2015-050-251
Asuransi Rangkap
Umum
252 KUHD
“Kecuali dalam hal yang ditentukan oleh undang-undang, tidak boleh diadakan asuransi
kedua untuk waktu yang sama dan untuk evenemen yang sama atas benda yang sudah
diasuransikan dengan nilai penuh, dengan ancaman asuransi yang kedua tersebut batal.”
Pasal 252 KUHD tidak mempedulikan apakah asuransi rangkap itu dibuat dengan itikad baik
atau tidak, apakah dibuat dalam polis yg berlainan atau tidak, tetap dilarang atau batal dengan
sendirinya.
Asuransi yang Tidak Diperbolehkan
277 Ayat 1 & 2 KUHD
“Apabila beberapa asuransi dengan itikad baik diadakan untuk benda yang sama, sedangkan
asuransi pertama diadakan dengan nilai penuh, maka asuransi inilah yang mengikat dan
asuransi lainnya dibebaskan."
“Apabila asuransi pertama tidak diadakan dengan nilai penuh, maka asuransi-asuransi
berikutnya hanya mengikat untuk nilai sisanya menurut urutan waktu asuransi itu diadakan.”
Asuransi Rangkap dilarang untuk mencegah jangan sampai terjadi bahwa tertanggung
memperoleh ganti kerugian melebihi nilai benda sesungguhnya, dan untuk mengetahuinya ada
atau tidaknya asuransi rangkap yaitu pada saat terjadi evenemen, bukan pada saat ditutupnya.
Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila
diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Yang harus disepakati adalah:
Kewenangan
Kewenangan subjektik yang artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak
dibawah perwakilan, dan pemegang kuasa yang sah.
Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan sah dengan benda
objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan milik sendiri. Sedangkan
penanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan
anggaran dasar perusahaan
Apabila asuransi diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga maka tertanggung yang
mengadakan asuransi tersebut mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga
Obyek Tertentu
Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak haruslah berkenaan
dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Mengenai hal ini dapat kita
temukan dalam pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata.
Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”
Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan
jenisnya Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu
terkemudian dapat ditentukan / dihitung”
Kausa Halal
Pada isi perjanjian tersebut tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan
tidak bertentangan dengan kesusilaan
Sya’ri
Syarat sahnya AKAD
Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:
1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan
kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal
251 KUHD);
2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani
(Pasal 269 KUHD);
Sanksi
Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tetanggung dapat
dikenakan sanksi berupa:
Sanksi Administratif
Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
1. Perizinan usaha;
2. Kesehatan keuangan;
3. Penyelenggaraan usaha;
4. Penyampaian laporan;
5. Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung;
dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan
izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU
Asuransi, berikut ini:
Dasar Hukum
- Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahuinya, di mana apabila hal tersebut disampaikan
kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal
251 KUHD).
- Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani
(Pasal 269 KUHD).
Dengan demikian pada pasal 249 KUHD meliputi lebih dari pada cacat barang saja. Dan
memang perumusan pada pasal 249 KUHD itu lebih tepatnya daripada perumusan yang
biasanya dipakai dalam ilmu pengetahuan hukum, yang hanya menyebut cacat dari barang saja
Pembebasan asurador (Penjamin)
Menurut pasal 249 KUHD asurador bebas dari pertanggungjawaban, apabila ternyata
kerugian yang menimpa pada barang yang dijamin itu diakibatkan oleh cacat saja dari barang
itu.
Peristiwa adanya kerugian yang diakibatkan oleh cacat barang itu, merupakan peristiwa yang
belom tentu akan terjadi. Dengan demikian apabila pasal 249 KUHD tidak ada, maka asurador
bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Tetapi dengan adanya pasal 249 KUHD asurador
akan dibebaskan dari tanggung jawab
Dalam paraktik polis asuransi sering memuat clausule all risks yang berarti, bahwa asurador
memikul segala resiko
Dalam pasal 249 KUHD dikatakan bahwa secara tegas untuk pertanggungjawaban asurador
atsa kerugian akibat cacat barang, harus ada janji khusus yang tegas
“Tidak ada kerugian yang disebabkan oleh kesalahan sendiri dari pihak terjamin, termasuk
tanggungan asurador. Asurador malah berhak menahan/menuntut pembayaran uang premi
apabila sudah mulai menghadapi bahaya yang bersangkutan”
Pengertian asuransi sosial juga tertuang dalam Pasal 1 butir (3) Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa “Program
Asuransi Sosial adalah program yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-
undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat."
Landasan hukum diselenggarakannya asuransi sosial sudah diatur dalam Undang-undang
Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berbunyi:
“Asuransi sosial adalah mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari
iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta atau
anggota keluarganya.”
Asuransi Sosial secara umum meliputi:
Asuransi Sosial ditawarkan melalui beberapa bentuk oleh pemerintah dan bersifat wajib
(compulsory basis).
Asuransi Sosial didesain untuk memberikan manfaat kepada seseorang yang
pendapatannya terputus karena kondisi sosial dan ekonomi atau karena
ketidakmampuan mengendalikan solusi secara individu
Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib
berdasarkan suatu undang- undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan
dasar bagi kesejahteraan masyarakat
Program Asuransi Sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara
(Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian)
Asuransi sosial di masa lalu terdiri atas lima perusahaan persero berstatus BUMN, antara lain:
PT Askes (Persero)
PT Jamsostek (Persero)
PT Taspen (Persero)
PT Asabri (Persero)
Pada perkembangannya, PT Askes dan PT Jamsostek melebur menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial atau disingkat BPJS.
CIRI - CIRI ASURANSI SOSIAL
1. Penanggung (biasanya suatu organisasi dibawah wewenang pemerintah).
2. Tertanggung (biasanya masyarakat luar anggota atau golongan masyarakat tertentu).
3. Risiko (suatu kerugian yang sudah diatur dan ditentukan lebih dahulu).
4. Wajib (berdasarkan suatu ketentuan undang-undang atau peraturan lain).
Jenis-Jenis Asuransi Sosial di Indonesia
1. Berorientasi pada perlindungan dasar atau minimal untuk menanggulangi risiko sosial
ekonomi yang mengakibatkan hilang atau berkurangnya penghasilan, misalnya : karena
kecelakaan, cacat, hari tua, PHK, meninggal dunia.
2. Memiliki ciri atau karakteristik tersendiri karena dilaksanakan secara nasional, bersifat
wajib dan merupakan produk peraturan perundangan tersendiri.