Anda di halaman 1dari 40

BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Topik : Sinusitis Maxilaris

Tanggal MRS : 18 April 2018


Presenter : dr. Reski Utami
Tanggal Periksa : 18 April 2018

dr. Erika Widayanti


Tanggal Presentasi : 30 Mei 2018 Pendamping :
Lestari, MMR

Tempat Presentasi : RSM Ahmad Dahlan Kediri

Objektif Presentasi :

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ □
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa
Lansia Bumil

□ Deskripsi : Wanita, 55 tahun, dengan keluhan: nyeri kepala hingga ke wajah

Penegakkan diagnosa dan penatalaksanaan dengan tepat dan


□ Tujuan :
tuntas.

Bahan Bahasan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
:

Cara Membahas
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
:

Data Pasien : Nama : Ny. M, 55 th No. Registrasi : 0486xx

Nama RS : RSM Ahmad Dahlan Telp : 0354- Terdaftar sejak 11 April


Kediri 773115 2015

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Anamnesis : Seorang wanita berusia 55 tahun dengan keluhan nyeri kepala


hingga ke wajah sejak beberapa bulan terakhir, disertai tenggorokan terasa

1
berlendir. Sakit kepala terutama dirasakan bila sujud, ruku, atau keiatan lain
dalam posisi meununduk. Nyeri kepala dirasakan diseluruh kepala hingga ke
wajah. Nafsu makan berkurang dikarenakan tenggorokan dirasa selalu kleler-
kleler tidak nyaman dan mambuat pasien merasa enek dan mual. Demam
disangkal. Sakit kepala membaik dirasakan saat mengkonsumsi obat pereda
nyeri, tetapi kemudian muncul lagi. Keluhan tenggorokan berlendir memberat
jika pasien sedang flu atau bersin-bersin. Riwayat sakit gigi sebelumnya
disangkal. Saat ini batuk disangkal, pilek kadang-kadang, mual (+), muntah (-).

2. Riwayat Pengobatan : Obat pereda nyeri (Asam Mefenamat)

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien memiliki riwayat sering bersin-bersin pada


pagi hari, dingin, atau berdebu. Riwayat keluar ingus bening seperti air encer.
Riwayat mata gatal setelah bersin-bersin dan terasa panas. Riwayat gatal-gatal
dikulit disangkal, riwayat sesak mengi disangkal. Riwayat alergi obat disangkal.

4. Riwayat Keluarga : Ayah pasien menderita sesak mengi. Anak laki-laki pasien
menderita gatal-gatal (biduren) bila dingin.

5. Riwayat Pekerjaan : Wiraswasta

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Rumah pasien tertutup dan sinar matahari
jarang masuk kedalam, suami pasien adalah perokok aktif sejak usia remaja.
Pasien menyangkal sering makan makanan di luar dan makan makanan instant.

7. Riwayat Imunisasi : -

Daftar Pustaka :
Brook. Chronic Sinusitis. Medscape. 2016. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview#showall
Kristiono. Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan, Rinosinusitis Kronis Tanpa
Polip Nasi Pada Orang Dewasa. Fakultas Kedokteran. Universitas Airlangga.
Surabaya. 2013. Online, diunduh :http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
PATOFISIOLOGI,%20DIAGNOSIS%20DAN%20PENATALAKSANAAN%20RI
NOSINUSITIS%20KRONIK%20TANPA%20POLIP%20NASI%20PADA%20OR
ANG%20DEWASA%20JURNAL%20THT-KL.docx.
Rosenfeld Richard M., Sujana S.C, Kaparaboyna A.K, Richard R.O, Anju Peters.
Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis Executive Summary, In:
Otolaryngology Head and Neck Surgery, Vol. 152(4) 598–609, 2015
Hasil Pembelajaran :

2
1. Penegakan diagnosis Sinusitis Maxilaris

2. Tatalaksana Intoksikasi Sinusitis Maxilaris

3
LAPORAN KASUS

Identitas pasien:

• Nama pasien : Ny. M

• Usia : 55 tahun

• Jenis Kelamin : Perempuan

• No. RM : 0486xx

• Alamat : Ds. Tanjungkalang, Kec. Ngronggot, Kab. Nganjuk

• Agama : Islam

• Suku : Jawa

• Warga Negara : Warga Negara Indonesia (WNI)

• Bahasa Ibu : Jawa, Indonesia

• Pekerjaan : Wiraswasta

• Status pernikahan : Menikah

Primary Survey

 Airway

Jalan nafas paten, Snorring (-), Gurgling (-).

 Breathing

Pernafasan spontan. Pergerakan dinding dada simetris, pernafasan torako-

abdominal. RR 18 kpm. SpO2 tidak dievaluasi.

 Circulation

TD : 120/80 reguler. N : 88 kpm reguler, kuat. Akral hangat, kering, merah. CRT < 2

detik.

 Disability

Kesadaran : Compos mentis. GCS : E4 V5 M6.

4
 Exposure

Tidak didapatkan kelainan ataupun luka.

Subjektif:

• Keluhan Utama: Nyeri kepala hingga ke wajah

• RPS: Seorang wanita berusia 55 tahun dengan keluhan nyeri kepala hingga

ke wajah sejak beberapa bulan terakhir, disertai tenggorokan terasa

berlendir. Sakit kepala terutama dirasakan bila sujud, ruku, atau keiatan

lain dalam posisi meununduk. Nyeri kepala dirasakan diseluruh kepala

hingga ke wajah. Nafsu makan berkurang dikarenakan tenggorokan dirasa

selalu kleler-kleler tidak nyaman dan mambuat pasien merasa enek dan

mual. Demam disangkal. Sakit kepala membaik dirasakan saat

mengkonsumsi obat pereda nyeri, tetapi kemudian muncul lagi. Keluhan

tenggorokan berlendir memberat jika pasien sedang flu atau bersin-bersin.

Saat ini batuk disangkal, pilek kadang-kadang, mual (+), muntah (-).

• RPD: hipertensi (-), diabetes (-). Pasien memiliki riwayat sering bersin-

bersin pada pagi hari, dingin, atau berdebu. Riwayat keluar ingus bening

seperti air encer. Riwayat mata gatal setelah bersin-bersin dan terasa panas.

Riwayat gatal-gatal dikulit disangkal, riwayat sesak mengi disangkal.

• Riwayat alergi :

o Bahan injektan : disangkal

o Bahan kontaktan : disangkal

o Bahan ingestan : disangkal

o Bahan inhalan : disangkal

5
• Riwayat Penyakit Keluarga: riwayat sakit seperti ini (-). Ayah pasien

menderita sesak mengi. Anak laki-laki pasien menderita gatal-gatal

(biduren) bila dingin.

Objektif:

PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan Umum: cukup

• Status gizi: kesan gizi cukup

• Vital sign

o TD: 120/80

o Nadi: 88 x/menit

o RR: 18 x/menit

o Temp ax: 36°C

• Kepala leher:

o AICD -/-/-/-

o Mata: PBI 3mm/3mm, RC +/+

o pembesaran KGB (-)

• Telinga
Bentuk : simetris
Sekret : tidak ada (-)
Nyeri : tidak ada (-)
• Hidung:
Bentuk : simetris
Pernafasan cuping hidun : tidak ada (-)
Epistaksis : tidak ada (-)
Sekret : tidak ada (-)
• Mulut
Bentuk : normal
Bibir : mukosa bibir basah, sianosis (-)

6
Gusi : mudah berdarah (-), pembengkakan (-)
Gigi : karies (-)
• Lidah
Bentuk : normal
Pucat/tidak : tidak pucat
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
• Faring
Hiperemi : (-)
Edema : tidak ada (-)
Membran/pseudomembran : tidak ada (-)
Post Nasal Drip : ada (+)
• Tonsil :
Warna : kemerahan (-)
Pembesaran : T1/T1
Kripta/detritus : (-/-)
Abses/tidak : tidak ada (-)
Membran/pseudomembran : tidak ada (-)

• Uvula
Warna : kemerahan (-)
Letak : di tengah
Edema : tidak ada (-)
• Thorax:

o Pulmo:

▪ Inspeksi: simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi substernal

intracostal dan substernal (-)

▪ Palpasi: fremitus (+/+)

▪ Perkusi: sonor (+/+)

▪ Auskultasi: vesicular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

7
o Cor:

▪ Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat

▪ Palpasi: iktus cordis teraba pada sela iga ke-4 linea

midclavicula kiri

▪ Perkusi: (tidak dilakukan)

▪ Auskultasi: bunyi jantung S1-S2 regular, murmur (-),gallop (-)

• Abdomen:

o Inspeksi: Rounded

o Auskultasi: Bu + normal

o Palpasi: Supel, NT (-)

o Perkusi: Tympani, shifting dullness (-)

• Ekstremitas : Akral HKM, CRT<2 detik, edem (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemeriksaan Laboratorium

18 April 2018

Darah Lengkap Fungsi Liver

Hb 11,8 SGOT -

Leukosit 8.280 SGPT -

Eritrosit 4, 14 Fungsi Ginjal

PCV 37.2% BUN -

Trombosit 338.000 Serum Creatinin -

MCV 89,9 Serologi

MCH 28,5 HbsAg -

MCHC 31,7 Anti HCV -

8
Eosinofil 1,3 Faal hemostasis

Basofil 0,2 Bleeding time 1’30”

Neutrofil 44.7 Cloting time 8’00”

Limfosit 47,5 Hematologi

Monosit 6.3 Golongan darah -

Gula Darah Rhesus -

GDA 80 mg/dL

Urine

pH 7.0 Keton Negatif (-)

Protein Negatif (-) Nitrit Negatif (-)

Reduksi Negatif (-) Sedimen Eritrosit 1,2

Urobilin Negatif (-) Sedimen Leukosit 0,9

Bilirubin Negatif (-) Sedimen Epithel 1,3

Spesifik Gravity 1.015 Sedimen Kristal 0,1

Blood Negatif (-) Sedimen Bakteri 2,3

Lain-lain Negatif (-)

9
• Radiologi

10
Diagnosis Kerja: Sinusitis Maxilaris D/S

Planning:
• Planning terapi:
o MRS
o Pro irigasi sinus maxilaris D/S
o IUVD RL 14 tpm
o Inj Cinam 1 gram
o Konsul Sp An
• Planning monitoring:
o Keluhan subyektif
o Tanda vital
• Edukasi:
o Mengenai kondisi terkini pasien, tatalaksana dan intervensi apa yang
akan dilakukan, komplikasi yang mungkin terjadi
• Planning lanjutan:
Menjaga kebersihan dan merawat luka post operasi dengan baik

11
PEMBAHASAN

Anatomi

Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh

septum nasi dibagian tengah menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang

masuk kavum nasi disebut nares anterior dan lubang belakang disebut dengan koana

yang menghubungkan dengan nasofaring. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah

dinding yaitu:1

1. Dinding medial: Septum Nasi

2. Dinding lateral: pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan

letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka

media, dan yang lebih kecil lagi adalah konka superior, yang terkecil disebut konka

suprema. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit

yang disebut meatus. Meatus inferior terletak antara konka inferior dengan dasar

hidung. Meatus medius terletak antara konka media dan dinding lateral rongga hidung.

3. Dinding inferior : os maksila dan os palatum

4. Dinding superior : lamina kribriformis

Cavum Nasi5

12
Sinus paranasal adalah rongga udara yang berhubungan dengan kavum nasi.

Sinus paranasal merupakan ruang udara yang berada di tengkorak. Bentuk sinus

paranasal sangat bervariasi pada tiap individu dan semua sinus memiliki muara

(ostium) ke dalam rongga hidung.1

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung

sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),

sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi

udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.1

Sinus paranasal divaskularisasi oleh arteri carotis interna dan eksterna serta

vena yang menyertainya seperti a. ethmoidalis anterior, a. ethmoidalis posterior dan a.

Sfenopalatina.1

Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka

inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni

muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Berdasarkan ukuran

sinus paranasal dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus

ethmoidalis dan sphenoidalis.1

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV

dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto

rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus

superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat

muara sinus ethmoid post erior dan sinus sfenoid.1

Fungsi sinus paranasal adalah :3

13
1. Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga

udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka

pertumbuhan tulang akan terdesak.

2. Sebagai pengatur udara (air conditioning).

3. Peringan cranium.

4. Resonansi suara.

5. Membantu produksi mukus.

Anatomi sinus4

Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke

daerah yang berbeda dalam kavum nasi. Aliran sekresi sinus sfenoid menuju resesus

sfenoetmoid, sinus frontal menuju infundibulum meatus media, sinus etmoid anterior

menuju meatus media, sinus etmoid media menuju bulla etmoid dan sinus maksila

menuju meatus media. Struktur lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi adalah

duktus nasolakrimalis yang berada kavum nasi bagian anterior.4

Sinus Maxilaris

1. Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus

maksilaris arcus I.

2. Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang

apexnya pada pars zygomaticus maxillae.

14
3. Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang

dewasa.

4. Berhubungan dengan :

a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis)

sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.

b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.

c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.5

Sinus Ethmoidalis1,2

1. Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

2. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari

7-15 cellulae, dindingnya tipis.

3. Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara

hidung dan mata

4. Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina

cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke

daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb).

b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan

operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk

ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma.

c. Nervus Optikus.

d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

Sinus Frontalis1,2,

1. Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

2. Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

15
3. Volume pada orang dewa sa ± 7cc.

4. Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

5. Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.

c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

Sinus Sfenoidalis1,2

1. Terbentuk pada fetus usia bulan III.

2. Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.

3. Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

4. Berhubungan dengan :

a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.

b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.

c. Tranctus olfactorius.

d. Arteri basillaris brain stem (batang otak).

Definisi

Sinusitis kronis adalah kondisi umum di mana rongga di sekitar hidung (sinus)

meradang dan bengkak setidaknya 12 minggu, meskipun telah dilakukan upaya

pengobatan.6

Sinusitis kronis disebut juga sebagai rinosinusitis kronis. Kondisi ini

mengganggu drainase dan menyebabkan lendir menumpuk. Pasien dengan sinusitis

kronis, biasanya sulit untuk bernapas melalui hidung. Daerah sekitar mata dan wajah

mungkin terasa bengkak, dan pasien biasanya mengalami nyeri wajah yang berdenyut

atau sakit kepala.4

16
Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh infeksi, tetapi juga dapat disebabkan

adanya pertumbuhan pada sinus (polip hidung) atau deviasi septum hidung. Sinusitis

kronis paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan setengah baya, juga dapat

mempengaruhi anak-anak.2

Epidemiologi

Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama

di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi

pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis

maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Data dari DEPKES RI tahun

2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari

50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah

sakit.2

Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami

infeksi saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi

saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis. Menurut Rachelevsky, 37% anak

dengan rinosinusitis kronis didapatkan tes alergi positif sedangkan Van der Veken dkk

mendapatkan tidak ada perbedaan insiden penyakit sinus pada pasien atopik dan non

atopik. Menurut Takahasi dan Tsuttumi sinusitis sering di jumpai pada umur 6-11

tahun. Sedangkan menurut Gray terbanyak di jumpai pada anak umur 5-8 tahun dan

mencapai puncak pada umur 6-7 tahun.2

Etiologi

Etiologi dan faktor predisposisi sinusitis kronik cukup beragam. Pada era

praantibiotik, sinusitis hiperplastik kronik timbul akibat sinusitis yang berulang

17
dengan penyembuhan yang tidak lengkap. Berbagai faktor fisik, kimia, saraf,

hormonal dan emosional mempengaruhi mukosa hidung.2

Secara umum, sinusitis kronik lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah.

Defisiensi gizi, kelemahan tubuh yang tidak bugar, dan penyakit umum sistemik perlu

dipertimbangkan dalam etiologi sinusitis kronik. Perubahan dalam factor-faktor

lingkungan, misalnya dingin, panas, kelembapan, dan kekeringan, demikian pula

polutan atmosfer termasuk asap tembakau, dapat merupakan factor predisposisi.3

Dalam daftar predisposisi umum ini harus ditambahkan paparan terhadap

infeksi sebelumnya, misalnya common cold, asma ataupun penyakit alergi seperti

rhinitis alergika. Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit

sinusitis kronik, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan

neoplasma.3

Etiologi sinusitis kronik dapat berupa virus, bakteri dan jamur dimana virus

adalah penyebab utama infeksi saluran napas atas seperti, sinusitis, faringitis, dan

sinusitis akut. Virus sinusitis biasanya menyerang hidung, nasofaring dan juga meluas

ke sinus, yang termasuk didalamnya adalah rinovirus, influenza virus dan

parainfluenza virus. Sinusitis kronik dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti

yang menyebabkan sinusitis akut.7

Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainase yang tidak

adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat

cenderung oportunistik. Bakteri penyebab sinusitis kronik banyak macamnya, baik

anaerob maupun yang aerob, namun yang merupakan proporsi terbesar adalah bakteri

anaerob.1

Bakteri aerob yang sering ditemukan antara lain staphylococcus aureus,

streptococcus viridians, haemuphilus influenza, neisseria flavus, staphylococcus

18
epidermidis, streptococcus pneumonia, dan Escherichia coli. Sedangkan bakteri

anaerob antara lain peptostreptococcus, corynebacterium, bacteroides, dan

veillonella. Infeksi campuran antara organism aerob dan anaerob sering kali juga

terjadi.1

Patofisiologi

Patofisiologi dasar penyakit sinusitis kronik ini suatu gangguan mukosa di dan

sekitar ostium di regio meatus medius akibat reaksi radang pada hidung yang

berkelanjutan. Setiap infeksi traktus respiratorius atas biasanya mengenai mukosa

sinus, karena epitel sinus merupakan epitelium kuboid bertingkat bersilia yang mirip

dengan epitelium kolumner bertingkat bersilia pada hidung, sehingga hal-hal yang

terjadi di hidung biasanya terjadi pula di sinus-sinus, karena hidung akan

mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan superinfeksi bakterial, yang kemudian

bakteri tersebut dapat masuk melalui ostium menuju ke dalam rongga-rongga sinus

dan berkembangbiak di dalamnya.4

Sinus paranasalis akut dapat menjadi kronik oleh berbagai faktor yakni faktor

alergi, faktor gangguan pada Komplek Ostio meatal (KOM) yang menganggu patensi

ostium ( deviasi septum nasi, polip nasi, konka bulosa). Mukosa juga mengandung

subsatansi antimikrobial yang masuk bersama udara pernafasan. 6,10 Organ-organ yang

membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila edema, mukosa yang berhadapan akan

saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya

terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya

transudasi. Kondisi ini bisa dianggap rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh

dalam beberapa hari tanpa pengobatan. 1

19
Bila kondisi menetap sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media

yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.

Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi

antibiotik. Jika terapi tidak berhasil inflamasi berlanjut sehingga terjadi hipoksia dan

bakteri anaerob berkembang, mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai

siklus yang berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu

hipertrofi, polipoid atau pembengkakan polip dan kista.4

Pol

Hil
Su Dr Pe Ale
Inf
Se
Pe
Siklus Peristiwa Yang Mengarah Pada Sinusitis Kronik2

Gejala Klinis

Sinusitis kronik ditandai dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut, yaitu

adanya dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua kriteria minor.8

Kriteria mayor dari sinusitis kronik antara lain berupa, nyeri atau sakit pada

bagian wajah, gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca

nasal (post nasal drip). Kemudian gejala faring, yaitu rasa sakit tidak nyaman dan

gatal di tenggorok, terdapat purulen pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan

sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior, sedangkan pada

rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.8

20
Gejala berikutnya yaitu hyposmia atau anosmia, gejala mata oleh karena

penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis, gejala di saluran cerna oleh karena

mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.8

Sedangkan kriteria minornya dapat berupa nyeri atau sakit kepala, demam,

halitosis, kelelahan (fatigue), sakit gigi (dental pain), gejala saluran nafas berupa

batuk yang kadang-kadang dapat menyebabkan komplikasi di paru-paru berupa

bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronchial sehingga terjadi penyakit

sinobronkial, gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya

tuba eustachius.8

Nyeri kepala pada sinusitis kronik biasanya terasa pada pagi hari, dan akan

berkurang atau atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan

pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga

hidung dan sinus serta adanya statis vena.4

Diagnosis

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek,

umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja.

Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya. Polusi bahan kimia

menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung.

Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi

imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi

kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.9

Diagnosis rinosinusitis kronik tanpa polip nasi (pada dewasa)

berdasarkan EP3OS 2007 ditegakkan berdasarkan penilaian subyektif,

21
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.1 Penilaian subyektif

berdasarkan pada keluhan, berlangsung lebih dari 12 minggu :

1. Gejala Subjektif

Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari : 2,9

 Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret

pasca nasal (post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung

biasanya sedikit tersumbat.

 Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di

tenggorokan.

 Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi

sumbatan tuba eustachius.

 Ada nyeri atau sakit kepala.

 Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

 Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa

bronkhitis atau bronkhiektasis atau asma bronkhial.

 Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi

gastroenteritis.

2. Gejala Objektif

Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak

terdapat pembengkakan pada wajah. Rinoskopi anterior dengan cahaya

lampu kepala yang adekuat dan kondisi rongga hidung yang lapang

(sudah diberi topikal dekongestan sebelumnya). 2

Dengan rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan rongga hidung

yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti udem konka,

hiperemi, sekret (nasal drip kental, purulen dari meatus medius atau

22
meatus superior), deviasi septum, tumor atau polip. Pada rinoskopi

anterior dapat ditemukan sekret, dapat juga ditemukan polip, tumor

atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret

purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.10

b. Pemeriksaan Penunjang

 Transiluminasi, merupakan pemeriksaan sederhana terutama untuk

menilai kondisi sinus maksila. Pemeriksaan dianggap bermakna bila

terdapat perbedaan transiluminasi antara sinus kanan dan kiri.

Pemeriksaan untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada daerah

sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.10

 Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters,

PA dan Lateral. Posisi Waters, maksud posisi Waters adalah untuk

memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum

maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian

rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama

untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid.

Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk

menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.

23
Foto Water Sinus Normal

Foto Water Sinusitis Maxillaris Dextra

 Pungsi sinus maksilaris

Jalur insersi trokar pada irigasi antrum maksilaris biasanya di bawah

konka inferior setelah sebelumnya dilakukan konkainisasi membrana

mukosa. Jalur alternatif lainnya melalui pendekatan sublabial dimana

jarum ditusukkan lewat celah bukalis gusi menembus fosa insisiva,

kemudian larutan salin hangat dialirkan ke dalam antrum maksilaris

melalui jalur ini pus akan didorong keluar melalui ostium alami. 3

24
Irigasi antrum sinus maksilaris

 Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan

dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor

atau kista dan bagaimana keadaan mukosa dan apakah osteumnya

terbuka. Pada sinusitis kronis akibat perlengketan akan menyebabkan

osteum tertutup sehingga drainase menjadi terganggu.

 Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu

dilakukan sinoskopi.

 Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan

naso- endoskopi. Endoskopi nasal, dapat menilai kondisi rongga hidung,

adanya sekret, patensi kompleks ostiomeatal, ukuran konka nasi, udem

disekitar orifisium tuba, hipertrofi adenoid dan penampakan mukosa

sinus.1,13 Indikasi endoskopi nasal yaitu evaluasi bila pengobatan

konservatif mengalami kegagalan.18 Untuk rinosinusitis kronik,

endoskopi nasal mempunyai tingkat sensitivitas sebesar 46 % dan

spesifisitas 86 %.18

25
 Pemeriksaan CT –Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan

sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan

pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level,

perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus

paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus

kronik).7 CT Scan merupakan gold standart yang digunakan untuk

diagnosis sinusitis karena dengan CT Scan maka dapat melihat anatomi

dari hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus, adanya

kelainan di KOM (kompleks ostiomeatal) secara menyeluruh dan

diperlukan khususnya pada sinusitis yang unilateral untuk

menyingkirkan kemungkinan keganasan,. Indikasi dilakukan CT Scan

adalah mengalami sinusitis kronik yang tidak membaik dengan

pengobatan ataupun pasien yang akan melakukan operasi sinus.

Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan : 4

1. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin,

homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans.

Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila

kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-

fluid level.

2. Polip yang mengisi ruang sinus

3. Polip antrokoanal

4. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus

5. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur

oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran

26
pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan

kadang-kadang pengapuran perifer.

6. Tumor

Gambaran CT Scan Sinusitis Maksilaris

Diagnosis sinusitis kronik 2


REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS
(2003 TASK FORCE)
Duration Physical findings (on of the following must be present)
>12 weeks of continuous 1. Discolored nasal discharge, polyps, or polypoid
symptoms (as described swelling on anterior rhinoscopy (with
by 1996 Task Force) or decongestion) or nasal endoscopy
physical findings 2. Edema or erythema in middle meatus on nasal
endoscopy
3. Generalized or localized edema, erythema, or
granulation tissue in nasal cavity. If it does not
involve the middle meatus, imaging is required for
diagnosis
4. Imaging confirming diagnosis (plain filmsa or
computerized tomography)b

27
Diagnosis banding

Diagnosis banding sinusitis kronis adalah sebagai berikut 11 :

a. Sinusitis alergi jamur

b. Cystic Fibrosis

c. GERD

d. Keganasan

e. Tumor

f. Rhinitis nonalergi

g. Nyeri karena penyebab lain (migraine, tension headaches, cluster

headaches, dan facial pain syndromes)

h. Rhinitis alergi

i. Sinusitis akut

j. Sinusitis fungal

k. Tumor jinak basis kranii

l. Disfungsi konka.2

Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:

1. Mempercepat penyembuhan

2. Mencegah komplikasi

3. Mencegah perubahan menjadi kronik.

Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan

pembedahan (operasi).1,2

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:

28
Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40 mg/kgbb/hari) yang

merupakan first line drug, namun jika tidak ada perbaikan dalan 48-72 jam,

dapat diberikan amoksisilin/klavulanat. Sebaiknya antibiotik diberikan selama

10-14 hari.1,2

Pada kasus sinusitis kronis, antibiotik diberikan selama 4-6 minggu sebelum

diputuskan untuk pembedahan. Dosis amoksisilin dapat ditingkatkan sampai 90

mg/kgbb/hari. Pada pasien dengan gejala berat atau dicurigai adanya komplikasi

diberikan antibiotik secara intravena. Sefotaksim atau seftriakson dengan

klindamisin dapat diberikan pada Streptococcus pneumoniae yang resisten.1,2

Tabel 2.2 Antibiotik pada sinusitis

Terapi tambahan: Terapi tambahan meliputi pemberian antihistamin,

dekongestan, dan steroid.

Antihistamin : antihistamin merupakan kontra indikasi pada sinusitis,

kecuali jelas adanya etiologi alergi. Pemberian antihistamin dapat

mengentalkan sekret sehingga menimbulkan penumpukan sekret di sinus,dan

memperberat sinusitis.1,2

Dekongestan: dekongestan topikal seperti oksimetazolin, penileprin akan

menguntungkan jika diberikan pada awal tata laksana sinusitis. Aktifitasnya

akan mengurangi edem atau inflamasi yang mengakibatkan obstruksi ostium,

meningkatkan drainase sekret dan memperbaiki ventilasi sinus. Pemberian

29
dekongestan dibatasi sampai 3-5 hari untuk mencegah ketergantungan dan

rebound nasal decongestan. Pemberian dekongestan sistemik, seperti

penilpropanolamin, pseudoefedrin dapat menormalkan ventilasi sinus dan

mengembalikan fungsi pembersih mukosilia. Dekongestan sistemik dapat

diberikan sampai 10-14 hari. 1,2

Vasokonstriktor lokal dan dekongestan lokal untuk memperlancar

drainase sinus sepeti Solusio efedrin 1-2% tetes hidung, Solusio Oksimetasolin

HCl 0,05% semprot hidung (untuk anak-anak memakai 0,025%), dan Tablet

pseudoefedrin 3x60mg (dewasa). Analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri

seperti Parasetamol 3x500mg dan Metampiron 3x500mg. 2

Steroid : steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan

mengurangi edem dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki drainase

sinus. Untuk steroid oral, dianjurkan pemberiannya dalam jangka pendek

mengingat efek samping yang mungkin timbul. 1,2

Untuk membedakan pengobatan medikamentosa sinusitis yang spesifik

pada pengobatan : 1,2

 Terapi awal:

- Amoxicillin 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau

- TMP-SMX 160mg-800mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari

 Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir

- Amoxicillin 1000 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau

- Amoxicillin/Clavulanate 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10

hari,atau

30
- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.

 Pasien dengan gagal pengobatan

₋ Amoxicillin 1500 mg dengan klavulanat 125 mg per oral 2 kali sehari

selama 10 hari, atau

₋ Amoxicillin 1500mg per oral 2 kali sehari dengan Clindamycin 300 mg

peroral 4 kali sehari selama 10 hari, atau

₋ Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.

Diatermi: Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu

penyembuhan sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus. 1,2

Pembedahan: Untuk pasien yang tidak responsif dengan terapi

medikamentosa yang maksimal, tindakan bedah perlu dilakukan. Indikasi

bedah apabila ditemukan perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis,

nekrosis dinding sinus disertai pembentukan fistel, pembentukan mukokel,

selulitis orbita dengan abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak

membaik dengan terapi konservatif.2

Beberapa tindakan pembedahan pada sinusitis antara lain, irigasi dan

drainase. Tujuan dilakukan irigasi nasal adalah untuk meningkatkan fungsi

dari mucociliary clearence dan menurunkan edema pada mukosa hidung.

Selain itu juga terdapat tindakan lain seperti septoplasti, antral lavage,

caldwell luc dan functional endoscopic sinus surgery (FESS). Terapi bedah

yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan sederhana dengan

peralatan yang sederhana sampai operasi menggunakan peralatan canggih

endoskopi.23 Beberapa jenis tindakan pembedahan yang dilakukan untuk

rinosinusitis kronik tanpa polip nasi ialah:1,23

31
1. Sinus maksila:

a. Irigasi sinus (antrum lavage)

b. Nasal antrostomi

c. Operasi Caldwell-Luc

2. Sinus etmoid:

a. Etmoidektomi intranasal, eksternal dan transantral

3. Sinus frontal:

a. Intranasal, ekstranasal

b. Frontal sinus septoplasty

c. Fronto-etmoidektomi

4. Sinus sfenoid :

a. Trans nasal

b. Trans sfenoidal

5. FESS (functional endoscopic sinus surgery), dipublikasikan pertama kali

oleh Messerklinger tahun 1978. Bedah Sinus Endoskopi Fungisional

(BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) (Rekomendasi

A) 11

BSEF adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan

menggunakan endoskop yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi

drainase dan ventilasi sinus. Prinsipnya membuka dan membersihkan

KOM (kompleks osteomeatal) yang merupakan sumber penyumbatan dan

infeksi. 1,3,10

Indikasi dilakukannya BSEF adalah sebagai berikut : 1,10

o Sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan

o Sinusitis dengan penyulit

32
o Sinusitis jamur

Kontraindikasi dilakukan BSEF adalah sebagai berikut : 12

o Osteitis atau osteomielitis tulang frontal

o Pasca operasi radikal dengan hipoplasia rongga hidung

o Penderita dengan diabetes mellitus, malignancy, kelainan hemostatis

yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai dengan

bidangnya.

Komplikasi

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan

derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium.

Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau

berkomplikasi.3

1. Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis

akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita

dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.

Terdapat lima tahapan : 3

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat

infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan

pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus

ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.

b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif

menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.

33
c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding

tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.

d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi

orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan

unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata

yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses

orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri

melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk

suatu tromboflebitis septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :

 Oftalmoplegia.

 Kemosis konjungtiva.

 Gangguan penglihatan yang berat.

 Kelemahan pasien.

 Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang

berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta

berdekatan juga dengan otak.

2. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam

sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut

sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus

frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui

atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi

sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser

34
mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia

dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. Piokel adalah

mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun

lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah

untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase

yang baik atau obliterasi sinus.3

3. Komplikasi Intra Kranial

a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah

meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar

sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan,

seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina

kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. 3

b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna

kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul

lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum

pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.7

c. Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan

arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan

abses dura.3

d. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus

terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara

hematogen ke dalam otak. Terapi komplikasi intra kranial ini adalah

antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang

mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.3

35
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang

frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat

berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.7,8

5. Kelainan Paru

Kelainan paru yang dapat menjadi penyulit adalah bronkiektasis serta

bronkitis kronik. Sinobronkitis adalah kelainan pada sinus yang disertai

dengan kelainan paru. 1

Pencegahan

Langkah-langkah berikut mengurani risiko sinusitis kronis:

a. Menghindari infeksi saluran nafas bagian atas.

b. Menangani alergi dengan hati-hati.

c. Menghindari rokok dan polusi udara

d. Gunakan humidifier apabila udara terasa kering.1

Prognosis

Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh

secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa

mengalami relaps setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang

dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan

yang adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan sinusitis kronik,

meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya. Sedangkan

prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang dini maka

akan mendapatkan hasil yang baik. 5

36
FOLLOW UP

Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Planning


18-04- Tenggorokan KU : Baik Sinusitis Tx dr Agus Sp THT
2018 berlendir TD : 120/80 Maxilaris o IVFD RL 14 tpm
Nadi : 88 x/menit D/S o Pro irigasi sinus
RR : 18 x/menit D/S hari ini
Temp : 36°C o Inj intravena
Cinam 2x1
o Consul dr SpAn
K/L: AICD -/-/-/- pKGB

Tenngorokan: Post nasal
dril (+)

Thorax : simetris, sonor


(+/+), vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-
/-), suara jantung SI/SII
reguler, murmur (-),
gallop (-)

Abd : soefl, timpani, BU


+ normal

Ext : CRT< 2 detik


18-04- Nyeri luka KU : nyeri Post irigasi Tx dr Agus Sp THT
2018 operasi, TD : 130/80 sinum o IVFD RL 20tpm
perdarahan Nadi : 98 x/menit maxilris D/S o Inj intravena Cinam
(+) minimal, RR : 20 x/menit 2x1gr
bengkak pipi Temp : 36,5°C o Inj intravena
kiri Santagesik 3x1 gr
o Inj intravena
K/L: AICD -/-/-/- pKGB Ranitidin 2x50mg
–, bengkak di pipi kiri, o Inj Dexametason 3
fluktuasi (-) 2amp
Tenggorokan o Besok aff tampon
perdarahan minimal o Kompres dingin pipi
kiri
Thorax : simetris, sonor
(+/+), vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (- Tx dr Dony Sp An
/-), suara jantung SI/SII • Observasi perdarahn
reguler, murmur (-), • Inj intravena
gallop (-) Granicentron 1x3 g
• Inj intravena
Abd : soefl, timpani, BU Dexamethasone 3x5
+ normal mg

37
Ext : CRT< 2 detik
19-04- Nyeri luka KU : sedang Post o IVFD RL 20tpm
2018 operasi TD : 110/70 Tonsilektomi o Inj intravena Cinam
berkurang, Nadi : 88 x/menit 2x1gr
bengkak pipi RR : 20 x/menit o Inj intravena
kiri Temp : 36,6°C Santagesik 3x1 gr
berkurang o Inj intravena
Ranitidin 2x50mg
K/L: AICD -/-/-/- pKGB o Inj Dexametason 3
– 2amp
Bengkak pipi (-) o Kompres dingin pipi
kiri
Thorax : simetris, sonor
(+/+), vesikuler (+/+), Pasien boleh pulang
ronkhi (-/-), wheezing (- dengan terapi KRS:
/-), suara jantung SI/SII - Cefadroxil 2x1
reguler, murmur (-), - Na Didlofenak
gallop (-) 2x25mg

Abd : soefl, timpani, BU


+ normal

Ext : CRT< 2 detik

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto, Damayanti, Endang Mangunkusumo, dan Retno S.Wardani.


Hidung, dalam: Soepardi, Efianti A., Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin,
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2012. h.118-119, 145-147

2. Kristiono. Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan, Rinosinusitis Kronis


Tanpa Polip Nasi Pada Orang Dewasa. Fakultas Kedokteran. Universitas
Airlangga. Surabaya. 2013. Online, diunduh :http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-
PATOFISIOLOGI,%20DIAGNOSIS%20DAN%20PENATALAKSANAAN%20RI
NOSINUSITIS%20KRONIK%20TANPA%20POLIP%20NASI%20PADA%20OR
ANG%20DEWASA%20JURNAL%20THT-KL.docx.

3. Highler, Peter A. Penyakit Sinus Paranasalis, dalam: George L. Adams,


Lawrence R.Boies, dan Peter A.Highler, BOIES Buku Ajar Penyakit THT,
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. h.174-146, 240-260.

4. Brook. Chronic Sinusitis. Medscape. 2016. Available from :


http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview#showall

5. Probst Rudolf, Gerhard Grevers, and Heinrich Iro. Anatomy, Physiology and
Imunology of the Nose, Paranasal, In: Basic Otorhinolaryngology, Ebook.
2006. New York: Thieme. pp.3-6, 54-56

6. Rosenfeld Richard M., Sujana S.C, Kaparaboyna A.K, Richard R.O, Anju
Peters. Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis Executive
Summary, In: Otolaryngology Head and Neck Surgery, Vol. 152(4) 598–609,
2015, [online], available from:
http://oto.sagepub.com/content/152/4/598.full.pdf

7. Brook I. Chronic Sinusitis. Available from


http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview#showall.

8. Rosenfeld. Clinical Practise Guidline (Update) Adult Sinusitis. 2015. Available


from : http://bkpsbpt.org.br/arquivos/COM_INFEC_Guideline
Sinusite2015.pdf.
9. Mayo Clinic. Chronic Sinusitis. Available from
http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/chronicsinusitis/basics/definiti
on/con-20022039. Accessed on 9 april 2017

39
10. Rosenfeld Richard, Andes David, Bhattacharyya Neil, et al. Clinical practice
guideline : Adult sinusitis. Otolaryology-Head and Neck Surgery. United
States of America. 2007. 137.S1-S31

11. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on rhinosinusitis


and nasal polyps. Rhinology, 2007; 45(suppl 20): 1-139.

12. Shah DR, Salamone FN, Tami TA. Acute & chronic rhinosinusitis. In Lalwani
AK, eds. Current diagnosis and treatment in otolaryngology – head and neck
surgery. New York: Mc Graw Hill, 2008; 273-281.

40

Anda mungkin juga menyukai