Oleh :
YUSMAINDAH JAYADI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya yang senantiasa tercurahkan kepada kita semua, sehingga sampai
kesempatan ini kita masih tetap menjadi hamba-Nya yang patuh menjalankan apa
yang menjadi perintah-Nya. Insya Allah
Salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi dan Rasul Allah,
Muhammad SAW, atas segala pengorbanan beliau untuk membawa kita ke dalam
nikmat Islam dan Iman yang begitu indah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2007 prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang dan
pendek masing-masing 18,4 persen dan 36,8 persen sehingga Indonesia termasuk
di antara 36 negara di dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah gizi
dunia (UN-SC on Nutrition 2008). Walaupun pada tahun 2010 prevalensi gizi
kurang dan pendek menurun menjadi masing-masing 17,9 persen dan 35,6 persen,
tetapi masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan
masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas 2010).
Masalah gizi sangat terkait dengan ketersediaan dan aksesibilitas pangan
penduduk. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2009 jumlah penduduk sangat
rawan pangan (asupan kalori <1.400 Kkal/orang/hari) mencapai 14,47 persen,
meningkat dibandingkan dengan kondisi tahun 2008, yaitu 11,07 persen.
Rendahnya aksesibilitas pangan (kemampuan rumah tangga untuk selalu
memenuhi kebutuhan pangan anggotanya) mengancam penurunan konsumsi
makanan yang beragam, bergizi-seimbang, dan aman di tingkat rumah tangga.
Rencana pembangunan jangka menengah nasional (2010-2014) secara
tegas telah memberikan arah pembangunan pangan dan gizi meningkatkan
ketahanan pangan dan status kesehatan dan gizi masyarakat. Selanjutnya dalam
Instruksi Presiden No. 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan yang terkait dengan Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs), ditegaskan perlunya disusun dokumen Rencana
Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015 dan Rencana Aksi Daerah
Pangan dan Gizi (RAD-PG) 2011-2015 di 33 provinsi. Keluaran rencana aksi
diharapkan dapat menjembatani pencapaian MDGs yang telah disepakati dalam
RPJMN 2010-2014 yaitu menurunnya prevalensi gizi kurang anak balita menjadi
15,5 persen, menurunnya prevalensi pendek pada anak balita menjadi 32 persen,
dan tercapainya konsumsi pangan dengan asupan kalori 2.000 Kkal/orang/hari
(Bappenas, 2011).
Sasaran pembangunan pangan dan gizi dalam RPJMN 2010-2014 dan
RAN-PG 2011-2015 adalah menurunkan prevalensi kekurangan gizi pada balita,
termasuk stunting. Beberapa program dan kegiatan pembangunan nasional telah
dilakukan untuk mendukung sasaran tersebut. Seiring dengan hal tersebut,
gerakan perbaikan gizi dengan fokus terhadap kelompok 1000 hari pertama
kehidupan pada tataran global disebut Scaling Up Nutrition (SUN) dan di
Indonesia disebut dengan Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka Percepatan
Perbaikan Gizi Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 Hari Pertama
Kehidupan dan disingkat Gerakan 1000 HPK).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
6. Obesitas
Sebuah studi yang memantau berat badan mahasiswa usia 17-19 tahun di
Amerika menemukan bahwa mahasiswa yang dilibatkan dalam penelitian tersebut
mengalami peningkatan berat badan. Dimana peserta yang mengalami overweight
dan obesitas meningkat dari 18% menjadi 31%. Jumlah mahasiswi yang memiliki
persen lemak tubuh lebih dari 30% dan mahasiswa yang memiliki persen lemak
tubuh lebih dari 20% meningkat dari 14 orang menjadi 26 orang selama 4 tahun
kemudian (Sareen, et all, 2012).
Status kesehatan dan gizi masyarakat terus membaik tetapi masih terjadi
disparitas antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi. Secara umum status
kesehatan masyarakat pada kawasan Indonesia bagian timur lebih rendah jika
dibandingkan dengan kawasan Indonesia bagian barat. Sebagai contoh, AKB di
Provinsi Sulawesi Barat sebesar 74, NTB sebesar 72, NTT sebesar 57, Papua
sebesar 41 dibandingkan dengan DIY sebesar 19, Jawa Tengah sebesar 36, DKI
sebesar 28 per 1000 kelahiran hidup. Demikian pula, masih terjadi disparitas
status kesehatan antara daerah perkotaan dengan perdesaan. Status kesehatan di
daerah perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah perdesaan. Sebagai
contoh, status gizi-kurang anak balita di daerah perkotaan sebesar 11,7 persen,
sedangkan di desa 14,0 persen; status gizi-buruk anak balita di daerah perkotaan
sebesar 4,2 persen, sedangkan di daerah perdesaan 6,4 persen.
Selain itu, disparitas terjadi antartingkat sosial ekonomi. Kelompok
masyarakat miskin status kesehatannya cenderung lebih rendah jika dibandingkan
dengan kelompok masyarakat mampu. Sebagai contoh, AKB pada kelompok
masyarakat miskin sebesar 56, sedangkan pada kelompok masyarakat mampu
sebesar 26 per 1.000 kelahiran hidup. Akses penduduk terhadap pelayanan
kesehatan di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan masih rendah
disebabkan oleh kesulitan geografis, ketersediaaan sarana pelayanan kesehatan,
tenaga dan biaya operasional. Faktor lain yang mempengaruhi disparitas adalah
adanya perbedaan kemampuan fiskal masingmasing kabupaten/kota. Daerah
dengan kemampuan fiskal rendah cenderung mempunyai kemampuan terbatas
pada alokasi pembangunan kesehatan. Tantangan ke depan adalah memperbaiki
kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antarwilayah dan antartingkat
sosial ekonomi melalui pemihakan kebijakan, pengalokasian sumber daya,
pengembangan instrumen monitoring serta peningkatan advokasi dan capacity
building untuk daerah tertinggal.
Berdasarkan analisis situasi pangan dan gizi pada tingkat nasional maupun
regional, serta perumusan kebijakan dan strategi pangan dan gizi tingkat nasional
dan provinsi, maka disusun matrikss rencana aksi pangan dan gizi yang berisikan
tentang program dan kegiatan, indikator, serta target tahunan beserta alokasi
anggaran indikatif dari berbagai sektor yang akan terlibat dalam implementasi
rencana aksi di tingkat nasional yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian
Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional,
Kementerian PPN/Bappenas, dan Badan POM. Penyusunan program dan kegiatan
didasarkan atas pendekatan 5 pilar pangan dan gizi yaitu gizi masyarakat,
aksesibilitas pangan, mutu dan keamanan pangan, perilaku hidup bersih dan sehat,
serta kelembagaan pangan dan gizi.
BAB III
KESIMPULAN
www.WHO.int