Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah negara hukum. Semua yang menyangkut kesejahteraan umum
sudah diatur dalam undang-undang dalam bentuk peraturan-peraturan tertulis. Dengan
begitu sebuah kepastian hukum untuk seseorang sejahtera hakikatnya telah terjamin
oleh konstitusi yang ada di Indonesia.
Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki peranan sentral dalam
menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar,
notaries dikenal masuk kelompok elit di Indonesia. Posisi notaris yang urgen dalam
kehidupan kemanusiaan tersebut menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli
menjadi penting terutama dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Karena
seorang Notaris harus mengemban tanggung jawab yang besar sehingga diperlukan
ketelitian dan prinsip kehati-hatian.
Dalam bidang hukum keterampilan teknis yang mengabaikan segi yang
menyangkut tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya dan profesi pada umumnya,
serta nilai-nilai etika yang harus menjadi dasar pedoman dalam menjalankan
profesinya, hanya akan menjadi tukang-tukang yang terampil belaka di bidang hukum
dan profesinya.
Perjalanan notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan Negara dan bangsa Indonesia. Sejarah kontemporer Indonesia mencatat
bahwa pada era reformasi terjadi perubahan lembaga notariat yang cukup signifikan.
Perubahan tersebut ditandai dengan berhasilnya pemerintah orde Reformasi
mengundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (UUJN). UUJN merupakan pengganti Peraturan Jabatan Notaris (Stb. 1860-
3) dan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860;3) yang merupakan
peraturan pemerintah Kolonial Belanda.
Dalam dictum penjelasan UUJN dinyatakan bahwa UUD 1945 menentukan secara
tegas bahwa Negara RI adalah Negara hukum. Prinsip Negara hukum menjamin
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut orang lain, bahwa lalu lintas
hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan
dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat.

1
Melaksanakan tugas tersebut tentunya Notaris harus diiringi dengan peraturan
Jabatan Notaris. UUJN Lama yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris No 30 TAHUN
2004 dan UUJN Sekarang Undang-Undang No 2 Tahun 2014 yang perlu dilihat dan
diperhatikan oleh seorang Notaris.
Maka dari itu, diperlukan suatu arah peraturan hukum atau kaedah hukum yaitu
peraturan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata tertib dalam arus
lalu lintas baik bagi Notaris, masyarakat, maupun bagi pihak yang terkait. Aturan
hukum dalam Undang Undang tersebut haruslah berupa hukum yang jelas demi
memberi kepastian hukum. Dengan begitu maka salah satu cara untuk meminimalisasi
konflik-konflik yang akan terjadi baik bagi Notaris, masyarakat, maupun bagi pihak
yang terkait maupun dari pemerintah yang mengatur undang-undang tersebut.
Teknologi dan informasi telah mengalami kemajuan dan perkembangan yang
signifikan sehingga bersifat bumerang sekaligus juga tantangan untuk eksistensi di
dunia profesi notaris. Dengan demikian, hal tersebut menjadikan segala transaksi
diubah dalam bentuk paperless demi efisiensi dan bernilai ekonomis, disamping itu
terdapat juga beberapa syarat yang tidak bisa dihilangkan secara keseluruhan untuk
tetap mempergunakan kertas sebagai bentuk/alat bukti tertulis bahwa telah terjadi suatu
perbuatan hukum, yaitu berupa pembuatan akta yang dibuat dihadapan notaris yang
menjadikan alat bukti tertulis tersebut menjadi akta yang bersifat otentik.
Peran notaris sangat penting bagi kehidupan masyarakat, hal ini dikarenakan
banyaknya masyarakat yang membutuhkan peran notaris demi kepentingan melakukan
transaksi dalam dunia bisnis. Diantaranya yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan
yang mewajibkan dibuatnya akta oleh notaris, dan jika hal ini dilakukan tanpa adanya
akta yang dibuat oleh notaris, maka dengan demikian transaksi itu dianggap tidak
memiliki kekuatan di mata hukum. Hal tersebut menunjukan adanya suatu hubungan
yang besar antara notaris dalam hal keperdataaan maupun hubungan ekonomi didalam
kehidupan masyarakat.
Hubungan keperdataan dari sebuah transaksi yang melibatkan notaris ini memiliki
nilai kemanfaatan yang besar yang ditentukan dalam peran notaris tersebut. seperti data
berupa dokumen yang berbentuk elektronik seperti e-commerce yang membutuhkan
peran keterlibatan bagi para pemegang kepentingan yang terkait, yaitu diantaranya
negara, notaris dan masyarakat itu sendiri.
Dilihat dari permasalahan latar belakang tersebut diatas, maka perlunya dilakukan
suatu pengkajian lebih mendalam mengenai bagaimana perihal kedudukan hukum

2
mengenai akta notaris yang dikaitkan dengan perizinan usaha terbaru bagi dunia
kenotariatan.

B. Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini, terdapat beberapa hal yang akan dibahas untuk kelengkapan
suatu tulisan yang dibuat oleh penulis:
1. Bagaimanakah politik hukum dalam bidang kenotariatan?
2. Bagaimanakah peran politik hukum dalam menopang tugas dan kewenangan
kenotariatan menyongsong era teknologi?

3
BAB III
PEMBAHASAN

1. Politik Hukum dalam bidang Kenotariatan.


Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu usaha
politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan
bagaimana melaksanakan tujuannya. Sedangkan hukum adalah peraturan-peraturan
yang dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi perintah ataupun larangan untuk
mengatur tingkah laku manusia guna mencapai keadilan, keseimbangan dan
keselarasan dalam hidup.
Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang melatar belakangi proses
pembentukan hukum dan kebijakan suatu bidang tertentu, sekaligus juga akan sangat
mempengaruhi kinerja lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dalam bidang
tersebut dalam mengaplikasikan ketentuan-ketentuan produk hukum dan kebijakan, dan
juga menentukan kebijakan-kebijakan lembaga-lembaga tersebut dalam tatanan praktis
dan operasional.
Definisi atau pengertian politik hukum juga bervariasi. Namun dengan meyakini
adanya persamaan substantif antarberbagai pengertian yang ada, maka dapat diambil
pengertian bahwa politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan
secara nasional oleh pemerintah Indonesia. Dari pengertian tersebut terlihat politik
hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan
sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Dengan demikian, politik
hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak
diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti
yang tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau jangka panjang
dan ada yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen misalnya pemberlakuan prinsip
pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan antara kepastian hukum,
keadilan, dan kemanfaatan, penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial dengan
hukum-hukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara, kemerdekaan
kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Di sini terlihat bahwa beberapa prinsip yang
dimuat di dalam Undang-Undang Dasar sekaligus berlaku sebagai politik hukum.
Adapun yang bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat sesuai dengan
perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik yang akan

4
memberlakukan maupun yang akan mencabut, misalnya kodifikasi dan unifikasi pada
bidang-bidang hukum tertentu.
Perbuatan-perbuatan hukum perdata yang menghendaki atau memerlukan alat
bukti otentik berupa akta otentik memerlukan jasa dari seorang notaris. Sekali pun
notaris melaksanakan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan klien, namun demikian
seorang notaris itu harus memenuhi sifat hakiki dari keberadaan (eksistensi)
profesi/jabatannya atas dasar pengangkatan oleh negara/pemerintah.
Hasil pekerjaannya adalah berupa alat bukti. Alat bukti tersebut agar memiliki
keabsahan haruslah sesuai dengan (memenuhi) ketentuan peraturan perundangan-
undangan. Selain itu dalam pelaksanaannya profesi jabatan notaris juga memerlukan
kaedah-kaedah etika profesi sesuai dengan yang telah ditentukan dalam Undang-
Undang Jabatan Notaris.
Notaris sebagai manusia yang bebas dan menjadi elemen penting dalam
pembangunan bangsa kiranya harus lekat dengan sifat-sifat humanisme mengingat
peranannya yang signifikan dalam lalu lintas kemasyarakatan. Posisi notaris yang urgen
dalam kehidupan kemanusiaan menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli
menjadi penting.
Disamping itu, dalam pelaksanaan profesi jabatan notaris memerlukan kaedah-
kaedah etika profesi, dimana dapat dikatakan dalam hal ini pengertian etika adalah ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasan yang berkenaan
dengan hidup yang baik dan yang buruk.
Asal kata etika adalah dari bahasa Yunani, yaitu ethos (bentuk tunggal) yang
berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan,
sikap, cara berfikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti adat istiadat. Arti kata
yang terakhir inilah yang menjadi latar belakangi terbentuknya istilah etika.
Oleh Aristoteles digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan
fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan, dan suara hati.
Etika tidak sama dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu lain pada umumnya terkait dengan
hal-hal konkrit, tetapi etika melampaui hal-hal konkrit. Etika berkaitan dengan boleh,
harus, tidak boleh, baik, buruk, dan segi normatif, segi evaluatif.
Notaris sebagai pejabat umum memiliki peranan sentral dalam menegakkan hukum
di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal masuk
kelompok elit di Indonesia. Notaris sebagai kelompok elit berarti notaris merupakan

5
suatu komunitas ilmiah yang secara sosiologis, ekonomis, poolitis serta psikologis
berada dalam stratifikasi yang relatif lebih tinggi diantara masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan akan jasa notaris dalam masyarakat modern tidak mungkin dihindarkan.
Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah dan pemerintah sebagai organ
Negara mengangkat notaris bukan semata untuk kepentingan notaris itu sendiri,
melainkan juga untuk kepentingan masyarakat luas. Jasa yang diberikan oleh notaris
terkait dengan persoalan trust kepercayaan antara para pihak, artinya negara
memberikan kepercayaan besar terhadap notaris dan dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pemberian kepercayaan kepada notaris berarti notaris tersebut maua tidak mau
telah dapat dikatakan memikul pula tanggung jawab atasnya.
Nilai lebih dari suatu profesi adalah sejauh apakah seorang profesional mampu
menahan godaan atas kepercayaan yang diemban kepada mereka padahal godaan untuk
menyelewengkan kepercayaan begitu besar. Landasan yang berbentuk moralitas
menjadi mutlak untuk dibangun dan notaris sebagai kelompok papan atas, memiliki
andil yang besar bagi masyarakat luas dalam membangun moralitas.
Keberadaan suatu negara hukum mengharuskan adanya pejabat yang dapat
membantu mengatur perhubungan hukum antar warga negara. Di sinilah peran seorang
notaris dibutuhkan. Dalam hal ini bukan hanya membutuhkan polisi, jaksa, atau hakim
yang berfungsi sebagai penegak hukum, namun dalam suatu negara hukum, setiap
perbuatan warga negaranya berkonsekuensi hukum. Sehingga untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam melakukan perhubungan-perhubungan
hukum itu, maka notaris telah ditunjuk dan diangkat oleh negara untuk menangani
masalah-masalah perhubungan hukum antar warga masyarakat itu, dalam hal ini negara
memberikan sebagian kewenangannya kepada notaris.
Seperti telah diketahui bahwa salah satu tujuan politik hukum Indonesia adalah
penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya.
Dan salah satu pelaksana hukum itu sendiri adalah notaris. Dengan adanya penegasan
pada keberadaan notaris sebagai salah satu pelaksana hukum, berarti notaris telah
mendapat hak yang legal untuk menangani perhubungan hukum antar masyarakat.
Selain itu, akta yang dibuat oleh notaris merupakan suatu produk hukum yang diakui
kebenarannya, yaitu suatu produk yang lahir oleh kebijakan politik hukum.

6
2. Politik Hukum dalam menopang tugas dan kewenangan Kenotariatan menyongsong
era Globalisasi.

Revolusi industri 4.0 yang melanda dunia millenial memberikan tantangan pada
semua pihak termasuk profesi hukum yang mengharuskan memunculkan kreativitas
untuk menjawabnya. Di bidang profesi hukum terjadi juga pergeseran akibat revolusi
industri 4.0 yang merupakan tantangan untuk merespon persoalan yang akan datang.
Keterbukaan terhadap sains dan teknologi bagi kalangan hukum tidak dapat dihindari,
sehingga revolusi industri 4.0 membantu percepatan dalam bidang administrasi,
pengarsipan dan pengiriman data.
Dilihat dari history, notaris merupakan pejabat umum negara yang dilantik oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menjalankan dan melaksanakan peran
dan fungsi yang ditentukan oleh negara untuk melakukan layanan kepada umum untuk
masyarakat agar tercapai dan terciptanya kejelasan secara hukum yang berkaitan
dengan hal keperdataan dalam kapasitasnya sebagai pejabat pembuat akta otentik.
Pembuatan akta otentik yang dilakukan oleh notaris baik berupa relaas acten
maupun partij acten diharuskan mengandung unsur objektivitas. Selain notaris, yang
diberi tugas dalam pembuatan akta yang bersifat otentik, adalah Pegawai Catatan Sipil
serta pemangku jabatan lainnya mempunyai tugas dan wewenang dalam melakukan
pembuatan akta yang bersifat otentik yang disebut sebagai pejabat umum.
Notaris memiliki kewenangan untuk membuat suatu bentuk dokumen yang
berbentuk akta, baik akta notaril maupun akta dibawah tangan. Hal ini dapat dikatakan
hanya berupa sebahagian dari keseluruhan tindakan hukum yang berada diranah privat
yang terjadi di masyarakat yang berfungsi sebagai pembuktian yang mempunyai
kekuatan hukum yang sempurna. Jika dilihat melalui ketentuan Pasal 5 ayat (4) Huruf b
Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(selanjutnya disingkat dengan UU-ITE), memberikan penjelasan mengenai
pengharusan pembuatan akta yang berbentuk dokumen sesuai dengan bentuk akta yang
bersifat otentik dan sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan dalam undang-undang
ini yang ditulis dan tertuang dalam bentuk akta notaril.
Terdapat keterkaitan dalam bidang hukum diantara fungsi notaris, fungsi dan
tujuan UU-ITE, serta makna dari pendatanganan akta, yang tercantum didalam sebuah
pernyataan dari keseluruhan transaksi yang bersifat elektronik, dan dapat dianggap
sebagai suatu akta, dan juga pembuktian terhadap hal ini sama seperti akta otentik.

7
Implikasi antara keterlibatan hukum antara fungsi notaris, fungsi dan tujuan UU-ITE,
serta makna dari pendatanganan akta tersebut berada pada beban pembuktian yang ada
pada tanda tangan yang bersifat elektonik. Penerapan penandatanganan yang bersifat
elektronik juga bisa dilakukan di Negara Indonesia, akan tetapi hal ini belum dapat
dilakukan terhadap surat penting yang sah secara hukum, sebab beban pembuktian
keabsahan akta tersebut berada pada tahapan pengesahan yang mustahil untuk
mengubah dokumen yang bersifat elektronik menjadi akta yang bersifat otentik,
meskipun dokumen elektronik tersebut sebagai akta dibawah tangan.
Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, legalisasi
terhadap e-commerce merupakan sah, karena perikatan yang dilakukan secara
elektronik yang melalui perantara elektronik yang adalah berupa perikatan yang
dilakukan secara bebas, baik tertulis ataupun lisan pada dasarnya telah dilakukan
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Jika melihat ketentuan
Pasal 164 HIR, akta atau dokumen elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti tertulis,
hal ini dikarenakan telah memenuhi persyaratan perjanjian sebagaimana yang telah
diatur dalam KUH Perdata.
Kendala yang dihadapi oleh notaris dengan adanya tanda tangan elektronik untuk
dijadikan sebagai alat bukti, dokumen elektronik tersebut harus dinyatakan dengan sah
serta tepat dengan yang aslinya yang sudah ada terlebih dahulu. Pembuktian dokumen
elektronik sebagai alat bukti agar memiliki kekuatan hukum serta kekuatan pembuktian
yang tidak terbantahkan, maka harus disertai dan dibarengi berupa suatu bukti petunjuk
keterangan dari ahli. Diperlukan pengesahan dan pengakuan dari pejabat yang
berwenang diperlukan terhadap segala sesuatu yang mempunyai hubungan dan kaitan
dengan dokumen informasi dan transaksi yang bersifat elektronik tersebut harus sesuai
dengan bagaimana bentuknya yang asli, meskipun didalam persidangan tidak dapat
diperhadirkan.
Arrianto Mukti Wibowo dalam makalahnya menyataka bahwa keaslian tanda
tangan elektronik dapat langsung ditentukan atau dapat langsung diketahui didalam
pengadilan. Hal ini dikarenakan adanya Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
(Certification Authority) yang merupakan lembaga keterkaitan infrastruktur yang ada
diluar para pihak yang telah diberikan lisensi oleh pemerintah untuk menerbitkan tanda
tangan elektronik. Terdapat suatu kekhawatirkan terkait keberadaan penandatanganan
secara elektronik terhadap dokumen elektronik yang dilakukan sesuai dengan peraturan

8
berdasarkan undang-undang yang berlaku, serta sudah mendapat certification authority
terhadap akta yang bersifat otentik yang dibuat didepan dan oleh notaris.
Pasal 5 ayat (4) huruf a UU-ITE menjelaskan bahwa segala jenis surat tidak hanya
surat berharga saja, namun juga terhadap surat yang dipergunakan dalam menegakan
hukum administrasi negara, perdata dan pidana wajib dibuat dengan tertulis
berdasarkan undang-undang Terdapat hubungan terhadap ketentuan sesuatu yang diatur
dalam UU-ITE Pasal 5 ayat (4) huruf a serta ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 ayat
(3) Rancangan Undang- Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi, yang menegaskan
tentang dokumen yang dibuat dalam bentuk elektronik, begitu juga dengan
penandatanganan yang dilakukan secara digital dianggap tidak berlaku terhadap:
1. Membuat serta melaksanakan surat wasiat;
2. Perikatan mengenai transaksi suatu barang tidak bergerak
3. Hak kepemilikan yang dinyatakan dalam dokumen
4. Surat berharga terkecuali saham yang diperjualbelikan dalam bursa efek Dokumen
lainnya sesuai dengan ketentuan didalam perundang- undangan yang terkait
mewajibkan untuk disahkan melalui pejabat yang memiliki kewenangan untuk
mengesahkan dokumen atau juga kepada notaris.
Pasal 5 ayat (4) huruf b UU-ITE memberikan penjelasan mengenai pengecualian
terhadap kedudukan dokumen yang bersifat elektronik serta ditandatangani secara
digital yang tak tergantikan posisi serta fungsi akta yag bersifat otentik dimana proses
pembuatannya dilakukan dihadapan Pejabat Umum, pembuatan akta tersebut telah
ditentukan dalam perundang-undangan ataupun juga akta yang oleh masyarakat
dikehendaki. Tidak hanya sebatas itu saja, akta yang dibuat oleh notaris yang dilakukan
melalui media teknologi dan informasi juga berkekuatan hukum dan jika dalam
pembuatannya dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan berlaku, meskipun
pengaplikasiannya dilakukan melalui sistem elektronik.
Namun ketentuan tersebut hanya sebuah alternatif atas posisi dokumen yang
bersifat elektronik dan juga tandatangan yang bersifat digital yang dilakukan untuk
proses membuat dan melaksanakan baik surat berharga, surat wasiat, dan juga perikatan
atas objek barang tak bergerak, surat-surat penting mengenai penunjukan hak atas
kepemilikan, dokumen yang bersifat elektronik, serta penandatanganan secara digital
yang tidak berkedudukan sama atas surat bukti tertulis lainnya, serta juga
penandatanganan secara manual yang dilakukan seperti biasanya.

9
Peraturan perundang-undangan mewajibkan surat dan juga dokumen yang terkait
harus dilaksanakan dalam bentuk akta notaris atau akta yang dihasilkan oleh pejabat
pembuat akta notaril yang bersifat otentik, kecuali terhadap surat-surat penting yang
bersifat elektronik yang menggunakan penandatanganan secara digital. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (4) UU-ITE yang menyatakan bahwa surat-surat penting
tersebut tidak termasuk surat penting yang dibuat secara elektonik sebagaimana
dinyatakan tak bisa dijadikan alat pembuktian yang sah. Ketentuan mengenai surat dan
dokumen yang diwajibkan dibuat dalam bentuk akta notaril sebagaimana yang diatur
menurut Undang-Undang dan juga dalam ketentuan UU-ITE, kecuali terhadap surat
dan dokumen yang ditentukan lain dalam UU-ITE. Ketentuan tersebut tidak akan dapat
menggantikan kedudukan dari akta otentik yang dibuat di hadapan atau dibuat oleh
Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Pasal 5 ayat (4) huruf d UU-ITE yang menyatakan bahwa seluruh surat-surat
penting yang tertuang didalam akta notaril, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-
undang, mempunyai implikasi yuridis terhadap Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Kata “semua” dalam ketentuan yang ada di Pasal 5 ayat (4) huruf d tersebut memiliki
makna bahwa akta otentik tidak hanya sebatas kepada akta otentik yang bentuknya
yang telah ditentukan oleh undang-undang saja, namun juga dalam bentuk apa yang
dikehendaki oleh masyarakat atau para pihak yang terdapat didalam akta selama
pernyataan tersebut dibuat dalam bentuk akta otentik yang bentuk nyatanya dibentuk
dan dibuat dengan menggunakan media cetak, serta non-elektronik juga, melainkan
terhadap akta yang dibentuk dihadapan dan dibuat oleh notaris yang berfungsi untuk
dijadikan akta yang bersifat otentik seperti yang tercantum dan diatur dalam undang-
undang, yakni akta pejabat (relaas acten) dan akta para pihak (patij acten).
Wewenang penuh sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris yang dimiliki oleh seorang Notaris untuk membentuk dan membuat
akta-akta memiliki kekuatan pembuktianya sempurna. Pembuktian yang sempurna ini
dapat dilihat dari keterangan yang dapat diandalkan dan dapat dipercayai, bersifat tidak
memihak dan tanda tangan serta segel (cap) yang dibuat oleh Notaris memberikan bukti
dan jaminan yang kuat. Ini juga berfungsi untuk melindungi suatu perjanjian yang
terlah dibuat pada kemudian hari atau pada saat yang akan datang, hal inilah yang perlu
dilakukan seorang Notaris untuk mencegah terjadinya kesulitan yang akan terjadi itu.

10
Hal tersebut diatas dilakukan terutama dalam membuat akta pejabat (ambtelike
akten/ relaas acten) yang hanya dapat ditandatangani oleh seorang Notaris dan
memiliki sifat otentik sekalipun tidak ditandatangani oleh para pihak yang ada didalam
akta, seperti laporan RUPS, hal ini sesuai dengan pengertian dari kata relass yang
memiliki arti bericht verslaas atau laporan (report) atau proses verbal seorang pejabat
(written account). Kedudukan Notaris yang tidak hanya sebatas “tukang” atau “juru
tulis”, melainkan sebagai “pejabat umum” juga memiliki kewajiban untuk menegakkan
dan menjalankan prinsip good governance atau general principles of good
administration meliputi asas-asas yang mengutamakan: kepastian hukum; kepentingan
umum; tertib penyelenggaraan; keterbukaan; efisiensi profesionalitas; efektivitas; dan
akuntabilitas.
Penggunaan tanda tangan elektronik sebagaimana yang telah diatur di Pasal 11
UU-ITE akan berkekuatan hukum serta juga sebagai ketentuan baku dalam
mengamankan tanda tangan yang bersifat elektronik diatur didalam ketentuan Pasal 12
ayat (2) UU-ITE, dan kedua hal yang telah dibahas itu adalah suatu tata cara serta
mengandung asas kehati-hatian dalam penggunaan surat penting yang berbentuk
elektronik. Dan tata cara pelaksanaan dari asas kehati-hatian dalam penggunaan
dokumen yang bersifat elektronik ini merupakan alasan hukum untuk melahirkan suatu
hak yang dan memperkuat atau juga menolak suatu hak. Namun penolakan dan
memperkuat dokumen elektronik jika dikaitkan dengan jabatan profesi notaris dapat
menimbulkan permasalahan hukum yang disebabkan oleh kewenangan yang dimiliki
notaris secara eksternal mengalami pelemahan yang disebabkan oleh sistem hukum
yang berkembang di Indonesia.
Sistem hukum yang diterapkan dalam pemerintahan Negara Republik Indonesia
adalah tata hukum campuran, yakni campuran civil law, common law, tata hukum
Islam, serta Hukum Adat yang membentuk suatu ketentuan yang berbentuk undang-
undang. Serta hal tersebut mengakibatkan kemunduran yang dialami oleh lembaga
kenotariatan, dan apabila tidak segera ditanggapi atau dibiarkan sampai berlarut-larut
oleh para pengurus yang berada di perkumpulan yang disebut dengan Ikatan Notaris
Indonesia, dengan demikian, kenotariatan semakin lama hanya menjadi perkumpulan
para tukang stempel.
Notaris dituntut untuk mengikuti juga menyesuaikan perkembangan era globalisasi
yang terjadi pada saat ini, hal ini dikarenakan adanya hubungan keperdataan yang dapat
terjadi transaski yang dilakukan secara media elektronik atau transaksi yang dilakukan

11
secara online, serta semakin banyak mengalami perkembangan dan saling terintegrasi
satu sama lainnya. Profesi notaris dalam menjalankan tugasnya berfungsi membuat
suatu alat bukti sebagaimana yang diinginkan oleh para pihak yang terkait dalam alat
bukti tersebut dalam melakukan suatu tindakan hukum tertentu, serta alat bukti yang
dimaksud dalam ranah hukum perdata. Notaris dalam membuat suatu akta, harus
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh para pihak yang menghadap, tanpa adanya
permintaan dari para pihak, notaris tidak akan mengeluarkan atau membuat akta
apapun.
Kewenangan dan kedudukan notaris untuk membuat akta notaris sangatlah penting
untuk membantu terciptanya kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, hal
ini disebabkan kedudukan dan kewenangan notaris berada dalam ranah prefentif atau
ranah pencegahan atas terjadinya masalah hukum. Akta otentik yang dibuat oleh notaris
merupakan suatu bingkai perbuatan hukum yang berada dalam ranah hukum perdata
yang dilakukan oleh masyarakat yang kedepannya akta terbut dapat dipergunakan
sebagai alat bukti yang sempurna di pengadilan. pada hakekatnya notaris merekam atau
mengkonstantir perbuatan hukum para pihak yang berkempentingan dalam bentuk
tertulis.
Akta notaris dibuat denga tujuan agar para pihak yang memiliki kepentingan dalam
melakukan perbuatan hukum dapat dituangkan dalam sebuah akta notaris atau akta
otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang kuat dan sempurna. Oleh
karenanya, pembuatan akta notaris atau akta otentik harus dilakukan berdasarkan dalam
Pasal 1868 KUH Perdata, serta berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan, seperti
memenuhi ketentuan bentuk akta notaris yang terdiri dari awal akta, badan akta dan
penutup/ akhir akta sebagaimana yang telah dinyatakan dan juga sesuai dengan
ketentuan Pasal 38 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

12
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan diatas, maka kesimpulan yang dapat
penulis berikan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam
suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem
tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya.
Politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat
menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Disamping
itu, politik hukum dalam suatu negara hukum tidak luput dari peranan berbagai penegak
hukum dimana salah satu penegak hukum dalam hal ini adalah notaris. Yang mana
keberadaan notaris tersebut dibutuhkan di dalam suatu negara hukum agar dapat mengatur
perhubungan hukum antar masyarakat di dalamnya. Selain itu, notaris merupakan jawaban
atas kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum yang netral dan berimbang sehingga
melindungi kepentingan hukum masyarakat. Notaris juga diharapkan dapat memberikan
penyuluhan hukum, khususnya dalam pembuatan akta, sehingga masyarakat akan
mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum, sehubungan dengan semakin
meningkatnya proses pembangunan sehingga meningkat pula kebutuhan hukum dalam
masyarakat.
Amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang menyatakan bahwa tujuan negara
diantaranya adalah memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan kepastian hukum,
negara mewujudkannya dengan diantaranya membuat UU-ITE. Implikasi yuridis yang timbul
dari UU-ITE terhadap Notaris/PPAT telah dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (4) huruf d UU
ITE. Fungsi kedudukan dan kewenangan notaris dalam membantu dan menciptakan kepastian
serta perlindungan hukum bagi masyarakat dinilai sangat penting. Hal ini terjadi karena akta
notaris yang dibuat berdasarkan kewenangan notaris berada dalam ranah prefentif, akta
notaris ini merupakan suatu bentuk pecegahan apabila terjadi masalah hukum. Akta otentik
yang dibuat oleh notaris merupakan suatu bingkai perbuatan hukum yang berada dalam ranah
hukum perdata yang dilakukan oleh masyarakat yang kedepannya akta terbut dapat
dipergunakan sebagai alat bukti yang sempurna di pengadilan, sebagaimana yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang -Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Profesi notaris dalam menjalankan tugasnya
berfungsi membuat suatu alat bukti sebagaimana yang diinginkan oleh para pihak yang

13
terkait dalam alat bukti tersebut dalam melakukan suatu tindakan hukum tertentu, serta alat
bukti yang dimaksud dalam ranah hukum perdata.
Notaris dalam membuat suatu akta, harus berdasarkan permintaan yang diajukan oleh
para pihak yang menghadap, tanpa adanya permintaan dari para pihak, notaris tidak akan
mengeluarkan atau membuat akta apapun. Pembuatan akta yang dilakukan oleh Notaris
tersebut juga dilakukan berdasarkan alat bukti atau keterangan dan/ atau juga pernyataan
yang diperoleh notaris dari para pihak yang selanjutnya diterangkan atau juga dinyatakan
serta diperlihatkan kepada atau dihadapan notaris tersebut, kemudian notaris akan membuat
akta notaris secara lahiriah, formil dan materil.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghofur, Abdul. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia. Yogyakarta: UII Press.


2. Darji Darmodiharjo dan Shidarta. 2004. Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
3. Rudy T Erwin, J.C.T Simorangkir dan J.T. Prasetyo. 1987. Kamus Hukum. Jakarta:
Aksara Baru.
4. Nico. 2003. Tanggung Jawab Notaris selau Pejabat Umum. Yogyakarta: Center for
Documentation and Studies of Business Law.
5. Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1995.
6. Arimukti Wibowo dkk, Kerangka Hukum Digital Signature dalam Elektronic
Commerce, disampaikan dalam seminar Masyarakat Telekomunikasi Indonesia Pusat
Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, Juni, 1999.
7. Habib Adjie, Hukum Notaris di Indonesia-Tafsiran Tematik terhadap UU No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Bandung: PT. Refika Aditama, 2008.
8. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
9. Liliana Tegjosaputro, Tantangan Praktek Kenotariatan dalam Menghadapi Revolusi
Industri 4.0, bahan ajar Universitas 17 Agustus 1845, Semarang.
10. Tan Thong Kie, Studi Notariat, Beberapa Mata Pelajaran dan Serba-serbi Praktek
Notaris, (Jakarta: PT. Ichitar Baru Van Hoeve, 2007)
11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
12. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

15

Anda mungkin juga menyukai