MAKALAH DSBK KEL 4 Fix
MAKALAH DSBK KEL 4 Fix
KELOMPOK 2
KUPANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
bimbingan dan perlindungan-Nya telah memberikan kekuatan baik jasmani maupun rohani,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ‘HUBUNGAN SOSIAL
BUDAYA DENGAN GIZI’.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat serta dapat
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sederhananya ayah yang paling sering mendapatkan jatah makanan terlebih
dahulu di meja makan atau pemisahan antara makanan yang harus disajikan
untuk Ayah dan anggota keluarga yang lain. Kondisi budaya seperti ini turut
berkontribusi pada kondisi gizi anak dan ibu hamil di dalam keluarga karena
semua sistem keluarga patriarki.
1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui makanan sebagai fenomena sosial budaya
1.3.2 Untuk mengetahui klasifikasi makanan
1.3.3 Untuk mengetahui peran makanan
1.3.4 Untuk mengetaui praktek apa saja yang ada dalam masyarakat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu fenomena yang menarik saat ini adalah fenomena “makan
di luar” atau dengan bahasa lainnya yaitu “eating out”. Budaya makan di
rumah telah mengalami pergerasan dengan adanya kebiasaan makan di luar
rumah (eating out) yang dianggap mencerminkan gaya hidup modern dan
3
global. Makan di luar (eating out) muncul sebagai bagian dari kehidupan
sosial masyarakat urban. Kota dimana banyak terdapat pusat perbelanjaan dan
makan yang menjadi persaingan para produsen dalam mendapat konsumen
dan juga bagi konsumen dalam hal konsumsi untuk menunjukkan status dan
kelas sosialnya melalui jenis makanan dan tempat makan yang dikunjungi.
Sebagaimana dinyatakan Bourdieau dalam Lubis (2014:113), tempat makan
dan jenis makanan yang dipilih bisa saja menentukan kelas sosial seseorang.
a. Budaya
Budaya adalah alah satu faktor penentu dalam pemilihan makanan,
budaya memberikan dan memperkuat identitas dan rasa memiliki, dan
mempertegas perbedaan dari budaya lain. Pengaruh budaya mungkin
sangat jelas terlihat pada (makanan pokok, sebagian besar hidangan
populer) atau tersamar (bumbu yang digunakan, cara memasak). Temuan
bahwa imigran mempertahankan identitas budayanya dengan
mempertahankan pilihan makanannya telah dilaporkan oleh banyak
penelitian.
b. Agama
Agama sering menentukan konteks pemilihan makanan secara luas.
Beberapa agama di dunia memiliki peraturan tentang makanan yang
diperbolehkan, dan kapan makanan tersebut boleh atau tidak boleh
dimakan. Larangan ditetapkan mengenai jenis daging, daging secara
umum dan cara memasak dan kombinasi makanan juga diatur oleh
ketentuan ini. Peraturan mungkin juga meliputi lama puasa, ritual dan 12
perayaan. Penganut agama-agama ini membatasi pilihan makanan mereka,
tetapi juga memperoleh rasa identitas.
c. Keputusan etis
Cara menghasilkan makanan dapat dipengaruhi pemilihan makanan.
Ada banyak keprihatinan mengenai cara pemeliharaan hewan untuk
dimakan dan cara bertani yang merusak lingkungan. Pendukung suatu
prinsip etika mungkin mengubah pilihan makanannya agar sesuai dengan
4
prinsip yang dianutnya, memilih makanan produk organik menjadi vegan
atau vegetarian.
d. Faktor ekonomi
Dalam kelompok budaya atau agama manapun, akses terhadap
makanan (kemampuan memperoleh makanan) dalam hal uang atau barang
penukar merupakan faktor kritikal dalam menentukan pilihan makanan.
Semakin tinggi status ekonominya, semakin banyak jumlah dan jenis
makanan yang dapat diperoleh.Sebaliknya, orang yang hidup dalam
kemiskinan atau berpenghasilan rendah memiliki kesempatan yang sangat
terbatas untuk memilih makanan. Ini mungkin merupakan akibat dari tidak
tersedianya makanan di daerah mereka, kurangnya uang untuk membeli
makanan, atau keduanya.
e. Pendidikan/kesadaran tentang kesehatan
Faktor ini berasal dari lingkungan eksternal dan menentukan
besarnya perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan
gizi, dan seberapa jauh masalah kesehatan menentukan pilihan makanan.
Sebagian besar penghalang, termasuk beberapa faktor eksternal yang
dibahas di sini, mungkin ikut mempengaruhi proses ini. Pengenalan akan
resiko dari diet yang tidak sehat, relevansinya bagiseseorang, dan
kemampuan untuk menindaklanjutinya dengan pemilihan makanan
merupakan prasyarat kunci.
f. Media dan periklanan
Kedua hal ini memberi informasi tentang beberapa makanan,
biasanya makanan yang diproses atau diproduksi di pabrik dan mungkin
kurang baik nilai gizinya karena banyak mengandung lemak, garam dan
gula. Semakin sering diiklankan, semakin dikenalilah produk tersebut dan
semakin banyak pula permintaan akan prosuk tersebut. Anak dari keluarga
berpenghasilan rendah yang sering menonton televisi paling banyak
mengkonsumsi makanan yang diiklankan.
5
2.2 Klasifikasi makanan
6
sebagai antiseptik alami dalam tubuh. Sedangkan obat sebai makanan
contohnya daun kelor yang digunakan masyarakat sebagai lauk pauk.
4. Makanan Sebagai Simbol Status Sosial
Makanan sebagai simbol status sosial merupakan jenis makanan
yang jika dihidangkan atau dimakan akan menjadi simbol status sosial
seseorang. Contohnya masyarakat di Sumba apabila menghidangkan
makanan dalam suatu acara, jika yang disembelih adalah hewan besar
(sapi, kerbau, atau kuda ) maka menunjukan status sosial yang tinggi
namun jika yang di hidangkan merupakan hewan kecil (ayam atau
kambing) menunjukan bahwa pemilik acara memiliki status sosial yang
rendah.
5. Makanan Paralel
Makanan paralel merupakan makanan yang dimakan sebagai
selingan dari makanan pokok. Contohnya orang NTT mengkonsumsi
buah pinang (sirih pinang) sebagai makanan selingan setelah
mengkonsumsi makanan pokok.
7
Contoh, di sebuah desa di India bagian Utara, makanan termasuk panas
adalah kacang polong yang sudah dikupas, gula kasar, susu kerbau, telur,
ikan, daging, bawang merah dan bawang putih. Susu dianggap tidak boleh
dimakan dengan daging maupun dengan ikan karena panas yang
dihasilkannya. Makan makanan yang ekstra panas secara teratur dan sebagai
kebiasaan akan menghasilkan temperamen yang panas dan lekas marah.
Selain merupakan hal pokok dalam hidup, makanan penting juga bagi
pergaulan sosial. Makanam dapat dimanipulasikan secara simbolis untuk
menyatakan persepsi terhadap hubungan antara individu-individu dan
kelompok-kelompok atau dalam kelompok untuk meramalkan bagaimana
kehidupan sosial terjadi. Ungkapan simbolis tersebut dapat dilihat dalam:
8
2. Makanan sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok
9
marah, menguap artinya panas hati dsb. Kata-kata untuk mendeskripsikan
persiapan makanan adalah juga kata-kata yang digunakan untuk
melukiskan situasi kejiwaan seperti hangat artinya mulai marah, terbakar
artinya marah, mendidih artinya sangat marah, menguap artinya panas hati
dsb.
10
Namun demikian, dengan berjalannya waktu, mitos ini tidak lagi menjadi
keharusan, namun menjadi suatu anjuran agar ibu hamil bersikap dan
bertindak seperti hal-hal sebagai berikut :
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kurangnya asupan gizi akan meningkatkan risiko terkena
penyakit infeksi dan berbagai penyakit kronis yang pada gilirannya akan
mengurangi produktivitas dalam bekerja dan berkontribusi kepada
masyarakat
Penyebab timbulnya masalah gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti kemiskinan, kekurangan persediaan pangan, sanitasi buruk, minimnya
pengetahuan gizi dan pola asuh anak, serta perilaku buruk dalam
mengkonsumsi makan di kalangan masyarakat. Pola konsumsi makanan
sendiri sangat dipengaruhi oleh budaya setempat.
Nutrisi adalah konsep biokimia suatu bahan makanan yang
mengandung gizi dan berguna untuk memelihara kesehatan. Sedangkan
makanan dalam konsep kebudayaan adalah pernyataan yang menjelaskan
bahwa bahan ini cocok untuk gizi kita. Jadi, dalam konsep kebudayaan
memasukkan unsur, nilai, kepercayaan, sehingga timbul penggolongan apa
yang dimaksud dengan makanan dan bukan makanan. Kebiasaan makan tidak
dapat dilepaskan dari nilai-nilai sosial budaya masyarakat. Sementara
kebiasaan makan sangat erat kaitannya dengan upaya pemeliharaan kesehatan
dan pencegahan penyakit.
3.2 Saran
1. Masalah gizi yang ada di masyarakat tidak hanya ada beberapa saja
karena masalah tersebut terjadi karena beberapa faktor, maka kami
meminta bantuan kepada segenap masyarakat untuk bisa memberikan
12
informasi tentang masalah tersebut dan mencegah masalah tersebut
bersama-sama. karena dalam mempersiapkan makalah ini kami juga
belum bisa mengupas secara tuntas masalah gizi yang terjadi karena
budaya dan pengetahuan
2. Ada baiknya masyarakat lebih memperhatikan sumberdaya masyarakat,
sehingga masyarakat lebih selektif dalam pemilihan bahan makanan.
DAFTAR PUSTAKA
13