Objektif Presentasi :
□ □
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa
Lansia Bumil
Bahan Bahasan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
:
Cara Membahas
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
:
1
berlendir. Sakit kepala terutama dirasakan bila sujud, ruku, atau keiatan lain
dalam posisi meununduk. Nyeri kepala dirasakan diseluruh kepala hingga ke
wajah. Nafsu makan berkurang dikarenakan tenggorokan dirasa selalu kleler-
kleler tidak nyaman dan mambuat pasien merasa enek dan mual. Demam
disangkal. Sakit kepala membaik dirasakan saat mengkonsumsi obat pereda
nyeri, tetapi kemudian muncul lagi. Keluhan tenggorokan berlendir memberat
jika pasien sedang flu atau bersin-bersin. Riwayat sakit gigi sebelumnya
disangkal. Saat ini batuk disangkal, pilek kadang-kadang, mual (+), muntah (-).
4. Riwayat Keluarga : Ayah pasien menderita sesak mengi. Anak laki-laki pasien
menderita gatal-gatal (biduren) bila dingin.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Rumah pasien tertutup dan sinar matahari
jarang masuk kedalam, suami pasien adalah perokok aktif sejak usia remaja.
Pasien menyangkal sering makan makanan di luar dan makan makanan instant.
7. Riwayat Imunisasi : -
Daftar Pustaka :
Brook. Chronic Sinusitis. Medscape. 2016. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview#showall
Kristiono. Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan, Rinosinusitis Kronis Tanpa
Polip Nasi Pada Orang Dewasa. Fakultas Kedokteran. Universitas Airlangga.
Surabaya. 2013. Online, diunduh :http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
PATOFISIOLOGI,%20DIAGNOSIS%20DAN%20PENATALAKSANAAN%20RI
NOSINUSITIS%20KRONIK%20TANPA%20POLIP%20NASI%20PADA%20OR
ANG%20DEWASA%20JURNAL%20THT-KL.docx.
Rosenfeld Richard M., Sujana S.C, Kaparaboyna A.K, Richard R.O, Anju Peters.
Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis Executive Summary, In:
Otolaryngology Head and Neck Surgery, Vol. 152(4) 598–609, 2015
Hasil Pembelajaran :
2
1. Penegakan diagnosis Sinusitis Maxilaris
3
LAPORAN KASUS
Identitas pasien:
• Usia : 55 tahun
• No. RM : 0486xx
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Pekerjaan : Wiraswasta
Primary Survey
Airway
Breathing
Circulation
TD : 120/80 reguler. N : 88 kpm reguler, kuat. Akral hangat, kering, merah. CRT < 2
detik.
Disability
4
Exposure
Subjektif:
• RPS: Seorang wanita berusia 55 tahun dengan keluhan nyeri kepala hingga
berlendir. Sakit kepala terutama dirasakan bila sujud, ruku, atau keiatan
selalu kleler-kleler tidak nyaman dan mambuat pasien merasa enek dan
Saat ini batuk disangkal, pilek kadang-kadang, mual (+), muntah (-).
• RPD: hipertensi (-), diabetes (-). Pasien memiliki riwayat sering bersin-
bersin pada pagi hari, dingin, atau berdebu. Riwayat keluar ingus bening
seperti air encer. Riwayat mata gatal setelah bersin-bersin dan terasa panas.
• Riwayat alergi :
5
• Riwayat Penyakit Keluarga: riwayat sakit seperti ini (-). Ayah pasien
Objektif:
PEMERIKSAAN FISIK
• Vital sign
o TD: 120/80
o Nadi: 88 x/menit
o RR: 18 x/menit
• Kepala leher:
o AICD -/-/-/-
• Telinga
Bentuk : simetris
Sekret : tidak ada (-)
Nyeri : tidak ada (-)
• Hidung:
Bentuk : simetris
Pernafasan cuping hidun : tidak ada (-)
Epistaksis : tidak ada (-)
Sekret : tidak ada (-)
• Mulut
Bentuk : normal
Bibir : mukosa bibir basah, sianosis (-)
6
Gusi : mudah berdarah (-), pembengkakan (-)
Gigi : karies (-)
• Lidah
Bentuk : normal
Pucat/tidak : tidak pucat
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
• Faring
Hiperemi : (-)
Edema : tidak ada (-)
Membran/pseudomembran : tidak ada (-)
Post Nasal Drip : ada (+)
• Tonsil :
Warna : kemerahan (-)
Pembesaran : T1/T1
Kripta/detritus : (-/-)
Abses/tidak : tidak ada (-)
Membran/pseudomembran : tidak ada (-)
• Uvula
Warna : kemerahan (-)
Letak : di tengah
Edema : tidak ada (-)
• Thorax:
o Pulmo:
7
o Cor:
midclavicula kiri
• Abdomen:
o Inspeksi: Rounded
o Auskultasi: Bu + normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Laboratorium
18 April 2018
Hb 11,8 SGOT -
8
Eosinofil 1,3 Faal hemostasis
GDA 80 mg/dL
Urine
9
• Radiologi
10
Diagnosis Kerja: Sinusitis Maxilaris D/S
Planning:
• Planning terapi:
o MRS
o Pro irigasi sinus maxilaris D/S
o IUVD RL 14 tpm
o Inj Cinam 1 gram
o Konsul Sp An
• Planning monitoring:
o Keluhan subyektif
o Tanda vital
• Edukasi:
o Mengenai kondisi terkini pasien, tatalaksana dan intervensi apa yang
akan dilakukan, komplikasi yang mungkin terjadi
• Planning lanjutan:
Menjaga kebersihan dan merawat luka post operasi dengan baik
11
PEMBAHASAN
Anatomi
septum nasi dibagian tengah menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang
masuk kavum nasi disebut nares anterior dan lubang belakang disebut dengan koana
dinding yaitu:1
2. Dinding lateral: pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan
letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka
media, dan yang lebih kecil lagi adalah konka superior, yang terkecil disebut konka
suprema. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. Meatus inferior terletak antara konka inferior dengan dasar
hidung. Meatus medius terletak antara konka media dan dinding lateral rongga hidung.
Cavum Nasi5
12
Sinus paranasal adalah rongga udara yang berhubungan dengan kavum nasi.
Sinus paranasal merupakan ruang udara yang berada di tengkorak. Bentuk sinus
paranasal sangat bervariasi pada tiap individu dan semua sinus memiliki muara
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung
sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),
sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi
Sinus paranasal divaskularisasi oleh arteri carotis interna dan eksterna serta
Sfenopalatina.1
Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka
inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni
muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Berdasarkan ukuran
sinus paranasal dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV
dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto
rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus
superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat
13
1. Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga
udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka
3. Peringan cranium.
4. Resonansi suara.
Anatomi sinus4
daerah yang berbeda dalam kavum nasi. Aliran sekresi sinus sfenoid menuju resesus
sfenoetmoid, sinus frontal menuju infundibulum meatus media, sinus etmoid anterior
menuju meatus media, sinus etmoid media menuju bulla etmoid dan sinus maksila
menuju meatus media. Struktur lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi adalah
Sinus Maxilaris
maksilaris arcus I.
14
3. Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang
dewasa.
4. Berhubungan dengan :
Sinus Ethmoidalis1,2
2. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari
4. Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina
operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk
c. Nervus Optikus.
Sinus Frontalis1,2,
15
3. Volume pada orang dewa sa ± 7cc.
5. Berhubungan dengan :
Sinus Sfenoidalis1,2
4. Berhubungan dengan :
c. Tranctus olfactorius.
Definisi
Sinusitis kronis adalah kondisi umum di mana rongga di sekitar hidung (sinus)
pengobatan.6
kronis, biasanya sulit untuk bernapas melalui hidung. Daerah sekitar mata dan wajah
mungkin terasa bengkak, dan pasien biasanya mengalami nyeri wajah yang berdenyut
16
Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh infeksi, tetapi juga dapat disebabkan
adanya pertumbuhan pada sinus (polip hidung) atau deviasi septum hidung. Sinusitis
kronis paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan setengah baya, juga dapat
mempengaruhi anak-anak.2
Epidemiologi
di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi
pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis
maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Data dari DEPKES RI tahun
2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari
50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah
sakit.2
infeksi saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi
saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis. Menurut Rachelevsky, 37% anak
dengan rinosinusitis kronis didapatkan tes alergi positif sedangkan Van der Veken dkk
mendapatkan tidak ada perbedaan insiden penyakit sinus pada pasien atopik dan non
atopik. Menurut Takahasi dan Tsuttumi sinusitis sering di jumpai pada umur 6-11
tahun. Sedangkan menurut Gray terbanyak di jumpai pada anak umur 5-8 tahun dan
Etiologi
Etiologi dan faktor predisposisi sinusitis kronik cukup beragam. Pada era
17
dengan penyembuhan yang tidak lengkap. Berbagai faktor fisik, kimia, saraf,
Secara umum, sinusitis kronik lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah.
Defisiensi gizi, kelemahan tubuh yang tidak bugar, dan penyakit umum sistemik perlu
infeksi sebelumnya, misalnya common cold, asma ataupun penyakit alergi seperti
rhinitis alergika. Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit
sinusitis kronik, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan
neoplasma.3
Etiologi sinusitis kronik dapat berupa virus, bakteri dan jamur dimana virus
adalah penyebab utama infeksi saluran napas atas seperti, sinusitis, faringitis, dan
sinusitis akut. Virus sinusitis biasanya menyerang hidung, nasofaring dan juga meluas
parainfluenza virus. Sinusitis kronik dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti
Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainase yang tidak
adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat
anaerob maupun yang aerob, namun yang merupakan proporsi terbesar adalah bakteri
anaerob.1
18
epidermidis, streptococcus pneumonia, dan Escherichia coli. Sedangkan bakteri
veillonella. Infeksi campuran antara organism aerob dan anaerob sering kali juga
terjadi.1
Patofisiologi
Patofisiologi dasar penyakit sinusitis kronik ini suatu gangguan mukosa di dan
sekitar ostium di regio meatus medius akibat reaksi radang pada hidung yang
sinus, karena epitel sinus merupakan epitelium kuboid bertingkat bersilia yang mirip
dengan epitelium kolumner bertingkat bersilia pada hidung, sehingga hal-hal yang
bakteri tersebut dapat masuk melalui ostium menuju ke dalam rongga-rongga sinus
Sinus paranasalis akut dapat menjadi kronik oleh berbagai faktor yakni faktor
alergi, faktor gangguan pada Komplek Ostio meatal (KOM) yang menganggu patensi
ostium ( deviasi septum nasi, polip nasi, konka bulosa). Mukosa juga mengandung
subsatansi antimikrobial yang masuk bersama udara pernafasan. 6,10 Organ-organ yang
membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila edema, mukosa yang berhadapan akan
saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya
transudasi. Kondisi ini bisa dianggap rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh
19
Bila kondisi menetap sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media
yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
antibiotik. Jika terapi tidak berhasil inflamasi berlanjut sehingga terjadi hipoksia dan
bakteri anaerob berkembang, mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai
siklus yang berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu
Pol
Hil
Su Dr Pe Ale
Inf
Se
Pe
Siklus Peristiwa Yang Mengarah Pada Sinusitis Kronik2
Gejala Klinis
adanya dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua kriteria minor.8
Kriteria mayor dari sinusitis kronik antara lain berupa, nyeri atau sakit pada
bagian wajah, gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca
nasal (post nasal drip). Kemudian gejala faring, yaitu rasa sakit tidak nyaman dan
sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior, sedangkan pada
20
Gejala berikutnya yaitu hyposmia atau anosmia, gejala mata oleh karena
penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis, gejala di saluran cerna oleh karena
mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.8
Sedangkan kriteria minornya dapat berupa nyeri atau sakit kepala, demam,
halitosis, kelelahan (fatigue), sakit gigi (dental pain), gejala saluran nafas berupa
tuba eustachius.8
Nyeri kepala pada sinusitis kronik biasanya terasa pada pagi hari, dan akan
berkurang atau atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan
pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga
Diagnosis
Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya. Polusi bahan kimia
21
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.1 Penilaian subyektif
1. Gejala Subjektif
Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret
pasca nasal (post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung
Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di
tenggorokan.
gastroenteritis.
2. Gejala Objektif
lampu kepala yang adekuat dan kondisi rongga hidung yang lapang
hiperemi, sekret (nasal drip kental, purulen dari meatus medius atau
22
meatus superior), deviasi septum, tumor atau polip. Pada rinoskopi
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada daerah
Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk
23
Foto Water Sinus Normal
melalui jalur ini pus akan didorong keluar melalui ostium alami. 3
24
Irigasi antrum sinus maksilaris
dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor
dilakukan sinoskopi.
spesifisitas 86 %.18
25
Pemeriksaan CT –Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan
perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus
dari hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus, adanya
kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-
fluid level.
3. Polip antrokoanal
26
pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan
6. Tumor
27
Diagnosis banding
b. Cystic Fibrosis
c. GERD
d. Keganasan
e. Tumor
f. Rhinitis nonalergi
h. Rhinitis alergi
i. Sinusitis akut
j. Sinusitis fungal
l. Disfungsi konka.2
Penatalaksanaan
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
pembedahan (operasi).1,2
28
Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40 mg/kgbb/hari) yang
merupakan first line drug, namun jika tidak ada perbaikan dalan 48-72 jam,
10-14 hari.1,2
Pada kasus sinusitis kronis, antibiotik diberikan selama 4-6 minggu sebelum
mg/kgbb/hari. Pada pasien dengan gejala berat atau dicurigai adanya komplikasi
memperberat sinusitis.1,2
29
dekongestan dibatasi sampai 3-5 hari untuk mencegah ketergantungan dan
drainase sinus sepeti Solusio efedrin 1-2% tetes hidung, Solusio Oksimetasolin
HCl 0,05% semprot hidung (untuk anak-anak memakai 0,025%), dan Tablet
Terapi awal:
hari,atau
30
- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.
selulitis orbita dengan abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak
Selain itu juga terdapat tindakan lain seperti septoplasti, antral lavage,
caldwell luc dan functional endoscopic sinus surgery (FESS). Terapi bedah
31
1. Sinus maksila:
b. Nasal antrostomi
c. Operasi Caldwell-Luc
2. Sinus etmoid:
3. Sinus frontal:
a. Intranasal, ekstranasal
c. Fronto-etmoidektomi
4. Sinus sfenoid :
a. Trans nasal
b. Trans sfenoidal
A) 11
infeksi. 1,3,10
32
o Sinusitis jamur
bidangnya.
Komplikasi
derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium.
Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau
berkomplikasi.3
1. Komplikasi orbita
akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat
pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus
b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
33
c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding
d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi
orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
Oftalmoplegia.
Kemosis konjungtiva.
Kelemahan pasien.
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut
sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus
frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui
sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser
34
mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia
lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah
b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna
abses dura.3
35
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal
frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat
5. Kelainan Paru
Pencegahan
Prognosis
dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan
prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang dini maka
36
FOLLOW UP
37
Ext : CRT< 2 detik
19-04- Nyeri luka KU : sedang Post o IVFD RL 20tpm
2018 operasi TD : 110/70 Tonsilektomi o Inj intravena Cinam
berkurang, Nadi : 88 x/menit 2x1gr
bengkak pipi RR : 20 x/menit o Inj intravena
kiri Temp : 36,6°C Santagesik 3x1 gr
berkurang o Inj intravena
Ranitidin 2x50mg
K/L: AICD -/-/-/- pKGB o Inj Dexametason 3
– 2amp
Bengkak pipi (-) o Kompres dingin pipi
kiri
Thorax : simetris, sonor
(+/+), vesikuler (+/+), Pasien boleh pulang
ronkhi (-/-), wheezing (- dengan terapi KRS:
/-), suara jantung SI/SII - Cefadroxil 2x1
reguler, murmur (-), - Na Didlofenak
gallop (-) 2x25mg
38
DAFTAR PUSTAKA
5. Probst Rudolf, Gerhard Grevers, and Heinrich Iro. Anatomy, Physiology and
Imunology of the Nose, Paranasal, In: Basic Otorhinolaryngology, Ebook.
2006. New York: Thieme. pp.3-6, 54-56
6. Rosenfeld Richard M., Sujana S.C, Kaparaboyna A.K, Richard R.O, Anju
Peters. Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis Executive
Summary, In: Otolaryngology Head and Neck Surgery, Vol. 152(4) 598–609,
2015, [online], available from:
http://oto.sagepub.com/content/152/4/598.full.pdf
39
10. Rosenfeld Richard, Andes David, Bhattacharyya Neil, et al. Clinical practice
guideline : Adult sinusitis. Otolaryology-Head and Neck Surgery. United
States of America. 2007. 137.S1-S31
12. Shah DR, Salamone FN, Tami TA. Acute & chronic rhinosinusitis. In Lalwani
AK, eds. Current diagnosis and treatment in otolaryngology – head and neck
surgery. New York: Mc Graw Hill, 2008; 273-281.
40