Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
GENETIKA
“ MATERI GENETIK ”
Kelompok 2 :
Dosen Pengampuh : Dr. Aser Yalindua, MP & Verawati I.Y. Roring, SIK, M.Sc
BIOLOGI
2019
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga makalah yang berjudul tentang “Materi Genetik” ini
dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini membahas tentang konsep interaksi
gen, regulasi kerja gen pada prokaryota, regulasi kerja gen pada eukaryota,
regulasi kerja gen pada pembelahan sel, dan ekspresi kelamin.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami
menyadari dalam penulisan makalah ini ada banyak kesalahan, untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki kesalahan yang ada.
Sekian dan terima kasih.
Kelompok 2
I
DAFTAR ISI
Bab I. Pendahuluan............................................................................................. 1
A. Kesimpulan ................................................................................... 70
B. Saran .............................................................................................. 71
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Materi genetik merupakan komponen yang sangat penting pada saat terjadinya
reproduksi sel baik reproduksi sel somatik maupun reproduksi sel kelamin. Dengan
adanya materi genetik yang diturunkan pada saat terjadinya reproduksi sel maka
kelestarian suatu jenis dapat dipertahankan. Karenanya dalam reproduksi sel, yang
pertama dilakukan adalah memperbanyak informasi genetik atau reproduksi materi
genetic melalui replikasi.
1
Berdasarkan informasi tersebut, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai
materi genetika berupa kromosom, gen, asam nukleat (DNA dan RNA), serta
bagaimana gen dapat diekspresikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun batasan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep interaksi gen?
2. Bagaimana regulasi kerja gen pada prokariota?
3. Bagaimana regulasi kerja gen pada eukariota?
4. Bagaimana regulasi kerja gen terhadap pembelaha sel?
5. Bagaimana ekspresi kelamin yang terbentuk dari setiap makhluk hidup?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Mendefinisikan dan menjelaskan konsep interaksi gen.
2. Menjelaskan regulasi kerja gen pada prokariota.
3. Menjelaskan regulasi kerja gen pada eukariota.
4. Menjelaskan regulasi kerja gen terhadap pembelaha sel.
5. Menyebutkan dan menjelaskan ekspresi kelamin yang terbentuk dari setiap
makhluk hidup.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C.
Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger (comb) ayam.
Peristiwa ini disebut dengan Interaksi beberapa pasangan alela. Dalam hal ini
terdapat empat macam bentuk jengger ayam, yaitu :
3
Persilangan ayam berjengger Mawar dengan ayam berjengger Kacang
menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan
bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki
jengger berbentuk Walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut
disilangkan dengan sesamanya (Intersemating) maka diperoleh generasi
F2 dengan nisbah fenotipe Walnut : Mawar : Kacang : Tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang
sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger Tunggal. Munculnya
fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua
pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua
pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe
kacang.
4
diagram persilangan untuk pewarisan jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada
Gambar berikut ini.
Kesimpulannya :
Fenotip jengger yang baru ini disebabkan karena adanya interaksi (saling
pengaruh) antara gen-gen.
Sebuah gen untuk mawar dan sebuh gen untuk kacang mengadakan
interaksi menghasilkan jengger walnut, seperti terlihat pada ayam-ayam F1.
5
Perkawinan dua ekor ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger walnut
(bergenotip RrPp) dan F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.
Gen R dan gen P adalah bukan alel, tetapi masing-masing domina terhadap
alelnya (R dominan terhadap r, P dominan terhadap p). sebuah atau sepasang gen
yang menutupi (mengalahkan) ekspresi gen lain yang buka alelnya dinamakan gen
yang epistasis. Gen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen
yang hipostasis. Peristiwanya disebut epistasi dan hipostasi.
Dalam beberapa kasus, persilangan dengan sifat beda lebih dari satu
kadang menghasilkan keturunan dengan perbandingan yang berbeda dengan
hukum Mendel. Semisal, dalam suatu persilangan monohibrida (dominan resesif),
secara teori, akan didapatkan perbandingan 3:1, sedangkan pada dihibrida
didapatkan perbandingan, 9:3:3:1.
6
Percobaan-percobaan persilangan sering kali memberikan hasil yang
seakan-akan menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak bahwa
nisbah fenotipe yang diperoleh mengalami modifikasi dari nisbah yang
seharusnya sebagai akibat terjadinya aksi gen tertentu. misal untuk monohibrida
bukan 3:1 tapi 1:2:1. Dan pada dihibrida, mungkin kombinasi yang mucul adalah,
9:6:1 atau 15:1. Munculnya perbandingan yang tidak sesuai dengan hukum
Mendel ini disebut “Penyimpangan Semu Hukum Mendel“, kenapa “Semu”,
karena prinsip segregasi bebas tetap berlaku atau karena masih mengikuti hukum
Mendel, hal ini disebabkan oleh gen-gen yang membawa sifat memiliki ciri
tertentu.
Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.
7
Semi Dominansi/Intermedier/Dominansi Tidak Sempurna
Kodominansi
8
(bergenotipe IAIB) akan terdapat baik antigen A maupun antigen B di
dalam eritrositnya. Artinya, gen IA dan IB sama-sama diekspresikan pada
individu heterozigot tersebut.
Gen Letal
Gen letal atau Gen Kematian ialah gen yang dalam keadaan
homozigot dapat mengakibatkan kematian pada individu yang dimilikinya.
Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau beberapa saat setelah
kelahiran. Akan tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang
menyebabkan kematian pada waktu individu yang bersangkutan
menjelang dewasa.
Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal dominan dan gen letal
resesif. Gen letal dominan dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan
efek subletal atau kelainan fenotipe, sedang gen letal resesif cenderung
menghasilkan fenotipe normal pada individu heterozigot.
9
(Cpcp) : ayam normal (cpcp) = 2 : 1. Hal ini karena ayam dengan
genotipe CpCp tidak pernah ada.
10
Jika gen dominan gomozigotik (BB) akan memperlihatkan sifat letal. Jika
ada dua orang brakhtifalaangi kawin, maka anak-anaknya kemungkinan
memperlihatkan perbandingan 2 Brakhtifalangi: 1 Normal.
11
Pada sapi dikenal gen resesif am, yang bila homozigotik (amam)
akan memperlihatkan pengaruhnya letal. Anak sapi yang lahir, tidak
mempunyai kaki sama sekali. Walaupun anak sapi ini hidup, tetapi karena
cacatnya amat berat, maka kejadian ini tergolong sebagai letal. Sapi
homozigot dominan AmAm dan heterozigot Amam adalah nomal. Cara
menurunnya gen letal resesif ini sama seperti pada contoh dimuka.
andaikan ada sapi jantan heterozigot Amam kawin dengan sapi betina
homozigot dominan AmAm, maka anak-anaknya akan terdiri dari sapi
homozigot AmAm dan heterozigot Amam, di kemudian hari anak-anak
sapi ini dibiarkan kawin secara acakan (random).
12
Gen-gen letal dapat dihilangkan (dieliminir) dengan jalan
mengadakan perkawinan berulang kali pada individu yang menderita cacat
akibat adanya gen letal. Tentu saja hal ini mudah dapat dilakukan pada
hewan dan tumbuh-tumbuhan tetapi tidak pada manusia.
Kriptomer
13
bukan alel berada bersama.Faktor dominan ini seolah-olah sembunyi
(kriptos). Jadi Faktor yang tersebunyi tersebut adalah Faktor Kriptomer.
Interaksi bentuk kriptomeri sifatnya menyembunyikan karakter yang
terdapat pada leluhur (=atavisme).
Dimana :
14
Berdasarkan hasil persilangan di atas. F2 menghasilkan
perbandingan fenitope Ungu : Merah : putih sebesar 9 : 3 : 4. Jika dilihat
sepintas, hal tersebut tampak tidak sesuai dengan hukum Mendel.
Sebenarnya, perbandingan 9 : 3 : 4 tersebut hanya merupakan modifikasi
dari perbandingan 9 : 3 + (3 + 1).
Contoh lain :
15
Berdasarkan hasil persilangan di atas. F2 menghasilkan
perbandingan fenitope Biru : Merah : putih sebesar 6 : 6 : 4 Jika dilihat
sepintas, hal tersebut tampak tidak sesuai dengan hukum Mendel.
Sebenarnya, perbandingan 6 : 6 : 4 tersebut hanya merupakan modifikasi
dari perbandingan (9 -3) : (3 + 3 ) : (3 + 1).
Pada Tikus yang berwarna putih juga disebabkan oleh Faktor yang
tersebunyi yaitu Faktor Resesif.
16
Ilustrasinya adalah sebagai berikut :
Komplementer
17
Warna bunga kacang Lathyrus odoratus
18
Epistasis-Hipostasis
19
Sebenarnya dalam Epistasis ini tidak dapat diterangkan
“Bagaimana cara bekerjanya masing-masing pasangan gen”, tetapi hasil
pada F2 diperoleh Individu-Individu dengan imbangan yang mirip dengan
imbangan Dihybrid, sehingga dengan demikian disimpulkan bahwa yang
bekerja adalah dua (2) pasang gen.
Epistasis resesif (9 : 3 : 4)
Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit,
yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu
berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c
menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu kelabu
(AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram berikut
ini.
20
Pada Rhodentia, dilakukan perkawinan antara Hewan yang
berwarna Hitam dengan Genotipe AABB dengan Hewan Albino dengan
Genotipe aabb. Gen A menampakkan warna Hitam sedangkan aa
menampakkan warna Kream. Gene B menampakkan timbulnya warna,
sedangkan bb menutupi timbulnya warna, dalam hal ini bb menutupi gen
A.
21
Pada Tanaman Cucurbita pepo
22
Duplicate Resesif Epistasis (9 : 7)
Jadi ilustrasinya adalah : Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen,
katakanlah gen I, epistasis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang
bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis
terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan Duplicate
Resesif Epistasis atau epistasis resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan
nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.
Contoh :
Apabila Genotipe Ayam Silky Putih = AAbb dan Ayam Dorking Putih
= aaBB. Gen A menyebabkan timbulnya warna, aa menekan sifat B,
sedangkan Gen B menimbulkan Warna dan bb menekan Sifat A.
23
Epistasis dominan (12 : 3 : 1)
24
Contoh Kejadian Epistasis Dominan
Tanaman Jagung
25
Duplicate Dominan Epistasis (15 : 1)
26
menimbulkan sifat berbulu dan bb menimbulkan sifat tidak berbulu pada
kaki.
27
Polimer
28
polimeri. Jadi Polimeri adalah dua gen atau lebih yang menempati lokus
berbeda, tetapi memiliki sifat yang sama.
29
Sifat Ketebalan Lemak Punggung (Back Fat) pada Ternak babi.
Bila Babi dengan Back Fat 0,8 inch dikawinkan dengan Babi Back
fat 1,6 inch, maka F1 diperoleh Babi dengan Back Fat 1,2 inch dan F2
hasil intersemating diperoleh Fenotipe Babi dengan Back Fat yaitu : 1,6;
1,4; 1,2; 1,0 dan 0,8 inch.
30
Sifat-Sifat Produksi yang lain dalam bidang peternakan yang pola
penurunannya termasuk Kuantitatif dan Frekuensinya mengikuti Kurve Distribusi
Normal adalah Produksi Susu, PBB, Produksi telur dll. Jadi Individu-Individu
yang mempunyai produksi Medium/rata-rata terdapat dalam jumlah yang banyak
Ada dua sistem pengaktifan ekspresi gen, yaitu ekspresi gen secara
konstitutif dan induktif. Secara konstitutif berarti selalu diekspresikan dalam
31
keadaan apapun Sebaliknya, secara induktif bermakna gen yang hanya
diekspresikan jika ada keadaan yg memungkinkan atau ada proses induksi.
32
ekspresi suatu gen disebut induser, sedangkan yg bersifat menekan ekspresi suatu
gen disebut represor.
2) Model Operon
33
Dari gambar dapat dijelaskan bahwa pada pengendalian negatif dilakukan
oleh protein represor yang dihasilkan oleh gen regulator. Pada gambar satu,
represor ini menempel pada operator. Penempelan menyebabkan RNA polimerase
tidak dapat melakukan transkripsi gen-gen struktural, sehingga operon mengalami
represi (penekanan). Proses ini akan terjadi secara terus menerus selama tidak ada
induser di dalam sel. Ini disebut dengan mekanisme efisiensi seluler karena sel
tidak perlu mengaktifkan operon jika memang tidak ada induser sehingga energi
seluler dapat dihemat. Pada gambar dua, menjelaskan jika ada induser maka,
induser melekat pada bagian represor dan mengubah struktur dari represor,
sehingga mengubah allosterik konformasi molekul represor. Hal ini
mengakibatkan represor tidak dapat menempel lagi pada operator dan represor
tidak mampu menghambat transkripsi, sehingga RNA polimerase akan terus
berjalan. Pada gambar ketiga, represor yang dihasilkan pada gen regulator tidak
berikatan dengan ko-represor akan menjadi tidak aktif dan transkripsi pun akan
tetap berjalan. Terakhir pada gambar ke empat represor yang berikatan dengan ko-
represor pada sisi allosteriknya akan menghambat transkripsi.
Pada sistem pengendalian positif pada gen operon, operon diaktifkan oleh
produk gen regulator, yaitu aktivator. Aktivator dapat bekerja (diaktifkan) bila ada
34
induser. Kemudian aktivator yang telah berikatan dengan induser akan menempel
pada operator. Dengan demikian transkripsi dapat berjalan. Transkripsi dapat
dihentikan kembali bila ada ko-represor. Ko-represor dapat berikatan dengan
aktivator dan menonaktifkan kerja aktivator. Secara skematis pengendalian positif
operon dapat digambarkan sebagai berikut :
35
Pengendalian Negatif Operon Lac Dan pengendalian positif operon lac
a. Pengendalian negative operon lac
36
suatu isomer yang terbentuk dari laktosa , mendepresi operon dengan cara
menginaktifkan repressor. Dengan cara ini, enzim untuk metabolisme
terinduksi atau transkripsi berjalan. Di bawah ini diberikan gambar
skema pola regulasi ekspresi operon Lac pada Eschericaia coli
37
tertutup yang selanjutnya mekjadi kompleks terbuka yang siap melakukan
transkripsi.
Trp adalah salah satu operon dari E. coli yang mengalami represi. Jika
tryptophan tidak ada, RNA polimerase akan berikatan dengan promoter dan
mentranskrip gen dari operon tersebut. Tetapi jika terdapat tryptophan, represor
berikatan dengan operator dan mecegah RNA polimerase untuk berikatan dengan
promoter.
38
Pengendalian negatif operon trp dilakukan dengan cara menekan ekspresi
gen-gen dalam operon itu pada saat tersedia triptofan dalam jumlah banyak.
Operon trip terdiri atas 5 gen struktural, yaitu tripE, D, C, B dan A. Promotor dan
operator operon ini terletak pada daerah yang sama. Hal ini berbeda dengan
operator lac yang terletak tepat pada sisi sebelah hilir promotor lac. Pada daerah
hilir setelah promotor, tetapi sebelum daerah gen struktural, terdapat suatu urutan
nukleotida (trpL) yang mengkode suatu polipeptida awal berukuran pendek
(leader peptida) yang terdiri atas 14 asam amino dan tidak fungsional sebagai
protein.
Pada saat triptofan tidak tersedia, atau hanya tersedia dalam jumlah sangat
terbatas, gen trpR hanya menghasilkan aporepresor yang tidak mampu menempel
pada daerah operator sehingga RNA polimerase dapat dengan mudah melakukan
transkripsi gen-gen struktural trpE, D, C, B dan A setelah melewati daerah
attenuator. Sebaliknya, pada saat tersedia triptofan dalam jumlah banyak,
aporepresor yang dikode oleh trpR akan berikatan dengan molekul triptofan
(disebut sebagai ko-represor) sehingga terjadi perubahan struktural pada protein
aporepresor menjadi protein represor yang fungsional. Perubahan struktural
tersebut mengakibatkan represor dapat menempel pada daerah promotor operon
trp sehingga RNA polimerase tidak dapat melakukan transkripsi gen-gen
struktural.
39
gen tersebut diatur oleh gen keempat yaitu araC. Lokus araC dan araBAD
ditranskripsi dengan arah yang berlawanan oleh suatu daerah promotor
sentral.Aktivitas ipromotor araC (Pc) maupun promotor araBAD (PBAD)
distimulasi oleh CAP-cAMP. Operon ara mempunyai dua operator yaitu
araO1 (mengendalikan araC) dan araO2(mengendalikan araBAD). Protein araC
(dikode oleh araC) mempunyai 3 daerah pengikatan yaitu pada araO2, araOl, dan
pada aral yang dapat dibedakan menjadi dua sub-bagian yaitu aral1 dan aral2.
Pada saat tidak tersedia arabinosa, sehingga tidak diperlukan enzim untuk
katabolisme, protein araC melakukan pengendalian negatif dengan cara menempel
pada araO2 dan aral1. Penempelan itu menyebabkan DNA membengkok sehingga
menekan transkripsi operon araBAD.Sebaliknya, jika arabinosa tersedia, terjadi
perubahan konfirmasi protein araC sehingga protein regulator tersebut tidak dapat
menempel pada araO2 melainkan melekat pada aral1 dan aral2. Hal ini
menyebabkan penghilangan struktur bengkokkan DNA yang sebelumnya
menekan operon ara BAD sehingga operon ini dapat ditranskripsi dan translasi
menghasilkan enzim-enzim yang digunakan untuk metabolisms arabinosa.
Protein araC sendiri juga dapat diatur aras sintetisnya dengan mekanisme
autoregulasi. Gen araC ditranskripsi kearah kiri dari promotornya (PC) sementara
disemailah kirinya (disemailah hulu dari araC) terdapat operator araO1. Pada saat
konsentrasi araC meningkat, protein ini akan menempel pada
araO1 sehingga akhirnya menghambat transkripsi araC kearah kiri (kearah hulu
dari lokus araC). Penghambatan transkripsi araC ini pada akhirnya akan
mengurangi jumlah protein represor sehingga tidak disintesisi dalam jumlah
berlebihan.
Operon gal pada E. coli terdiri atas tiga gen struktural, yaitu galE, galT,
dan galK yang ditranskripsi dari dua promotor yang saling tumpang tindih pada
sisi sebelah hulu dari galE. Operon ini selain bertanggung jawab dalam
metabolisme galaktosa sebagai sumber karbon, juga berperan dalam mengubah
UDP-glukosa menjadi UDP-galaktosa pada waktu tidak ada galaktosa. Meskipun
40
transkripsi kedua promotor gal dapat diinduksi oleh galaktosa, tetapi produk galE
dalam aras dasar selalu dibutuhkan pada saat tidak tersedia galaktosa. Operon gal
juga diatur oleh sistem represi katabolic. Pada saat konsentrasi cAMP tinggi,
kompleks CAP-cAMP akan menstimulasi transkripsi dari promotor pertama
sekaligus menekan promotor kedua sehingga terbentuk produk gen-gen struktural
operon gal. Sebaliknya, jika bakteri ditumbuhkan dalam medium yang
mengandung glukosa, sehingga konsentrasi cAMP rendah, maka transkripsi
dimulai dari promotor kedua yang terletak disemailah hulu promotor pertama.
Keadaan ini menyebabkan disintesisinya enzim-enzim gal pada aras dasar (basal
level). Kedua promotor gal tersebut dikendalikan secara negatif oleh produk gen
galR yang tidak terikat dengan operon gal.
Regulasi ekspresi gen berjalan pada berbagai tingkatan, mulai dari tingkat
gen sampai tingkat jaringan. Regulasi ini berjalan sehubungan dengan proses
diferensiasi sel, dalam rangka pembentukan berbagai jaringan dan organ, dan juga
berjalan karena ada kebutuhan tertentu, yang berhubungan dengan siklus biologi
(Jusuf, 2003).
41
sampai pada tingkat pascatranslasi (Jusuf, 2003).
Kromosom eukariot tersusun atas dua komponen yaitu DNA dan protein
histon. DNA mengandung informasi untuk mengendalikan kehidupan, dan
histon berfungsi untuk melindungi DNA dari kerusakan mekanik, misalnya
putus saat bergerak pada waktu mitosis dan meiosis. Kromosom yang nampak
di bawah mikroskop cahaya pada saat mitosis atau meiosis merupakan hasil
penggulungan DNA pada histon. Penggulungan ini berlangsung melalui
beberapa tingkat. Kromosom yang berada dalam fase di luar mitosis atau
meiosis secara umum berada dalam keadaan tidak tergulung. Sedangkan
kromosom yang berada dalam keadaan tergulung gennya tidak berekspresi.
Gen-gen yang secara permanen tidak diekspresikan pada suatu jaringan,
kemungkinan besar DNAnya berada dalam keadaan tergulung.
Studi morfologi kromosom di bawah mikroskop cahaya memperlihatkan
adanya pita heterokromatin dan eukromatin. Heterokromatin merupakan
wilayah dengan DNA tergulung sangat kompak, sehingga bila diwarna akan
terlihat lebih pekat, sedangkan pada eukromatin gulungannnya lebih longgar
sehingga warnanya lebih terang. Pada wilayah heterokromatin, terdapat gen-
gen yang tidak aktif berekspresi, sedangkan gen-gen yang aktif berekspresi
terdapat pada wilayah eukromatin.
42
Body. Namun demikian, kromosom yang inaktif akibat terkondensasi masih
dapat terurai kembali dalam pembelahan sel (mitosis). Proses penginaktifan
berjalan pada awal perkembangan sel.
43
Beberapa ruas pemicu ikut terlibat dalam proses regulasi.
Faktor transkripsi lainnya yaitu represor berperan menghambat atau mencegah
terjadinya transkripsi. Proses kerjanya mirip dengan aktivator, yaitu
berinteraksi dengan ruas pengendali yang disebut silencer, dan mencegah
transkriptase melakukan inisiasi transkripsi.
Sebagai contoh pada tikus, enzim amilase yang dihasilkan oleh kelenjar
ludah dengan yang dihasilkan pada hati. Pada lalat buah, perbedaan antara
lalat jantan dan betina ditentukan oleh gugus protein, yang satu khas pada
jantan dan yang lain pada betina. Kedua protein ini disandikan oleh gen yang
sama, yang berbeda hanya pada cara pemilihan intron dan eksonnya.
44
berbagai cara termasuk pendegradasian mRNA, inisiasi translasi, pengaktifan
protein, dan degradasi protein.
Ada tiga metode utama yang sudah diketahui dari sel-sel eukariotik untuk
meregulasi pembuatan proteinnya pada tahap translasi :
45
heme maka polipeptida penyusun hemoglobin dapat disintesis, dan kemudian
akan berasosiasikan dengan heme membentuk molekul hemoglobin.
46
mengaktifkan serangkaian target protein, yang pada akhirnya mengarah pada
suatu faktor transkripsi. Faktor transkripsi lalu menjadi teraktivasi (akibat
fosforilasi dan defosforilasi) sehingga mengakibatkan regulasi transkripsi
suatu gen.
a. Cyclin. Jenis cyclin utama dalam siklus sel adalah cyclin D, E, A, dan B.
Cyclin diekspresikan secara periodik sehingga konsentrasi cyclin berubah-
ubah pada setiap fase siklus sel. Berbeda dengan cyclin yang lain, cyclin D
tidak diekspresikan secara periodik akan tetapi selalu disintesis selama ada
stimulasi growth factor.
b. Cyclin-dependent kinases (Cdk). Cdk utama dalam siklus sel adalah Cdk
4, 6, 2, dan 1. Cdks merupakan treonin atau serin protein kinase yang
harus berikatan dengan cyclin untuk aktivasinya. Konsentrasi Cdks relatif
konstan selama siklus sel berlangsung. Cdks dalam keadaan bebas (tak
berikatan) adalah inaktif karena catalytic site, tempat ATP dan substrat
berikatan diblok oleh ujung C-terminal dari CKIs. Cyclin akan
47
menghilangkan pengebloka tersebut. Ketika diaktifkan, Cdk akan memacu
proses downstream dengan cara memfosforilasi protein spesifik.
Rb pathway
Siklus sel dimulai dari masuknya sel dari fase G0 (quiescent) ke fase G1 karena
adanya stimulus oleh growth factor (Gambar 1). Pada awal fase G1, Cdk 4 dan
atau 6 diaktifkan oleh cyclin D (cycD). Kompleks Cdk4/6 dengan cycD akan
menginisiasi fosforilasi dari keluarga protein retinoblastoma (pRb) selama awal
G1. Efek dari fosforilasi ini, fungsi
48
Gambar 1. Siklus sel (Sherr, 1996)
49
penggandaan sel (Lapenna and Giordano, 2009). Pada fase G2, sel juga memiliki
kesempatan melakukan mekanisme repair apabila terjadi kesalahan sintesis DNA
(Baumforth and Crocker, 2003).
Gambar 2. Ilustrasi umum siklus sel. Siklus sel terdiri dari 4 tahap, yaitu G1,
S, G2, dan M. Progresi siklus sel dikontrol oleh cyclin (D, E, A, dan
B), cyclindependent kinases (4, 6, 2, dan 1), dan cyclin–dependent
kinase inhibitor (contohnya Cip dan Kip) (Lapenna and Giordano,
2009).
50
Cdk1 dapat dinonaktifkan oleh Wee1 dan Myt1 dengan cara Wee1 dan
Myt1 akan memfosforilasi Cdk1 pada tirosin-15 dan atau threonin-14.
Defosforilasi pada situs tersebut dapat dilakukan oleh Cdc25 sehingga Cdk 1
menjadi aktif kembali dan siklus sel tetap berlangsung (Vermeulen et al., 2003).
Pada akhir fase mitosis, cycB akan didegradasi oleh anaphase promoting complex
(APC) melalui proses proteolitik. APC juga berfungsi untuk memacu kromatid
untuk berpisah bergerak ke masing-masing kutub untuk menyelesaikan mitosis
(anafase) (Lapenna and Giordano, 2009).
p53 pathway
Pada checkpoint G1/S, kerusakan DNA dapat memacu cell cycle arrest
dan proses ini adalah p53-dependent. Secara umum, level p53 sel rendah karena
51
diregulasi negatif oleh mdm2 yang mentarget degradasi p53, namun kerusakan
DNA dapat menginduksi aktivitas p53 dengan cepat.
p53 dikontrol oleh mdm2 dan p19ARF. Level protein p53 secara normal
adalah pada konsentrasi rendah di dalam sel. Namun, sekali distimulasi, level
protein secara cepat akan meningkat sepanjang waktu paruhnya, sedangkan level
mRNA relatif tidak berubah. Lalu, apa yang bisa disimpulkan dari fenomena ini?
Bahwa regulasi p53 terjadi pada level protein (bukan DNA atau RNA) adalah hal
yang sangat kritikal pada aktivasinya. Regulator negatif p53 yaitu mdm2 yang
merupakan suatu p53-responsive gene (gen yang terekspresi melalui faktor
transkripsi p53).
Sehingga dapat dibayangkan di sini ada loop umpan balik negatif di sini.
p53 teraktifkan dan kemudian meningkatkan level mdm2. Mdm2 kemudian
menginaktifkan p53 dengan cara mengikat kompleks atau mendegradasi p53. Jika
sel ingin menaikkan level protein p53 maka sel perlu menghambat mdm2.
Gambar 3. Skematik dari domain p53 termasuk situs modifikasi post translasi
52
(fosforilasi dan asetilasi) yang terlibat dalam stabilisasi, aktivasi, atau penekanan
Fosforilasi p53 pada serin-15 dan serin-37 oleh ATM atau protein kinase
lain setelah terjadi kerusakan DNA dapat mencegah ikatan MDM2 dengan p53.
Jadi, ketika p53 terfosforilasi sini (Gambar 3), dia tidak bisa lagi mengikat mdm2.
Kemudian, inilah yang mampu menghilangkan penghambatan p53 dimediasi
mdm2. Mengapa DNA damage agent mengaktifkan p53? Karena jika DNA Anda
rusak, Anda tidak ingin untuk memperbanyak, bukan? Jika Anda melakukannya,
Anda bisa menghasilkan selsel dengan mutasi yang merusak, yang kemudian
dapat mengakibatkan kanker. Jadi, p53 mengenali ketika sel telah mengalami
kerusakan DNA dan menghentikan siklus sel (cell cycle arrest) sehingga sel dapat
memperbaiki kerusakan (repair), atau dalam banyak kasus, hanya memberitahu
sel untuk bunuh diri (apoptosis), yaitu dengan cara menstimulasi transkripsi gen
seperti p21 dan Bax sehingga siklus sel berhenti atau terjadi apoptosis (Siu et al.,
1999).
53
Gambar 4. Onkogen dan DNA damage agent mengaktifkan p53 melalui
mekanisme yang berbeda. p19ARF bertindak sebagai perantara dalam aktivasi
p53 oleh onkogen mitogenik seperti E1A, Ras, c-myc. Sebaliknya, aktivasi p53
karena DNA damage agent melibatkan de novo fosforilasi serin 15 pada domain
p53 (dan residu lainnya) oleh kinase seperti protein kinase DNA-dependent
(DNA-PK) atau produk dari gen ataksia-telangiectasia (ATM). Activation of p53
by oncogenes does not involve phosphorylation on serine-15, and both serine-15
phosphorylation (not shown) and p53 activation following DNA damage are
unimpaired in the absence of ARF. Oleh karena itu, dua jalur sinyal upstream ke
p53 secara fundamental berbeda (de Stanchina et al, 1998).
54
Gambar 5. Regulasi p53 dilakukan oleh mdm2 dan p19ARF (alternate reading
frame dari lokus INK4a/ARF (CDKN2A))
Oleh karena itulah, mudah di pahami bahwa p53 adalah gen yang paling
sering termutasi pada kanker. Dan dari sini, Anda bisa mengetahui pentingnya gen
ini. Pada sel normal, p53 penting pada kontrol checkpoint utama. Dia besa
mengenali ketika ada kesalahan terjadi, sebagai contoh kerusakan DNA atau sel
terstimulasi oleh onkogen, dan segera mengentikan siklus sel untuk mencegah sel
menjadi kanker. Jadi, jika sel kehilangan p53, sel akan kehilangan fungsi
checkpoint pentingnya. Tidak hanya mutasi p53 termutasi saja yang ditemukan
pada sel kanker, tetapi juga overekspresi mdm2 (yang menghambat p53), juga
hilangnya p19ARF. Masih ingat pada jalur Rb, bahwa p16INK4a juga sering pada
kanker. Ya, ternyata p16INK4a dan p19ARF (alternate reading frame dari lokus
INK4a/ARF) adalah berada pada lokus yang sama, dan pada kanker lokus ini
mengalami delesi, sehingga p16INK4a dan p19ARF hilang.
55
sebelum sebelum replikasi DNA selesai. Checkpoint utama dalam fase S/G2/M
adalah Chk1. Ketika terdapat kerusakan DNA, protein kinase ATR akan
memfosforilasi Chk1, kemudian Chk1 memfosforilasi Cdc25C pada serin-216.
Fosforilasi tersebut menyebabkan kompleks cycB-Cdk1 yang bertanggung jawab
pada progresi fase G2/M tidak akif. Selain itu, Chk1 juga memfosforilasi Cdc25A
yang bertugas mengaktifkan kompleks cycE-Cdk2 dan cycA-Cdk2 yang berperan
pada progresi fase S. Dengan difosforilasinya Cdc25A oleh Chk1, kompleks cyc-
Cdk menjadi tidak aktif dan terjadi S arrest (Xiao et al., 2003; Beckerman et al.,
2009).
E. Ekspresi Kelamin
Manusia dan mamalia, dalam hal ini kucing, individu pria / jantan adalah
heterogametik (XY) sementara wanita / betina adalah homogametik (XX).
Sebaliknya, pada ayam individu jantan justru homogametik (ZZ) sementara
individu betinanya heterogametik (ZW). Penentuan jenis kelamin pada manusia /
mamalia dikatakan mengikuti sistem XY, sedang pada ayam, dan unggas lainnya
serta ikan tertentu, mengikuti sistem ZW.
56
a) Sistem XY
1. Migrasi
57
Dengan adanya perpindahan penduduk, maka suatu daerah dapat
memiliki kelebihan salah satu seks.
b) Sistem XO
58
Sebagai contoh, E.B. Wilson menemukan bahwa sel somatis serangga
Protenor betina mempunyai 14 kromosom, sedang pada individu
jantannya hanya ada 13 kromosom.
1 2 0,5 Jantan
2 2 1 Betina
3 2 1,5 Metabetina
4 3 1,33 Metabetina
4 4 1 betina 4n
59
3 3 1 betina 3n
3 4 0,75 Interseks
2 3 0,67 Interseks
2 4 0,5 Jantan
1 3 0,33 Metajantan
Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel, akan terlihat bahwa ada
beberapa individu yang jumlah kromosom X-nya lebih dari dua buah,
yakni individu dengan jenis kelamin metabetina, betina triploid dan
tetraploid, serta interseks. Adanya kromosom X yang didapatkan melebihi
jumlah kromosom X pada individu normal (diploid) ini disebabkan oleh
terjadinya peristiwa yang dinamakan gagal pisah (non disjunction), yaitu
gagal berpisahnya kedua kromosom X pada waktu pembelahan meiosis.
60
Pada Drosophila terjadinya gagal pisah dapat menyebabkan terbentuknya
beberapa individu abnormal seperti nampak pada diagram.
P: E AAXX x AAXY G
gagal pisah
gamet : AXX AO AX AY
61
Andaikan terjadi nondisjunction selama oogenese (pebentukan sel
telur) akan terbentuk 2 macam sel telur, yaitu sel telur yang membawa 2
kromosom X (3AXX) dan sebuah kromosom sel telur tanpa X (3AO). Jika
dalam keadaan ini terjadi pembuahan, sudah tentu keturunan akan
menyimpang dari keadaan normal, yaitu sebagai berikut :
62
kemungkinan dihsilkan lalat betina super 3AAXXX, Lalat betina
3AAXXY, lalat jantan 3AAXO. Lalat YO tidak pernah dikenal
karena letal.
Partenogenesis
63
partenogenesis merupakan sistem penentuan jenis kelamin yang tidak ada
sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin tetapi hanya
bergantung kepada jumlah genom (perangkat kromosom).
d). System ZW
Pada beberapa jenis kupu, beberapa jenis ikan, beberapa jenis reptil
dan burung diketemukan bentuk kromosom kelamin yang berlainan
daripada yang telah diterangkan di muka. Yang jantan memiliki sepasang
kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka dikatakan bersifat
homogametik. Yang betina bersifat heterogametik, karena satu kromosom
kelamin berbentuk seperti pada yang jantan, sedangkan satunya lagi sangat
64
lain bentuknya. Jadi keadaan ini kebalikan dengan manusia, sebab pada
manusia, yang laki-laki adalah heterogametik (XY) sedangkan yang
perempuan homogametik (XX). Untuk menghindari kekeliruan, maka
kromosom kelamin pada hewan-hewan tersebut di atas disebut ZZ dan
ZW. Hewan jantan adalah ZZ, sedang yang betina ZW. Jadi, semua
spermatozoa mengandung kromosom kelamin Z, sedangkan sel telurnya
ada kemungkinan mengandung kromosom dan kelamin Z dan ada
kemungkinan mengandung kromosom kelamin W.
e). System ZO
65
karena itu, individu jantan ini hanya memiliki sebuah genom atau
perangkat kromosomnya haploid.
Pengaruh lingkungan
Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949
menemukan adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi
pewarnaan di dalam nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur semacam ini
ternyata tidak dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada manusia dilaporkan pula
66
bahwa sel-sel somatis pria, misalnya sel epitel selaput lendir mulut, dapat
dibedakan dengan sel somatis wanita atas dasar ada tidaknya struktur tertentu
yang kemudian dikenal dengan nama kromatin kelamin atau badan Barr.
Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin sementara sel
somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya kromatin
kelamin ternyata sama dengan banyaknya kromosom X dikurangi satu. Jadi,
wanita normal mempunyai sebuah kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada
dua. Demikian pula, pria normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena
kromosom X-nya hanya satu.
67
jenis kelamin. Dengan perkataan lain, gen rangkai X pada individu homozigot
akan diekspesikan sama kuat dengan gen rangkai X pada individu hemizigot.
Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon kelamin disintesis oleh
ovarium, testes, dan kelenjar adrenalin. Ovarium dan testes masing-masing
mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai penghasil sel kelamin (gamet) dan
sebagai penghasil hormon kelamin. Sementara itu, kelenjar adrenalin
menghasilkan steroid yang secara kimia berhubungan erat dengan gonad.
HH Bertanduk Bertanduk
68
Hh Bertanduk tidak bertanduk
69
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia dan mamalia, dalam hal ini kucing, individu pria / jantan adalah
heterogametik (XY) sementara wanita / betina adalah homogametik (XX).
70
Sebaliknya, pada ayam individu jantan justru homogametik (ZZ) sementara
individu betinanya heterogametik (ZW). Penentuan jenis kelamin pada manusia /
mamalia dikatakan mengikuti sistem XY, sedang pada ayam, dan unggas lainnya
serta ikan tertentu, mengikuti sistem ZW.
B. Saran
Materi Genetik akan mudah dipelajari jika ditunjang oleh banyak literatur,
baik dari buku-buku penunjang atau internet. Sehingga kita dapat mengetahui
berbagai macam materi genetik yang berupa konsep interaksi gen, regulasi kerja
gen pada prokariota, eukariota, pembelahan sel, dan ekspresi kelamin.
Bagi kita dan generasi akan datang terutama yang akan menjadi
guru biologi sudah sepatutnya untuk mengetahui penjelasan materi
genetik.
Kepada para pembaca kalau ingin lebih mengetahui tentang
bahasan ini bisa membaca buku atau majalah-majalah serta di
situs-situs internet yang memuat pembahasan tentang genetika.
71
Daftar Pustaka
72