Resume Agraria
Resume Agraria
Dalam pasal 13 ayat (1) PP. No. 24 Tahun 1997 dikenal 2 (dua) macam bentuk
Pendaftaran tanah untuk pertama kali yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi
semua obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah
suatu desa/kelurahan yang diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah berdasarkan pada
suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah
yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Sedangkan pendaftaran tanah
secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu
atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan secara individual atau massal yang dilaksanakan atas permintaan pihak
yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang
bersangkutan atau kuasanya.
Karena sistem publikasinya negatif (walaupun tidak murni) Dari ketentuan dalam PP
24 Tahun 1997 diketahui bahwa penggunaan sistem pendaftaran hak tidak selalu menunjukan
sistem publikasi yang postif. Sebalinya sistem publikasi positif selalu memerlukan sistem
pendaftaran hak. Sistem publikasi yang digunakan di Indonesia adalah sistem publikasi
negatif yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Tetapi sistem publikasi kita juga bukan
negati murni, karena jika sistem publikasi negatif murni maka tidak akan digunakan sistem
publikasipendaftaran hak. Selain itu biarpun sistem publikasinya negatif, tetapi kegiatan
pengumpulan sampai pnyajian data fisik dan data yurudis yang diperlukan serta
pemeliharaannya dan penebitan sertipaktnya dilaksanakan secara seksama, agar data yang
disajikan sejauh mungkin dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Dengan demikian pengadilanlah yang akan memutuskan alat pembuktian mana yang
benar dan apaila ternyata datadari pendaftaran tanah tidak benar maka diadakan perubahan
dan pembetulan atas keputusan pengadila tersebut. Inilah yang disebut sistem publikasi
negatif yang dianut oleh pendaftaran tanah di Indonesia. Dalam banyak kasus, pemegan hak
yang memiliki sertipikat hak atas tanah, karena gugatan pihak ketiga dapat berakibat
pembatalan sertipikat di tangannya, antara lain kasus Pembatalan Peralihan, Pemecahan dan
Penggabungan pada Tanah Hak Milik, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 19
April 1990 No.1300 K/Pdt/1988 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamh Agung RI tanggal
31 Maret 1993 No.53/PK/Pdt/1991 . Untuk mengatasi tersebut, maka penerapan sistem
publikasi negatif dalam pendaftaran tanah biasanya dibarengi dengan lembaga daluarsa dalam
peraturan mengenai kepemilkian tanah. Tetapi UUPA tidak mengenal lembaga daluarsa yang
berasal dari sistem hukum barat. UUPA yang pembentukannya berdasarkan hukum adat
hanya mengenal lembaga kehilangan hak untuk menuntut. Dalam lembaga rechstverwerking,
jika seseorang membiarkan tanah kepunyaannya selama jangka waktu tertentu, tidak terurus
dan tanah itu digunakan oleh pihak lain dengan itikad baik maka dia tidak dapat lagi
menuntut pengembalian tanahnya dari orang lain tadi. Karena hal ini sama halnya dengan
menelantarkan tanah, yang dalam hukum tanah nasional kita keadaan ini dilarang, yang pada
akhirnya hak atas tanah yang bersangkutan menjadi hapus (Pasal 27,40,45 UUPA dan pasal
55 PP 40/1996). Dengan demikian dapat dikatankan bahwa si pemilik tanah menjadi tidak
dilindungi.
Dalam rangka memberi kepastian hukum kepad para pemegang hak, dalam Pasal 32
aya 1 PP 24/1997 diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian
sertipikat dan syarat apa yang harus dipenuhi untuk dapat merupakan alat pembuktian yang
kuat. Pasal 32 ayat 1 PP24/1997 menyebutkan bahwa: Sertipikat merupakan surat tanda bukti
hak yang merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat
mengenai data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan yang ada dalam Surat Ukur dan
Buku Tanah yang bersangkutan.
Dalam Penjelasan Umum dinyatakan bahwa Selama belum dapat dibuktikan yang
sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat harus diterima
sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupu dalam sengketa di
Pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yng tercantum dalam Surat Ukur dan
Buku Tanah yang bersangkutan.
Dengan berlakunya PP 24/1997 di dalam Pasal 32, Maka upaya perlindungan hak dan
kepastian hukum bagi pemegang sertipikat dapat diberikan dengan dikukuhkannya lembaga
rechtsverwerking (pelepasan hak). Mengingat lembaga rechtsverwerking tersebut sudah ada
dalam sistem hukum tanah adat, maka ketentuan pasal 32 PP 24/1997 itu tidak membuat
ketentuan hukum baru melainkan hanya mgukuhkan lembaga tersebut yang selama ini
merupakan bagian dari hukum adat tertulis.
Selain adanya Pasal 32 PP 24/1997 sebagai lembaga pelepasan hak yang melindungi
pemilik tanah juga sudah ada earlier warning agar terhindar dari penelantaran tanah, yaitu
dengan berlakunya PP 36/1998 tentang Pemanfaatan Tanah-tanah Terlantar yang juga
memberikan batasan waktu yang dapat dianggap telah menelantarkan tanah dan selanjutnya
tanah terlantar tersebut menjadi Tanah Negara.
Adanya ketentua rechtsverwerking dalam PP 24/1997 dalam prakteknya tidak dapat
diterapkan sepenuhnya oleh para Hakim mengingat ketentua rechtsverwerking tersebut
berasal dari hukum adat yang dituangkan dalam yurisprudensi dan tidak ada kewajiban bagi
para hakim untuk mengikutinya.
TUGAS
DAYANG ANTARI
P2B219044
KELAS A
UNIVERSITAS JAMBI
PROGRAM PASCASARJANA
2019