Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA

KEPALA DI RUANG IGD RSUD dr.Saiful Anwar Malang

NAMA : Agung Tri Widodo


NIM : 1520004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Px dengan CIDERA KEPALA di RUANG IGD


Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang yang Dilakukan Oleh :
Nama : Agung Tri Widodo
NIM : 15.20.004
Prodi : Pendidikan Profesi Ners
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
Departemen Keperawatan Medikal Bedah, yang dilaksanaka pada tanggal 18
November 2019 – 29 November 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Malang, November 2019

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (.............................................)

(.............................................)
(.....
.............
.............
.............
.)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak

yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi

otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008), cedera

kepala biasanya diakibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan.

Sedangkan akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah

kematian.

Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan

fisik maupun psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala

memegang peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi.

Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdarahan. Cedera kepala

berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma.

Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu,

diharapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan

morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya

rujukan dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan

berkurangnya pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007).

Sedangkan berdasarkan Mansjoer (2002), kualifikasi cedera kepala

berdasarkan berat ringannya, dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala ringan,

cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Adapun penilaian klinis

untuk menentukkan klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran pada pasien 2

cedera kepala menggunakan metode skala koma Glasgow (Glasgow Coma


Scale) (Wahjoepramono, 2005). Cedera kepala akibat trauma sering kita

jumpai di lapangan. Di dunia kejadian cedera kepala setiap tahunnya

diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita

meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita

menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut

(Depkes, 2012).

Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat

cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang

memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia

di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih

dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai

signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer, 2002).

Berdasarkan data yang didapatkan dari instalasi gawat darurat (IGD)

RSUD Kabupaten Sragen pada tanggal 02–28 Juli 2012 adalah data cedera

kepala masuk dalam 10 besar kasus yang terjadi di IGD sebanyak 31 kasus

cedera kepala, yang terbagi kebanyakan adalah cedera kepala sedang

dengan 17 kasus. Oleh karena banyaknya kasus cedera kepala tersebut,

maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang asuhan

keperawatan pada pasien dengan cidera kepala sedang di Instalasi Gawat

Darurat ( IGD) RSUD Sragen.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Trauma / cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah


kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik
secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi & Rita
Yuliani, 2001).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau
trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig,
serta edema cereblal disekitar jaringan otak (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit
kepala,tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit
neurologik yangserius diantara penyakit neurologik dan merupakan
proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare
2001).

2.2 Etiologi

Cedera kepala disebabkan oleh :


1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

2.3 Klasifikasi

Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat berdasarkan nilai

dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu:

a. Ringan

1. GCS = 13 – 15

2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau

amnesia kerang dari 30 menit.

3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada

fraktur, tidak ada fraktur cerebral, hemato

b. Sedang

1. GCS = 9 – 12

2. Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang

dari 24 jam

3. Dapat mengalami fraktur tengkorak


c. Berat

1. GCS = 3 – 8

2. Kehilangan kesadaran dana tau terjadi amnesia lebih dari 24 jam

3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hemato intracranial

2.4 Patofisiologi

Menurut Tarwoto (2007) adanya cedera kepala dapat


mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim
otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan
biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan
permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan
menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera
kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera
jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada
masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini
dapat bersifat ( fokal ) local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu
kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala,
sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu
kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan
umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer,
misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral
menimbulkan hematoma, misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah
di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan
durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang
antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
2.5 Pathway
2.6 Manifestasi Klinis

1. Nyeri yang menetap atau setempat.


2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak : hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan
darah terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda
battle), otoreaserebro spiral (cairan cerebros piral keluar dari telinga),
minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing/berkunang-kunang. Peningkatan TIK.
7. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis ekstremitas.
8. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik,


menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak,
2. Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
4. Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika peningkatan tekanan intracranial.
5. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial.
2.8 Penatalaksanaan

Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan
benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan
dan memasang collar cervikal, pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir.
Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus
diintubasi.
2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak.
Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan
selidiki danatasi cedera dada berat seperti pneumotoraks tensif,
hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2
minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 yang adekuat (Pa O2 >95% dan Pa
CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien
harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi.
3. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya
cedera intra abdomen/dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung
dan tekanan darah pasang EKG. Pasang jalur intravena yg besar.
Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan
eksaserbasi edema.
4. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan
harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-
lahan dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil
diberikan fenitoin15mg/kgBB.
5. Menilai tingkat keparahan : Cidera Kepala Ringan ,Cidera Kepala
Sedang ,Cidera Kepala Berat.
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto
tulang belakang servikal (proyeksi A-P, lateral dan odontoid),
kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal
C1-C7 normal.
7. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat :
 Pasang infus dgn larutan normal salin (Nacl 0,9%) atau RL cairan
isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada
cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri.
 Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap,
trombosit, kimia darah. Lakukan CT scan pasien dengan CKR,
CKS, CKB harus dievaluasi adanya :
a) Hematoma epidural
b) Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
c) Kontusio dan perdarahan jaringan otak
d) Edema cerebri
e) Pergeseran garis tengah
f) Fraktur cranium
g) Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-
tanda herniasi lakukan : elevasi kepala 30, hiperventilasi,
berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.
Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar
¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I
 Pasang kateter foley
 Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom
epidural besar, hematom sub dural, cedera kepala terbuka, fraktur
impresi >1 diplo).
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Cedera Kepala


a) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau
Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
(kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.
b) Blood:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
c) Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku
dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.
d) Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia urin, ketidakmampuan menahan miksi.

e) Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah,
mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami
perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.

f) Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan
refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus
otot.

2. Prioritas perawatan pada Cedera Kepala:


 Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
 Mencegah komplikasi
 Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
 Pendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
 Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.
3. Diagnosa Keperawatan Pada Cedera Kepala:
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma), edema cerebral, penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau
kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
c. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis).
d. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik
psikologis.
e. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif.
Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan
untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
h. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional.
Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol


3 ed-8. Jakarta : EGC

http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-
pendahuluan-cedera-kepala.html

http://arsipguntur.blogspot.co.id/2013/05/lp-cedera-kepala-
berat.html?m=1

http://lutfyaini.blogspot.co.id/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-
cidera.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai