Anda di halaman 1dari 4

Latar Belakang

Bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari seringkali tidak kita ketahui mengandung
senyawa-senyawa kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Memang secara kasat mata tampak
sekilas tampilan dari bahan pangan tersebut seperti tidak mengandung apa-apa ,tapi jika di teliti
lebih lanjut kebanyakan yang dikandung dari sebagian bahan pangan adalah zat-zat ataupun
senyawa-senyawa yang yang dapat bersifat toxin atau racun. Asam lemak bebas terbentuk dari
suatu asam yang dibebaskan pada proses hidrolisis lemak. Kandungan asam lemak bebas pada
minyak goreng merupakan salah satu contoh senyawa yang dapat bersifat berbahaya khususnya
bagi tubuh apabila tersebut terlalu sering untuk dikonsumsi. Asam lemak bebas pada suatu bahan
pangan akan terbentuk karena adanya proses pemanasan bahan pangan pada suhu tinggi yang
dapat meningkatkan konsentrasi dari asam lemak bebas dan meningkatkan jumlah asam lemak
bebas yang terbentuk apabila proses tersebut semakin lama dilakukan sehingga merugikan mutu
dan kandungan gizi bahan pangan tersebut. Pengujian FFA dilakukan menggunakan metode
titrasi alkalimetri. Metode titrasi alkalimetri merupakan metode analisa yang didasarkan
pada reaksi asam basa. Penggunaan indikator PP (Phenolphtealin) dikarenakan memiliki
rentan pH yang cenderung bersifat basa dan tidak berwarna. Perubahan warna mudah
diamati karena menggunakan indikator PP. Sementara menggunakan NaOH untuk titrasi
dikarena sifat dari NaOH yaitu basa kuat

FFA
Asam lemak bebas adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses hidrolisis lemak.
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak,
hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah
asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel. Semakin besar angka asam maka dapat
diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sampel semakin tinggi, besarnya asam lemak
bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena
proses pengolahan yang kurang baik. (Julisti, 2010) Kandungan asam lemak bebas pada minyak
goreng merupakan salah satu contoh senyawa yang dapat bersifat berbahaya khususnya bagi
tubuh apabila tersebut terlalu sering untuk dikonsumsi. Asam lemak bebas pada suatu bahan
pangan akan terbentuk karena adanya proses pemanasan bahan pangan pada suhu tinggi yang
dapat meningkatkan konsentrasi dari asam lemak bebas dan meningkatkan jumlah asam lemak
bebas yang terbentuk apabila proses tersebut semakin lama dilakukan sehingga merugikan mutu
dan kandungan gizi bahan pangan tersebut (Susanti, dkk. 2016). (Monika, 2017)

Metode Titrasi
. Metode titrasi alkalimetri merupakan metode analisa yang didasarkan pada reaksi asam
basa. Penggunaan indikator PP (Phenolphtealin) dikarenakan memiliki rentan pH yang
cenderung bersifat basa dan tidak berwarna. Perubahan warna mudah diamati karena
menggunakan indikator PP. Sementara menggunakan NaOH untuk titrasi dikarena sifat dari
NaOH yaitu basa kuat
Proses kerusakan lipid
Lipid merupakan senyawa yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari gugus
nonpolar. Sebagai akibat sifat-sifatnya, mereka mudah larut dalam pelarut nonpolar dan relatif
tidak larut dalam air. Kerusakan minyak atau lemak sering disebut dengan ketengikan (rancidity).
Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan
pangan yang digoreng. Proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen akan
mengakibatkan rusaknya asam lemak tak jenuh yang terdapat di dalam minyak seperti asam oleat
dan linoleat. Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan
kekentalan, peningkatan kandungan asam lemak bebas dan kenaikan bilangan peroksida
(Febriansyah, 2007). Selain itu dapat pula dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan
penurunan kandungan asam lemak tak jenuh (Stacey, 2009).

Faktor faktor kerusakan lipid


Kerusakan minyak dan lemak ditandai dengan degradasi warna dan
yang paling utama adalah terjadinya penyimpangan dalam bau dan rasa yang
terjadi dalam proses ketengikan. kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam
lemak dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu : 1). Absorbsi bau oleh lemak. 2). Aksi
oleh enzim dalam jaringan bahan yang mengandung lemak. 3). Aksi mikroba dan
4). Oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab
kerusakan tersebut diatas. sendiri (Johnly, 2008). Proses kerusakan minyak dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi lamanya minyak kontak dengan panas, banyak
oksigen yang akan mempercepat oksidasi, banyaknya asam lemak tidak jenuh yang akan
mempercepat oksidasi, adanya katalis oksidasi seperti cahaya serta ion tembaga dan besi serta
antioksidan yang menahan oksidasi minyak (Ketaren, 2008).

Minyak Goreng Kemasan


Minyak goreng kemasan adalah minyak goreng yang ditawarkan ke pasar dengan
menggunakan kemasan, merek, dan label produk. Minyak goreng kemasan diukur dalam
satuan volume (liter) dan dikemas dengan botol, plastik refill, dan jerigen. Walaupun minyak
goreng curah masih mendominasi lebih dari 60 persen pangsa pasar, namun semakin
banyak konsumen menggunakan minyak goreng merek (Fitriana, 2015). Minyak goreng
kemasan selalu melalui dua kali penyaringan. Proses ini pula yang kemudian menyebabkan
warna minyak goreng kemasan lebih jernih. Adapun dari segi kandungannya, kadar lemak dan
asam oleat pada minyak kemasan lebih dibanding minyak curah. Minyak kemasan dalam udara
yang dingin tidak akan mudah membeku. Minyak goreng dengan kadar lemak jenuh yang
tinggi akan membeku jika terkena udara dingin, jadi jika membandingkan dua macam
minyak kemasan tinggal dimasukkan ke dalam freezerdalam tempo tertentu kemudian
bandingkan hasilnya, bandingkan dari keduanya mana yang paling banyak membeku.
Maka yang paling banyak bagian yang beku berarti kualitasnya kurang bagus (Aminuddin,
2010).

Minyak Goreng Curah


Minyak curah berasal dari bahan baku CPO ( Crude Palm Oil) yang bermutu rendah,
sehingga untuk diproduksi menjadi minyak goreng yang berkualitas tinggi akan membutuhkan
biaya produksi yang mahal, sehingga minyak ini diproduksi menjadi minyak goreng curah.
Minyak goreng ini biasanya ditujukan untuk konsumsi rakyat biasa dengan harga yang
terjangkau oleh pendapatan penduduk yang miskin.(Mustaqim, 2012). Minyak goreng curah
bermutu rendah karena mengalami penyaringan sederhana sehingga warnanya tidak jernih.
Selain itu, minyak goreng curah umumnya mengandung asam lemak jenuh yang lebih tinggi.
Asam lemak jenuh akan meningkatkan kolesterol dalam darah yang dapat membahayakan
kesehatan. Minyak goreng curah akan mengalami penurunan kualitas jauh lebih cepat daripada
minyak goreng berkualitas bagus karena adanya proses oksidasi. Minyak bermutu tinggi
mengalami proses penyaringan dua bahkan sampai tiga kali, sehingga harganya jauh lebih mahal
dibandingkan dengan minyak goreng curah (Dewi, 2012).

Minyak Jelantah
Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah adalah
minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung,
minyak sayur, minyak samin dan sebagainya. Minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian
kebutuhan rumah tangga yang dapat digunakan kembali untuk keperluan kuliner, akan tetapi bila
ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan sehingga dapat menyebabkan penyakit
kanker dalam jangka waktu yang panjang (Tamrin, 2013). Minyak goreng sangat mudah untuk
mengalami oksidasi. Maka minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-molekul,
sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak menjadi
berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu
tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan free fatty acid (FFA) atau
asam lemak jenuh. Selain itu, minyak jelantah ini juga sangat disukai oleh jamur aflatoksin.
Jamur ini dapat menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit pada hati.
(Gareso, 2010).

\
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2010. Asam Lemak Bebas. Jakarta

Dewi, Mega Twilana Indah. 2012. Peningkatan Mutu Minyak Goreng Curah Menggunakan
Adsorben Bentonit Teraktivasi. Makasar

Febriansyah, Reza. 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben
Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada Kacang Sulut. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fitriana. 2015. ANALISIS PERBANDINGAN SIKAP KONSUMEN DALAM MEMILIH


PRODUK MINYAK GORENG KEMASAN DAN CURAH(STUDI KASUS IBU
RUMAH TANGGA DI KOTA PEKANBARU). JOM FEKON Vol. 2 No. 1

Gareso, P.L., dkk., (2010), Karakterisasi Sifat Fisis Biodiesel sebagai Sumber Energi Alternatif,
Jurnal Sains MIPA 16 (2), ISSN 1978-1873

Julisti, Bertha, 2010. Penentuan Angka Penyabunan dan Asam Lemak Bebas (FFA). Makassar

Johnly. 2008. SINTESIS METIL ESTER ASAM LEMAK DARI MINYAK KELAPA HASIL
PEMANASAN. Jurusan Kimia Fakultas MIPA UNSRAT, Manado. Chem. Prog. Vol. 1,
No. 1,

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Monika, dkk. 20017. Adsorption of Free Fatty Acid (FFA) in Low-Grade Cooking Oil Used
Activated Natural Zeolite as Adsorbent. International Conference Of Chemistry And
Material Science. IOP Publishing

Mustaqim, Mohammad Nizam. 2012. Minyak Definisi dan Penyabunan. Makassar.

Ralph

Susanti, dkk. 2016. Penentuan Asam Lemak Bebas. PROGRAM STUDI TEKNOLOGI
INDUSTRI PERTANIAN POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT : PELAIHARI

Tamrin. 2013. Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan. Jurnal Teknik Pertanian
Universitas Lampung Vol. 2 No. 2: 115-122

Anda mungkin juga menyukai