Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari civil
society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam
ceramahnya pada symposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara
festival Istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan.
Masyarakat madani di Indonesia memiliki banyak kesamaan istilah dan
penyebutan, namun memiliki karakter dan peran yang berbeda satu dari yang
lainnya. Merujuk sejarah perkembangan masyarakat sipil ( civil society ) di Barat,
banyak ahli di Indoenesia menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa
: masyarakat sipil yang umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan
lembaga Negara yang dikenal dewasa ini. Dibawah ini beberapa tuntutan yang baru,
demikian kata filsuf khun. Karena menurut khun, apabila tantangan-tantangan baru
tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigm lama, maka segala usaha yang
dijalankan akan memenuhi kegagalan.
Masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban
maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat madani adalah system social yang subur yang diasaskan kepada prinsip
moral perorangan dengan kestabilan masyarakat istilah dan penggagas yang
mengacu pada pengertian masyarakat sipil, sebagaimana yang dirumuskan oleh
Dawam Rahardjo.
Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan
berbagai trobosan didalam berpikir, menyusun konsep, serta tindakan-tindakan.
Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman,
“diperlukan suatu paradigm baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Masyarakat Madani ?
2. Bagaimana Karakteristik Masyarakat Madani ?
3. Bagaimana Tipologi Sosial dalam gerakan masyarakat madani ?
4. Bagaimana Konsep masyarakat madani dalam perspektif Islam ?
5. Bagaimana Analisis Kasus pada Mayarakat Madani ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat Madani adalah terjemahan dari civil atau civilized society, yang
berarti bermasyarakat yang berperadaban. Untuk pertama kali istilah Masyarakat
Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri
Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani merupakan system social
yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Menurut Ibrahim dalam ubaedillah, masyarakat Madani merupakan sistem
sosial yang subur, berdasakan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari Individu dan
masyarakat berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan
undang-undang, dan bukan nafsu atau keinginan individu. Menurut pula,
masyarakat madani mempunyai ciri-cirinya yang khas, kemajemukan budaya
(multicultural), hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling memahami dan
saling menghargai. (Ubaedillah dkk,2010:176)
Dawam Rahadjo mendefinisikan masyarakat madani dengan sebagai proses
penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijaksanaan bersama.
Dawam menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan
integrasi social yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri
dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu
persaudaraan.
Masyarakat madani adalah kelembagaan social yang akan melindungi warga
Negara dari perwujudan kekuasaan Negara yang berlebihan. Bahkan masyarakat
madani tiang utama kehidupan politik yang demokratis. Sebab masyarakat madani
tidak saja melindungi warga Negara dalam berhadapan dengan Negara, tetapi juga
merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.

2
2.2 Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-
unsur social yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani.
Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat menjadi
karakter khas masyarakat madani. Beberapa unsur pokok yang harus dimiliki oleh
masyarakat madani adalah wilayah publik yang bebas (free public sphere),
demokrasi, toleransi, kemajemukan (pluralism), dan keadilan social (social jutice).
(Azra. 2000)
a. Wilayah Publik yang Bebas
Free public sphere adalah ruang public yang bebas sebagai sarana untuk
mengemukakan pendapat warga masyarakat.
b. Demokrasi
Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society
yang murni (genuine). Tanpa demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin
terwujud. Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang
bersumber dan dilakukan oleh, dari, untuk warga negara.
c. Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan
pendapat. Lebih dari sikap menghargai pandangan berbeda orang lain, toleransi,
mengacu pandangan Nurcholish Madjid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban
melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan
yang menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda, maka hasil itu
harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yang
benar.
d. Pluralisme
Kemajemukan atau plurarisme merupakan prasyarat lain bagi civil society.
Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima
kenyataan social yang beragam

3
2.3 Tipologi Sosial Dalam Gerakan Masyarakat Madani
Indonesia memiliki tradisi kuat civic society (masyarakat madani). Bahkan jauh
sebelum Negara bangsa belum berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat
yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan
nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai
organisasi perjuangan penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan
kolonial, organisasi berbasis Islam, seperti Sarekat Islam (SI), Nahdlatul Ulama
(NU), dan Muhammadiyah, telah menunjukkan kiprahnya sebagai komponen civil
society yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia.
Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana
seharusnya bangunan masyarakat Madani bisa terwujud di Indonesia.
Pertama, pandangan integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan
bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-
hari dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara
yang kuat. Demokrasi tanpa kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat di
kalangan warga Negara, demokrasi hanya akan dipahami sebagai kebebasan tanpa
batas yang diwujudkan dengan tindakan-tindakan anarkis yang berpotensi pada
lahirnya kekacauan sosial, ekonomi, dan politik.
Kedua, pandangan reformasi sistem politik demokrasi, yakni pandangan yang
menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung
pada pembangunan ekonomi. Dalam tataran ini, pembangunan institusi-institusi
politik yang demokratis lebih diutamakan oleh Negara dibanding pembangunan
ekonomi. Model pengembangan demokrasi ini pun pada kenyataannya tidaklah
menjamin demokrasi berjalan sebagaimana layaknya. Kegagalan demokrasi di
sejumlah Negara dalam banyak hal berhubungan dengan tingkat kemiskinan warga
negaranya.
Ketiga, paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama
pembangunan demokrasi. Pandangan ini merupakan paradigma alternative di antara
dua pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan
demokrasi. Berbeda dengan dua pandangan pertama, pandangan ini lebih
menekankan proses pendidikan dan penyadaran politik warga Negara, khususnya
kalangan kelas menengah. Secara teoretis, upaya pendidikan dan penyadaran politik

4
kelas menengah dapat dianggap sebagai bagian dari proses penyadaran ideologis
warga Negara, sebagaimana pernah disinggung oleh Gramsci (1891-1937). Melalui
proses pendidikan politik, diharapkan lahir tatanan masyarakat yang secara
ekonomi dan politik mandiri. Kemandirian mereka pada akhirnya akan melahirkan
kelompok masyarakat madani yang mampu melakukan kontrol terhadap hegemoni
Negara.
Bersandar pada tiga paradigma di atas, pengembangan demokrasi dan
masyarakat madani selayaknya tidak hanya bergantung pada salah satu pandangan
tersebut. Sebaliknya, untuk mewujudkan masyarakat madani yang seimbang
dengan kekuatan Negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma. Setidaknya
tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi di masa
transisi sekarang melalui cara:
a. Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi
kelas menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat
madani yang madiri secara politik dan ekonomi. Dalam pandangan ini,
Negara harus menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator bagi
pengembangan ekonomi nasional. Tantangan pasar bebas dan
demokrasi global mengharuskan Negara mengurangi perannya sebagai
aktor dominan dalam proses pembangunan masyarakat madani yang
tangguh.
b. Mereformasi sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-
lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi.
Sikap pemerintah untuk tidak mencampuri atau memengaruhi putusan
hukum yang dilakukan oleh lembaga yudikatif merupakan salah satu
komponen penting dari pembangunan kemandirian lembaga demokrasi.
c. Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga
Negara secara keseluruhan. Pendidikan politik yang dimaksud adalah
pendidikan demokrasi yang dilakukan secara terus-menerus melalui
keterlibatan semua unsur masyarakat melalui prinsip pendidikan
demokratis, yakni pendidikan dari, oleh, dan untuk warga Negara.
(Ubaedillah,2008 :187-190)

5
2.4 Konsep Masyarakat Madani dalam perspektif Islam
Dalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu pada penciptaan peradaban.
Kata al-Din yang umumnya diterjemahkan sebagai agama berkaitan dengan makna
al-tamaddun atau peradaban. Keduanya mnyatu dalam pengertian al-Madinah yang
arti harfiyahnya adalah kota. Dengan demikian makna civil society sebagai
masyarakat madani yang mengandung 3 hal yakni agma, peradaban dan perkotaan.
Dari konsep ini tercermin agama merupakan sumber, peradaban adalah prosesnya
dan masyarakat kota adalah hasilnya.
Secara etimilogi madinah adalah kata dari bahasa arab yang mempunyai dua
pengertian: pertama; madinah berarti kota atau disebut dengan masyarakat kota.
Karen kata madani adalah turunan dari kata bahasa arab madina yang juga dalam
bahaa Yunani disebut Polis dan Pilicita yang kemudian menjadi dasar kata policy
dan politic dalam bahasa Inggis. Kedua; masyarakat berperadaban karena
masyarakat Madinah juga derivat dari kata tamaddun atau madaniyah yang berarti
peradaban yamg dalam bahasa inggris dikenal dengan civility atau civilization dan
kata sifat dari Madinah adalah madani. Civilization soviety atau civil society dalam
Bahasa Arab dapat disebut mujtma’ madani, masyarakat berperadaban. Jadi
masyarakat madani dapat berarti sama dengan civil society karena masyarakat yang
menjungjung tinggi nilai-nilai peradaban.
Islam sebagai suatu agama yang menawarkan aturan-atauran yang
komperhensif yang mengurus hampir segala aspek kehidupan manusia. (Latif.
2007:60) juga mengatur bagaimana konsep masyarakat yang ideal. Konsep
masyarakat dalam islam terangkum dalam konsep ummah sebagaimana termuat
dalam berbagai ayat dalam Al-Qur’an yang memberikan beberapa peran dan posisi
umat islam dengan kategori kahiru ummah (masyarakat terbaik). Ummatan
wasathan( masyarakat seimbang) dan ummah muotasidah (masyarakat moderat).
Selain berumber dalam Al-Qur’an. Nabi saw membawa risalah agama islam telah
menunjukan keberhasilan terbesar yakni meletakan fondasi masyarakat untuk
medirikan masyarakat taat hukum didalam kota mulia ( al-madinah al-fadillah).
(Umari. 1999)
Madinah merupakan negara yang didirikan untuk membangun peradaban baru.
Para sejarawan ada yang menyatakan bahwa madani berarti Madinah yaitu kota
tujuan hijrah Nabi Muhammad SAW yang dulunya bernama Yatsrib. Kemudian

6
perubahan nama dari Yatsrib menjadi Madinah dipahami oleh ummat islam sebagai
sebuah manifesto konseptual mengenia upaya Nabi untuk mewujudkan sebuah
masyarakat madani, dihadapkan pada masyarakat badawi atau Numad. Nabi
mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah, pada hakekatnya merupakan pernyataan
niat, sikap, proklamasi atau deklarasi bahwa ditempat baru itu Nabi bersama para
pendukungnta yang terdiri dari kaum Anshar dan Muhajirin hendak mendirikan dan
membangun suatu masyarakat yang beradab, yaitu suatu masyarakat yang teratur
yang berperaturan, sebgaimana mestinya sebuah masyarakat. Melalui hijrah
masyarakat bergerak secara linear menuju negara. Melalui hijrah gerakan itu
menegara dan madinah adalah wilayahnya. Nabi melakukan penataan negara
tersebut dengan : pertama; membangun infrastuktur negara dengan masjid sebagai
simbol Dan perangkat utamanya. Kedua; menciptakan kohesi sosial melalui proses
bpersaudaraan antara dua komunitas yang berbeda yaitu Quraisy dan Yastrib yang
dikenal dengan komunitas Muhajirin dan Anshar, tetapi menyatu sebagi komunitas
agama. Ketiga; membuat nota kesepakatan untuk hidup bersama dengan komunitas
lain yang berbeda sebagai sebuah masyarakat prulistik yang mendiami wilayah
yang sama melalui piagam madinah. Keempat; merancang sistem melalui konsep
jihad fisabilillah dengan dasar ini negra dan masyarakat madinah yang dibangun
oleh Nabi merupakan negara dan masyarakat yang kuat dan solid. Peristiwa hijrah
telah menciptakan keberagaman pendidik Madinah. Penduduk Madinah tidak
hanya terdiri atas suku aus, khazraj, dan Yahudi. Tetapi muhajirin, Quraisy dan
suku-suku Arab lain yang datang dan hidup bersama mereka di Madinah. Nabi
mengahadapi realitas pluralitas karena stuktur masyarakat Madinah yang baru
dibangun terdapat beragam agama. Stuktur masyarakat yang pluralistik ini
dibangun oleh Nabi diatas pondasi iman dan akidah yang tentu lebih tinggi nilau
ikatannya dari solidaritas kesukuan ashabiah dan afiliasi lainyya.
Klarifikasi masyarakat pada saat itu berdasarkan atas keimanan dan mereka
terbagi kedalam beberapa kelompok yaitu mukminin, munafiqin,kuffar, musrikun
dan Yahudi. Dengan kata lain bahwa masyarakat di Madinah pada saat itu
merupakan bagian dari masyarakat yang majemuk atau plural. Kemajemukan
masyarakat madinah mengakibatkan munculnya persoalan-persoalan ekonomi dan
kemasyarakatan yang harus dintisipasi dengan baik, dalam konteks itu introduksi
sistem persaudaraan menjadi kebutuhan yang mendesak untuk mengastasi
persoalan itu Nabi bersama semua unsur penduduk madinah menggariskan

7
ketentuan hidup bersama dalam suatu dogma yang dikenal sebagai “Piagam
Madinah” (Mitsaq al-Madinah) yang dianggap sebagai konstitusi tertulis pertama
dalam sejarah kemanusiaan. Piagam ini juga menjadi satu-satunya dokumen
penting dalam perkembangan kebiasaan konstitusional dan hukum dalam dunia
Islam.
Selain itu dalam piagam itu dikatakan bahwa manusia untuk pertama kalinya
diperkenalkan antara lain wawasan ekonomi, serta tanggung jawab sosial dan
politik, khususnya pertahanan secara bersama. Dalam piagam tersebut juga
menempatkan hak-hak individu yaitu kebebasan memeluk agama, persatuan dan
kesatuan, persaudaraan antar agama, perdamaian dan kedamaian,toleransi,keadilan,
diskriminasi dan menghargai kemajemukan.

8
2.5 Analisis Kasus Masyarakat Madani dan lingkungan hidup dalam contoh
kasus Illegal Logging (Penenbangan Liar)

Masyarakat madani merupakan cita-cita bersama bangsa dan Negara


yang sadar akan pentingnya suatu ketertarikan antar komponen pendukungnya
dalam terciptanya Bangsa dan Negara yang maju dan Mandiri. Dalam
mewujudkan cita-cita tersebut, masyarakat madani sejatinya sadar dan peduli
terhadap lingkungan hidup sebagai tonggak pembangunan yang berkelanjutan,
yang menyejahterakan kehidupan antar generasi, disamping upaya
memberantas kemiskinan. Dalam contoh kasus yang kami angkat adalah
mengenai kasus ilegal logging (penebangan liar) di Indonesia semakin marak
dieskploitasi oleh berbagai kalangan, baik dari kalangan dalam negeri maupun
luar negeri. Sebenarya kasus Illegal Logging bukan kasus baru dalam sejarah
kelam rusaknya lingkungan di negeri ini. Awal mula terjadinya kasus illegal
logging adalah ketika pada masa penjajahan kolonial dimana kayu dijadikan
komoditas penting dalam mencukupi segala kebutuhan pihak-pihak tertentu
yang terkait pada masa itu untuk menjadikan kayu sebagai salah satu produk
pemenuh kebutuhan yang berharga. Melihat kondisi tersebut, beberapa
kalangan yang belum mempunyai kesadaran lingkungan yang tinggi kemudian
mulai memanfaatkan keadaan atas kebutuhan akan
tersedianya kayu untuk kepentingan pribadi maupun kelompok dengan cara-
cara melakukan penebangan yang tidak terkendali dan tidak sesuai standar
baku, diluar kemampuan sumberdaya hutan tersebut untuk tumbuh dan
berkembang kembali. Inilah yang menjadi awal terjadinya kasus illegal logging
di Indonesia.
Dari gambaran dan contoh kasus yang telah di paparkan, terlihat betapa
lemahnya mekanisme peraturan serta kesadaran semua pihak akan isu
lingkungan hidup khususnya mengenai illegal logging di Indonesia. Kasu-kasus
yang terjadi seringkali bagaikan lingkaran setan yang berputar-putar dalam
konteks keterkaitan yang saling berhubungan. Di satu sisi pemerintah sebagai
pengambil kebijakan menginginkan terciptanya suatu kondisi lingkungan hutan
yang lestari, tetapi di lain sisi pemerintah harus memenuhi permintaan akan
ketersediaan kayu dalam usaha menaikan pendapatan negara. Dan hal ini makin
menjadi dilema ketika pemerintah kesulitan dalam mengawasi dan menerapkan

9
peraturan dan perundang-undangan yang tegas dalam rangka menciptakan suatu
management hutan lestari pada pihak-pihak yang terkait khususnya bagi pelaku
illegal logging. Dan diluar komponen pemerintahan pun keasadaran akan
pentingnya menjaga lingkungan pun juga masih rendah, yang memperparah
kondisi bangsa ini.
Dalam hal ini peran masyarakat madani sangat dibutuhkan. Kita
menyadari bahwa masyarakat madani identik dengan kepentingan bersama
dalam cakupan antargenerasi, yang dalam hal ini difokuskan mengenai
lingkungan. Maka untuk itu, masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya
melestarikan lingkungan diharapkan mampu menjadi salah satu faktor
penggerak dan turut berpartisipasi mewujudkan transformasi bangsa menuju
masyarakat yang kita dambakan tersebut. Dan kita bisa melihat usaha menuju
ke arah tersebut semakin lebar. Tapi semua itu harus dilandasi dengan kesadaran
semua komponen bangsa khususnya masyarakat Indonesia, beberapa
diantaranya adalah komitmen dalam mentaati peraturan yang telah ditetapkan
tanpa pandang bulu, turut berperan aktif dalam mengkritisi kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah yang dirasa peru untuk dikritisi tanpa ada suatu niatan
buruk, serta selalu mendorong berbagai pihak untuk turut berperan serta dalam
menjaga lingkungan demi masa depan kita semua.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Masyarakat Madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan
prinsip moral yang menjamin keseimbangan individu dengan kestabilan
masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran,
seni pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang bukan nafsu
atau keinginan individu.

 Perwujudan masyarakat madani ditandai dengan karakteristik masyarakat


madani diantaranya wilayah publik yang bebas (free public sphere),
demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan keadilan sosial.

 Strategi membangun masyarakat madani di Indonesia dapat dilakukan


dengan integrasi nasional, dan politik, reformasi sistem politik demokrasi,
pendidikan, dan penyadaran politik.

 Dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah


berpacu pada Al-Qur’an dan Sunnah yang diamanatkan ole Rasulullah
kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui
dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara
menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa
yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman
Rasulullah.

 Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada
potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi
yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan
masyarakat madani.

 Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam


membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu
pula sebaliknya, apabila seorang memiliki potensi yang kurang didalam
membangun agamanya maka hasilnya pun tidak memuaskan. Oleh karena
itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui
latihan-latihan spritual dan praktek di masyarakat.

11
Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi. 2000. Menuju Masyarakat Madani Gagasan, Fakta dan Tantangan.
Jakarta. ROSDA

Latif. Yudi. Dialektika Islam (Tafsir sosiologis atas sekulerisasi dan Islamisasi di
Indonesia). Cet 1. Yogyakarta: Jalasutra. Juli 2007.

Ubaedillah Dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2008.

Umari,Akram Dhiyauddin, Masyarakat Madani “Tinjauan Historis Kehidupan Nabi”,


Jakrta : Gema Insani Press,1999.

12

Anda mungkin juga menyukai