Anda di halaman 1dari 3

Anemia Hemolytic

Hemolysis diketahui sebagai destruksi pada sel darah merah (RBC). Anemia terjadi ketika
kapasitas laju destruksi mengalami peningkatan pada bone marrow untuk memproduksi RBC.
Masa hidup sel darah merah normal yaitu 110-120 hari (half-llife, 556 -60 hari) sekitar 0.85%
RBC di replaced setiap harinya (diganti baru).
Selama hemolysis, masa hidup sel darah merah menjadi lebih pendek, juga terjadi penurunan
jumlah sel darah merah, terjadi peningkatan erythropoietin, terjadi peningkatan produksi sel
darah merah di boemarrow.
Terjadinya hemolysis dsapat dikatan sebagai penyebab dari anemia jika ditemukan
peningkatan jumlah reticulocyte. Jumlah reticulocyte dapat menningkat karena terjadi acute
blood loss atau masa hidup eritrosit yang terlalu pendek disebabkan karena terpai Iron, Vitamin
B12, atau terjadinya deficiency dari asam folat.
Dapat dikasifikasikan sebagai berikut :
1. Hereditary spherocytosis
Merupakan penyebab paling umum pada hemolysis dan anemia hemolytic, dengan
dengan jumlah spectrum yang mencapai tingkat keparahan yaitu sekitar 1/5000 pada
orang eropa utara . paling banyak terjaid karena terjadi abnormalitas pada membrane
RBC (Red blood cell). Biasanya pada pasien gejalanya asimtomatik, dan biasa terjadi
pada orang yang tinggal dibagian utara eropa.

- Etiiology :
Biasanya disebabkan karena adanya gangguan autosomal ressecive. Sebanyak 25%
pasien biasanya tidak memiliki riwayat keluarga. Pada pasien ini biasanya
disebabkan karena terjadinya mutase gen, dan pada sedikit kasus biasanya
disebabkan karena keturunan ressesive atau dari nonpaternity.
Paling banyak juga disebabkan karena terjadinya defect molecular pada spectrin
atau ankyrin, yang merupakan komponen utama pada cytoskeleton untuk
menentukan bentuk dari RBC.

Apabila terjadi deficiency dari spectrin, protein 3 atau ankyrin dapat menyebabkan
terjadinya uncoupling pada skeleton lipid bilayer dan menyebabkan hilangnya
membrane microvesicles .

Hilangnya permukaan membrane tanpa hilangnya proportional pada volume cell


nya dapat meynebabkan terjadinya perubahan bentuk RC nay dan dapat
meningkatan peremebilitas , transport cation, penggunaan ATP (adenosine
tripospat, dan glikolisis.

- Manifestasi klinis
1) Anemia
2) Hyperbilirubinemia
3) Pallor
4) Jaundice
5) Fatigue
6) Exercise intolerance
7) Enlarged spleen
8) Terbentuk gallstone (biasanya terjadi pada pasien yang unsplenectomy)
9) Terdapat aplastic crisis apabia terjadi parpovirues B19 infection

- Laboratory findings
 Biasnaya ditemukan reticulocyte dan adanya hyperbilirubinemia.
 Kadar haemoglobin biasanya mencapai 6-20g/dL tapi dapat juga dgn range
normal
 Persentase reticulocyte nya mencapai 6 – 20 % dengan rata rata biasanya 10%
 Mean corpuscular volume (MCV) meskipun corpuscular haemoglobin
consentrasi nya sering meningkat (36 – 38 g/dL RBCs)
 Pada RBC blood film dilihat dari bentuk terdapat polychromatophilic
reticulocyte dan spherocytes.
 Sperocytosis ditemukan dengan diameter yang kecil dan dengan permukaan
yang hyperchromic pada blood smear, sebagai hasil dari meningkatnya kadar
haemoglobin. Biasanya juga terdapat central pallor yang pucat dan kurang
mencolok disbanding dengan sel normal laninnya.
 Sperocytes dapat muncul secara dominant atau bias juga ditemukan secara
jarang. Tergntung dengan tingkat keparahan penyakit nya. Namun biasanya sel
tersebut menyumbang >15% - 20% ketikaa anemia hemolytic terjadi.
 Biasanya juga terdapat hiperplaia eritroid pada sum sum tulang
 Expansi dari bone marrow juga dapat menjadi pemeriksaan ruitn dengan ronsen
 Adnya sperocyte dalam darah dapat dibuktikan dengan tes osmotic fragility test.
Namun test tersebut bukan merupakan test yang specific untuk hereditary
sperocytosis. Dapat juga membuktikan adannya abnormalitas pada immune dan
membuktikan adannya anemia hemolytic lainnya. Normal tesnya yaitu 10% -
20% pada pasien.
 Jenis tes lainnya juga bia menggunakan cyrohemolysis test, osmotic gradient
ektacytometry, dan eocin-5-maleimide test.

- Differential diagnosis
1) isoimune heolytic diseas
2) autoimmune hemolytic anemia
3) thermal injuries
4) clostridial septicaemia dengan exotoxemia
5) Wilson disease

- Kompliaksi
1) High - out heart failure
2) Hypoxia
3) Cardiovascular collapse
4) Kematian
5) Gout
6) Myopathy
7) Spinocerebellar degeneration

- Treatment
Karena pada pasien spherocytosis pada hereditary spherocytosis paling banyak
disebabkan karena terjadi kerusakan di dalam spleen, maka splenectomy dapat
mengurangi terjadinya hemolysis yang berhubungan dengan gangguan tersebut.
Setelah splenectomy terjadi biasanya serigkali terjaadi perbuhana karena terjadi
perubahan kondisi dan berkurangnya membrane sel darah merah, reticulocytosis,
hyperbilirubinemia.
Ada pula pasien yang tidak dapat disarankan untuk melakukan splenectomy, yaitu
pasien yang memiliki nilai haemoglobin diatas 10g/dL dan memiliki persentase
reticulocyte <10%. Pada keadaan tersebut pasien dapat diberikan 1mg/ hari asam
folat untuk mencegah deficiency dan menurunnya erythropoiesis .
Pada pasien dalam keadaan berat yaitu anemia diertai dengan hyperplastic dan
aplastic crises, pertumbuhan yang kurang bagus, atau terjadi cardiomegaly
sebaiknya disarankan untuk melakukan splenectomypada usia 5-6 tahun untuk
menghindasi terjadinya sepsis splenectomy.

2. Hereditary Elliptocytosis
Merupakan kejadian yang jarang terjadi pada hereditary anemia. Bila kondisi
menjadi lebih berat ditandai dengan banyaknya variasi. Sedangkan pada keadaan
ringan biasanya tidak terdapat symptomps, lebih sering terjadi ketika dlam keadaan
berat. Seperti terdpat variasi bentuk dan juga hemolysis. Chornic atau sporadic
hemolytic anemia, atau hereditary pyropoikilocytosis. Hereditary Elliptocytosis
biasanya terjadi pada populasi orang west africans

Anda mungkin juga menyukai