpora Wafid Muharam.
Dalam dakwaan Rosa ataupun Idris, nama Dudung Purwadi ikut disebut-
sebut. Keduanya pun didakwa secara sendiri atau bersama-sama dengan Dudung
telah melakukan pemberian sejumlah cek kepada Sekertaris Kementerian Pemuda
dan Olahraga, Wafid Muharram selaku Kuasa Pengguna Anggara (KPA) dan
Muhammad Nazarudin selaku anggota DPR RI. Pemberian adalah bentuk tanda
terima kasih atas dimenangkannya PT DGI sebagai pelaksana proyek.

2.1.4 Akibat dari Kasus Wisma Atlet


Kasus wisma atlet ini menyebabkan sejumlah penyumbang untuk proyek
pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Sumatera Selatan, mengurungkan niat
mereka memberikan dana untuk wisma atlet. Hal ini, akibat dari ekspose media
massa yang luar biasa terhadap kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet
untuk SEA Games ke XXVI. Selain itu keterlambatan penyelesaian pembangunan
gedung Wisma Atlet.

2.1.5 Upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh KPK


Menemukan keganjalan mengenai dana pembangunan Wisma atlet yang
kini sudah selesai. Penyidik KPK mendapati cek uang 3,2 M dan uang dollar yang

6
kemudian diusut terus menerus hingga kini KPK bisa berlega karena kasus wisma
atlet ini telah terselesaikan dengan cukup baik.

2.1.6 Alasan Kasus yang Tak Kunjung Selesai


Begitu banyaknya politisi yang terseret namanya. Para tersangka menyebut
beberapa nama yang terus diselediki apa memang ada keterkaitannya atau itu
hanya strategi para tersangka.

2.1.7 Krnologi Kasus Wisma Atlet


Kasus wisma atlet ini merupakan kasus korupsi suap menyuap yang terjadi
pada tahun 2011. Kasus ini tidak dilakukan sendiri, melainkan banyak pihak-pihak
yang terlibat didalamnya baik itu pemerintah maupun organisasi. Pada makalah
ini kelompok kami berfokus pada kasus wisma atlet yang menyeret Muhammad
Nazaruddin sebagai pelakunya karena Nazaruddin dianggap paling fenomenal
dalam memberikan tanggapan kasus ini dan ia juga terlibat pada kasus korupsi
lainnya. Berikut kronologi terungkapnya kasus wisma atlet yang menyeret
Nazaruddin :
a. Terungkapnya Kasus korupsi wisma atlet
Pada 21 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap
Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga Wafid Muharam, pejabat perusahaan
rekanan Mohammad El Idris, dan perantara Mindo Rosalina Manulang karena
diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi suap menyuap. Penyidik KPK
menemukan 3 lembar cek tunai dengan jumlah kurang lebih sebesar Rp 3,2 milyar
di lokasi penangkapan. Keesokan harinya, ketiga orang tersebut
dijadikan tersangka tindak pidana korupsi suap menyuap terkait dengan
pembangunan wisma atlet untuk SEA Games ke-26 di Palembang, Sumatera
Selatan. Mohammad El Idris mengaku sebagai manajer pemasaran PT. Duta
Graha Indah, perusahaan yang menjalankan proyek pembangunan wisma atlet
tersebut, dan juru bicara KPK Johan Budi menyatakan bahwa cek yang diterima
Wafid Muharam tersebut merupakan uang balas jasa dari PT. DGI karena telah
memenangi tender proyek itu.
Pada 27 April 2011, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia
(MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kepada wartawan bahwa Mindo Rosalina
Manulang adalah staf Muhammad Nazaruddin. Nazaruddin menyangkal

7
pernyataan itu dan mengatakan bahwa ia tidak mengenal Rosalina maupun
Wafid. Namun, pernyataan Boyamin tersebut sesuai dengan keterangan Rosalina
sendiri kepada penyidik KPK pada hari yang sama dan keterangan kuasa hukum
Rosalina, Kamaruddin Simanjuntak, kepada wartawan keesokan harinya. Kepada
penyidik KPK, Rosalina menyatakan bahwa pada tahun 2010 ia diminta
Nazaruddin untuk mempertemukan pihak PT. DGI dengan Wafid, dan bahwa PT.
DGI akhirnya menang tender karena sanggup memberi komisi 15% dari nilai
proyek, 2% untuk Wafid dan 13% untuk Nazaruddin. Akan tetapi, Rosalina lalu
mengganti pengacaranya menjadi Djufri Taufik dan membantah bahwa
Nazaruddin adalah atasannya. Ia bahkan kemudian menyatakan bahwa
Kamaruddin sebagai mantan pengacaranya, berniat menghancurkan Partai
Demokrat sehingga merekayasa keterangan sebelumnya, dan pada 12 Mei 2011
Rosalina resmi mengubah keterangannya mengenai keterlibatan Nazaruddin
dalam berita acara pemeriksaannya. Namun demikian, Wafid menyatakan bahwa
ia pernah bertemu beberapa kali dengan Nazaruddin setelah dikenalkan kepadanya
oleh Rosalina.
b. Kepergian Ke Singapura
Kepergian Nazaruddin ke Singapura tepat satu hari sebelum Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencekalan terhadap Nazaruddin
kepada Ditjen Imigrasi. Berikut ini kronologi perginya Nazaruddin ke Singapura :
1. Senin (23/5/2011) siang menjelang sore. M. Nazaruddin menemui Wakil
Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie di DPR
2. Senin (23/5/2011) malam (19.30). “Ia pergi ke Singapura pada 23 Mei
2011 pukul 19.30 WIB,” ujar Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.
3. Senin (23/5/2011) malam (21.10). Partai Demokrat secara resmi
memberhentikan Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat.
4. Selasa (24/5/2011) pagi. Mantan Bendahara Umum Muhammad
Nazaruddin mengumumkan akan mengelar jumpa pers untuk mengungkap
berbagai kasus yang melibatkan elit-elit Partai Demokrat. Nazaruddin akan
mengelar jumpa pers di ruang Fraksi Partai Demokrat, di lantai 9, Gedung
Nusantara I DPR.
5. Selasa (24/5/2011) siang (12.00). M. Nazaruddin batal menggelar jumpa
pers dengan alasan masih harus mengumpulkan bahan lebih lengkap
sebelum diungkap ke publik.

8
6. Selasa (24/5/2011) petang. KPK mengajukan permohonan cekal terhadap
M. Nazaruddin. "Sudah dikirim ke Imigrasi KemenkumHAM sejak dua
hari yang lalu, Selasa (24/5)," ujar Wakil Ketua KPK M. Jasin.
7. Selasa (24/5/2011) malam. Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) resmi menerbitkan surat larangan
berpergian ke luar negeri terhadap M Nazaruddin.
8. Rabu (25/5/2011) malam (20.00). Presiden SBY selaku ketua Dewan
Pembina Partai Demokrat memanggil seluruh jajaran Dewan Pembina,
Dewan Kehormatan dan pengurus DPP termasuk Nazaruddin, ke Cikeas.
Kepada pers Nazaruddin mengatakan akan menghadiri acara tersebut.
9. Rabu (25/5/2011) malam (23.00). Hingga acara pertemuan pengurus Partai
Demokrat dengan SBY selesai, M Nazaruddin tidak menunjukkan batang
hidungnya di Cikeas. “Tidak ada, saya tidak melihat ada Pak Nazaruddin,”
ujar Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana.
10. Kamis (26/5/2011) malam. Nazaruddin diketahui berada di Singapura
dengan alasan melakukan medical check up.
11. Jumat (27/5/2011) pagi. Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) Jafar Hafsah
mengakui memberikan izin M Nazaruddin ke luar negeri, namun Jafar tak
mengetahui kapan Nazaruddin akan pulang keIndonesia.
c. Pemecatan M. Nazaruddin
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrumn memutuskan
memberhentikan Muhammad Nazaruddin dari posisinya sebagai kader partai itu
pada Senin 18 Juli 2011. Keputusan itu telah disetujui Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
d. Penangkapan
Muhammad Nazaruddin ditangkap di Cartagena de Indias, Kolombia pada
tanggal 7 Agustus 2011. Nazar diketahui menggunakan paspor sepupunya,
Syarifuddin, untuk berpergian ke luar Indonesia setelah paspornya telah lama
dicabut oleh Imigrasi.

2.2 Analisis Kasus Wisma Atlet


Setelah mengetahui kronologi kasus wisma atlet yang banyak menyeret
aparatur pemerintah dan organisasi jelaslah bahwa kasus ini telah menghambat
perekonomian karena dengan terungkapnya kasus ini membuat para penyumbang

9
dana Sea Games di Palembang 2011 mengurungkan niatnya. Selanjutnya kami
akan menganalisis apa-apa saja prinsip yang dilanggar dalam kasus wisma atlet
sehingga menghambat terbentuknya good governance di Indonesia. Sebelum itu
sebaiknya kita mengetahui sekilas mengenai Good Governance.

2.2.1. Prinsip –Prinsip Good Governance


Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang
solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi
baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran
serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.
Prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di
bawah ini:
a. Partisipasi Masyarakat (Participation).
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputuan,
baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang
mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta
kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk
menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi
masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah
daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat
mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum,
temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk
lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan
partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi
dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk
menyelesaikan isu sektoral.
b. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law).
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan
dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good governance, harus diimbangi
dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter

10
antara lain sebagai berikut: Supremasi hukum (the supremacy of law),
Kepastian hukum (legal certainty), Hukum yang responsip, Penegakkan
hukum yang konsisten dan non-diskriminatif, Indepedensi peradilan.
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk
di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
c. Transparansi (Transparency).
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan
timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi
dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan
memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas.
Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat
diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia
harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya
wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam
pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan.
d. Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani
semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek lapangan dunia
usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung
bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing
lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar dan konsisten bagi
dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis yang seharusnya
dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang ada didunia. Dalam lingkup
tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen mendasar dari konsep CSR
(Corporate Social Responsibility) yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak
perusahaan mempunyai kewajiban sebagai bagian masyarakat yang lebih luas
untuk memberikan kontribusinya. Praktek good governance menjadi
kemudian guidence atau panduan untuk operasional perusahaan, baik yang

11
dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal perusahaan. Internal
berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut
bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut
bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik.
e. Berorientasi pada Konsensus (Consensus)
Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses
musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain
dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi
keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai
kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua komponen yang
terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu
dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang
mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam
proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan semakin banyak
aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang
baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi
kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

f. Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga
masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-
balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan
memadai. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut
pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang
kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah

12
daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui
brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal.
Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara
mendapatkan informasi
g. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)
Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, pemerintahan
yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien yakni
berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif biasanya di ukur dengan
parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan
masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu
efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun
perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat,
dan disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional
tersebut, maka harapan partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan dengan
mudah, karena program-program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka.
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai
kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya
yang ada seoptimal mungkin.
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat
yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para
pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi
masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada
lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut
berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang
bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-
undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun
mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen
pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja
penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang
jelas dan tegas.
i. Visi Strategis (Strategic Vision)

13
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa
yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang
luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan
manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan
perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman
atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi
perspektif tersebut.

2.2.2 Pelanggaran Prinsip –Prinsip Good Governance


Pembangunan wisma atlet untuk SEA Games 2011 di Jakabaring, Palembang
Sumatera Selatan ini melanggar beberapa karakteristik dari good governance
atas prinsip-prinsip di dalamnya.
1. Tegaknya Supremasi Hukum
Sehubungan dengan mewujudkan cita good governance, harus diimbangi
dengan komitmen untuk menegakkan rule of law/tertib hukum. Ketaatan hukum
memberikan landasan bagi pemerintah dalam menjalankan visi dan misi yang
diemban, sekaligus memperlihatkan tingkat aksebilitas masyarakat terhadap
pemerintah. Semakin rendahnya kepatuhan hukum masyarakat menunjukkan
semakin rendah pula tingkat penerimaan masyarakat terhadap pemerintahnya.
Tertib hukum dimaksudkan untuk menciptakan social order, yaitu suatu kondisi
tertib bermasyarakat, sadar akan aturan yang diperuntukkan bagi kepentingan
masyarakat itu sendiri. Dalam hubungan itu, dibutuhkan kesadaran pemimpin
untuk memberikan contoh sehingga mampu mendorong terwujudnya tertib
hukum. Dalam kasus ini para tersangka yang merupakan pejabat aparatur negara
seharusnya menjadi contoh atau panutan masyarakat dalam hal kesadaran hukum,
akan tetapi dalam kasus ini para tersangka terbukti melanggar hukum dengan
menerima suap dari PT Duta Graha Indah. Selain terbukti menerima suap,
Nazaruddin juga terbukti melanggar hukum karena berpergian ke luar negeri
menggunakan passpor sepupunya setelah paspornya dicabut oleh pihak imigrasi.
Pelanggaran hukum yang terjadi ini mengindikasikan kurang tegasnya hukum
yang berlaku di indonesia.
 Kurang Tegas nya hukum yang berlaku di Indonesia

14
Rendahnya iman dan moral yang dimiliki seorang pemegang kekuasaan
publik sehingga mudah terpengaruh dan tergoda untuk melakukan praktik korupsi.

Kurang tegasnya peraturan perundang-undangan menekan atau


memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme serta sanksi yang kurang tegas bagi
pelaku KKN sehingga tidak menimbulkan efek jera dan tidak mencegah
munculnya koruptor – koruptor baru.

Lemahnya pengawasan dan kontrol terhadap kinerja aparat negara


sehingga memberikan peluang korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Gaji yang relatif rendah. Faktor inilah yang sering menjadi alasan utama
seseorang melakukan korupsi, karena ia menganggap bahwa gaji yang ia dapat
belum cukup untuk mendapatkan kehidupan yang berkecukupan. Selain itu,
tingkat pendapatan juga dianggap tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan
hidup yang semakin meningkat dan semakin kompleks.

Rendahnya pengetahuan dan parisipasi masyarakat dalam hal kontrol


kinerja aparat pemerintahan serta kebijakan – kebijakan yang diambil, sehingga
rentan penyelewengan kekuasaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab.

Budaya korupsi yang sudah berkembang dimasyarakat. Warisan budaya


korupsi yang sudah ada sejak zaman kolonial yang terus berlanjut hingga masa
pasca Indonesia merdeka, bahkan hingga era reformasi menjadikan korupsi
semakin sulit untuk diberantas secara menyeluruh. Tidak adanya rasa
nasionalisme dalam diri pejabat publik, dan lain-lain.

2. Transparansi
Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah
dan masyarakat. Perencanaan yang transparan meyakinkan masyarakat tentang
sejauh mana kepentingan mereka mampu didokumentasikan secara jujur oleh
pemerintah. Kasus ini menunjukkan rendahnya transparansi pemerintah berkenaan
dengan perencanaan dan implementasi pembangunan wisma atlet. Perencanaan

15
pemerintah membangun wisma atlit kehilangan koneksitas dengan kepentingan
masyarakat. Gagalnya pemerintah menerapkan sistem transparansi ini berakibat
pada berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Adanya politik yang tidak transparan diantara pejabat/partai politik, seharusnya


dengan ada nya kasus korupsi tersebut, pemerintah seharusnya menunjukkan
kinerja dimana pengusutan kasus tersebut sesuai prinsip yang transparansi.
Kasus yang juga tidak rampung dengan banyak nya berbagai pihak yang sudah
terlibat dalam hal ini membuat Pemerintah tidak peduli. Dengan keadaan yang
demikian masyarakat tidak akan percaya dengan proyek yang dikelola Pemerintah
kedepannya akan mendatang manfaat masa depan untuk kepentingan negara dan
masa depan negara ini. Transparansi juga akan sulit dicapai jika semua pihak tidak
melakukan prinsip ini.

3. Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat
yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka.
Tanggungjawab merupakan nilai yang mampu menjembatani relasi antara
pemerintah dan masyarakat untuk menjamin keberlangsungan pemerintahan.
Dalam kasus ini para tersangka telah melanggar akuntabilitas publik karena
terbukti menggunakan kekuasaannya/ penyalahgunaan jabatannya untuk
kepentingan pribadi dan menyebabkab kerugian negara. Dalam hal ini para
tersangka gagal mempertanggung jawabkan kewenangannya terhadap masyarakat.
1. Adanya Penyalahgunaan Jabatan yang dilakukan oleh para pelaku korupsi.
Dalam kasus wisma atlet ini, banyak nya pihak yang telah menyalahgunakan
wewenang atau kekuasaan melalui tindakan uang rakyat , pengawasan yang
dilakukan sejumlah Lembaga seakan belum cukup untuk mengurangi tindakan
korupsi tersebut. Dengan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang
mengindikasikan terabaikan norma-norma etika dalam birokrasi pemerintahan
dalam pembentukan Good Governance.
2. Perbedaan pendidikan/jabatan seseorang yang menyebabkan kesewenang-
wenangan. Kasus wisma atlet ini memberikan gambaran yang cukup jelas bagi
kita bahwa dengan berbagai ragam pendidikan terhadap jabatan seseorang
akan perpengatuh terhadap sikap nya dalam menjalan kepercayaan yang telah

16
diberikan masyarakat. Apalagi kasus suap dan korupsi sudah menjadi budaya
turun menurun dalam suatu proyek, mengakibatkan hal itu menjadi hal yang
biasa dilakukan oleh semua orang. Tergantung posisi jabatan yang dimiliki
juga akan mempengaruhi suatu keputusan dalam suatu proyek yang dipercayai
terhadap Aparatur Negara tersebut. Dengan hukum yang masih lemah di
Negara Indonesia ini masih belum bisa memberantas kasus kasus korupsi yang
terjadi karena efek jera terhadap pelaku masih belum ada.

BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Kasus Wisma Atlet adalah kasus politik yang paling menyita perhatian
masyarakat. Pasalnya KPK juga kesulitan mengusut kejadian tersebut. Disamping
itu orang yang ditetapkan menjadi tersangka Muhammad Nazarudin, pernah pergi
ke luar negeri dan tak kunjung mau pulang sebelum Anas Urbaningrum ketua
umum partai demokrat juga diperiksa. Dari berbagai media Nazarudin
menyatakan ketidaksediaannya untuk pulang ke Indonesia padahal saksi utama
saat itu adalah Nazarudin. Saat pulang ke Indonesiapun Nazarudin dikawal dan
dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka lainnya.
Kejadian Wisma Atlet merugikan keuangan negara disamping karena
mengurangi kepercayaan para penyumbang untuk Sea Games tapi Sea Games
juga diminta oleh masyarakat untuk ditunda. Berdasarkan Keseluruhan Proses
Analisis dan Pembahasan atas kasus suap wisma Atlet SEA GAMES penulis
mengambil kesimpulan berikut :

17
1. Adanya politik yang tidak transparan diantara pejabat/partai politik
2. Adanya Penyalahgunaan Jabatan yang dilakukan oleh para pelaku
korupsi
3. Kurang tegasnya hukum yang berlaku di Indonesia
4. Kurang tanggapnya pemerintah dalam menyelesaikan kasus korupsi di
Indonesia
5. Perbedaan pendidikan/jabatan seseorang yang menyebabkan
kesewenang-wenangan.
Dengan ditegakkannya hukum di Indonesia secara jelas dan tepat maka
segala macam masalah yang ada di Indonesia ini dapat terselesaikan dengan baik.

1.2 Saran
Dari serangkaian uraian pada bab-bab sebelumnya penulis meyakini masih
terdapat berbagai macam kesalahan dan kekeliruan, sehingga masalah-masalah di
Indonesia belum dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis
memberikan saran guna peningkatan kesadaran dan supremasi hukum di
Indonesia karena pada dasarnya Indonesia adalah Negara Hukum, dan Hukum
harus ditegakkan bagi siapa saja yang melanggarnya. Setiap warga Indonesia
wajib mentaati hukum di Indonesia. Mereposisi peran pemerintah, dunia usaha
dan masyarakat, sebab korupsi di lingkungan pemerintah tidak akan terjadi bila
pemerintah menjalankan fungsi kepemerintahan dengan baik, sehingga setiap
tindakan pemerintah mulai dari tahap perencanaan sampai kepada tahap
pengawasan berada dalam control yang tepat. Korupsi juga tidak akan terjadi bila
pengusaha tidak memberikan suap kepada pemerintah untuk memperoleh
berbagai kemudahan. Masyarakat merupakan subyek sekaligus obyek dalam
kehidupan bernegara perlu ditingkatkan perannya dalam mengawasi pemerintah.
Peningkatan peran tersebut diantaranya adalah dengan adanya dukungan akan
kemudahan untuk memperoleh informasi (terkait dengan permasalahan peraturan
mengenai hak kebebasan memperoleh informasi), perlindungan hukum atas
diberikannya informasi mengenai korupsi (terkait dengan permasalahan peraturan
mengenai perlindungan saksi dan korban/whisle blower act). Untuk tahap awal,
sudah saatnya korporasi dan public dilibatkan dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://yanwariyanidwi.wordpress.com/2015/12/15/pengertian-prinsip-dan
penerapan-good-governance-di-indonesia/

http://fauzisyarif4.blogspot.co.id/2013/12/makalah-good-governance.html

http://sarahauliasabila.blogspot.co.id/2014/11/analisa-kasus-mnazaruddin.html

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.


putusan.mahkamahagung.go.id

19
20

Anda mungkin juga menyukai